• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

i

STUDI DESKRIPTIF

MENGENAI DAMPAK PERCERAIAN ORANG TUA PADA ANAK PEREMPUAN AKHIR USIA SEKOLAH

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Anastasia Reni Widiastuti NIM : 059114044

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

Di dalam keputusasaan masih terselip satu pengharapan, jadi jangan

pernah menyerah, sekecil apapun kesempatan itu gunakanlah dengan

baik. Karena tangan Tuhan akan selalu bekerja bagi umatNya yang

berusaha...

Skripsi ini, kupersembahkan untuk orang-orang yang kucintai. Khususnya bagi :

Bapakku R. Subandi Ibuku Agnes Maria Tugijem

Kakakku Yustina Erna W beserta keponakanku Kakakku Yulius Ari B

Tunanganku Antonius Agus T

(5)

v Motto

Selalu percaya dan yakin akan sabda Tuhan : Mintalah akan Kuberi

Ketuklah maka pintu akan Kubukakan, Percayalah maka kau akan

selamat...

Karya Tuhan indah pada waktuNya...

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRACT

A DESCRIPTIVE STUDY ABOUT THE IMPACTS OF PARENTAL DIVORCE TOWARDS FEMALE FOR LATE SCHOOL

Anastasia Reni Widiastuti Sanata Dharma University

Yoyakarta 2012

The aim of this research is to explain the impacts of divorce that may be experienced by children. The impacts of parental divorce are identified into five categories that are the impacts in cognitive aspect, emotional aspect, physical aspect, relationship with family, and social relationship with other children.

The research type is a descriptive study with qualitative method. There are three people as the subjects of this research. Data gathering in this research uses interview with open-ended questions. Furthermore, data analysis uses verbatim process, and then continued with data organizing, coding, interpreting, and checking the validity of data using confirm technique.

Parental divorce affects children development. The result of this research is; on the subject of NN appear the impacts in the aspects of cognitive, emotional, physical, family relationship-especially with the father, and on the aspect of social relationship-especially in school. On the subject of St, the impacts appear on the aspects of emotional, physical, and family relationship especially with the mother, while the impacts of cognitive aspect and social aspect do not appear. The last one, on the subject of Vi, the impacts almost do not appear in all aspects, so it is lighter than two other subjects.

(9)

ix ABSTRAK

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI DAMPAK PERCERAIAN ORANG TUA PADA ANAK PEREMPUAN AKHIR USIA SEKOLAH

Anastasia Reni Widiastuti Universitas Sanata Dharma

Yoyakarta 2012

Tujuan dari penelitian ini adalah: memaparkan dampak perceraian yang muncul pada anak. Pada penelitian ini dampak perceraian orang tua yang dikelompokkan ke dalam lima aspek perkembangan anak yaitu pada aspek kognitif, aspek emosi, aspek fisik, aspek relasi dengan keluarga dan aspek relasi anak dengan teman sebaya.

Jenis penelitian ini adalah studi deskriptif dengan metode kualitatif. Jumlah subyek dalam penelitian ini adalah tiga orang. Pengambilan data dalam penelitian ini dengan wawancara pedoman semi terstruktur. Analisis data dilakukan dengan proses verbatim, kemudian dilanjutkan dengan, pengorganisasian data, mengkoding data, dan interpretasi, kemudian memeriksa keabsahan data dengan strategi konfirmabilitas.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dampak perceraian pada ketiga subyek berbeda. Dari ketiga subyek dampak negatif perceraian dirasakan paling berat oleh subyek pertama Nn dan subyek kedua St. Subyek Nn mengalami dampak negatif pada hampir semua aspek perkembangan sedangkan subyek St mengalami dampak negatif pada aspek fisik dan emosi. Dampak negatif pada kedua subyek dapat dikaitkan dengan masalah perubahan relasi dengan orang tua. Sedangkan pada subyek ketiga Vi dampak negatif dari perceraian tidak dirasakan, yang melindungi subyek dari dampak negatif adalah terpenuhinya unsur afeksi dari kedua orang tua.

(10)
(11)
(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 6

A. Keluarga dan Perceraian ... 6

1. Pengertian dan Fungsi Keluarga ... 6

2. Batasan dan Konsekuensi Legal Perceraian ... 7

B. Akhir Usia Anak-Anak……… 8

1. Batasan Akhir Usia Anak-Anak ... 8

2. Karakteristik Perkembangan Akhir Usia Anak-Anak ... 9

(13)

xiii

3. Akhir Usia Sekolah ... 13

C. Dampak Perceraian bagi Anak ... 14

Skema Dampak Perceraian ... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 19

A. Jenis dan Metode Penelitian ... 19

B. Fokus Penelitian ... 19

C. Subyek Penelitian ... 20

D. Metode Pengumpulan Data ... 20

E. Metode Analisis Data ... 23

F. Keabsahan Data ... 25

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 27

A. Pelaksanaan Penelitian ... 27

B. Hasil Penelitian………... 28

1. Hasil Penelitian Subyek Nn ... 28

2. Hasil Penelitian Subyek St ... 35

3. Hasil Penelitian Subyek Vi ... 41

C. Pembahasan ... 46

1. Dampak Perceraian per Subyek ... 46

2. Dampak Perceraian Secara Umum ... 50

BAB V PENUTUP ... 53

A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 53

(14)

xiv

(15)

xv

DAFTAR TABEL

1. Tabel Panduan Wawancara 2. Tabel Pelaksanaan Penelitian

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dari tahun ke tahun tingkat perceraian di Indonesia semakin meningkat. Jumlah perceraian di Indonesia mencapai angka yang fantastis pada setiap tahunnya, yaitu sebesar 200.000 pasangan. Angka ini merupakan rekor nomor satu untuk kawasan Asia Pasifik (Suara Surabaya, 2009). Banyaknya kasus perceraian dapat dilihat secara nyata melalui tayangan televisi, khususnya yang terjadi di lingkungan selebriti. Perceraian juga terjadi di lingkungan masyarakat pada umumnya baik di perkotaan maupun di pedesaan, dari tingkat perekonomian yang mapan maupun yang kurang seperti halnya yang tercatat di pengadilan agama.

Secara hukum perceraian membawa konsekuensi terkait dengan pembagian harta benda dan hak asuh anak (UU Perkawinan, 1974). Dengan demikian setelah perceraian, seluruh anggota keluarga, terutama anak, akan mengalami perubahan yang drastis dalam hidupnya. Kehadiran kedua orang tua tidak dapat dirasakan lagi seperti sebelumnya, dan kemungkinan anak akan terpisah dari saudara kandungnya karena pembagian hak asuh.

(17)

2

berdampak pada timbulnya perasaan dendam dan kemarahan. Kajian lebih jauh menunjukkan bahwa kemarahan anak dari keluarga yang bercerai ditujukan kepada ayah dan ibu mereka. Kondisi seperti ini akan terus berlanjut sampai anak menjadi dewasa. Beberapa kasus menunjukkan seorang anak perempuan menjadi begitu benci dengan ayah yang telah menceraikan ibunya. Bahkan dalam kasus tertentu, seorang perempuan bisa menjadi begitu benci dengan adik-adiknya paska perceraian orang tuanya. Hetherington (dalam Santrock, 1995) juga menyatakan bahwa sejak ayah atau ibu tidak lagi berperan aktif sebagai orang tua, muncul perasaan yang tidak menentu pada anak. Peristiwa perceraian dapat menimbulkan ketidakstabilan emosi, rasa cemas, tertekan dan perasaan marah. Selain itu menurut Santrock (1995), melihat orang tuanya berpisah anak juga bisa merasa marah pada diri sendiri, marah pada lingkungan, menjadi pembangkang, dan menjadi tidak sabaran”. Selain itu, anak akan merasa bersalah (guilty feeling) dan menganggap dirinyalah biang keladi atau penyebab orangtuanya bercerai.

(18)

3

dengan lingkungan baru hingga mereka bisa melakukan pemberontakan dalam skala kecil dan besar yang diwujudkan dengan perilaku agresi anak yang dilakukan dilingkungan sekolah dan rumah. Stack dalam Hymovich & Chamberlin (1980), keluhan fisik, sakit yang memburuk, dan masalah akademik juga dialami oleh anak yang mengalami stress akibat perceraian.

Dari uraian di atas tampak bahwa dampak perceraian dapat mencakup berbagai aspek perkembangan anak. Hal inilah yang menimbulkan ketertarikan peneliti untuk mengetahui secara lebih lengkap dampak apa saja yang dapat muncul pada anak paska perceraian orang tua.

(19)

4

dan ibu mereka. Kondisi seperti ini akan terus berlanjut sampai anak menjadi dewasa.

Penelitian ini dilakukan pada anak perempuan di akhir usia sekolah. Di usia ini, yaitu mulai usia delapan tahun, anak-anak memiliki orientasi yang tinggi terhadap kelompok sebaya (Wenar & Kerig, 2000). Anak sering kali membandingkan dirinya dengan teman-temannya, anak mudah sekali dihinggapi ketakutan akan kegagalan dan ejekan teman (Gunarsa, 2003). Pada usia ini, anak tidak suka dibandingkan dengan anak lain, yang dapat mengancam harga dirinya Oleh karena itu, perubahan struktur dalam keluarga yang diakibatkan perceraian dapat menjadi sumber kecemasan dan rasa rendah diri pada anak.

(20)

5 B. Rumusan Masalah

Apa saja dampak perceraian orang tua yang muncul pada anak perempuan di akhir usia sekolah?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari studi ini adalah untuk memaparkan dampak perceraian orang tua yang muncul pada anak perempuan di akhir usia sekolah.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi di bidang psikologi perkembangan anak atau psikologi konseling, khusunya mengenai dampak perceraian pada anak.

(21)

6 BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A.

Keluarga dan Perceraian

1. Pengertian dan Fungsi Keluarga

Keluarga, dalam hal ini keluarga batih merupakan unit pergaulan hidup terkecil dalam masyarakat. Dalam keluarga batih terdapat suami atau ayah, istri atau ibu, dan anak - anak yang belum menikah (Soekanto, 2009).

Sebagai unit kegiatan terkecil dalam masyarakat, keluarga mempunyai beberapa fungsi tertentu, diantaranya (Soekanto, 2004) :

a. Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagi pibadi yang menjadi anggota, dimana ketertiban dan ketentraman diharapkan dapat diperoleh didalam keluarga ini.

b. Keluarga merupakan unit sosial-ekonomis yang secara materi memenuhi kebutuhan anggota keluarga.

c. Keluarga merupakan tempat bagi anggota keluarga dalam menumbuhkan dasar bagi kaidah-kaidah pergaulan hidup.

(22)

7

2. Batasan dan Konsekuensi Legal Perceraian

Perceraian ialah berakhirnya hubungan sepasang suami istri secara sah sebelum kematian salah satu pasangan. Saat suami istri sudah tidak dapat melanjutkan kehidupan pernikahannya, kedua belah pihak, bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan melalui keputusan yang sah atau legal dari pengadilan agama. Perceraian merupakan alasan terakhir yang diambil pasangan suami istri jika tidak tersedia lagi jalan lain yang lebih bermanfaat dari mempertahankan rumah tangga yang telah dibangun.

(23)

8

lain anak menjadi kekurangan kasih sayang dari orang tua. Bagi anak perempuan yang tinggal bersama ayah yang bekerja paska perceraian akan mengalami kesulitan pada tahun kelima terkait dengan perkembangan sosio-emosional jika dibandingkan dengan anak perempuan lain yang hidup bersama orang tua yang utuh namun keduanya bekerja (Science Daily, 2011).

B. Anak Akhir Usia Sekolah

Anak akhir usia sekolah berada di rentang akhir masa kanak-kanak

1. Batasan Usia Akhir Anak-Anak

Akhir masa kanak-kanak mencakup usia sembilan sampai sebelas tahun. Masa akhir anak-anak yaitu masa dimana anak memasuki usia sekolah dasar (Santrock, 1995). Di sekolah dasar kelompok usia sembilan hingga sebelas tahun termasuk dalam tingkatan kelas atas (Budiman, http://file.upi.edu/Direktori/FPOK/JUR._PEND._OLAHRAGA/19740907 2001121-DIDIN_BUDIMAN/psikologi_anak_dlm_penjas/Karakteristik.

(24)

9

(Piaget dalam Santrock, 1995) yang dilihatnya. Sehingga pada usia ini anak sudah dapat melihat dan merasakan kejadian konkrit terkait dengan perbedaan yang mungkin terjadi pada struktur keluarga. Pada usia ini motivasi, kontrol emosi, dan pembelajaran nilai sosial dari orang tua masih sangat diperlukan, mengingat anak pada usia pertengahan adalah masa anak untuk belajar dan meniru ajaran orang tua sebagai persiapan untuk hidup dan berelasi dengan lingkungan sosial.

2. Karakteristik Perkembangan Usia Akhir Anak-Anak

Anak usia akhir anak-anak mengalami perkembangan dalam berbagai aspek, diantaranya sebagai berikut :

a. Perkembangan Emosi

(25)

10

Emosi-emosi yang secara umum dialami pada tahap perkembangan usia sekolah ini adalah marah, takut, cemburu, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan. (Santock, 1995). Selain itu, pada usia ini anak juga cenderung mempunyai keinginan untuk mendapatkan pujian dan perhatian dari teman sebaya ataupun orang tua.

b. Perkembangan Fisik

(26)

11

lebih mudah takut terhadap berbagai macam situasi yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan rasa takut ( Hurlock, 1990).

c. Perkembangan Kognitif

Kognisi adalah pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, menjadi tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengertian (Yusuf, 2008). Pada masa usia akhir anak-anak, daya pikir anak sudah berkembang ke arah berpikir konkrit dan logis. Anak mengalami tahap operasional konkrit, dimana anak mulai bepikir secara logis mengenai kejadian-kejadian konkrit (Piaget dalam Santrock, 1995).

Anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan kognitif. Pada usia ini, anak lebih banyak mengarahkan energinya untuk penguasaan pengetahuan dan ketrampilan intelektual. Dengan kata lain pada usia pertengahan anak mempunyai tugas perkembangan yang berkaitan dengan prestasi akademik seperti: menulis, membaca, dan berhitung ( Yusuf, 2008).

d. Perkembangan Sosial

(27)

12

dengan adanya perluasan hubungan. Disamping hubungan keluarga, anak juga mulai membentuk ikatan baru dengan kelompok teman sebaya atau teman sekolah sehingga pergaulan bertambah luas (Yusuf, 2008). Adanya perkembangan sosial yang baik diharapkan dapat membantu anak untuk menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebaya ataupun lingkungan masyarakat yang luas.

(28)

13

e. Keluarga bagi Usia Akhir Anak-Anak

Keluarga sangat penting bagi anak, keluarga sebagai tempat untuk berlindung dan memperoleh kasih sayang. Peran keluarga sangatlah penting bagi perkembangan anak pada masa-masa yang mendatang, baik secara psikologi maupun secara fisik. Tanpa keluarga anak akan merasa sendiri dan tidak ada tempat untuk berlindung (Erna, 1999). Sesuai dengan perkembangan kognitifnya yang semakin matang, maka pada masa pertengahan dan akhir anak secara berangsur lebih banyak mempelajari mengenai sikap-sikap dan motivasi orang tuanya, serta memahami aturan-aturan keluarga, sehingga mereka menjadi lebih mampu untuk mengendaikan tingkah lakunya. Perubahan ini mempunyai dampak yang besar terhadap kualitas hubungan antara anak-anak usia sekolah dan orang tua mereka. Dalam hal ini, orang tua merasakan pengontrolan dirinya terhadap tingkah laku anak mereka berkurang dari waktu ke waktu dibandingkan pada tahun-tahun awal kehidupan mereka. Beberapa kendali dialihkan dari orang tua kepada anaknya walaupun prosesnya secara bertahap dan merupakan koregulasi (Santrock, 1995).

3. Akhir Usia Sekolah (sembilan sampai sebelas tahun)

(29)

14

sebaya. Jika proses itu tanpa bimbingan, anak akan cenderung sukar

beradaptasi dengan lingkungannya (Makmun 1995, dalam Budiman

http://file.upi.edu/Direktori/FPOK/JUR._PEND._OLAHRAGA/19740907 2001121-DIDIN_BUDIMAN/psikologi_anak_dlm_penjas/Karakteristik.).

Pada usia ini anak memiliki orientasi yang tinggi terhadap kelompok sebaya. Anak akan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok sebayanya tersebut (Wenar dan Kerig, 2000).

Sugiyanto dan Sudjarwo 1992, (dalam Budiman http://file.upi.edu/Direktori/FPOK/JUR._PEND._OLAHRAGA/19740907 2001121DIDIN_BUDIMAN/psikologi_anak_dlm_penjas/Karakteristik) menyatakan bahwa akhir usia sekolah anak memiliki sifat sosial yang

dimiliki anak besar yaitu anak membenci kegagalan atau kesalahan, mudah

bergembira dan memiliki kondisi emosional yang tidak stabil.

C. Dampak Perceraian bagi Anak

(30)

15

Chamberln (1980), keluhan fisik, sakit yang memburuk, dan masalah akademik juga dialami oleh anak yang mengalami stress akibat perceraian.

Penelitian longitudinal yang dilakuakan oleh Hetherington dan asosiasinya menunjukkan bahwa dampak terberat perceraian bagi anak adalah tahun pertama setelah perceraian. Pada periode ini muncul perilaku negatif pada anak yaitu agresi, perilaku mengganggu, dan ketidak patuhan. Pada tahun-tahun berikutnya dampak negatif menurun, terutama pada anak perempuan. Pada beberapa anak laki-laki dampak berlanjut hingga tahun keenam yaitu, selain agresi dan ketidakpatuhan, juga mengalami kesulitan akademik dan relasi yang buruk dengan teman sebaya ( Bukatko, 2008).

(31)

16

Pada anak yang orang tuanya bercerai, dukungan dari orang tua untuk mengerti dan memahami keinginan anak dalam menguasai lingkungan dan melalui masa usia pertengahan, kurang atau tidak terpenuhi. Hal inilah yang menyebabkan anak mengalami hambatan dalam bersosialisasi dengan lingkungan keluarga, lingkungan sosial dan teman sebaya (Erikson dalam Santrock, 1995).

Menurut O’Brien dan Bahadur (dalam Santrock, 1995), perceraian

orang tua dapat membuat anak menjadi tidak percaya diri. Harga diri anak bisa menurun. Apabila harga diri anak rendah dengan rasa marah pada orang tuanya, anak akan mengalami kesulitan dalam berdaptasi dengan lingkungan yang baru. Anak dapat melakukan pemberontakan dalam skala kecil dan besar yang diwujudkan dalam perilaku agresi, baik di rumah ataupun di sekolah. Dapat dikatakan bahwa perceraian jarang membawa kebaikan bagi anak. Ketidakhadiran salah satu orang tua, tekanan emosional, finansial, serta konflik orang tua yang menyertai menimbulkan masalah psikologis bagi anak ( Bukatko, 2008).

Jadi berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan, bahwa dampak perceraian dapat digolongkan ke dalam beberapa aspek, yaitu :

1. Aspek emosi

(32)

17 2. Aspek fisik

Aspek fisik terkait kondisi kesehatan anak paska perceraian orang tua.

3. Aspek kognitif

Aspek kongnitif terkait dengan prestasi akademik anak paska perceraian orang tua.

4. Aspek relasi sosial

Terkait relasi sosial anak dengan lingkungan dan teman sebaya 5. Aspek relasi dengan keluarga

Terkait relasi anak dengan orang tua dan saudara paska perceraiaan.

(33)

18

Terkait dengan karakteristik di atas, penelitian ini memusatkan perhatian pada anak-anak di akhir masa kanak-kanak. Selanjutnya, peneliti juga ingin menyoroti dampak perceraian pada anak-anak perempuan. Referensi mengenai karakteristik perkembangan anak (dalam Santrock, 2002) menunjukkan bahwa anak perempuan lebih cenderung mengekspresikan perilaku emosionalnya dalam hal-hal yang melibatkan relasi interpersonal. Anak perempuan lebih cenderung mengungkapkan ketakutan dan kesedihan dibandingkan anak laki-laki, khususnya ketika berkomunikasi dengan teman-teman dan keluarga. Dalam penelitian dari Lembaga Kajian Ilmiah Grahita Indonesia (2010) ditemukan suatu kasus seorang anak perempuan menjadi begitu benci dengan ayah yang telah menceraikan ibunya. Bahkan dalam kasus tertentu, seorang perempuan bisa menjadi begitu benci dengan adik-adiknya paska perceraian orang tuanya.

D.

Skema Dampak Perceraian

(34)

19

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Metode Penelitian

Pada penelitian ilmiah, metode penelitian merupakan salah satu unsur yang penting. Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Jenis penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif yang berupa ucapan atau tulisan serta tingkah laku yang diamati dari individu yang menjadi subyek penelitian. Penelitian kualitatif menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video, dan sebagainya (Poerwandari, 2005).

B. Fokus Penelitian

(35)

20 C. Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini kriteria subyek disesuaikan dengan tujuan penelitian.

1. Subyek adalah anak di akhir usia sekolah, yaitu usia sembilan tahun sampai sebelas tahun.

2. Subyek adalah anak berjenis kelamin perempuan

3. Subyek adalah anak yang pada masa kehidupannya, mengalami perceraian orang tua.

D. Metode Pengumpulan Data

(36)

21

kesediaan subyek dalam menjawab pertanyaan ( Nasution, 2003). Mengingat subyek adalah anak-anak, peneliti harus lebih berhati-hati dan jeli dalam mengajukan pertanyaan agar anak tidak menjadi tegang atau lebih santai sehingga diharapkan jawaban yang keluar adalah jawaban yang sesungguhnya.

Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara dengan pedoman semi terstruktur, menggunakan pedoman wawancara yang berisi poin-poin yang sudah ditentukan namun luwes dalam pelaksanaannya (Sattler, 2002). Peneliti menanyakan dengan cara yang sama pada responden yang berbeda. Pada penelitian ini, peneliti membuat panduan wawancara sebagai berikut :

Tabel 3.1 Tabel Panduan Wawancara

Aspek yang ingin diungkap Pertanyaan

1. Kondisi emosi Bagaimana perasaan anak paska perceraian oang tua ?

2. Kondisi fisik Bagaimana kondisi kesehatan anak paska peceraian orang tua, apakah anak mengalami masalah dalam kesehatan paska perceraian orang tua ?

3. Kondisi kognitif Bagaimana prestasi akademik anak, mengalami gangguan atau tidak?

(37)

22

dengan teman sebayanya

b. Bagaimana hubungan anak dengan lingkungan tempat tinggal paska perceraian

c. Bagaimana hubungan anak dengan lingkungan

pendidikannya ?

5. Relasi dengan keluarga a. Bagaimana hubungan anak dengan ayah dan ibu paska perceraian?

b. Bagaimana hubungan anak dengan saudara paska perceraian ?

Wawancara dilakukan guna mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Selain dilakukan pada subyek dalam hal ini anak korban perceraian, wawancara juga dilakukan kepada significant other seperti: orang tua dan guru subyek. Hal ini dilakukan untuk memperoleh infomasi tambahan dan memastikan kebenaran infomasi yang telah diberikan oleh subyek.

(38)

23 E. Metode Analisis Data

Data pada penelitian kualitatif tidak berbentuk angka, melainkan lebih banyak berupa narasi, deskripsi, cerita, dokumen tertulis dan tidak tertulis seperti gambar ataupun foto (Poerwandari, 2005). Analisis data adalah suatu upaya untuk mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam pola kategori dan uraian dasar. Pada penelitian ini, langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam menganalisis data adalah sebagai berikut :

1. Pengorganisasian Data

Pengorganisasian data merupakan proses memindahkan data hasil wawancara ke dalam bentuk kata atau kalimat ( Poerwandari, 2005). Pada penelitian ini, pengorganisasian data diawali dengan memindahkan hasil wawancara dari rekaman tape recorder ke dalam bentuk catatan. Pada penelitian kualitatif proses penyalinan kata-kata ataupun kalimat ini disebut transkip verbatim.

2. Koding

(39)

24

Tabel 3.2. Koding Hasil Wawancara 1. E (+)

E (-)

Dampak negatif pada aspek perkembangan emosi

tidak muncul.

Dampak negatif pada aspek perkembangan emosi

muncul.

2. K (+)

K (-)

Dampak negatif pada aspek kognitif tidak muncul.

Dampak negatif pada aspek kognitif muncul

3. F (+)

F (-)

Dampak negatif pada aspek perkembangan fisik

tidak muncul.

Dampak negatif pada aspek perkembangan fisik

muncul.

Dampak pada aspek relasi sosial anak tidak muncul

Dampak pada aspek relasi sosial anak dengan

lingkungan dan teman sebaya

6. Lb Latar belakang perceraian

(40)

25

tanda (+) menunjukkan bahwa dampak negatif perceraian tidak muncul pada anak.

3. Interpretasi

Menurut Kvale (dalam Poerwandari, 2005) interpretasi mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensif sekaligus mendalam. Peneliti memiliki perspektif mengenai apa yang diteliti dan menginterpretasi data melalui perspektif tersebut. Pada penelitian ini, interpretasi dilakukan dengan cara mencari makna dari wawancara yang sudah dikoding. Hasil interpretasi menunjukkan apakah terdapat dampak negatif pada subyek, berdasarkan aspek-aspek perkembangan.

F. Keabsahan Data

(41)

26

(42)

27 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Pada saat akan melakukan penelitian, peneliti melakukan berbagai persiapan diantaranya, membuat daftar pertanyaan, dan keterangan seperti tabel dibawah ini. Hal ini dilakukan, guna memperlancar dan mempermudah dalam proses pengambilan data.

Tabel Pelaksanaan Wawancara

SUBYEK TEMPAT TANGGAL WAKTU

1. Nn Rumah Subyek 16 , 17 Juli 2009 15.00 - 16.00 WIB 16.05 - 18.00

WIB 2. St Rumah Subyek 11 Juli 2009 18.00 - 19.45

WIB 3. Vi Tempat sekolah

minggu

(43)

28 B.Hasil Penelitian

I. Subyek Pertama: Nn

a. Identitas Diri Subjek dan Keluarga

1. Nama : Nn

2. Jenis kelamin : Perempuan

3. Usia : 10 tahun

4. Pendidikan : Kelas 3 SD 5. Status dalam keluarga : Anak kandung 6. Urutan kelahiran : Anak tunggal

Identitas Orang Tua

Keterangan Ayah Ibu

Nama Rv Rs

Usia 31 tahun 36 tahun

Pendidikan terakhir SMP SD

Pekerjaan Sopir Buruh

b. Latar Belakang Keluarga dan Perceraian Orang Tua

(44)

29

rumah. Selama tinggal dalam satu rumah, ayah subyek sering pulang ke rumah dalam keadaan mabuk dan mengamuk, bahkan sering memukul dan memaki ibu subyek apabila menanyakan kegiatannya. Selain mabuk Rv juga sering berjudi dan berkali-kali kalah, sehingga istrinya sering menjadi sasaran selain dipukul uang hasil jerih payah juga diminta. Menurut Rs yang tak lain adalah ibu subyek, Rv dulunya adalah seorang yang lembut dan sayang kepada keluarganya. Saat berada di rumah Rv juga sering bercanda dan menemani Nn saat belajar. Saat keluarganya masih utuh nilai subyek cenderung baik, bahkan mendapat peringkat di kelasnya. Semua berubah semenjak Rv medapatkan pekerjaan baru menjadi sopir truk luar daerah. Sejak itulah Rv berubahmenjadi kasar dan temperamental.

Perlakuan kasar Rv masih dapat diterima oleh Rs istrinya, namun perselingkuhan yang telah dilakukan membuat Rs yang tak lain adalah ibu subyek menjadi marah dan kemudian mengajukan pemohonan cerai. Awalnya Rv menolak untuk bercerai dan berjanji akan merubah sikapnya menjadi lebih baik. Namun karena istrinya terus mendesak akhirnya Rv pun menyetujuinya dan perceraian pun resmi dilakukan. Semenjak resmi bercerai, hak asuh anak jatuh kepada Rs.

(45)

30

ketakutan menyaksikan pertengkaran kedua orang tuanya. Keadaan itu membuat prestasi subyek menjadi menurun, bahkan subyek berkali-kali tidak naik kelas. Bahkan tubuh Nn juga semakin kurus dan asmanya menjadi sering kambuh. Dalam pergaulan subyek sering kali merasa minder dan merasa tersingkirkan dari teman-temannya. Lebih parahnya lagi, subyek merasa tidak mempunyai satu teman pun di sekolahnya.

c. Dampak Perceraian pada Subyek pertama: Nn 1. Aspek emosi

Perceraian orang tua sering kali meninggalkan dampak negatif bagi anaknya. Pada subyek NN dampak negatif perceraian pada aspek emosi dirasakan. Subyek Nn mengalami kesedihanyang mendalam atas perceraianorang tuanya. Kerinduan akan kehadiran sosok ayah yang selama ini hidup dan tinggal bersamanya sering dirasakannya sehingga sering kali membuat subyek menangis karena merasa sedih belum bisa menerima perceraian orang tuanya. Hal ini tampak dari pernyataan subyek sebagai berikut :

(Apa yang kamu rasakan, saat mamak dan bapak berpisah?, O begitu… susah sama sedih ya, kenapa, Nn merasa

(46)

31

susah sama sedih, gak bisa bersama-sama lagi, bapak jadi gak pernah pulang.

Selain dari pernyataan subyek, kesedihan akibat perceraian tampak dari sikap subyek pada saat wawancara. Raut wajah subyek berubah ketika peneliti menyinggung perpisahan orang tuanya, subyek yang tadinya senyum-senyum tiba-tiba menjadi tertunduk dengan raut wajahnya yang terlihat sedih. Hal itu menandakan bahwa kesedihan dan rasa kehilangan pada salah satu sosok orang tuanya masih dirasakan berat bagi subyek. Menurut Rs sikap subyek menjadi berubah paska perceraian. Subyek menjadi lebih pendiam dibandingkan sebelum perceraian. Selain itu subyek juga sering melamun dan terlihat murung. Fakta lain juga diungkapkan oleh guru sekolah subyek yang menyatakan bahwa subyek mengalami perubahan perilaku di sekolah. Selain tidak konsentrasi subyek juga menjadi sering mengganggu teman-teman dan melamun di dalam kelas.

2. Aspek Kondisi fisik

(47)

32

agak lesu dan kurang bersemangat jika dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Dari hasil wawancara yang dilakukan subyek tampaknya menjadi sering sakit semenjak perpisahan orang tuanya. Rasa rindu dan dorongan ingin bertemu sering membuat tubuhnya menjadi demam dan menjadi tidak bersemangat. Hal ini tampak dari pernyataan subyek sebagai berikut

( Terus kalau kamu kangen biasanya ngapain? )

Telepon bapak, sok-sok ya nangis terus biasane ya sok jadi

panas

Selain dari pernyataan subyek kesehatan subyek yang menurun paska perceraian juga diungkapkan oleh ibunya. Ibu subyek mengatakan bahwa semenjak orang tuanya bercerai Nn menjadi sering sakit, bahkan sesak nafas karena asmanya kambuh saat kangen dengan ayahnya. Pernyataan ibu subyek semakin menguatkan adanya dampak negatif perceraian orang tua terkait kondisi kesehatan yang dirasakan subyek.

3. Aspek Kognitif

(48)

33

tidak hadirnya ayah dalam kehidupannya paska perceraian membuat subyek mengalami hambatan dalam belajar. Hal ini terjadi di karenakan subyek merasa terganggu akan perceraian orang tuanya yang memungkinkan subyek mengalami kesulitan belajar akibat konsentrasi yang terpecah. Turunnya prestasi tampak dari sebagai berikut:

Gak dapat, wong aku saja tidak naik dua kali, di kelas memperhatikan, sampai domblong. Iya, terganggu lha dulu sering ditemenin bapak kalau belajar

(49)

34

mengalami sulitnya belajar karena masih terbayangi oleh perceraian orang tuanya.

4. Aspek Relasi Sosial

Perceraian orang tua dapat membuat anak menjadi tidak percaya diri dalam bergaul. Dalam kesehariannya subyek tidak mengalami hambatan dalam berelasi dengan teman sebaya. Bahkan subyek tampak mempunyai banyak teman di lingkungan tempat tinggalnya. Relasi yang baik dengan teman sebaya tampak dari pernyataan subyek sebagai berikut

pengen maen sama temen-temen, temen-temen banyak. Selain dari pernyataan subyek, relasi yang baik dengan teman-teman tampak pada saat wawancara. Di sana tampak teman-teman subyek sedang berkumpul dan bermain. Di lingkungan sekitar relasi sosial subyek juga tidak mengalami hambatan. Hal itu tampak dari pernyataan subyek berikut ini:

Iya ke rumah mak Sri, pakde pur, sama mbak Duwik Soalnya

baik. Kalau di tinggal mamak kerja kadang aku nunggu di tempatnya

mak Sri.

(50)

35

sekolah. Subyek mengalami hambatan dalam berelasi dengan lingkungan pendidikan. Hal ini muncul dari pernyataan subyek sebagai berikut di sekolah

gak ada yang mau temenan sama aku, kadang kadang

temenku sering marah sama aku.

(51)

36

5. Aspek Relasi dalam Keluarga

Perceraian dapat membuat relasi dalam keluarga menjadi terhambat. Dalam berelasi dengan orang tua, subyek mengalami hambatan khususnya dengan ayah. Hal ini dikarenakan jauhnya tempat tinggal antara ayah dengan subyek. Terhambatnya relasi subyek dengan ayah tampak dari pernyataan subyek sebagai berikut:

neng Bali jauh, sok-sok ya nangis Ya karena kangen,

pengen ketemu bapak, bapak jadi gak pernah pulang.

Berdasarkan pernyataan subyek tampak bahwa sebenarnya subyek mempunyai keinginan untuk bertemu dan berkumpul dengan ayah namuntidak bisa. Meskipun dalam berelasi dengan ayahnya mengalami hambatan, namun komunikasi subyek dengan ayah masih tetap terjalin melalui telepon dan juga kiriman hadiah untuk subyek, ini tampak dari pernyataan subyek berikut ini:

kangen Telepon bapak, kadang-kadang sok ngirimi buku, tapi kemarin tak maintain tas belum di belikan.

(52)

37

Relasi yang baik dengan ibunya tampak dari pernyataan subyek sebagai berikut

bahagia tinggal sama ibu, sayang, kalau dirumah sering Ngobrol sama nonton TV.

II. Hasil Penelitian pada Subyek kedua: St a. Identitas Diri Subyek dan Keluarga

1. Nama : St

2. Jenis kelamin : Perempuan

3. Usia : 11 tahun

4. Pendidikan : Kelas 5 SD 5. Status dalam keluarga : Anak kandung 6. Urutan kelahiran : Anak tunggal

7. Alamat : Siyono Kidul, Wonosari, Gunung Kidul

Identitas Orang Tua

Keterangan Ayah Ibu

Nama Yl Yn

Usia 34 tahun 30 tahun

Pendidikan terakhir SMK SMU

(53)

38

b. Latar Belakang Keluarga dan Perceraian

Subyek adalah anak tunggal dari pasangan Yn dan Yl. Semenjak lahir subyek tinggal dan dibesarkan oleh kedua orang tua serta neneknya. tin. Namun hubungan antara ayah dan ibu subyek kurang berjalan dengan baik, sering terjadi pertengkaran diantara mereka. Bukan itu saja hubungan antara ibu dengan nenek subyek juga mengalami hal yang sama.

Pada saat subyek memasuki usia empat tahun, ibunya memutuskan untuk bekerja. Berawal dari hal itu kehancuran rumah tangga dimulai. Ibu subyek menjadi sibuk dan jarang di rumah sehingga suami dan anak jadi sering kurang terurus. Selain itu sikap ibu subyek juga mulai berubah, subyek sering dimarahi bahkan dipukul atau dicubit tanpa alasan yang jelas. Fakta lain yang membuat ayah subyek menjadi geram dan memutuskan untuk berpisah adalah perselingkuhan yang telah dilakukan oleh sang istri. Akhirnya ayah subyek memutuskan untuk berpisah dan memilih untuk membesarkan subyek seorang diri. Setelah bercerai ibu subyek meninggalkan rumah dan subyek tinggal bersama ayahnya.

(54)

39

tidak membuat subyek mengalami hambatan dalam berelasi dengan teman ataupun dengan lingkungan sekitarnya.

c. Dampak Perceraian Subyek kedua: St 1. Aspek emosi

Perceraian orang tua nampaknya membuat subyek merasakandampak negatif terkait dengan aspek emosi. Subyek merasakan kesedihan yang mendalam paska perceraian. Hal ini tampak dari pernyataan subyek sebagai berikut:

nek dulu sok menangis, ya sedih

Pernyataan yang diikuti dengan ekspresi wajah yang menunjukkan kesedihan sambil tertunduk. Cukup menunjukkan betapa perceraian orang tua ini dirasakan berat oleh subyek. Perceraian orang tua terasa semakin berat karena usianya yang masih terlampau kecil untuk merasakan dan diharuskan kehilangan sosok seorang ibu yang sebenarnya masih sangat dibutuhkannya. Hal itulah yang menyebabkan subyek menjadi murung dan melamun bahkan subyek cenderung menjadi marah dengan keadaan ibu yang telah meninggalkannya. Hal itu tampak dari suara subyek yang ketus saat ditanya sebagai berikut:

(Lha mamakmu kemana ?)

(55)

40

Ayah subyek merasa bahawa putrinya berubah menjadi lebih tertutup dan murung semenjak perpisahan orang tuanya, padahal sewaktu keluarganya harmonis putrinya adalah sosok anak yang periang dan ceria. Ketika merindukan kehadiran ibu subyek cenderung diam dan menahan perasaan karena takut dimarahi ayahnya. Disamping kesedihan yang mendalam paska perceraian orang tuanya nampaknya subyek juga merasakan kelegaan karena tidak harus melihat dan merasakan pertengkaran orang tuanya, ini muncul dari pernyataan subyek sebagai berikut:

Tapi sekarang malah lega, Jadi gak pernah nangis lagi, gak pernah dimarahi

Hal itulah yang mungkin membuat subyek untuk terus berusaha bangkit dari kesedihan yang dirasakan.

2. Aspek Kondisi Fisik

Subyek mempunyai tubuh yang cukup tinggi dan badan yang cenderung kurus jika dibandingkan teman-teman sebayanya. Kerinduan yang mendalam kepada sang ibu cenderung membuat kondisi fisik subyek menjadi lemah dan sering sakit-sakitan, ini tampak dari pernyataan subyek berikut ini

(56)

41

panas, tifus hingga sesak nafas padahal sewaktu kecil subyek merupakan anak yang sehat dan jarang sakit.

3. Aspek Kondisi Kognitif

Dampak negatif dalam aspek kognitif tidak dialami oleh subyek, subyek tidak mengalami gangguan ataupun hambatan dalam belajar dan berprestasi paska perceraian orang tuanya. Hal ini didukung oleh pernyataan subyek sebagai berikut

pikirane gak terganggu malah lancar

Prestasi dan semangat belajar subyek juga tidak mengalami gangguan bahkan mengalami peningkatan karena adanya dukungan dari orang-orang di sekitarnya, ini tampak dari pernyataan subyek sebagai berikut

belajarnya malah bisa naik kok ningkat soalnya dituntun terus suruh belajar.

4. Aspek Relasi Sosial

(57)

42

tinggalnya. Di sekolah subyek juga tidak mengalami hambatan dalam bergaul, ia dapat menyesuaiakan diri dengan baik di lingkungan pendidikannya.

5. Aspek Relasi dalam Keluarga

Paska perceraian orang tuanya, subyek tidak mengalami hambatan dalam berelasi dengan keluarga khususnya dengan ayah dan nenek subyek yang selama ini mengurusnya, namun relasi dengan sang ibu harus terputus begitu saja karena tidak adanya komunikasi yang terjalin. Subyek cenderung merasa kecewa dan marah terhadap ibu, karena telah pergi meninggalkannya, hal itu tampak dari pernyataan subyek sebagai berikut

mamak minggatGak pernah telepon (diikuti dengan intonasi yang tinggi dan ekspresi kemarahan).

Sebaliknya, Relasi yang baik dengan sang ayah tampak dari pernyataan subyek sebagai berikut :

pas sakit sembuhnya ya cuma di tungguin bapak, Ya seneng soalnya

bapak sayang sama aku.

Sedangkan relasi yang baik dengan neneknya tampak dari pernyataan sebagai berikut:

Nenek baik sering ngelonin aku.

(58)

43 III. Hasil Penelitian Subyek ketiga: VI

a. Identitas Diri Subyek dan Keluarga

1. Nama : Vi

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Usia : 10 tahun

4. Pendidikan : Kelas 3 SD

5. Status dalam keluarga : Anak kandung

6. Urutan kelahiran : Anak bungsu dari tiga bersaudara 7. Alamat : Playen, Wonosari , Gunung Kidul

Identitas Orang Tua

Keterangan Ayah Ibu

Nama P W

Usia 37 tahun 35 tahun

Pendidikan terakhir SMU SPG

Pekerjaan Wiraswasta Guru

b. Latar Belakang Keluarga dan Perceraian

(59)

44

menyayangi anak-anaknya. Namun beberapa saat yang lalu ayah dan ibu subyek sering mengalami pertengkaran yang hebat dan drastis ayah subyek berubah menjadi kasar dan sering memukul istrinya. Tak jarang ibu subyek membawa anak-anaknya pergi ke rumah nenek yang jaraknya cukup jauh dari rumah ketika sedang bertengakar dengan sang suami. Namun beberapa saat kemudian ayah subyek datang dan membujuk keluarganya untuk kembali pulang ke rumah, hal itu sering kali berulang. Akhirnya kesabaran ibu subyek habis ketika melihat suaminya berselingkuh dengan wanita lain dan memutuskan untuk bercerai dengan membawa serta ketiga anaknya pergi meninggalkan rumah. Pada awalnya ayah subyek gigih tidak mau becerai dengan alasan ingin membesarkan anak bersama dengan sang istri karena istrinya tetap memaksa akhirnya perceraian pun terjadi. Subyek merasa lebih baik semenjak perpisahan orang tuanya, karena ia tidak pernah melihat perlakuan kasar ayahnya kepada sang ibu. Meskipun subyek juga merasa kehilangan sosok seorang ayah.

c. Dampak Perceraian Subyek ketiga: Vi 1. Aspek emosi

(60)

45

Ya sedih…kadang pengen ketemu bapak terus ngumpul tapi gak bisa

Meskipun subyek merasakan sedih, namun kesedihan itu berangsur hilang, hal ini dinyatakan subyek sebagai berikut :

Udah gak, sekarang ya masih kangen tapi udah gak sedih lagi

Selain dari pernyataan subyek, kesedihan yang mulai berangsur hilang juga tampak dari ekspresi subjek yang tersenyum dan ceria saat wawancara, tampak tidak ada beban yang dirasakan. Hal itu juga didukung oleh ibu subyek yang menyatakan bahwa paska perceraian, subyek sempat merasa sedih namun itu pun hanya diawal perceraian saja. Subyek sering menanyakan kenapa ayahnya tidak pulang tatapi dengan berjalannya waktu subyek sudah mulai bisa mengerti dan dan memahami keadaan orang tuanya.

2. Aspek Kondisi Fisik

(61)

46

gangguan kesehatan, bahkan subyek adalah anak yang sehat dan jarang sakit, hal itu pula yang dinyatakan oleh ibu subyek.

3. Aspek Kondisi Kognitif

Perceraian yang dilakukan oleh orang tua subyek, tidak berdampak pada prestasi belajar subyek khususnya yang berkaitan dengan kegiatan akademik. Hal ini tampak dari pernyataan subyek yang menyatakan bahwa

nilainya masih bagus tidak turun

Bahkan subyek juga tidak mengalami hambatan dalam belajar dan konsentrasi disekolah. Subyek juga cenderung sudah mengerti dan memahami penjelasan ibunya mengenai perceraian yang dilakukan oleh orang tuanya, bahkan subyek tampak lebih dewasa dan percaya diri jika dibanding dengan teman-teman sebayanya, hal itu tampak dari jawaban dan sikap subyek saat wawancara.

4. Aspek Relasi Sosial

(62)

47

merasa dimusuhi oleh teman-temanya karena tidak mau memberikan contekan, tapi itu tidak dianggap gangguan olehnya. Subyek tampak mempunyai kepercayaan diri yang tinggi saat bergaul dengan teman-temanya, hal itu juga tampak dari sikap dan jawaban-jawaban subjek yang tegas dan tanpa beban saat wawancara. Di lingkungan tempat tinggalnya subyek juga dapat menjalin relasi yang baik dengan para tetangganya, perceraian orang tua tidak menghambat pergaulannya.

5. Aspek Relasi dalam Keluarga

Subyek tidak mengalami hambatan dalam berelasi dengan keluarga paska perceraian orang tua. Relasi dengn ibu dan saudara-saudaranya terjalin dengan baik, bahkan komunikasi dengan sang ayah pun terjalin dengan baik, hal ini tampak dari pernyataan subyek yang sebagai berikut:

masih sering jalan bareng sama bapak sama mas Wawan sama

mbak Anggit

(63)

48 C. Pembahasan

Berdasarkan dari proses wawancara yang telah dilakukan, perceraian yang dilakukan orang tua membawa dampak dalam kehidupan anak. Dampak dari perceraian orang tua yang muncul berupa perubahan emosi, kesehatan fisik anak, kognitif, relasi sosial, dan relasi dalam keluarga. Pembahasan ini berupa penggabungan antara teori yang telah diperoleh, proses wawancara dan observasi dilapangan, latar belakang keluarga subyek, dan kesimpulan hasil penelitian. Pada bagian ini, penliti akan membahas mengenai dampak perceraian yang muncul pada anak sebagai berikut :

1. Dampak perceraian per subyek a. Subyek pertama: Nn

(64)

49

dengan ayahnya masih terjalin melalui kiriman buku dan peralatan sekolah yang masih sering datang dari ayahnya.

Meskipun subyek tinggal bersama ibunya, namun intensitas pertemuan paska perceraian menjadi berkurang, karena ibu subyek harus lebih bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Mengingat saat ini ibu subyek harus mencari uang seorang diri paska perceraian. Mungkin hal itulah yang menyebabkan subyek merasa sendiri dan kurang mendapatkan perhatian. Di lingkungan tempat tinggalnya, subyek tampak mempunyai banyak teman dan dapat menjalin relasi yang baik di lingkungan tempat tinggalnya. Meskipun pergaulannya di lingkungan Rumah tergolong baik, namun hal itu berbanding terbalik dengan pergaulannya di lingkungan Sekolah, subyak merasa tidak mempunyai teman, dijauhi, bahkan dimusuhi oleh teman-teman sekolahnya yang mungkin dikarenakan subyek sering kali membuat ribut di kelas. Hal itu mungkin terjadi karena subyek merasa kurang perhatian dan meluapkan emosi yang dirasakan terhadap orang tua melalui tindakan bermasalah di sekolah yaitu menganggu teman-teman.

(65)

50

seusianya. Selain gangguan kesehatan perceraian juga berdampak pada kondisi kognitif subyek, khususnya terkait dengan penurunan prestasi belajar, bahkan subyek menjadi sering tidak naik kelas karenanya. Hal itu mungkin disebabkan oleh adanya perubahan kebiasaan, dulu sewaktu ayahnya masih ada di dekatnya subyek sering diajak belajar bersama, sedangkan setelah orangtua bercerai jangankan untuk belajar bersama, untuk bertemu ayahnya saja sulit. Selain itu dampak dalam aspek emosi terkait dengan perasaan tampak dari kesedihan yang mandalam atas perceraian orang tuanya. Subyek merasa kehilangan sosok sang ayah yang selama ini selalu ada disampingnya, dan tiba-tiba hilang begitu saja.

b. Subyek kedua: St

(66)

51

rindu sering melandanya, mengingat usianya yang masih kecil yang seharusnya masih sangat membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari sang ibu. Luapan emosi subyek kadang mucul berupa kesedihan yang mendalam yang membuat subyek menjadi sering murung dan melamun, bukan itu saja subyek juga menjadi lebih sensitif dan pemarah. Padahal dulu subyek anak yang penurut dan ceria. Paska perceraian orang tuanya, kondisi kesehatan subyek juga mengalami penurunan. Subyek menjadi mudah sakit, dari sesak nafas, demam, hingga tifus. Apalagi jika subyek sedang rindu dan ingin bertemu ibunya pasti badannya menjadi panas dan kemudian sesak nafas.

(67)

52 c. Subyek ketiga: Vi

Subyek merupakan anak yang periang, perceraian orang tua tidak membuatnya mengalami hambatan dalam pergaulan. Subyek tampak percaya diri dan ceria saat berkumpul dan bermain dengan teman-temannya, di lingkungan rumah pun subyek dapat menjalin relasi yang baik dengan keluarga, maupun dengan tetangga. Hubungan dengan orang tua, kakak, dan kakek-neneknya tidak mengalami hambatan, justru dapat terjalin lebih baik dibandingkan dulu. Pembawaannya yang supel dan ramah membuatnya mempunyai banyak teman, baik di sekolah maupun di rumah. Subyek juga tidak mengalami hambatan dalam hal kesehatan paska perceraian orang tuanya.

2. Dampak Perceraian Secara Umum

(68)

53

ibu yang berkurang menjadi pemicunya. Sebelum orang tuanya bercerai subyek merasa mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang penuh dari kedua orang tuanya. Namun paska perceraian orang tua, subyek merasa perhatian tersebut tidak didapatkannya lagi, baik dari ibu ataupun ayahnya. Keadaan ini semakin membuat subyek semakin terpuruk dan merasa lebih berat dalam menjalani kehidupannya paska perceraian orang tua. Paska perceraian orang tua subyek mengalami hambatan dalam berbagai segi perkembangan diantaranya, kesehatan yang menurun dan penyakit yang sering kambuh, penurunan prestasi belajar, dan hambatan berelasi dengan teman sebaya di lingkungan pendidikan. Adanya peceraian orang tua yang menyebabkan turunnya prestasi belajar inilah yang menyebabkan subyek menjadi minder dan merasa tidak mempunyai teman di lingkungan sekolahnya. Mengingat usia subyek adalah usia yang cenderung ingin mengenal dirinya lebih baik dengan cara membandingkan diri dengan orang lain.

(69)

54

sekitarnya. Dampak negatif yang terkait dengan prestasi belajar juga tidak dirasakan subyek. Hal itu dikarenakan adanya dukungan yang besar dari lingkungan baik keluarga, lingkungan tempat tinggal maupun sekolah. Sehingga dengan adanya dukungan tersebut membuat subyek merasa tetap mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang-orang disekitarnya.

Berbeda dengan kedua subyek yang mengalami dampak negatif perceraian orang tua, subyek Vi tampak tidak merasakan dampak negatif yang menyangkut aspek perkembangan. Kesedihan dirasakan hanya di awal dan itupun tidak berlangsung lama. Keadaan itu mungkin dikarenakan terpenuhinya unsur afeksi dari kedua orang tua yang tetap menjalin relasi yang baik paska perceraian, sehingga subyek tidak merasakan adanya perubahan relasi dalam struktur keluarga.

(70)

55

(71)

56

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perceraian yang dilakukan oleh orang tua dapat berdampak negatif bagi perkembangan anak. Dari ketiga subyek dampak negatif perceraian dirasakan paling berat oleh subyek pertama Nn dan subyek kedua St. Subyek Nn mengalami dampak negatif pada hampir semua aspek perkembangan sedangkan subyek St mengalami dampak negatif pada aspek fisik dan emosi. Dampak negatif pada kedua subyek dapat dikaitkan dengan masalah perubahan relasi dengan orang tua. Sedangkan pada subyek ketiga Vi dampak negatif dari perceraian tidak dirasakan, yang melindungi subyek dari dampak negatif adalah terpenuhinya unsur afeksi dari kedua orang tua.

B. Saran

1. Bagi Orang tua

(72)

57

dapat lebih meluangkan waktu untuk memberi perhatian dan menjalin komunikasi yang baik, sehingga anak tidak kehilangan salah satu sosok orang tua yang memungkinkan anak lebih siap untuk menerima perubahan yang terjadi pada keluarganya.

2. Bagi Peneliti

(73)

58

Daftar Pustaka

Audifax. (Desember 2008). Research Sebuah Pengantar untuk”Mencari –

Ulang”Metode Penelitian dalam Psikologi. Yogyakarta: Penerbit Jala

Sutra.

Bukatko, D. 2008. Child and Adolescent Development, A Chronological Approach. MA: Hougton Mifflin Company.

Dagun, M.S. (1990). Psikologi Keluarga (Peranan Ayah dalam Keluarga). Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta.

Gunarsa, S. (2003). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Penerbit BPK Gunung Mulia.

Herbert, M. (1991). Clinical Child Psychology, Social Learning Development and Bevahior. NY: John Wiley & Sons.

Hurlock, B.E. (1990). Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Penerbit Erlangga.

(74)

59

Monks, F.J, Knoers, Haditono, R.S. (Oktober 2006). Psikologi Perkembangan, Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Penerbit Universitas Gadjah Mada.

Nasution, S. (2003). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara.

Poerwandari, E.K. (2005). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan pendidikan Psikologi. Fakultas Psikologi. Universitas Indonesia.

Santrock, John W. (1995). Live-Span Development, Perkembangan Masa Hidup. Edisi Ke lima.Jilid ke satu. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Santrock, John W. (2002). Live-Span Development, Perkembangan Masa Hidup. Edisi Ke lima.Jilid ke dua. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Santrock, John W. (2007). Live-Span Development, Perkembangan Masa Hidup. Edisi Ke lima.Jilid ke tiga. Jakarta: Penerbit Erlangga.

(75)

60

Supratiknya, A. (2008). Tata Tulis Artikel Ilmiah. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.

Wenar, C. & Kerig. (2000). Developmental Psychopathology. Amerika : McGraw-Hill Companies, Inc.

Yusuf, H. Syamsu. (Maret 2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Penerbit Rosda.

Budiman. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar. Dipungut 1 Sepetember 2012, dari http://file.upi.edu/Direktori/FPOK/JUR._PEND._OLAHRAGA/1974

09072001121-DIDIN_BUDIMAN/psikologi_anak_dlm_penjas/Karakteristik

Lembaga Kajian Ilmiah Grahita Indonesia (2010). Penelitian Ilmiah: Kemarahan pada Anak Korban Perceraian. Dipungut 21 Agustus 2012 dari https://grahita.wordpress.com/2010/03/10/kemarahan-psikis-psychological-anger-demand-pada-anak-korban-perceraian/

Leslie. (1976). Dampak Perceraian. Dipungut 30 Juli 2012, dari

(76)

61

Science Daily. (2011). Ibu Bekerja dan Dampaknya Pada Anak. Dipungut 21 Agustus 2012 dari http://www.psikologizone.com/ibu-bekerja-dan-dampaknya-pada-anak/065113483,

UU Perkawinan Tahun 1974

(77)

62

(78)

63 LAMPIRAN Hasil Penelitian

1. Subyek Nn

Pernyataan Data yang tergali Arti

I : Hai Nn, baru pulang maen to

S : Enggak(sambil tersenyum)

(79)

64 bapak perginya ke mana ?

S : Tau, kata….katanya ( sambil

menunduk dan suaranya

terbata-bata) mamak ke Bali

menjalin relasi dengan ayah

I : Terus, bapak sering pulang

kesini enggak sekarang ?

S : Enggak (sambil menggeleng,

E (+) Meskipun berpisah dengan ayahnya, namun anak tidak merasa marah ataupun benci dengan ayahnya.

I : Gitu ya, Nn sayang ya sama

bapak… Mamak sama kamu

tidak ikut bapak ke bali?

S : Gak no, kan bapak sama

mamak sudah pisah. (sambil

dia, sambil agak muram)

E (-) Tampak ada kesedihan di dalam diri subyek ketika disinggung masalah perceraian orang tua

I : o begitu, Memangnya dulu,

mamak sama bapakmu pisah

kamu kelas berapa ?

S : Kelas satu

Lb Latar belakng perceraian

I : Terus dulu sewaktu, bapak

sama mamakmu pisah

(80)

65 S : Perasaan piye to?( sambil

bengong dan kelihatan

bingung)

I : Ya yang kamu rasakan itu apa,

misalnya apa senang, sedih,

takut, kecewa, atau marah

S : Susah sama sedih(sambil

menunduk dengan suara

lebih pelan)

E (-) Dampak pada aspek emosi dirasakan subyek. Subyek merasakan kesedihan yang cukup dalam paska

Bapak jadi gak pernah pulang

Rk (-) Relasi dengan ayah

E Adanya kerinduan akan kehadiran ayah (Aspek emosi)

I : Terus kalau kangen kamu

biasanya ngapain ?

(81)

66 I : Oh sering nangis ya, terus

jadi panasnya tu kenapa ?

S : Ya karena kangen, sedih,

pengen ketemu bapak.

E (-)

Rk (-)

Dampak pada aspek emosi muncul dengan menangis dan rasa sedih.

Adanya keinginan untuk berelasi dengan ayah, namun terhambat

I : Berarti bapak jarang nengok

kamu ya sekarang

S : ya iyo no, bapak kan neng

Bali, jauh, tapi

kadang-kadang sok ngirimi buku,

tapi kemarin tak maintain tas

belum di belikan

Rk (+) Meskipun jarak yang jauh, komunikasi masih terjalin, namun terbatas.

I : Terus, sewaktu bapak sama

mamakmu berpisah, kamu

sering kepikiran bapak gak?

S : jadi sok Bingung

tinggal sama mamak ?

S : bahagia tapi kadang juga

sedih

(82)

67 kecewa gak sama ibu?

E (+) mMeskipun orang tuanya bercerai, namun subyek tidak arah ataupun benci dengan ibu.

S : gak, sayang

Rs (+) Adanya keinginan untuk berkumpul dengan

teman-temannya yang sedang

main)

(83)

68

Rs (+) Relasi dengan lingkungan sosial khususnya dengan

temenku sering marah sama

aku

Rs (-) Anak mengalami hambatan dalam berelasi dengan lingkungan pendidikan.

dengannya, anak merasa di jauhi

mau temenan sama kamu?

S : Gak

(84)

69 ngapain aja ?

S : ya nggak ngapa-ngapain kalau

istirahat sering tidur kalo

gak ya jajan

mempunyai energi dan semangat saat di Sekolah

I :Tidur di kelas ? memangnya

tidak dimarahi guru ya?

S : tidak, kan Cuma pas

istirahat

I : lha malamnya kamu ngapain

kok paginya sampai ketiduran

di kelas ?

F (-) Subyek cenderung kurang mempunyai energi dan semangat saat di Sekolah

I : kamu sarapan gak?

S : iya

I : Kalau di sekolah, kamu sering

mendapat ranking gak?

S : Gak dapat, wong aku saja

tidak naik dua kali

K (-) Adanya hambatan dalam belajar dan berprestasi

I : Lha kalau di kelas kamu

memperhatikan ibu guru

gak?

S : Memperhatikan, sampai

(85)

70

mamak sama bapak berpisah

kamu sering kesulitan

belajar tidak?

S : Tidak, aku waktu Tk dan

masuk sd kelas 1 dapat juara.

I : kamu merasa terganggu gak

(86)

71 I : O iya, kalau di rumah kamu

sering main-maen tetangga

situ gak? (Sambil menunjuk ke rumah-rumah tertangga)

Rs (+) Relasi sosial anak dengan lingkungan tempat tinggal

Rs (-) Subyek merasa temannya marah padanya tanpa dia tahu apa sebabnya

I : Lho kenapa memangnya ?

S : Gak tau

I : Lha kamu nakal gak?

(87)

72 antara anak dan ayah

I : lha yang laen ?

S : Simbok (sebutan untuk neneknya)

biasane ke pasar

I : kalau yang sering nyiapin keperluan

kamu siapa ?

S : keperluan apa ?

I : ya sekolah, terus makan sama

keperluan lainnya

S : Kalo makan yang nyiapin simbok

kalo sekolah bapak kadang juga aku

sendiri

I : yang kamu siapin sendiri apa coba ?

(88)

73 S : ya buku, pakaian. Wong aku we

nyuci sendiri kok ?

I : Semuanya ?

S : Minggat (nada suaranya terdengar

ketus)

S : (menggeleng, sambil menunduk)

(89)

74

dan marah) Adanya rasa sedih dan

marah, atas kepergian ibu

I : O iya Ta, aku mau nanya sekarang

ini kamu masih sering keingat sama

mamakmu gak ?

S : Mengangguk ( raut mukanya terlihat sedih dan berubah menjadi

murung)

E (-) Adanya rasa sedih dan marah, atas kepergian ibu

I : O…masih sering ingat ya, terus

gimana perasaanmu dulu, waktu

tahu bapak sama mamakmu

berpisah?

S : Nek dulu sok menangis, ya sedih

E (-) Adanya rasa sedih dan marah, atas kepergian ibu

I : Kalau sekarang masih sering sedih

gak ?

S : Udah enggak

E (+) Kesedihan atas perceraian orang tua, berangsur mulai hilang

bapak itu sering jadi mikir yang

macam-macam atau tidak, jadi

(90)

75 jadi sering melamun apa malah

sering bingung atau gimana ?

S : Gak malah lancar, membuat subyek merasa lega.

I : Lha pa dulu sering nangis dan

dimarahin ?

S : (Menggangguk sambil menunduk)

Lb Latar belakang perceraian

I : Lha dulu siapa yang sering marahi

bapakmu berpisah kamu mengalami

gangguan belajar gak ?

S : (menggeleng)

(91)

76 mengalami penurunan gak?

S : gak, malah bisa naik kok

kognitif tidak dirasakan subyek, paska perceraian

I : maksude naik tu gimana ?

S : ningkat

I : ehm…ningkat tu karena apa ? apa

karena belajarnya jadi tambah rajin,

ikut les atau gimana ?

S : Soalnya dituntun terus suruh belajar

Rk (+) Adanya relasi yang baik

bapakmu pisah kamu jadi sering

sakit gak ?

S : Sering

I : O…sebelumnya jarang?

S : Cuma nek kangen, tapi nek sakit

Cuma sesak napas sama panas

F(-) Adanya hambatan dalam kesehatan paska perceraian orangtuanya

I : O…terus sembuhnya gimana

S : Sembuhnya ya Cuma di tungguin

bapak

Rk (+) Adanya relasi yang baik antara ayah dan anak

I : Em….di tungguin bapak? Lha dulu

(92)

77

Rk (-) Adanya keinginan ingin bertemu dengan ibu, namun tidak bisa

I : Terus sehabis mamakmu pergi

kamu udah penah ketemu sama

mamakmu belum?

I : Terus perasaanmu gimana tinggal

sama bapak ?

S : Seneng

Rk (+) Adanya relasi yang baik antara ayah dan anak

I : Seneng gimana ?

S : Ya seneng soalnya bapak sayang

sama aku.

(93)

78 I : Terus kalau sama bapak, sering

ngapain aja?

S : ya cerita, kadang diajak main

Rk (+) Adanya relasi yang baik antara ayah dan anak

I : Sering dimarahin gak antara subyek dengan neneknya

I : Baiknya gimana

S : Sering ngelonin aku

I : Sehabis mamakmu pergi kamu

paling dekat dengan siapa ?

S : Pak Mugi

bapakmu pisah kamu paling sering

(94)

79 tinggal dan teman sebaya tidak mengalami hambatan paska perceraian orang tua

I : Terus kamu seneng gak maen sama

temen-temenmu? mereka pada baik

gak?

S : Seneng, temenku baik-baik

I : Kamu ikut sekolah minggu gak to

Ta?

S : Ikut

Rs (+) Relasi sosial subyek, dengan lingkungan tempat tinggal dan teman sebaya tidak mengalami hambatan paska perceraian orang tua

(95)

80 S : Gak, tapi kadang-kadang sering

dimusuhi

I : Lho, kenapa?

S : Gak tau (sambil ketawa),paling

karena gak mau diconteki

I : bagus, kalau mau diconteki jangan

mau, …kalau di rumah, kamu

sering maen ke tempat tetangga

gak?

S : Iya

I : Kemana aja?

S : Ke tempat mbak Erni, ketempat

mbak Nisa

Rs (+) Relasi sosial subyek, dengan lingkungan tempat tinggal dan teman sebaya tidak mengalami hambatan paska perceraian orang tua

I : Kamu seneng gak bisa maen ke

tempat mereka?

S : Seneng kan bisa cerita-cerita

3. Subyek Vi

Pernyataan Data yang tergali Arti

I : Hei Vi….baru pulang

sekolah minggu ya ?

(96)

81

terus nanti dijemput ?

S : Gak tau…kayaknya iya.

Kalo gak pulang sendiri

naik angkot

Rs (+) Relasi subyek dengan teman sebaya tidak mengalami

tapi kalau di sekolah

Gambar

Tabel 3.1 Tabel Panduan Wawancara
Tabel 3.2. Koding Hasil Wawancara
Tabel  Pelaksanaan Wawancara

Referensi

Dokumen terkait

Stratigrafi batuan Tersier daerah Pangkalan berdasarkan Peta Geologi Lembar Solok (Silitonga P.H. & Kastowo, 1995) disusun secara berurutan dari tua ke muda sebagai

Direksi memuji reformasi penentu atas subsidi energi di tahun 2015, termasuk rencana untuk subsidi listrik sebagai sasaran subsidi yang lebih baik, dan penggunaan ruang fiskal

terasa di awal tahun 2009, yang ditunjukkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 4,1% (yoy) pada triwulan I-2009, melambat dibandingkan dengan triwulan

Data flow diagram adalah representasi grafis dari suatu sistem yang menggambarkan komponen-komponen sebuah sistem, aliran data diantara komponen-komponen tersebut

Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik

Penelitian ini dimotivasi oleh adanya perbedaan hasil penelitian yang menganalisis reaksi pasar terhadap pengumuman penerbitan.. obligasi

Aktualisasi diri yang terdapat dalam UKM Sepak Bola USU dapat dilihat dari kebutuhan fisiologis yang didapat oleh mahasiswa, kenyamanan berada dilingkungan