SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi SebagianDari Syarat-syarat Guna Memperoleh
Derajat Sarjana SI Psikologi
Oleh:
ASTIWIDIANINGSIH 00 320 110
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA 2004
Psikologi Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Memperoleh
Derajat Sarjana S-l Psikologi
Pada Tanggai
2 2 DEC 2004
Dewan Penguji
1. RA. Rp#\o Kumolohadi, S.Psi.JVLSi
bfvvf
2. Muh. Bachtiar, Drs. H.,MM
3. Qurotul Uyun, S.Psi.,M.Si
O^
Mengesahkan,
Fakultas Psikologi
Universitas Islam Indonesia
I...-f*x-:.?:<• •••> m«»
Sukarti. Dr Tanggal, 20 Desember 2004 22 Desember 2004 20 Desember 2004memebuat laporan penehtian, tidak melanggar etika akademik seperti penjiplakan, pemalsuan data, dan manipulasi data. Apabila di kemudian hari saya terbukti melanggar etika akademik, maka saya sanggup menerima konsekwensi berupa pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.
Yang menyatakan,
Asti Widianingsih
Terima kasih tak terhingga kepada orang-orang terdekat di hati sehingga
karya sederhana ini dapat terselesaikan:
Kedua Orangtuaku
Ibu Wahyu Kuswati dan Bapak Asmoyo
untuk segala limpahan doa, dan kasih sayang yang tidak berbalas
Adek-Adekku
Ria Nia Bayu Handini - Tri Destia Arifianti
untuk segala cinta, perhatian, dan dukungan yang tiada hentinya
Serta Abangku Tersavang
Kasyadi
untuk segala perhatian, pengertian dan dukungannya selama ini
"Hai
manusia,
bertaqwalah
kamu
kepada
Tuhanmu,
yang
telah
mencipatakan kamu dari seorang manusia, kemudian menciptakan dari
jenisnya jodoh baginya, dan dari keduanya dikembangkan keturunan yang
banyak, laki-laki dan perempuan. Bertaqwalah kamu kepada Allah yang
dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan dengan nama-Nya kamu
menjaga kekeluargaan. Sungguh Allah selalu mengawasi kamu semuanya"
(An Nisaa': 1)
" Berani berkata tidak. Berani menghadapi kebenaran. Kerjakan sesuatu
yang benar karena itu benar. Ini adalah kunci untuk hidup dengan
integritas".
W. Clement Stone
"Kesabaran adalah buah yang pait,
tapi mempunyai buah yang manis".
Alhamdulillahi Rabbil'alamin. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulis mendapatkan berbagai kemudahan dan juga kekuatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa shalawat dan salam teruntuk junjungan lrita Nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan para pengikutnya.
Setulusnya penuhs mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atas perhatian, bantuan serta dorongan selama proses pembuatan skripsi ini dari awal
hingga akhirnya dapat selesai. Penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Sukarti, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
2. RA. Retno Kumolohadi, S.Psi. M-Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah membantu serta meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan dukungan dalam menyusun dan menyelesaikan skripsL
3. Muh. Bachtiar, Drs. H.,MM dan Qurotul Uyun, S.Psi.,MSi selaku Dewan
Penguji Skripsi.
4.
Sonny Andrianto, S.Psi, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan terhadap perkembangan studi.
5. Seluruh civitas akademik Fakultas Psikologi UII Yogyakarta, terutama
rekan-rekan mahasiswa angkatan 2000.
7. Bidan Wahyu Kuswati Amd.Keb yang telah membantu penuhs dalam
melaksanakan uji coba skala.
8.
Perpustakaan dan para karyawannya di Perpustakaan Fakultas Psikologi UII
Yogyakarta, Perpustakaan Pusat UII Yogyakarta, Perpustakaan Fakultas Psikologi UGM Yogyakarta, Perpustakaan Pusat UMS Solo, dan Perpustakaan
Daerah Yogyakarta yang telah membantu penulis dalam banyak hal yang berhubungan dengan referensi.
9. Keluargaku tercinta di Sragi : Bapak , Ibu, Ria, Desti, mbah putri, om Tono,
tante Didin, mbak Ira & mas Ari, Dian. Keluargaku di Yogya Pakde & Bude, mbak Tinuk, mas Tanto. Serta seluruh keluarga besarku lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang tidak pernah alpa untuk selalu berdoa dan melimpahkan kasih sayangnya kepada penuhs selama ini.
10. Bapak Agus Budianto yang telah memberikan semangat dan motivasi serta doa
tentunya.
11. Temen-temen liqo: mbak Armi, ka'Yuni, mbak Mitta, Rini, Tina, Ika, Anis. Semoga persaudaraan kita bisa selamanya, amiiin...
12. Anak-anak Pendawa Lima : Tarmuji & istri, Yoyo, Dwi & istri, Nani. Bersama
kahan selama + 6 tahun adalah cerita indah yang tak kan terlupakaa
13. Teman-teman eks IMMPY : Agus, Kiki, Aris, Ismail, Wahyu, mas Hafidh, mas Joko. Kapan nih maen-maen lagi?!
Anie, Lia, Zara yang telah membantu penuhs sejak awal pembuatan skripsi.
15. Temen-temen psikologi 2000: Een, Niken, Mira, Nia, Rina, Ika, Ambar, Lulu Tidak terasa, sekarang kita sudah diujung penantian...
16. Anak-anak alumni SMP N I Sragi : Sunarso, Wigi, Dian , Denis, Triyo, Aan. Tetap semangat ya, kita pasti bisa mewujudkan impiankita!!!
17. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang dengan sengaja maupun tidak sengaja telah banyak membantu terselesaikannya skripsi ini dari
awal hingga akhir.
Semoga Allah SWT selalu memberikan ridho-Nya dan membalas
kebaikan-kebaikan yang penuhs terima selama ini dengan ganjaran yang berhpat ganda. Akhir
kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua yang memerlukan
serta dapat memberikan sumbangan bagi ilmu psikologi sendiri.
Yogyakarta, Desember 2004
Penulis
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
HALAMAN PERNYATAAN iii
HALAMAN PERSEMBAHAN iv
HALAMAN MOTTO v
PRAKATA vi
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xii
DAFTAfi LAMPIRAN xiii
INTISARI xiv
BAB I. PENGANTAR
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Tujuan Penehtian 9
C. Manfaat Penehtian 9
D. Keaslian Penehtian 9
1. Keaslian topik 9
2. Keaslian teori 10
3. Keaslian alat ukur 10
4. Keaslian subjek penehtian 11
2. Komponen-komponen Stres 17 3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Stres 19
B. Kehamilan 22
C. Perilaku Asertif 24
1. Pengertian Perilaku Asertif 24
2. Karakteristik Perilaku Asertif 27
.3. Komponen Perilaku Asertif 28
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif 29
5. Manfaat Perilaku Asertif 31
D. Dinamika Psikologis Antara Perilaku Asertif dengan Stres Pada
IbuHamil 34
E. Hipotesis Penehtian 39
BAB HI. METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel-variabel Penehtian 40
B. Definisi Operasional Variabel Penehtian 40
1. Stres 40
2. Perilaku Asertif 40
C. Subjek Penehtian 41
D. Metode Pengumpulan Data 42
2. Reliabilitas 48
F. Metode Anahsis Data 48
BAB IV. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Orientasi Kancah dan Persiapan 49
1. Orientasi Kancah 49
2. Persiapan 51
a. Persiapan administrasi 51
b. Persiapan alat ukur 51
B. Laporan Pelaksanaan Penehtian 53
C. Hasil Penehtian 54
1. Deskripsi Subjek Penehtian 54
2. Deskripsi Data Penehtian 54
3. UjiAsumsi 57 a. Uji Normahtas 57 b. Uji Linearitas 57 4. Uji Hipotesis 57 D. Pembahasan 58 BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan 62 B. Saran 62 XI
Tabel 1. Sebaran Aitem Skala Stres 45
Tabel 2. Sebaran Aitem Skala Perilaku Asertif 46
Tabel 3. Data Ibu Hamil Di wilayah Puskesmas Sragi I
per September 2004
50
Tabel 3. Skala Stres Setelah Uji Coba 52
Tabel 4. Skala Perilaku Asertif Setelah Uji Coba 53
Tabel 5. Deskipsi Subjek Penehtian Berdasarkan Usia
dan Riwayat Pendidikan 54
Tabel 6. Deskipsi Statistik Data Penehtian 55
Tabel 7. Kategorisasi Variabel Perilaku Asertif 56
Tabel 8. Kategorisasi Variabel Stres 56
Bagan 1.
Dinamika Psikologis Antara Perilaku AsertifDengan Stres
Pada Ibu Hamil 38
Lampiran 1. Angket Tryout 67
Lampiran 2. Data Tryout 68
Lampiran 3. Hasil Uji Tryout 74
Lampiran 4. Angket Penehtian 82
Lampiran 5. Data Penehtian 83
Lampiran 6. Hasil Uji Penehtian 87
Lampiran 7. Surat-surat Penehtian
Lampiran 8. Curriculum Vitae
Retno Kumolohadi
INTISARI
Ibu yang sedang hamil mengalami perubahan baik fisik maupun psikologis.
Perubahan fisik seperti; perubahan payudara, rahim, pembesaran perut sedangkan
perubahan psikologis dipengaruhi oleh perubahan honnon dan faktor dari ibu antara
lain; perasaan ibu menjadi tidak menentu, lebih sensitif dan mudah marah. Jika tidak
siap dengan perubahan-perubahan tersebut ibu hamil bisa dilanda stres. Ibu hamil membutuhkan cara untuk meredakan stres, dan perilaku asertif adalah alternatif yang baik dilakukan. Perubahan yang terjadi selama kehamilan, membuat ibu hamil perlu mengkomunikasikan pikiran, perasaan, dan kondisi saat hamil kepada suami, orang
tua, teman, dokter atau orang lain.
Penehtian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan negatif antara perilaku asertif dengan stres pada ibu hamil. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara perilaku asertif dengan stres pada ibu hamil. Semakin tinggi perilaku asertif maka stres pada ibu hamil semakin rendah, begitu pula
sebaliknya semakin rendah perilaku asertif maka stres pada ibu hamil semakin tinggi. Penehtian mehbatkan 30 orang ibu hamil yang berada di wilayah Puskesmas Perawatan Sragi I Kabupaten Pekalongan, usia 20-35 tahun dengan tingkat pendidikan minimal SMA. Skala perilaku asertif yang digunakan merupakan
modifikasi sendiri oleh penehti dengan mengacu pada aspek-aspek perilaku asertif
dari Stain & Book (2002). Skala stressyang digunakan merupakan modifikasi sendiri oleh penehti dengan mengacu pada aspek-aspek stres dari Sarafino (1994).
Hasil analisis data dengan menggunakan korelasi Product Moment Pearson
pada program SPSS 12.00 for Windows, diperoleh angka yang menunjukkan koefisien korelasi sebesar -0,726 ; p=0,000 (p<0,01) sehingga menunjukkan hasil ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara perilaku asertif dengan stres.
Kata Kunci:Perilaku Asertif, Stres
SKRIPSI
Oleh:
ASTI WmiANTNGSIH
00 320 110
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA 2004
A. Latar Belakang Permasaiahan
Kehamilan merupakan suatu babak baru dalam kehidupan seorang wanita
yang umumnya memberikan arti emosional yang sangat besar baginya. Pengalaman
baru ini menimbulkan berbagai perasaan yang bermacam-macam, antara bahagia dan
penuh harapan dengan kecemasan selama kehamilan. Rasa bahagia timbul karena
sebagaian wanita menganggap kehamilan merupakan suatu kebanggaan sebagai
wujud kesempurnaannya, sedangkan kecemasan muncul karena masa panjang saat
menanti kelahiran penuh dengan ketidakpastian. Sesuatu bisa saja terjadi terhadap diri
calon ibu danjanin (Kartono, 1992).
Kehamilan adalah masa yang penting dan kritis. Seorang ibu hamil hams
senantiasa memperhitungkan segala tindakannya demi sang janin dalam rahim.
Secara medis, dapat dibuktikan bahwa keadaan tubuh ibu akan berpengaruh besar
terhadap janin. Infeksi kuman, kekurangan gizi, sebagai contoh, bisa membuat anak
yang dilahirkan cacat atau kurang cerdas (Human Health, 2004).
Kebanyakan ibu yang sedang hamil memiliki rasa kecemasan yang
disebabkan keyakinan bahwa segala sesuatu yang mereka lakukan dan rasakan
memiliki pengaruh langsung terhadap anak mereka yang belum lahir, janin tidak
benar-benar aman dari dunia yang lebfli luas yang mengelilingi ibunya walaupun
hidup didalam lingkungan yang terlindung dan nyaman (Santrock, 2002).
langsung antara keduanya, melainkan akibat dari adanya perubahan endrokrin yang
dapat dan memang terjadi apabila calon ibu menderita tekanan berat. Hal ini terjadi
dalam waktu yang lama, yang biasanya mengiringi sikap kurang menyenangkan
(Adhim, 2003).
Kekhawatiran lain yang biasanya muncul disebabkan karena faktor ekonomi
sampai gangguan hubungan suami istri. Ada rasa cemas kalau tidak mendapatkan
dukungan moral dari suami dan orang tua. Selain itu ibu yang sedang hamil
mengalami berbagai perasaan tidak nyaman, gehsah bahkan depresi. Hal ini
dipengaruhi oleh kondisi hormonal dalam ibunya (Pitt, dalam Effendi &Tjahjono,
1999).
Selama kehamilan, ibu akan mengalami berbagai perubahan pada tubuhnya
seiring pertumbuhan janin. Hal ini wajar, namun jika tidak siap menghadapinya, ibu
akan dilanda stres. Perubahan yang terjadi dalam rangka membantu pertumbuhan
bayi. Pada dasarnya, perubahan fisik yang terjadi bisa dikategorikan dalam dua
bagian. Pertama, perubahan fisik yang tampak dari luar, diantaranya perubahan warna
kuht, perubahan payudara, pembesaran perut, perubahan hang sanggama. Kedua,
perubahan fisik bagian dalam, meliputi pembesaran rahim, perubahan mulut rahim,
perubahan peredaran darah, dan pencernaan makanan (Nakita, 2004)
Kehamilan juga unik karena dapat mengubah perilaku ibu secara drastis. Ibu
hormon. Perubahan hormonal inilah yang dapat mempengaruhi perubahan emosional
ibu kendati dampak emosinya tidak sama pada setiap individu. Perubahan hormon
yang berlangsung selama kehamilan terjadi pada trimester I, berperan dalam
perubahan emosi ibu, membuat perasaan menjadi tidak menentu,
lebih sensmT,
mudah marah, konsentrasi berkurang, pusing-pusing dan mual-muntah di pagi hari
atau morning sickness (Nakita, 2001). Kedua, faktor dari ibu, dapat dilihat dari tiga
hal : (a) Kesiapan menikah, umumnya pertimbangan orang menikah saat ini adalah
aspek fisik, pendidikan dan faktor finansial. Akibatnya aspek psikologi terabaikan.
Padahal walaupun tidak nampak faktor psikologi memegang peranan penting dalam
perjalanan perkawinan. (b) Kesiapan untuk hamil, bila seseorang wanita belum siap
hamil maka ia juga tidak akan siap menerima perubahan tubuhnya. (c) Kematangan
kepribadian, ibu hamil yang tidak terlatih menghadapi tantangan, baik dari luar
maupun diri sendiri, biasanya lebih sering mengalami gangguan perilaku. Namun bila
yang bersangkutan sudah memiliki kepribadian yang matang, umumnya lebih siap
menghadapi setiap perubahan yang terjadi (Nakita, 2004).
Membesamya janin dalam kandungan ibu mengakibatkan calon ibu merasa
tidak nyaman, seperti lelah, tidak bisa tidur enak, sulit bernafas dan sebagainya.
Akibatnya timbul perasaan tegang, cemas, konflik batin dan psikis lainnya.
Ketidakseimbangan tadi sedikit banyak diikuti adanya perasaan bimbang dan ragu,
Stres biasa terjadi terutama pada ibu yang baru hamil, karena banyaknya tekanan baik dari diri sendiri, keluarga maupun dari masyarakat. Stres sebenarnya memiliki segi positif yaitu perkembangan diri individu, akan tetapi akan menjadi
gangguan bilastres ini berintensitas tinggi dan terus menerus (dalam Hanifah, 1997).
Dalono, guru besar FK UNS berpendapat bahwa pada saat ini dan masa-masa
mendatang diyakini akan semakin banyak orang yang stres. Padahal stres dapat
menyebabkan penyakit, termasuk dalam bidang obstetric ginekologi. Selain
kemandulan, stres juga menyebabkan ketuban pecah dini. Yakni ketuban pecah pada
usia kandungan sekitar 8 bulan, keguguran dan kejang-kejang pada saat kehamilan
(Syamsiyah, 2003).
Menurut Hardjana (1995) stres menimbulkan tanggapan pada tubuh dan
mempengaruhi kerja pikiran, emosi dan perilaku. Oleh karena itu, secara langsung
dan tidak langsung stres mempengaruhi kesehatan. Dan dari dunia medis diketahui bahwa banyak penyakityang bersumberpada stres.
Menurut Susanto (Fauzan, 2004), spesiahs kandungan dan kebidanan stres merangsang peningkatan produksi hormon angiotensi. Menyebabkan tekanan darah
naik, tingginya tekanan darah ibu akan mempengaruhi kenormalan sirkulasi darah
menuju janin. Padahal darah adalah media pengantar zat-zat penting untuk janin, bila
Perasaan-perasaan tertekan seperti ini tidak saja membuat ibu malas makan sehingga asupan gizi janin tidak sempuma, tetapi juga memberikan dampak psikologis bagi janin. Janin di dalam perut ikut juga merasa tertekan dan malas beraktifitas. Efek psikologis ini bisa berlanjut sampai bayi terlahir ke dunia. Anak-anak yang terlahir
dari ibu hamil yang stres cenderung tumbuh menjadi orang yang dihantui ketakutan, merasa tidak bahagia, sulit berkonsentrasi dalam belajar, dan pada banyak kasus anak berperilaku hiperaktif. Bahkan menurut Susanto, boleh jadi penyakit autisme pada anak-anak adalah dampak dari stres atau depresi yang dialami ibu ketika hamil
(Fauzan, 2004)
Penehtian dilakukan oleh Carmichael dkk dari March of Dimes Birth
Foundation'Califomia Departement of Health Services, California Birth Defects
Monitoring Program Amerika Serikat. Setelah melakukan penehtian terhadap 2.000
wanita hamil, Carmichael dkk menyimpulkan bahwa wanita-wanita yang mengalami stres berat dalam rentang waktu sebulan sebelum terjadi konsepsi kehamilan sampai kandungan berusia 3 bulan, beresiko melahirkan bayi dengan kelainan bawaan (Fauzan, 2004).
Christie (UCLA), mengungkapkan bahwa perasaan ibu yang sedang hamil akan berpengaruh terhadap perasaan janin yang sedang dikandungnya. Christie juga mengatakan bahwa dalam sebuah penehtian ditemukan bahwa ibu-ibu hamil yang
waktunya bayi dilahirkan. Ibu hamil yang stres biasanya akan menunjukkan reaksi yang tidak sehat, misalnya merokok, rninum-minuman beralkohoL atau tidak perduli dengan kehamilannya (Pikiran Rakyat, 2002).
Stres telah menjadi topik yang sangat umum dan sering dibicarakan
masyarakat. Pembicaraan tentang topik stres dilakukan tidak terbatas oleh usia
tertentu saja, melainkan dibicarakan, bahkan dialami oleh orang dengan bermacam-macam tingkat usia dan golongan tingkat sosial. Stres merupakan hal yang melekat
pada kehidupan. Siapa saja dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang
berbeda dan dalam jangka panjang-pendek yang tidak sama, pernah atau akan
mengalaminya. Tidak seorang pun bisa terbindar dari stres, termasuk ibu hamil.
Stres dapat terjadi karena adanya tekanan hidup dan konflik kebutuhan atau
konflik tujuan. Stres yang berlebihan adalah salah satu penyakit yang paling umum di
zaman sekarang ini. Perasaan terbukti berdampak besar pada fungsi tubuh, detak
jantung, rata-rata tarikan nafas, dan tekanan darah.
Seseorang dapat melakukan bermacam-macam cara penyesuaian diri untuk
mengatasi berbagai macam stres. Tiap orang mempunyai cara penyesuaian diri yang
khusus, yang tergantung dari kemampuan-kemampuan yang dimiliki,
pengaruh-pengaruh lingkungan, pendidikan, dan bagaimana seseorang itu mengembangkan
dirinya. Anak dan orang dewasa memiliki cara penyesuaian diri yang berbeda
dapat mengadakan penyesuaian diri secara efektif, yaitu mengarahkan tindakannya pada sasaran tertentu untuk mengatasi sebab-sebab stres (Slamet & Markam, 2003).
Semakin terfokus diri, akan semakin baik kemampuan menerima cobaan hidup, dan semakin sehat, baik secara jasmani maupun rohani. Langkah pertama mengadapi stres adalah menggunakan kesadaran diri dan memperhatikan gejala tubuh
maupun mental (Stain & Book, 2003). Saat menghadapi situasi suht, seseorang harus tahu yang dilakukan dan bisa mengekspresi diri, hal ini yang disebut perilaku asertif.
Orang yang berperilaku asertif (dalam Oktafiansyah, 1999) adalah orang yang
tahu yang harus dilakukan pada situasi yang membutuhkan ekspresi diri. Ia memiliki kepercayaan diri yang kuat, sehingga ia mampu mengemukakan pendapatnya tanpa rasa takut dan menyampaikannya secara wajar dan terbuka. Sebaliknya orang yang kurang asertif adalah orang yang memiliki perasaan takut, harga dirinya rendah
sehingga mereka sukar mengadakan komunikasi dan tidak terbuka untuk menyatakan
sesuatu sesuai dengan yang dirasakan dan diinginkan.
Sedangkan asertivitas menurut Rini (2001) adalah suatu kemampuan untuk
mengkomunikasikan sesuatu yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada
orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain. Dalam bersikap asertif, seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur
adalah alternatif yang baik untuk dilakukan. Perubahan-perubahan yang terjadi baik fisik maupun psikologis selama kehamilan, membuat ibu hamil perlu mengkomunikasikan pikiran, perasaan, kondisi saat hamil terhadap suami, orang tua, teman, dokter atau orang lain. Misalnya, ibu menyampaikan keluhan-keluhan mengenai perubahan tubuh yang terjadi saat hamil kepada dokter atau bidan.
Perilaku asertif membuat ibu hamil bisa merasa lega karena dengan perilaku
asertif ibu hamil dapat mengkomunikasikan sesuatu yang diinginkan, dirasakan, dan
dipikirkan kepada orang lain sehingga ibu merasa beban yang sedang ditanggungnya
berkurang dan ibu tidak merasa sendiri dalam menjalani kehamilannya. Perilaku
asertif juga membuat orang lain bisa mengerti keingjnan dan keadaan yang sedang
dialami ibu hamil, hal ini membuat orang lain dapat beradaptasi dengan keadaan ibu
hamil. Ibu hamil yang asertif dapat menerima dan menjalani kehamilannya sedang
senang hati dan tidak mengalami stres sehingga ibu dan janin yang dikandung sehat.
Penehti tertarik untuk meneliti hubungan antara perilaku asertif dengan stres
pada ibu hamil karena dari uraian diatas terdapat keterkaitan teoritik antara perilaku
asertif dengan stres pada ibu hamil. Stres yang sedang dialami ibu hamil dapat
C. Manfaat Penehtian
Secara teoritis, hasil penehtian ini dapat memperkaya khasanah teori di bidang psikologi terutama psikologi perkembangan dan psikologi klinis. Selain itu,
penehtian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan wawasan kepada ibu hamil bahwa perilaku asertif dapat digunakan untuk mengurangi stres.
D. Keaslian Penehtian b
1. Keaslian topik
Penehtian tentang Hubungan Antara Perilaku Asertif Dengan Stres Pada Ibu, sepengetahuan penehti belum pernah ada. Pada penehtian ini penehti menggunakan stres sebagai variable tergantung dan perilaku asertif sebagai variable bebasnya.
Sedangkan penehtian yang pernah dilakukan adalah Asertivitas Terhadap Pemenuhan
Informed Consent Dan Toleransi Stres Pasien (Nurhadiyanto, 2002).
Variabel-variabel yang diukur adalah aspek Toleransi Stres Pasien sebagai Variabel-variabel tergantung dan aspek Asertivitas Terhadap Pemenuhan Informed Consent sebagai variabel bebas Penehtian lain adalah Hubungan Antara Sindrom Pra Menstruasi Dengan Tingkat Stres (Erniyati, 2002) menggunakan aspek tingkat stres sebagai variabel tergantung
dan aspek sindrom pra mestruasi sebagai variabel bebas serta strategi coping sebagai
variabel sertaan. 2. Keaslian teori
Penehti Erniyati (2002) menggunakan teori reaksi atau respon terhadap stres
yang dikemukakan oleh Cridder (1993) dan penehti Nurhadiyanto (2002)
menggunakan teori asertivitas dari (Bower Dan Bower, 1984). Sedangkan teori yang
digunakan dalam penehtian ini merupakan penggabungan dari beberapa teori yang
telah ada sebelumnya. Teori untuk membahas perilaku asertif, peneliti menggunakan
teori yang dikemukakan oleh Stein & Book (2003). Teori untuk membahas stres,
penehti menggunakan beberapa teori psikologi klinis, terutama teori dari Sarafino
(1994).
3. Keaslian alat ukur
Penehti Erniyati (2002) menggunakan skala stres yang mengacu pada teori
reaksi atau respon terhadap stres yang dikemukakan oleh Cridder (1993) dan peneliti
Nurhadiyanto (2002) menggunakan skala asertivitas yang mengacu pada teori
asertivitas dari (Bower Dan Bower, 1984). Sedangkan alat ukur yang digunakan
dalam penehtian ini merupakan modifikasi sendiri oleh penehti, untuk alat ukur
asertif penehti menggunakan acuan aspek-aspek dari Stain & Book (2003),
sedangkan untuk alat ukur stres penehti menggunakan acuan aspek-aspek dari
4. Keaslian subyek penehtian
Subjek yang pernah digunakan pada penehtian sebelumnya berbeda dengan
subjek yang digunakan dalam penehtian ini. Subjek pada penehtian sebelumnya yaitu
pasien rawat inap (Nurhadiyanto, 2002) dan mahasiswi dari beberapa pondokan (Erniyati, 2002), sedangkan subjek yang digunakan dalam penehtian ini adalah ibu
A. Stres
1. Pengertian Stres
Selye (Cormier, 1995) secara medis mendefinisikan stres sebagai suatu respon
organisme nonspesifik dari tuntutan internal atau eksternal. Selye mempertunjukkan bahwa setiap tuntutan pada tubuh memperoleh tidak hanya respon-respon fisiologis
yang khusus bagi tuntutan itu, tetapi juga respon yang nonspesifik atau umum. Respon yang nonspesifik atau stereorip membantu tubuh menyesuaikan diri dan
kembah pada keadaan normal.
Sebagai bagian dari pengalaman hidup, stres merupakan hal yang rumit dan kompleks. Karena itu stres dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Dalam peristiwa stres sekurang-kurangnya ada tiga hal yang saling berkaitan, yaitu: haL peristiwa, orang, keadaan yang menjadi sumber stres (stressor); orang yang mengalami stres (the stressed); dan hubungan antara orang yang mengalami stres dengan hal yang menjadi penyebab stres (transactions) beserta segala yang
tersangkut oleh stres (Hardjana, 2002).
Menurut Selye (McQuade & Aikman, 1987) reaksi pertama terhadap setiap
jenis stres adalah kecemasan. Lalu kecemasan itu diikuti oleh tahap periawanan,
pengerahan kimia dari pertahanan badan. Stres tidak hanya merupakan pembunuh,
Selye menekankan, tetapi ia juga merupakan kekuatan merusak yang drastis. Setiap
orangmemiliki periawanan heriditer yang berbeda-beda untukmelawan stres.
Reaksi klise akibat stres biologis yang ditemukan oleh Selye dan
ihnuwan-ilmuwan lainnya dikenal dengan sebutan Sindrom Adaptasi Umum (General
Adaptation Syndrom, GAS). Tujuan utama GAS adalah mempertahankan struktur dan
fungsi tubuh agar tetap stabiL atau disebut homeostasis. Setiap stressor yang datang
pada tingkatan tertentu mengancam akan menghancurkan homeostasis. Pada saat seperti inilah Sindrom Adaptasi Umum akan bereaksi. Sindrom Adaptasi Umum terdiri atas tiga tingkatan : tahap kewaspadaan (alarm stage), tahap periawanan
(resistance stage) dan tahap kelelahan (exhaustion stage). Inchkasi-indikasi yang
muncul selama tahap kewaspadaan adalah melemahnya daya tahan tubuh, merasa gelisah, gelombang otak berubah, otot tegang, sirkulasi periferal meningkat, dan pengeluaran hormon adrenalin juga lebih cepat. Sedangkan pada tahap periawanan seluruh sistem tubuh akan bekerja karena individu didorong untuk meningkatkan kreatifitas agar individu dapat menemukan tantangan dan terhindar dari bahaya jika pengaruh periawanan individu meningkat. Lama tidaknya kelangsungan tahap ini
tergantung pada keputusan, sikap dan reaksi ketakutan individu terhadap stressor.
Tetapi hal ini tidak dapat berlangsung lama. Jika individu tetap mengalami stres,
individu nantinya akan sampai pada tahap kelelahan. Kemudian penyakit akan mudah menyerang karena lemahnya daya tahan tubuh. Jika tahap ini terns berlangsung maka tubuh akan mati (Kenton, 2003).
Hardjana (2002) mendefinisikan stres sebagai keadaan atau kondisi yang tercipta bila transaksi orang yang mengalami stres dan hal yang dianggap
mendatangkan stres membuat orang yang bersangkutan melihat ketidaksepadaan, entah nyata atau tidak nyata, antara keadaan atau kondisi dan sistem sumber daya biologis, psikologis, dan sosial yang ada padanya. Lebih lanjut Hardjana
menyebutkan bahwa entah dasar kriteria atau pertimbangan apa sehingga orang yang mengalami melihat (perceive) ketidakcocokan, ketidakseimbangan atau ketidaksepadanan (discrepancy) antara tuntutan hal atau keadaan dan sumber daya biologis, psikologis dan sosial, orang itu mengalami stres.
Stres dapat mengakibatkan penyakit baik secara langsung maupun tidak lansung. Secara langsung karena stres mendatangkan banyak perubahan pada sistem fisik tubuh manusia yang dapat menyebabkan penyakit. Penyakit lain yang disebabkan oleh stres adalah penyakit yang datang karena kurang bekerjanya sistem kekebalan (immune system) tubuh. Emosi juga memegang peranan penting dalam
menjaga keseimbangan fungsi kekebalan. Stres yang disertai emosi, terutama
kecemasan dan kesedihan yang serius, dapat merusak sistem kekebalan seseorang dan membuamya tidak berfungsi. Bila kekebalan tidak berfungsi, berbagai penyakit
mudah menjangkitinya. Stres juga mengakibatkan penyakit psikosomatis atau
gangguan psikofisiologis. Penyakit psikofisiologis adalah penyakit atau gejala sakit
yang diakibatkan oleh proses psikosonial dan fisiologis yang saling mengkait atau penyakit atau gejala penyakit yang disebabkan oleh unsur atau faktor psikologis, terutama stres emosional.
Atkinson dkk (1997) mendefinisikan stres dalam pengertian umum yaitu stres terjadi jika orang dihadapakan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai ancaman kesehatan fisik atau psikologisnya. Peristiwa tersebut biasanya dinamakan
stressor, dan reaksi orang terhadap peristiwa tersebut dinamakan respon stres. Tyrer
(1996) memberikan batasan tentang stres yaitu reaksi jiwa dan raga terhadap
perubahan.
Sarafino (Smet, 1994) menyatakan bahwa rasa stres dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada sistem fisik tubuh yang dapat mempengaruhi kesehatan.
Hubungan antara rasa stres dengan rasa sakit, ditandai dengan proses pelepasan hormon, khususnya hormon catecholamines dan corticosteroid, yang dilepas oleh rangsangan sistem kardiovaskuler. Contoh, bila tingkat hormon sangat tinggi, maka dapat menyebabkan jantung berdebar-debar sangat kencang sehingga dapat menyebabkan kematian yang tiba-tiba. Perasaan stres dapat juga menyebabkan terjadinya penyimpangan fisiologis, seperti: asma, penyakit kepala kronis, rematik
arthritis dan beberapa penyakit kuht. Selain itu juga dapat menyebabkan hipertensi,
CHD (jantung kronis) dan bahkan kanker.
Rosenthal (2002) mengartikan stres sebagai sebuah pengalaman emosional
negatif yang dihubungkan dengan perubahan-perubahan biologis yang menggerakkan
tubuh untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap rangsangan-rangsangan
dari luar (external triggers). Sedangkan Cannon (Cormier, 1995) mengatakan bahwa
stres merupakan suatu reaksi darurat yang dilakukan orang sebagai respon jika
ini reaksi fight-or-flight response; organisme siap melakukan apapun yang harus
dilakukan untuk bertahan hidup.
Hurrelman & Losel (Smet, 1994) menjelaskan stres sebagai suatu keadaan
tegang secara biopsikososial karena banyaknya tugas-tugas perkembangan yang dihadapi orang sehari-hari, baik dalam kelompok sebayanya, keluarga, sekolah, maupun pekerjaan. Orang dewasa mempunyai jenis tugas yang berbeda yang harus mereka hadapi. Tugas menjadi orang tua (kehamilan, kelahiran, pertumbuhan anak-anak), bekeria dan kemudian pensiun, kematian pasangan dan teman, adalah beberapa
contoh yang menonjol. Sejak individu dilahirkan, dan sepanjang tahun pertama
kehidupannya, banyak hal yang terjadi dalam perkembangannya, yang jelas penuh
ketegangan, hal ini diungkapkan oleh Lipsitt (Smet, 1994).
Sarafino (Smet, 1994) mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi disebabkan
oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbuikan persepsi jarak
antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber-sumber daya sistem biologis, psikologi dan sosial dari seseorang. Sarafino membedakan sumber-sumber
stres, yaitu dalam diri individu, keluarga, komunitas dan masyarakai. Kadang-kadang
sumber stres itu ada di dalam diri seseorang. Salah satunya melalui kesakitan. Tingkatan stres yang muncul tergantung pada keadaan rasa sakit dan umur individu. Interaksi di antara anggota keluarga pun dapat menimbuikan stres. Contohnva
penambahan anggota keluarga baru dapat menimbuikan perasaan stres terutama pada
Gangguan kejiwaan serius yang mungkin terjadi pada wanita hamil adalah stres, kecemasan dan depresi. Gangguan kejiwaan ini muncul oleh banyak sebab. Dan perubahan yang dialami ketika memasuki masa hamil, perubahan status yang akan dialami kelak setelah melahirkan, buruknya komunikasi keluarga terutama antara suami dan istri serta berbagai kondisi sosial maupun mental ibu hamil, dapat
menyebabkan stres (Adhim, 2003).
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa stres adalah pengalaman emosional negatif yang dialami seseorang, berasal dari tuntutan internal atau ekstrenal yang disertai dengan perubahan baik secara fisiologis, biokimia
maupun perilaku yang bertujuan untuk mengurangi atau menyesuaikan dengan
stressornya.
2. Komponen-komponen Stres
Menurut Sarafino (1994), ada dua komponen yang berhubungan dengan stres, yaitu:
1. Komponen Psikologis a. Aspek kogmtif/pola pikir
Tidak hanya kognisi saja yang dapat mempengaruhi terjadinya stres, tetapi stres juga dapat mempengaruhi kognitif. Ketika ibu hamil
membayangkan tentang sesuatu hal yang tidak menyenangkan bagi dirinya,
misalnya ibu sering mengkhawatirkan kondisi anak yang dikandung maka
bayangan pikiran tersebut dapat membuat ibu menjadi stres, meskipun apa
yang dibayangkannya itu belum tentu benar. Maka dari itu, untuk terhindar
dan stres, maka harus dapat berdamai dengan stres dengan cara selalu berpikir
positif.b. Aspek Emosi
Pengalaman stres cenderung disertai emosi, dan ibu hamil yang
mengalami stres menggunakan emosi itu dalam menilai stres. Proses penilaian
kognitif dapat berpengaruh sekaligus terhadap stres dan pengalaman
emosional. Ketakutan adalah reaksi emosional yang mengikuti ketika terjadi
stres, mehputi kombinasi antara ketidaknyamanan psikologis dan physical
arousal. Stres juga dapat menimbuikan perasaan sedih, depresi, marah, dan
tidak bahagia. Misalnya, perasaan ibu hamil menjadi tidak menentu, lebih
sensitifdan mudah tersinggung.
c. Aspek Perilaku Sosial
Stres dapat mempengaruhi perilaku ibu hamil yang mengalaminya
karena stres merupakan tanggapan tubuh yang menyeluruh. Ibu hamil yang
sedang
mengalami
stres
dapat
kehilangan
kemampuannya
dalam
bersosialisasi, contoh, karena malu perutnya membesar ibu hamil malas
bergaul atau yang lebih ekstrim ibu idak mau bertemu orang lain. Stres juga
dapat mengakibatkan seseorang menjadi berperilaku agresif dan menjadi
2) Komponen Fisiologis
Berupa rangsangan-rangsangan fisik yang meningkat, seperti: jantung berdebar-debar, mulut menjadi kering, perut mules, badan berkeringat. Sakit kepala, pusing, mengalami gangguan tidur, mengalami gangguan makan, merasa sangat lelah, suht buang air besar atau diare adalah tanda-tanda stres yang dialami ibu
hamil (Hardjana, 2002).
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang
berkaitan dengan stres pada ibu hamil adalah : 1) aspek psikologis yang mehputi kognitif/pola pilar, emosi, perilaku sosial dan 2) aspek fisiologis. Dan skala yang akan dibuat berdasarkan aspek-aspek tersebut diatas.
3. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Stres
Sarafino (Smet, 1994) membedakan faktor-faktor stres, yaitu :
1. Dalam diri individu
Kadang-kadang sumber stres itu ada di dalam diri seseorang. Salah satunya melalui kesakitan. Tingkat stres yang muncul tergantung pada keadaan rasa sakit dan umur individu. Stres juga akan muncul dalam seseorang melalui penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan, bila seseorang mengalami konflik. Konflik merupakan sumber stres yang utama.
2. Keluarga
Stres di sini dapat bersumber dari interaksi di antara para anggota keluarga, seperti: perselisihan dalam masalah keuangan, perasaan saling acuh tak acuh,
tujuan-tujuan yang saling berbeda, dll. Misal: perbedaan keinginan tentang acara tehvisi yang akan ditonton, tinggal di suatu lingkungan yang terlalu sesak, kehadiran anggota keluarga baru (anak) dapat menimbuikan perasaan stres terutama pada ibu selama kehamilan dan setelah kelahiran. Rasa stres pada ayah
sehubungan dengan adanya anggota baru dalam keluarga, dapat diterangkan sebagai kekhawatiran akan berubahnya interaksi ibu dengan sebagai istrinya atau
kekhawatiran akan tambahan biaya. 3. Komunitas
Interaksi subjek di luar lingkungan keluarga melengkapi sumber-sumber stres. Sedangkan beberapa pengalaman stres orang tua bersumber dari pekeriaannya, dan lingkunganyang stressful sifatnya.
4. Lingkungan
Stres yang berasal dari lingkungan yang dimaksud di sini adalah lingkungan fisik, seperti : kebisingan, suhu yang terlalu panas, kesesakan, dan angin badai (tornado, tsunami). Stressor lingkungan mencakup juga stressor secara makro seperti migrasi, kerugian akibat teknologi modern seperti kecelakaan lalu hntas
dll.
Taylor (1995) menyebutkan ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang
1. Kejadian negatif.
Kejadian negatif ini menunjukkan hubungan yang kuat antara stres psikologis dan gejala-gejala fisik daripada kejadian-kejadian yang positif. Hal ini disebabkan oleh kejadian negatif itu mempunyai imphkasi yang negatif terhadap konsep diri. 2. Kejadian yang tidak terkontrol atau tidak diperkirakan.
Contohnya: keributan, kesesakan (crowding) atau ketidaknyamanan.
3. Kejadian yang tidak jelas atau ambigu, karena seseorang tidak mempunyai kesempatan untuk mengambil tindakan.
4. Seseorang yang mempunyai banyak tuntutan dalam hidupnya lebih rentan untuk terkena stres daripada seseorang yang mempunyai tuntutan yang lebih sedikit.
Berdasarkan uraian diatas faktor-faktor yang dapat menyebabkan stres
adalah: 1) diri sendiri, 2) keluarga, 3) komunitas, 4) lingkungan. Berkaitan dengan
sumber-sumber diatas, stres dapat terjadi pada ibu hamil. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa ibu hamil dapat mengalami stres yang bersumber dalam dirinya sendiri, misal:
ibu hamil mengalami konflik dalam dirinya antara pengetahuan yang dimihki
berkaitan dengan kehamilannya dengan mitos-mitos seputar kehamilan yang harus
diperhatikan demi kesehatan ibu dan janin, perubahan-perubahan yang terjadi pada
tubuhnya, dll. Sumber dari keluarga, misal: ibu hamil kurang mendapat dukungan
dari suami dan keluarganya. Komunitas, misal: ibu hamil yang bekerja harus
menyesuaikan diri antara kehamilan dengan pekerjaan dan situasi kerjanya.
Lingkungan, misal: lingkungan fisik, seperti: kebisingan, suhu yang terlalu panas,
kesesakan, angin dan badai dapat menyebabkan ibu hamil merasa tidak nyaman dan
stres.
B. Kehamilan
Tugas kehamilan pada wanita berawal dari proses masukkannya cairan sperma ke dalam vagina wanita dan berlangsung selama 9 bulan disertai dengan berbagai gejala dan perubahan penting baik secara fisik internal maupun fisik eksternal dan mental-psikis (at-Tharsyah, 2001)
Tanda pertama yang meramalkan kehamilan adalah tidak terjadinya
menstruasi selama satu minggu. Tanda yang meramalkan lainnya adalah pembesaran dan nyeri pada payudara, perubahan bentuk dan ukuran payudara, mual dengan atau
tanpa muntah (morning sickness), urinasi yang sering dan kelelahan (Kaplan dkk, 1997).
Kehamilan umumnya dibagi menjadi tiga trimester, mulai dari hari pertama
sirkulasi menstruasi terakhir dan berakhir saat kelahiran bayi. Pada trimester pertama
ibu akan mengalami mual-muntah di pagi hari (morning sickness), perut kembung, mengidam, mimisan, kram betis, varises, sakit kepala, perubahan emosional dan sering buang air kecil. Peristiwa besar yang terjadi pada trimester kedua adalah gerakan janin (quickening) yaitu persepsi ibu tentang pergerakan janin yang terjadi
antara minggu ke-16 dan 20. Pada trimester kedua ini nafsu makan ibu mulai
kuht, kondisi psikologis, kaki bengkak. Selama trimester ketiga ibu harus beradaptasi dengan habitus tubuhnya. Rahim yang membesar menekan kandung kemih dan
rektum dan dapat menyebabkan konstipasi dan urinasi yang sering. Peningkatan
kadar estrogen dapat menyebabkan penurunan hbido pada beberapa ibu hamil; ibu
lain mungkin menghindari seks karena mereka berpikir bahwa perubahan pada tubuh
membuat mereka tidak menarik.
Kehamilan dapat mendatangkan stres karena di masa kehamilan yang cukup panjang itu, wanita mengalami berbagai perubahan hormon yang biasanya berpengaruh terhadap otak sehingga pada gilirannya dapat memunculkan
kegoncangan psikis dan syaraf. Kegoncangan itu kadang-kadang bersifat ringan dan kadang-kadang pula bersifat berat serta kritis (at-Tharsyah, 2001).
Berdasarkan Skala Penilaian Penyesuaian Diri Kembah Secara Sosial (Social
Readjustment Rating Scale - SRRS) yang dikembangkan oleh Holmes dan Rahe, disebutkan bahwa dari 43 peristiwa yang bisa menyebabkan stres, kehamilan berada dalam peringkat ke 12. Sedangkan menurut skala stres pada orang dewasa
-berdasarkan penggolongan keparahannya, kehamilan dan kelahiran terutama pada
anak pertama merupakan faktor penyebab stres yang berat (Cormier, 1995).
Menurut Dr. Rebrif (at-Tharsyah, 2001) bahwa kekuatan wanita pada saat
hamil tidak dapat mengatasi kendala fisik dan mental sebagaimana pada situasi-situasi umum lainnya. Jika gejala-gejala pada diri wanita hamil terdapat pada diri laki-laki dan wanita yang tidak hamil maka mereka akan dianggap sakit. Pada saat ini
dan seluruh aspek psikisnya berada dalam kondisi yang tidak menentu selama
beberapabulan. Pada masa itu, ia beradadi antara sehat dan sakit.
Dr. Fisher menyatakan bahwa distorsi semacam itu selalu ada pada diri wanita
yang sedang hamil meskipun ia dalam kondisi yang prima. Ia mengalami distorsi
pikiran, mental, pemahaman, perenungan, dan perasaan. Sedangkan menurut para spesialis kandungan seperti Haylock Elles, Albert Moell dan Iain-lain sepakat bahwa wanita yang sedang hamil tidak boleh diberi beban pikiran dan mental pada bulan terakhir kehamilan (usia sembila bulan kandungan).
C. Perilaku Asertif
1. Pengertian
Asertivitas berasal dari kata assert yang menegaskan, mengandung arti hal-hal
seperti, hak asasi manusia, kejujuran, dan ekspresi emosi yang tepat. Asertivitas
terletak di antara sifat permisif dan agresif. Permisif selalu bersifat memperbolehkan dengan kecenderungan tanpa ada persyaratan atau alasan yang bersifat rasional.
Sedangkan agresif adalah suatu tuntutan yang biasanya tidak memberikan hak kepada
orang lain untuk menolak. Jadi asertivitas tidak bersifat permisif maupun agresif.
Asertivitas juga berbeda dengan kompensasi sosial. Kompensasi sosial lebih mengaju
pada kemampuan untuk menjalin, mengembangkan dan memelihara hubungan interpersonal yang ada. Sedang pada asertivitas kadang konsekuensi yang hams
diterima adalah renggangnya suatu hubungan interpersonal. Secara umum asertivitas
termasukdalam kompensasi sosial (Santoso, 1999).
Menurut Kidman (1992) perilaku asertif adalah perilaku antarpribadi yang
mehbatkan ekspresi pikiran dan perasaan yang jujur dan relatif gambling. Perilaku
asertiftepat dalam pergaulan dan jika seseorang seseorang berperilaku secara asertif,
perasaan
dan kesejateran
orang
lain
ikut diperhitungkan.
Perilaku
asertif
mengkomunikasikan perasaan, kepercayaan dan kebutuhan secara langsung dan jelas,
sementara perilaku nonasertif dan agresif adalah bentuk komunikasi yang tidak
langsung.
Lloyd (1991) mendefinisikan perilaku asertif sebagai gaya wajar yang tidak
lebih dari sikap langsung, jujur, dan penuh respek sementara berinteraksi dengan
orang lain. Keasertifan diperlukan untuk hubungan yang jujur dan sehat. Perilaku
asertif adalah perilaku yang diisyaratkan untuk hasil "sama-sama menang" dalam
negosiasi, pemecahan konflik, kehidupan keluarga, dan transaksi bisnis yang normal.
Lebih lanjut Lloyd menjelaskan, perilaku asertif bersifat aktif, langsung, dan jujur.
Perilaku ini mengkomunikasikan kesan respek kepada diri sendiri dan orang lain.
Dengan berperilaku asertif, lata memandang keinginan, kebutuhan, dan hak kita sama
dengan keinginan, kebutuhan, dan hak orang lain,
Menurut Stein & Book (2003) perilaku asertif berarti kemampuan untuk
berkomunikasi dengan jelas, spesifik, dan tidak taksa (multi tafsir), sambil sekahgus
tetap peka terhadap kebutuhan orang lain dan reaksi mereka dalam peristiwa tertentu.
tanpa menggunakan sabotase dan alasan emosional, dan mampu bertahan di jalur yang benar, mempertahankan pendapat sambil sekahgus tetap menghormati pendapat orang lain dan peka terhadap kebutuhan mereka.
Berdasarkan pengertian perilaku asertif diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang dikatakan asertif apabila (a) memiliki kesadaran diri yang memadai sehingga bisa mengenali perasaannya sendiri sebelum mengungkapkannya, (b) mampu mengendalikan nafsu sehingga bisa mengungkapkan ketidaksetujuan atau
kemarahan (jika memang tidak diperlukan) tanpa membiarkannya meningkat menjadi kemarahan sengit, dan mampu menyatakan berbagai keinginan secara tepat, dan dengan intensitas yang tepat, (c) mampu mempertahankan hak-hak pribadi, dan nilai-nilai yang sangat lata yakini kebenarnya (Stein & Book, 2003).
Jadi perilaku asertif adalah kemampuan untuk berkomunikasi dengan jelas, spesifik, dan tidak multi tafsir, sambil sekahgus tetap peka terhadap kebutuhan orang lain dan reaksi mereka dalam peristiwa tertentu. Perilaku asertif bersifat aktif, langsung, dan jujur, perilaku ini mengkomunikasikan kesan respek kepada diri sendiri
dan orang lain. Dengan berperilaku asertif, kita memandang keinginan, kebutuhan,
dan hak kita sama dengan keinginan, kebutuhan, dan hak orang lain.
2. Karakteristik Perilaku Asertif
Menurut Kidman (1992) karakteristik orang yang berperilaku asertif adalah sebagai berikut:
1. Kontak mata
Memandang langsung pada lawan bicara sewaktu berbicara adalah cara yang baik
untuk membuat mereka tahu bahwa kita tulus dengan apa yang kita katakan.
2. Postur tubuh
Pentingnya pesan anda kepada orang lain akan meningkat jika kita menghadapi
orang yang bersangkutan, duduk atau berdiri dengan jarak yang tepat,
mencondongkan badan ke arahmereka dan menegakkan kepala.
3. Gerak isyarat
Pesan yang ditonjolkkan dengan gerak isyarat yang tepat memberikan tekanan
tambahan. Ekspresi wajah yang sesuai juga penting; tidak tepat untuk tersenyum
ketika kita mengekspresikan simpati. 4. Nada suara, infleksi dan volume
Bisikan yang monoton jarang meyakinkan orang lain bahwa kita serius,
sedangkan makian dengan suara keras membangkitkan sikap defensif dan
menghambat komunikasi. Pemyataan yang datar dan dimodulasi dengan baik
menyakmkan tanpa menjadi mengmtimidasi. 5. Pengaturan waktu
Ekspresi perasaan yang spontan akan lebih disukai, tetapi penilaian diperlukan
untuk menyeleksi kesempatan yang tepat.6. Isi
Walaupun apa yang dikatakan jelas penting, ini tidak sepenting seperti yang
diucapkan sangat penting. Kata-kata yang diucapkan dalam nada yang
membentak dan merendahkan dengan wajah yang marah dibandingkan dengan
kata-kata yang sama yang diucapkan dalam nada netral dengan penampilan yang
tenang mungkin menyampaikan informasi yang sama, tetapi akan menghasilkan
perbedaan besar dalamreaksi.
3. Komponen Perilaku Asertif
Perilaku asertif yang dikemukakan Stein & Book (2003) yaitu ketegasan,
berani menyatakan pendapat Perilaku asertifinimehputi tiga komponen dasar, yaitu:
1. Kemampuan mengungkapkan perasaan.
Misalnya untuk menerima dan mengungkapkan perasaan marah, hangat, dan
seksual.
2. Kemampuan mengungkapkan keyakinan dan pemikiran secara terbuka.
Mampu menyuarakan pendapat, menyatakan ketidaksetujuan dan bersikap tegas,
meskipun secara emosional suht melakukan ini dan bahkan sekahpun kita haras
mengorbankan sesuatu.
3. Kemampuan untuk mempertahankan hak-hak pribadi.
Tidak membiarkan orang lain menganggu dan memanfaatkan kita.
Jadi dapat disimpulkan bahwa komponen dasar perilaku asertif adalah 1)
kemampuan mengungkapkan perasaan, 2) kemampuan mengungkapkan keyakinan
dan pemikiran secara terbuka, dan 3) kemampuan untuk mempertahankan hak-hak
4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Asertif
Santoso (1999) mengakatakan bahwa seorang individu tidak akan menjadi asertif dengan sendirinya, artinya ada sebab-sebab atau faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi terbentunya perilaku asertif. Faktor-faktor tersebut ialah:
1. Pola asuh orang tua
Ada tiga macam pola asuh orang tua yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan
permisif. Pada pola asuh otoriter orang tua akan mendidik anak secara keras,
penuh dengan disiplin yang tidak dapat diterima anak tetapi dipaksakan, penuh
dengan aturan-aturan dan larangan-larangan yang pada prinsipsinya membatasi ruang gerak anak. Anak-anak yang diasuh secara otoriter biasanya akan menjadi orang yang permisif chkemudian hari. Dengan siapapun mereka berhadapan,
mereka akan selalu menempatkan diri mereka lebih rendah dari pada orang lain,
suka tergantung kepada orang lain, mudah mengalami kekecewaan.
Pada pola asuh demokratis, anak akan mempunyai kepercayaan diri yang besar, mempunyai pengertian yang benar tentang apa yang menjadi hak mereka, dapat mengkomunikasikan segala keinginannya secara wajar, dan tidak memaksakan kehendak dengan cara menindas hak-hak orang lain. Sedangkan pada pola asuh perimisif, anak akan terbiasa untuk mendapatkan segala sesuatu dengan mudah dan cepat. Jika ia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya ia akan mudah kecewa dan menjadi marah. Kurangnya pengawasan dan bimbingan dari orang tua akan menyebabkan perilaku seseorang menjadi suht chkendahkan. Dengan kata lain anak yang diasuh dengan pola asuh demokratis lebih asertif
dibandingkan dengan anak yang diasuh dengan pola asuh otoriter dan pola asuh
permisif.2. Kebudayaan
Rakos (Santoso, 1999) memandang bahwa kebudayaan mempunyai peran yang
besar dalam mendidik perilaku asertif. Biasanya ini berhubungan dengan
norma-norma yang ada. Salah satu contohnya adalah perlakuan orang tua terhadap anak
laki-laki yang berbeda dengan perlakuan anak perempuan. Hal ini disesuaikan
dengan naorma masyarakat atau lingkungan sekitarnya. Koencoro dan Suseno & Reksosusilo (Santoso, 1999) menyatakan bahwa dalam budaya jawa yang menekankan prinsip kerukunan dan keselamatan sosial seorang anak sejak kecil telah dilatih untuk berafihasi dan konformis, terlebih pada anak perempuan yang
dituntut untu bersikap pasif, dan menerima apa adanya atau pasrah. 3. Usia
Buhrmester (Santoso, 1999) berpendapat bahwa usia merupakan salah satu faktor yang turut menentukan munculkan perilaku asertif. Pada anak kecil perilaku asertif ini belum terbentuk, struktur kognitif yang ada belum memungkinkan
mereka untuk menyatakan apa yang diinginkan dengan bahasa verbal yang baik
dan jelas. Sebagian dari mereka bersifat pemalu dan pendiam sedang yang lain justm bersifat agresif dalam menyatakan keinginannya. Pada masa remaja dan dewasa perilaku asertif menjadi lebih berkembang sedang pada usia tua tidak jelas perkembangan atau penuruannya.
4. Jenis kelamin
Massong, Dickson & Ritzier dan Rakos (Santoso, 1999) mengatakan bahwa pria
lebih asertif bila dibandingkan dengan wanita karena adanya tuntutan masyarakat yang menjadikan pria lebih agresif, mandiri dan kompetitif sedangkan wanita pada umumnya pasif dan tergantung. Sarumpaet (Santoso, 1999) juga
menyatakan bahwa seorang wanita biasanya lebih pemalu dari seorang pria, tidak
suka konfrontasi, kurang senang terns terang jika ada masalah, menyerah kepada nasib dan mudah memaafkan.
5. Strategi coping
Strategi coping adalah suatu bentuk penyesuaian diri yang melibatkan unsure-unsur kognisi dan afeksi dari seseorang guna mengatasi suatu permasalahan yang datang pada dirinya. Menurut Massong (Santoso, 1999) strategi coping yang
digunakan oleh seseorang juga mempengaruhi tingginya tingkat asertif. Dengan kata lain orang yang menggunakan mekanisme coping yang efektif dan adaptif dalam menyelesaikan suatu permasalahan akan lebih asertif dibandingkan dengan orang yang menggunakan mekanisme coping seperti penyangkalan (denial) dan
proyeksi.
5. Manfaat Perilaku Asertif
Bersikap pasif tidak banyak manfaatnya. Orang pasif sama sekah tidak bisa menyuarakan keinginan mereka atau seandainya mereka mencobanya, mereka berhndung di batik sikap yang tidak jelas dan taksa. Mereka cepat menyerah, mudah
putus asa, dan tidak mengalah pada pendapat orang lain. Akibatnya mereka selalu
merasa kalah dan tidak bahagia. Demikian pula perilaku pasif-agresif, orang dengan
perilaku semacam ini suka memikirkan hal-hal yang membuat murung dan cenderung
menyimpan dan menumpuk dendam.
Agresif merupakan jalan buntu, tidak pemah berhasil untuk waktu yang lama.
Bisa dikatakan bahwa orang yang agresif dan cepat marah berada dalam ancaman
stres akibat dari ulahnya sendiri. Hal ini menimbuikan perasaan yang sangat tidak
menyenangkan bagi pikiran dan tubuh, yang lebih buruk lagi bahwa perilaku agresif
ini akan menyebabkan hal yang mematikan.
Sedangkan sikap asertif memiliki banyak manfaat. Sifat ini sungguh sangat
melegakan, sebagaimana dirasakan oleh banyak mantan penderita kepribadian pasif.
Pada saat bersikap asertif, bahkan dalam situasi yang suht dan tidak menyenangkan,
orang lain akan merasa dihargai dan diterima, bukan diremehkan. Jika bersikap
agresif, orang akan bersikap bersikap defensive dan marah, pura-pura memenuhi
keinginan orang lain, padahal kemudian mengelak dengan melakukan sesuatu yang
tidak ada hubungannya (Stein &Book, 2003).
Perilaku asertif membantu meningkatkan perasaan sejahtera, bebas dari rasa
tertekan, serta menghambat munculnya kecemasan. Walker dkk (1981) menyebutkan
bahwa perilaku asertif akan memberikan kemampuan untuk mengambil pemecahan
masalah yang adaptif dalam berbagai situasi, hidup secara posirif dan aktif, mampu
melawan munculnya kecemasan serta kesuhtan-kesulitan yang berhubungan dengan
emosi. Bahkan dengan perilaku asertif individu akan memperoleh penghargaan sosial
serta merasakan lebih banyakkepuasan dalam hidupnya.
Perilaku asertif tidak hanya berguna dalam ketrampilan sosial tetapi juga
terbukti berpengaruh dalam bidang kesehatan mental dan fisik. Penehtian Sanchez &
Lewinson (1980) menyebutkan bahwa perilaku asertif mampu menghindarkan
individu dari kondisi depresi. Makin tinggi kemampuan individu berperilaku asertif,
makin kecil kemungkinan individu tersebut terkena depresi. Sedangkan Massong dkk
(Santoso, 1999) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kelompok individu yang
asertif lebih mampu menghadapi konflik dan kecemasan dibanding kelompok
individu yang tidak asertif. Mekanisme pertahanan diri yang digunakan kelompok
individu yang asertif adalah aktuahsasi dan rasionahsasi disertai tindakan yang dapat
diterima hngkungan. Sementara individu-individu yang tidak asertif cenderung
menggunakan mekanisme pertahanan diri bempa proyeksi, penolakan, represi, reaksi
formasi dan kompentasisi berupa pemsakan terhadap obyek yang bersangkutan.
Berdasarkan pendapat dan hasil-hasil penehtian yang telah ditemukan diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku asertif membantu menghindarkan individu
dari perasaan cemas, tertekan, kondisi depresi, somatisasi dan perilaku yang
menyimpang lainnya. Perilaku asertif juga membantu individu mencapai aktuahsasi
diri, membiasakan diri memggunakan mekanisme pertahanan diri yang efektif dan
adaptif saat menghadapi konflik atau kecemasan serta membantu individu menuju
D. Dinamika Psikologis Antara Perilaku Asertif dengan Stres Pada Ibu Hamil
Riset yang dilakukan oleh Holmes dan Rahe (Atkinson dkk, 1997)
berpendapat bahwa setiap perubahan dalam kehidupan yang mengharuskan banyak
penyesuaian ulang, hal ini dapat dirasakan sebagai peristiwa yang menimbuikan stres.
Kehamilan bagi seorang wanita termasuk didalamnya karena kehamilan merupakan
salah satu periode krisis dalam kehidupan wanita. Tidak dapat dielakkan situasi ini
menimbuikan perubahan drasris, bukan hanya fisik tetapi juga psikologis. Perubahan
fisik berkaitan dengan pembahan-pembahan yang terjadi pada tubuhnya. Sedangkan
dalam aspek psikologis, timbul pengharapan yang disertai kecemasan menyambut
persiapan kedatangan bayi (Dagun, 1990).
Dari riset menguatkan bahwa kehamilan berkaitan dengan tingkat kecemasan
yang lebih daripada masa-masa lainnya. Bagi seorang wanita yang belum pernah
hamil sebelumnya mungkin kehamilan itu dapat sangat mengehsahkan. Perasaan
dikacaukan lebih lanjut selama kehamilan oleh pembahan-pembahan penting kadar
hormon didalam darah. Pembahan-pembahan seperti itu mempengaruhi kebanyakan
wanita selama siklus haid, sehingga membuat mereka merasa tertekan atau cepat
marah apabila datang bulan. Selama kehamilan perubahan hormon jauh lebih besar
dan akibatnya terjadi serangan depresi secara tiba-tiba yang tidak dapat dijelaskan.
Selain itu timbul pula kesedihan, cepat marah, cepat tersingung, terasa mengambang
dan memikirkan hal-hal yang sedih (Pitt, 1994).
Faktor yang menyebabkan stres menurut Sarafino (Smet, 1994) dapat berasal
dalam individu merupakan faktor internal seperti, perubahan hormon, perubahan
fisik, pengetahuan. Sedangkan faktor dari keluarga, komunitas dan lingkungan
merupakan faktor eksternal, misalnya, dukungan suami, dukungan keluarga, suhu
udara, kepadatan dan Iain-lain.Menurut Effendi & Tjahjono (1999) stres dan kecemasan ibu hamil terutama
pada kehamilan anak pertama merupakan manifestasi dari berbagai proses emosi
yang dirasakan sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan dan terjadi saat individu
mengalami tekanan perasaan frustrasi selama kehamilan anak pertama.
Alasan bahwa stres ibu hamil berbahaya terhadap perkembangan pralahir
adalah karena hal itu mengganggu fungsi normal sistem endokrin ibu, mengakibatkan
terlalu aktifhya kelenjar thyroid dan adrenal. Kelenjar sistem endokrin ini yang
mempersiapkan tubuh untuk meningkatnya kegiatan pada saat timbumya emosi.
Pengeluaran endokrin ini kemudian disalurkan ke lingkungan pralahir dalam rahim
dan menimbuikan kondisi dalam hngkungan itu yang mempengaruhi perkembangan
anak (Hurlock, 1998).Wanita yang sedang hamil memburuhkan waktu untuk menyesuaikan diri
dengan berbagai perubahan yang telah dan sedang terjadi. Sebagai contoh, ia merasa
tidak cantik lagi karena perutnya membesar, meninggalkan kebiasaan lama seperti
berkumpul dengan teman-teman sebayanya, kecemasan yang dialaminya takut terjadi
sesuatu dengan janin yang sedang dikandung. Solusi yang paling tepat untuk
mengatasi hal tersebut adalah dengan dialog terbuka dari hati ke hati antara
suami-istri atau dengan anggota keluarga yang lain. Dialog terbuka tersebut merupakan
bentuk ketrampilan sosial yang sangat terkait dengan perilaku asertif. Sebab cara itu
akan memberikan jaminan perbaikan kondisi psikologis yang chinginkan
(at-Tharsyah, 2001). Seperti yang diungkapkan Ibrahim (2002) bahwa masa kehamilan
istri bisa disiasati dengan berusaha memperbaiki kondisi psikologis, ekonomi dan
sosial yang melingkupi kehamilan. Sehingga dapat memberi kepercayaan,
ketenangan, proses saling melengkapi, dan kesehatan psikis.
Perilaku asertif mempakan salah satu bentuk ketrampilan sosial efektif yang
juga bagian dari strategi coping, mempakan pendekatan dari salah satu bentuk kontrol
terhadap stressor yang bersifat langsung (problem -focused coping) atau pengatasan
yang berfokus pada pemecahan masalah (Sheridan &Radmcter, 1992; Sarafino,
1994). Seseorang yang menggunakan mekanisme coping yang efektif dan adaptif
dalam menyelesaikan suatu permasalahan akan lebih asertif dibanding dengan orang
yang menggunakan mekanisme coping seperti penyangkalan (denial) dan proyeksi
(Massong dalam Santoso, 1999).
Massong dkk (Santoso, 1999) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa
kelompok mdividu yang asertif lebih mampu menghadapi konflik dan kecemasan
dibanding kelompok individu yang tidak asertif. Mekanisme pertahanan diri yang
digunakan kelompok individu yang asertif adalah aktuahsasi dan rasionalisasi disertai
tindakan yang dapat diterima lingkungan. Sementara individu-individu yang tidak
asertif cenderung menggunakan mekanisme pertahanan diri berupa proyeksi,
penolakan, represi, reaksi formasi dan kompentasisi bempa perusakan terhadap obyek
Perilaku asertif membantu meningkatkan perasaan sejahtera, bebas dari rasa
tertekan, serta menghambat munculnya kecemasan. Menurut Walker dkk (1981)
bahwa perilaku asertif akan memberikan kemampuan untuk mengambil pemecahan
masalah yang adaptif dalam berbagai situasi, hidup secara positif dan aktif, mampu
melawan munculnya kecemasan serta kesuhtan-kesulitan yang berhubungan dengan
emosi. Bahkan dengan perilaku asertif individu akan memperoleh penghargaan sosial
serta merasakan lebih banyak kepuasan dalam hidupnya. Hal yang sama juga
diungkapkan oleh Lloyd (1991) bahwa perilaku asertif dapat mengurangi konflik,
kegagalan, tidakpuasan dan stres.Berdasakan dinamika psikologis antara perilaku asertif dan stres pada ibu
Stres (Kehamilan) Faktor Internal : -Perubahan hormon -Perubahan fisik -Kepribadian -Pengetahuan Faktor ekstrenal : -Dukungan keluarga -Dukungan suami -Lingkungan: suhu udara, kepadatan dll Respon terhadap stres
\
Bagan 1Dinamika
Psikologis
Antara
Perilaku
Asertif
Dengan
Stres
Pada
Ibu
Hamil
Perilaku mengatasi stres Melarikan diri Perilaku Asertif Defence MechanismE. Hipotesis Penehtian
Berdasarkan beberapa teori yang dijelaskan di atas, maka penehti dapat
mengajukan sebuah hipotesis: ada hubungan negatif antara perilaku asertif dengan
tingkat stres ibu hamil. Semakin tinggi perilaku asertif pada ibu hamil maka tingkat
stresnya semakin rendah, begitu pula sebahknya semakin rendah perilaku asertif pada
A. Identifikasi Variabel-variabel Penehtian 1. Variabel tergantung : Stres
2. Variabel bebas : Perilaku Asertif
B. Definisi Operasional Variabel Penehtian
1. Stres
Stres adalah pengalaman emosional negatif yang dialami seseorang, berasal
dari tuntutan internal atau ekstrenal yang disertai dengan perubahan baik fisiologis,
biokimia maupun perilaku yang bertujuan untuk mengurangi atau menyesuaikan
dengan stressornyz. Stres terjadi baik secara psikologis yang mehputi kognitiT/pola
pilar, emosi dan perilaku sosial maupun fisiologis. Komponen stres ini merujuk dari
teori yang dikembangkan oleh Sarafino (1994). Tingkat stres diketahui berdasar skor
yang diperoleh subjek dari skala tingkat stres. Semakin tinggi skor skala
menunjukkan tingkat stres yang tinggi, sedangkan semakin rendah skor skala akan
menunjukkan kecenderungan tingkat stres yang rendah.
2. Perilaku Asertif
Perilaku asertif adalah kemampuan untuk berkomunikasi dengan jelas,
spesifik, dan tidak taksa (multi tafsir), sambil sekahgus tetap peka terhadap
kebutuhan orang lain dan reaksi mereka dalam peristiwa tertentu. Perilaku asertifjuga
berarti kemampuan untuk tidak sependapat dengan orang lain tanpa menggunakan
sabotase dan alasan emosional, dan mampu bertahan di jalur yang benar,
mempertahankan pendapat sambil sekahgus tetap menghormati pendapat orang lain
dan peka terhadap kebutuhan mereka. Perilaku asertif ini mehputi kemampuan
mengungkapkan perasaan, kemampuan mengungkapkan keyakinan dan pemikiran
secara terbuka, dan kemampuan untuk mempertahankan hak-hak pribadi. Komponen
perilaku asertif ini merajuk dari teori yang dikembangkan oleh Stein &Book (2003).
Perilaku asertif chketahui berdasar skor yang diperoleh subjek dari skala asertivitas.
Semakin tinggi skor skala menunjukkan tingkat asertivitas yang tinggi, sedangkan
semakm rendah skor skala akan menunjukkan kecenderungan asertivitas yang rendah.
C. Subjek Penehtian
Subjek penehtian ini adalah ibu hamil, untuk memudahkan mencari data maka
akan diarahkan pada subyek yang memiliki ciri-ciri: ibu hamil yang berada di
wilayah Puskesmas Perawatan Sragi I Kabupaten Pekalongan. Usia subjek berkisar
antara 20-35 tahun dengan latar belakang pendidikan mulai dari SMU sampai
Perguruan Tinggi.
Berdasarkan ijin dan data ibu hamil yang diberikan oleh pihak Puskesmas
subjek ditemui dengan cara mendatangi rumah ibu hamil yang memenuhi
D. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penehtian ini adalah
skala. Skala sebagai alat pengumpul data digunakan untuk mendapatkan informasi
yang berkenaan dengan pendapat, aspirasi, harapan, keinginan, keyakinan, dan lain
sebagainya dari individu atau responden. Metode skala ini dipilih berdasarkan pada
asumsi bahwa: a) subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya, b) apa yang
dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya, c) bahwa
interpretasi subjek terhadap pernyataan-pernyataan yang disajikan kepadanya adalah
sama denganapa yang dimaksud oleh penehti.