• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONFLIK BATIN TOKOH BASRI DALAM NOVEL KETIKA LAMPU BERWARNA MERAH KARYA HAMSAD RANGKUTI (ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA) Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONFLIK BATIN TOKOH BASRI DALAM NOVEL KETIKA LAMPU BERWARNA MERAH KARYA HAMSAD RANGKUTI (ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA) Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

KONFLIK BATIN TOKOH BASRI

DALAM NOVEL

KETIKA LAMPU BERWARNA MERAH

KARYA HAMSAD RANGKUTI

(ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA)

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Fransiskus Kresno Widiat Moko

NIM : 004114062

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

1.

Bapak dan I bu tercinta

2.

Kedua Adikku Yoyok dan D evi yang kusayang

3.

M bah Sastrorejo Kakung dan Puteri

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat

kasih, kekuatan dan rahmat-Nya dari hari ke hari sehingga akhirnya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, dorongan dan

bimbingan baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak, skripsi ini tidak

dapat terselesaikan. Untuk itu dengan tulus dan kerendahan hati penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada:

1.

Bapak Drs. B. Rahmanto, M. Hum dosen pembimbing I yang telah membantu

dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran dari awal hingga akhir

skripsi selesai.

2.

Ibu S.E. Peni Adji, S.S. M. Hum dosen pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, saran, dan pertimbangan dengan penuh kesabaran.

3.

Drs. Hery Antono, M, Hum dosen Sastra Indonesia yang selalu memberi

dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan kuliahnya.

4. Dra. Tjandrasih Adji, M. Hum dosen Sastra Indonesia terimakasih atas

kesabarannya dalam membimbing kepada penulis.

5.

Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum; Dr. Alex Sudewa; Drs. Yoseph Yapi

Taum, M. Hum; Drs. FX. Santoso, M.S; Drs. P. Ari Subgyo, M. Hum dosen

Sastra Indonesia penulis mengucapkan terimakasih banyak atas ilmu yang

telah diajarkan kepada penulis. Semoga berguna bagi penulis.

6.

Bapak dan ibuku tersayang yang telah dengan sabar mendoakan,

(6)

vi

memperlancar penulisan skripsi ini. Maaf kalau terlalu lama, tetapi akhirnya

selesai juga.

7.

Kedua adik-adikku tersayang, Yoyok dan Devi yang selalu memberi

semangat dan dorongan. Mas salut sama semangat dan kerja keras kalian

sehingga dapat menyelesaikan studi dengan nilai yang memuaskan.

I miss

you a ll.

8.

Mbah kakung dan mbah putri yang dengan penuh kasih sayang mendoakan,

memberi semangat, memberi nasihat-nasihat dan juga omelan-omelan tetapi

hal ini membuatku terus maju dan berkembang. Serta uang sakunya setiap

kali mau pulang ke Jogya walau kadang kutolak tetapi mba h kadang

memaksa sampai-sampai hilang dua kali.

9.

Om dan bulikku tersayang yang selalu mendoakan memberi nasihat dan

dukungannya.

I’ll always remember that.

10.

Retha tersayang yang sudah menemaniku selama aku kuliah di Jogya. Aku

tida k akan pernah melupakan sayang yang kamu telah berikan. Tanpa kamu

aku belum bisa menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih Tuhan

memberkatimu.

11.

Anak-anak angkatan 2000 yang sudah mau berbagi sama aku terutama Dion,

Eko, Sigit, Kelik, Hendro, Yadi, dan Alm Joe (semoga kebaikanmu diterima

di sisi-Nya).

12.

Teman-temanku Gagat, Dika, dan Faqih.

Thanks

atas pinjemannya

good luck.

13.

Semua pihak yang terkait dalam pembuatan skripsi ini, yang tidak dapat

(7)

vii

langsung maupun tidak langsung. Penulis berharap semoga Tuhan akan

membalas semua kebaikan yang telah anda berikan pada penulis.

Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Namun,

penulis berharap semoga karya yang sederhana ini dapat berguna bagi banyak pihak

dan khususnya bagi para pembaca sekalian.

Yogyakarta, 24 Nove mber 2006

(8)

viii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 24 November 2006

(9)

ix

ABSTRAK

Widiat Moko, Kresno. 2006.

Konflik Batin Tokoh Basri dalam Novel

Ketika Lampu

Berwarna Merah

.

Karya Hamsad Rangkuti: Analisis Psikologi Sastra.

Skripsi S-1. Sastra Indonesia. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini mengkaji konflik batin Basri dalam novel

Ketika Lampu

Berwarna Merah

karya Hamsad Rangkuti. Metode yang digunakan adalah metode

deskriptif. Metode ini digunakan untuk memaparkan antara lain: tokoh, alur, latar

serta relasi antarunsur dan digunakan untuk memaparkan konflik batin tokoh Basri

dalam Novel

Ketika Lampu Berwarna Merah.

Konflik batin Basri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (i) konflik batin

Basri sebelum pergi ke ibu kota; (ii) konflik batin Basri sesudah pergi ke ibu kota.

Konflik batin yang terjadi sebelum tokoh Basri pergi ke ibu kota disebabkan

oleh keramaian kota Jakarta yang dilihatnya lewat layar televisi di halaman kantor

kelurahan.

Konflik batin yang terjadi sesudah tokoh Basri pergi ke ibu kota dibedakan

berdasarkan peristiwa yang melatarbelakangi terjadinya konflik batin, yaitu: (i) Basri

mengalami penolakan dari pedagang martabak; (ii) saat Basri menceritakan

perasaannya pada teman-teman betapa ia merindukan kampung halaman, ayah, dan

ibunya; (iii) ketika Basri menolong Sulistinah saat digendong laki-laki yang tidak

dikenal; (iv) saat Basri menolak ikut pergi bersama ayah, ibu, dan penduduk desa ke

tempat mereka dipindahkan.

(10)

x

ABSTRACT

Widiat Moko, Kresno. 2006.

The Inner Conflict of Basri Character on

Ketika Lampu

Berwarna Merah

.

The work of Hamsad Rangkuti: Psychological

Literatur Analysis. S-1 Thesis. Indonesian Literature. Yogyakarta:

Universitas Sanata Dharma.

The research investigated the innfer conflict of Basri character on the novel

of Hamsad Rangkuti,

Ketika Lampu Berwarna Merah

. The research uses a

descriptive method. The method was used to explain: character, plot, background and

the relation of interelement and to explain the inner conflict of Basri character on

Ketika Lampu Berwarna Merah.

The inner conflict of Basri character can be divided into: (i) the inner conflict

of Basri character before he go to the capital city, (ii) the inner conflict of Basri

character after he went to the capital city.

The inner conflict of Basri character before he go to the capital city caused by

after he seen the lively of Jakarta city on the television at the village office.

The inner conflict after Basri character went to the capital city differended

based on the accident which forms the inner conflict of Basri character, the

researcher divides into: (i) Basri experienced the refusal of martabak seller, (ii) Basri

revealed his feeling to his friends about how much he longing to his village, his

father and mother, (iii) Basri helped Sulistinah when she was carried by an unknown

man, (iv) Basri refused to go with his father, mother and another villagers to the

place where they were moved.

(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...

i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING...

ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI...

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN...

iv

KATA PENGANTAR...

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... viii

ABSTRAK...

ix

ABSTRACT

...

x

DAFTAR ISI...

xi

BAB I PENDAHULUAN ...

1

1.1 Latar Belakang ...

1

1.2 Rumusan Masalah...

3

1.3 Tujuan Penelitian...

3

1.4 Manfaat Penelitian...

4

1.5 Tinjauan Pustaka / Landasan Teori ...

4

1.5.1 Tinjauan Pustaka ...

4

1.5.2 Teori Struktural...

5

1.5.2.1 Tokoh...

6

1.5.2. 2 Alur ...

7

1.5.2.3 Latar...

10

(12)

xii

1.5.2.3.2 Latar Sosial...

11

1.5.2.3.3 Latar Waktu...

11

1.5.3 Psikologi Sastra...

12

1.5.4 Psikologi Abraham Maslow ...

13

1.5.4.1 Kebutuhan Fisik ...

15

1.5.4.2 Kebutuhan Akan Rasa Aman...

16

1.5.4.3 Kebutuhan Akan Dicintai dan Dimiliki...

17

1.5.4.4 Kebutuhan Akan Penghargaan ...

17

1.5.4.5 Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri...

18

1.5.5 Konflik Batin Tokoh ...

19

1.6 Metode Penelitian...

20

1.6.1 Pengumpulan Data ...

20

1.6.2 Pendekatan...

20

1.6.3 Metode Penelitian ...

21

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data...

22

1.7 Sumber Data ...

22

1.8 Sistematika Penyajian ...

22

BAB II ANALISIS STRUKTUR TOKOH, ALUR, LATAR DAN

RELASI ANTARUNSUR ...

24

2.1 Tokoh ...

24

2.1.1 Tokoh Protagonis ...

24

2.1.1.1 Basri...

25

(13)

xiii

2.1.2.1 Pipin ...

29

2.1.2.2 Sulistinah ...

30

2.1.2.3 Kartijo ...

34

2.2 Alur ...

36

2.2.1 Paparan...

37

2.2.2 Rangsangan...

38

2.2.3 Gawatan ...

39

2.2.4 Tikaian ...

40

2.2.5 Rumitan...

41

2.2.6 Klimaks ...

42

2.2.7 Leraian ...

43

2.2.8 Selesaian...

43

2.3 Latar ...

45

2.3.1 Latar Tempat...

45

2.3.1.1 Perempatan Lampu Lalu Lintas ...

45

2.3.1.2 Pedagang Martabak Dekat Restoran Can Nyan

di Jalan Sabang...

46

2.3.1.3 Monumen Nasioal ...

46

2.3.1.4 Panggung Orkes ...

47

2.3.1.5 Belakang Tembok Gudang Beras...

47

2.3.1.6 Emper Toko...

48

2.3.1.7 Di atas kapal “Bengawan” ...

48

(14)

xiv

2.3.3 Latar Sosial ...

51

2.4 Relasi Antarunsur ...

54

BAB III ANALISIS KONFLIK BATIN TOKOH BASRI

MENGGUNAKAN TEORI ABRAHAM MASLOW ...

56

3.1Konflik Batin...

58

3.1.1 Konflik Batin yang Terjadi Sebelum Tokoh Basri Pergi ke

Ibu Kota ...

60

3.1.2 Konflik batin yang Terjadi Sesudah Tokoh Basri Pergi ke

Ibu Kota ...

62

3.1.2.1 Basri Mengalami Penolakan dari

Pedagang Martabak...

63

3.1.2.2 Perasaan Basri tentang Kampung Halaman...

64

3.1.2.3 Ketika Basri Menolong Sulistinah Saat Digendong

Laki-Laki tidak Dikenal ...

66

3.1.2.4 Saat Basri Menolak Ikut Pergi Bersama Orang tua

dan Penduduk Desa ke Tempat Mereka Dipindahkan...

67

BAB IV PENUTUP ...

72

4.1Kesimpulan...

72

4.2Saran...

76

DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP

(15)

1 1.1 Latar Belakang

Karya sastra diciptakan sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 1979: 1). Menurut Luxemburg (1989: 12) dalam suatu cerita, novel atau sajak, hubungan antara tokoh atau situasi yang digambarkan sesuai dengan kenyataan sama sekali lain. Pada umumnya tak mungkin diteliti apakah dalam teks semacam itu keadaan yang digambarkan sesuai dengan kenyataan: kalaupun mungkin, tidak ada gunanya.

Menurut Oemardjati (1970: 153-154) sastra tidak saja lahir karena fenomena logis, tetapi juga karena kesadaran penulisnya bahwa sastra sebagai sesuatu yang imajinatif, juga fiktif yang dapat dipertanggungjawabkan. Sastrawan ketika menciptakan karyanya tidak saja didorong oleh hasrat untuk menciptakan, tetapi juga berkehendak untuk menyampaikan pikiran-pikirannya, pendapatnya, kesan-kesan, perasaannya terhadap sesuatu. Apa yang dikemukakan Oemarjati benar. Ketika menciptakan novel KLBM, Hamsad Rangkuti ingin menyampaikan pikiran, pendapat, kesan-kesan, dan perasaannya tentang orang-orang kecil. Jadi novel KLBM karya Hamsad Rangkuti tidak lahir begitu saja, tetapi karena sastrawan ingin menyampaikan pikiran, pendapat, kesan-kesan, dan perasaannya tentang orang-orang kecil.

(16)

yang mana pun dan bagaimanapun wujudnya untuk dibaca. Ia membaca setiap karya yang bisa dia dapatkan, entah siapa pun penulisnya, lepas dari rasa senang atau tidak, baik terhadap buku itu maupun penulisnya (Hardjana, 1985: 19).

Penulis merasa tertarik dengan novel Ketika Lampu Berwarna Merah

karya Hamsad Rangkuti karena kehidupan yang tercermin dalam novel ini, yakni kehidupan sekelompok anak-anak pengemis yang kerap ditemukan di perempatan jalan utama ibu kota. Selain itu, ada kehidupan lain yang saling bersinggungan, seperti peminta -minta, pemulung, pelacur, dan tentang robohnya bangunan sebuah komunitas untuk dan atas nama pembangunan (Hamsad, 2001: vi). Kehidupan yang pelik dengan permasalahan fisik maupun psikis.

Basri sebagai tokoh utama dalam novel ini, dilukiskan sebagai tokoh yang memiliki intensitas keterlibatan yang lebih banyak dengan tokoh lain di dalam cerita. Sebab dari awal cerita pun penga rang telah melukiskan Basri sebagai anak laki-laki yang memiliki hubungan baik dengan tokoh-tokoh lainnya. Selain itu, konflik batin tokoh Basri dalam novel yang kemudian disingkat KLBM karya Hamsad Rangkuti sejauh pengetahuan penulis belum pernah ditulis baik sebagai karya ilmiah maupun makalah-makalah ilmiah. Oleh karena itu, penulis mengangkat permasalahan tersebut menjadi topik pembicaraan dalam karya tulis ini.

(17)

menggunakan sumbangan pemikiran dari aliran psikologi Abraham Maslow. Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh penulis sastra dalam kajian ini lebih merupakan upaya mencari kesejajaran aspek-aspek psikologi dalam diri Basri melalui dialog, perwatakan dan sebagainya dalam suatu karya dengan pandangan tentang psikologis manusia menurut aliran psikologi tertentu (Roekhan via Nurhadi, 1987: 148-149).

Dengan permasalaha n yang belum pernah ditulis baik sebagai karya ilmiah maupun makalah-makalah ilmiah, penulis berusaha menerangkan novel KLBM

dengan merumuskan bebe rapa permasalahan sebagai berikut:

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1Bagaimana unsur-unsur tokoh, alur, latar serta jalinan antarunsur dalam novel KLBM?

1.2.2Bagaimana konflik batin yang dialami tokoh Basri dalam novel KLBM

karya Hamsad Rangkuti?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1Mendeskripsikan unsur-unsur tokoh, alur , dan latar serta jalinan antarunsur dalam novel KLBM.

1.3.2Mendeskripsikan konflik batin yang dialami tokoh Basri dalam novel KLBM

(18)

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1Dari segi praktis, hasil penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan apresiasi Sastra Indonesia khususnya novel KLBM.

1.4.2Dalam bidang sastra, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah cara seorang penulis mengkritik sebuah karya sastra, khususnya karya sastra yang banyak mengandung pendekatan di bidang psikologi sastra.

1.4.3Dalam bidang psikologi, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan tentang jiwa seseorang tokoh yang ada dalam sebuah karya sastra yang berbentuk novel yang berjudul KLBM.

1.5 Tinjauan Pustaka / Landasan Teori

1.5.1 Tinjauan Pustaka

Novel Ketika Lampu Berwarna Merah karya Hamsad Rangkuti ini sempat mendapat penghargaan dalam Sayembara Penulisan Roman Dewan Kesenia Jakarta (DKJ) tahun 1981 ini. Sebelumnya, novel yang mengambil setting social pada tahun 1970-an ketika DKI Jakarta di bawah pemerint ahan Gubernur Ali Sadikin itu pernah dimuat secara bersambung di harian Kompas, 10 Juni-16 Juli 1981.

(19)

Dibalik keberadaan mereka ternyata ada rantai kehidupan lain yang saling bersinggungan, seperti peminta-minta, pemulung, pelacur, dan tentang robohnya bangun sebuah komunitas untuk dan atas nama pembangunan. Jalinan kisah yang memayungi keberadaan sekelompok anak-anak pengemis itu disajikan pengarang dengan gayanya yang khas: sederhana, namun tanpa kehilanga n daya tariknya sebagai sebuah cerita.

Menurut Sarjono dalam (Horison, 2001) yang menjadi cirri khas penulisan karya sastra ini dari Hamsad Rangkuti adalah tema yang pada dasarnya sederhana, ibarat batu yang tidak kelewat mulia, digosok sedemikian rupa sehingga memancarkan berbagai sisi warna yang memikat. Dalam novel ini Hamsad tidak bercerita mengenai golongan atas. Golongan atas hanya sayup-sayup kita duga dari akibat-akibatnya terhadap kehidupan kaum miskin dan rakyat kecil tempat Hamsad begitu setia menceritakannya bagi kita.

1.5.2 Teori Struktural

Karya sastra merupakan struktur yang terdiri dari bagian-bagian yang bermakna. Struktur karya sastra menyarankan pada pengertian hubungan antar unsur (intrinsik) seperti: alur, latar, tokoh (penokohan), sudut pandang, tema yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk kesatuan yang utuh (Nurgiantoro, 1995: 36).

(20)

Dengan demikian penulis mencoba menguraikan struktur novel ini yang terdiri dari tokoh, alur, latar serta jalinan antarunsur. Pemilihan struktur novel ini menurut penulis karena struktur yang seperti tema, amanat, sudut pandang yang ada dalam novel ini tidak mendukung analisis konflik batin tokoh Basri.

1.5.2.1Tokoh

Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh pada umumnya be rwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan (Sudjiman, 1988: 16). Berdasarkan sudut fungsi penampilannya. Menurut Nurgiantoro (1995) tokoh dibedakan menjadi dua, yaitu: tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis selalu memberi simpati dan empati kepada pembaca karya sastra.

Tokoh-tokoh yang mengalami peristiwa dalam novel yang dipilih penulis berwujud manusia. Oleh sastrawan salah satu tokohnya diberi nama Basri. Namun, penulis tidak mengetahui kebenaran tokoh-tokoh ini nyata atau rekaan yang memiliki sifat, kebiasaan tertentu sama atau mirip dengan individu dalam kenyataan.

Tokoh protagonis adalah tokoh yang diutamakan dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian (Nurgiantoro, 1995:177).

(21)

mendukung tokoh protagonis. Jadi, tokoh antagonis adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam sebuah cerita.

Pemunculan tokoh antagonis dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak diperhitungkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh protagonis secara langsung ata upun tidak langsung (Nurgiantoro, 1995: 177).

Menurut penulis fungsi unsur tokoh dalam karya tulis ini adalah mengetahui mana-mana saja tokoh yang termasuk tokoh protagonis dan antagonis. Selain itu, penulis ingin menganalisis konflik batin tokoh Basri. Jadi perlu memasukkan unsur tokoh sebagai landasan teori.

1.5.2.2Alur

Alur sama dengan plot. Secara komplementer berkaitan dengan cerita (story). Cerita sama dengan urutan peristiwa secara kronologis (Hartoko & B. Rahmanto, 1986: 10).

Alur ialah peristiwa-peristiwa yang diurutkan yang membangun tulang punggung cerita. Peristiwa-peristiwa tidak hanya meliputi yang bersifat fisik seperti cakapan atau lakuan, tetapi juga termasuk perubahan sikap tokoh yang merubah jalan nasib. Alur dengan susunan yang kronologis disebut alur linier. Menyajikan rentetan peristiwa dalam rentetan peristiwa dalam urutan temporal bukanlah satu-satunya cara dan cara yang utama dalam penyusunan cerita rekaan (Sudjiman, 1988: 26).

(22)

maka terjadilah apa yang disebut sorot balik. Sorot balik ini ditampilkan dalam dialog, dalam bentuk mimpi, atau sebagai lamunan tokoh yang menelusuri kembali jalan hidupnya, atau yang teringat kembali kepada sesuatu peristiwa dimasa lalu (Sudjiman, 1988: 29).

Struktur alur biasanya terdiri atas awal, tengah, dan akhir. Bagian awal ini terdiri atas: paparan (expositin), rangsangan (inciting moment), dan gawatan (rising action). Pada bagian tengah terdiri atas tikaian (conflict), rumitan (complication), dan klimaks. Pada bagian akhir terdiri atas leraian (falling action), dan selesaian (denoument) (Sudjiman, 1988: 30).

Paparan atau (expositin) adalah suatu penyampaian informasi kepada pembaca. Paparan ini biasanya merupakan fungsi utama awal atau suatu cerita. Di sini penulis memberikan keterangan sekedarnya untuk memudahkan pembaca mengikuti cerita selanjutnya. Situasi yang digambarkan pada awalnya harus membuka kemungkinan cerita untuk berkembang (Sudjiman, 1988: 32).

(23)

Gawatan atau (rising action) menurut Sudjiman terjadi setelah paparan disusul oleh rangsangan dan berapa lama sesudah itu sampai pada tahap ini (Sudjiman, 1988: 35).

Tikaian atau (conflict) adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekua tan yang bertentangan. Satu di antaranya diwakili oleh manusia sebagai pribadi yang biasanya menjadi protagonis dalam cerita. Tikaian merupakan pertentangan antara dirinya dengan kekuatan alam, dengan masyarakat, orang atau tokoh lain, ataupun pertentangan antara dua unsur dalam diri satu tokoh itu (Sudjiman, 1988: 35).

Rumitan atau (complication) adalah perkembangan dari gejala mula tikaian menuju klimaks cerita. Dalam cerita rekaan rumitan sangat penting. Tanpa rumitan yang memadai tikaian akan lamban.rumitan mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh dampak dari klimaks. Penciptaan dan cara mengendalikan rumitan menunjukkan kemahiran pengarang (Sudjiman, 1988: 35). Klimaks dalam sebuah cerita menurut Sudjiman tercapai apabila rumitan mencapai puncak ke hebatannya. Dari titik ini penyelesaian cerita biasanya sudah dapat dibayangkan karena sejak titik alur ini menurun ada yang menyebutnya titik balik atau krisis (Sudjiman, 1988: 35)

(24)

jadi juga mengandung penyelesaian masalah yang menyedihkan. Boleh juga pokok masalah tetap menggantung tanpa pemecahan, penuh ketidakpastian, ketidakjelasan, ataupun ketidakpahaman (Sudjiman, 1988: 36).

Menurut penulis unsur alur dalam karya tulis ini adalah mengerti jalan cerita novel KLBM. Untuk itu penilis perlu memasukkan unsur alur sebagai data yang penting dalam menganalisis konflik batin tokoh Basri.

1.5.2.3Latar

Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra (Sudjiman, 1988: 46). Fungsi latar di antaranya: pertama, memberi informasi situasi (ruang dan tempat) sebagaimana adanya; kedua, ada latar yang berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh (Sudjiman, 1988: 46). O leh penulis kedua fungsi latar ini dimasukkan dalam analisis struktur dan analisis konflik batin. Fungsi latar dalam analisis struktur digunakan untuk menganalisis latar tempat, sedangkan fungsi yang kedua digunakan penulis untuk membedakan latar yang menyebabkan konflik batin tokoh Basri.

Menurut Nurgiantoro (1995: 27) ada tiga unsur pokok latar yaitu: latar tempat, latar sosial, dan latar waktu.

1 . Latar Tempat

(25)

berupa tempat dengan nama tertentu, misal inisial tertentu, mungkin lokasi berupa tempat-tempat tertentu tanpa nama jelas (Nurgiantoro, 1995: 228).

Pengangkatan suasana kedaerahan, sesuatu yang mencerminkan unsur

local colour, akan menyebabkan latar tempat menjadi unsur yang dominan dalam karya sastra yang bersangkutan. Tempat menjadi sesuatu yang bersifat khas, tipikal, dan fungsional. Namun perlu ditegaskan bahwa sifat ketipikalan daerah tidak hanya ditentukan oleh rincian deskripsi lokasi, melainkan lebih harus didukung oleh sifat kehidupan sosial masyarakat penghuninya (Nurgiantoro, ibid. hlm: 229).

2 . Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berubah kebiasaan hidup, adat istiadat, tra disi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir, dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual (Nurgiantoro, ibid. hlm: 223).

3 . Latar Waktu

(26)

Pengangkatan unsur sejarah ke dalam karya fiksi akan menyebabkan waktu yang diceritakan menjadi bersifat khas, tipikal, fungsional, sehingga tidak dapat digantikan dengan waktu yang lain tanpa mempengaruhi perkembangan cerita yang lain (Nurgiantoro, ibid. hlm: 231).

Menurut penulis latar waktu dalam karya tulis ini digunakan untuk menunjukkan “kapan” waktu terjadinya peristiwa yang berkaitan dengan konflik batin tokoh Basri.

1.5.3 Psikologi Sastra

Psikologi sastra adalah cabang ilmu sastra yang mendekati sastra dari sudut psikologi (Hartoko & B. Rahmanto, 1986: 126). Jadi, penulis berusaha menerangkan permasalahan-permasalahan yang berkaitan erat dengan tokoh Basri yang ada dalam novel KLBM karya Hamsad Rangkuti. Menurut Sukada, (1987: 102) psikologi merupakan ilmu yang dapat membantu memecahkan masalah-masalah kejiwaan.

(27)

Dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra yang menunjuk pada studi mengenai aspek psikologi tokoh-tokoh dalam karya sastra (aspek kedua) penulis hendak menerangkan permasalah-permasalahan yang berkaitan erat dengan konflik batin tokoh Basri.

Penulis menerangkan permasalahan-permasalahan yang berkaitan erat dengan konflik batin tokoh Basri menggunakan pendekatan psikologi Abraham Maslow.

1.5.4 Psikologi Abraham Maslow

Abraham Maslow (1908-1970) dapat dipandang sebagai bapak psikologi humanistik. Psikologi Humanistik ini merupakan psikologi yang meras a tidak puas dengan psikologi behavioristik dan psikoanalisis, dan mencari alternatif psikologi yang fokusnya adalah manusia dengan ciri eksistensinya. psikologi ini kemudian dikenal dengan psikologi humanistik (Misiak dan Sexton dalam Bimo Walgito, 1991:78)

Berdasarkan fokus dari perhatian Abraham Maslow tersebut, dan sehubungan dengan objek permasalahan dari karya tulis ini adalah konflik batin tokoh maka penulis mencoba menerapkan teori bapak psikologi humanistik untuk mengupas struktur intrinsik (tokoh) novel yang dipilih penulis dengan tanpa mempertimbangkan aspek biograf pengarang

(28)

juga mempelajari perilaku yang tidak tampak: mempelajari ketidaksadaran sekaligus mempelajari kesadaran (Walgito, 1991: 79). Hal inilah yang tercermin di kehidupan Basri dalam novel KLBM perilaku yang tampak dan perilaku yang tidak tampak; ketidaksadaran juga kesadaran acapkali juga dilupakan oleh manusia sehingga manusia tersebut masuk ke dalam masalah. Hal tersebut oleh penulis disebut konflik batin yang perlu diselesaikan atau dipenuhi.

Kriteria manusia atau tokoh masuk ke dalam masalah yang disebut konflik batin oleh penulis. Bisa kita lihat dari perilaku manusia tersebut memandang kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi seperti dikemukakan oleh Maslow dalam Ladislaus Naisaban (2004: 278-279), yaitu: (1) kebutuhan fisik; (2) kebutuhan rasa aman; (3) kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki; (4) kebutuhan akan harga diri; (5) kebutuhan aktualisasi diri.

Fungsi kebutuhan-kebutuhan dasar manusia di atas dipakai penulis untuk mendukung penyataan para ahli seperti Daradjat dan Irwanto yang menyatakan batasan tentang seorang tokoh mengalami konflik batin adalah munculnya dua kebutuhan atau lebih yang tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang bersamaan.

(29)

Berkaitan dengan tujuan penelitian ini, kebutuhan dasar manusia menurut Maslow yang akan diuraikan sesuai kebutuhan yang berkaitan dengan konflik batin tokoh Basri. Adapun kebutuhan-kebutuhan itu adalah kebutuhan fisik, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan dicintai dan dimiliki, kebutuhan akan penghargaan serta kebutuhan aktualisasi diri, seperti berikut:

1.5.4.1Kebutuhan fisik

Kebutuhan fisik adalah sekumpulan kebutuhan dasar yang paling mendesak pemuasannya karena berkitan langsung dengan pemeliharaan biologis dan kelangsungan hidup manusia. Kebutuhan-kebutuhan itu adalah kebutuhan akan makan, minum, oksigen, kegiatan, dan istirahat, seks, proteksi dari cuaca yang ekstrem (panas-dingin), dan rangsangan-rangsangan sensoris (Maslow via

Naisaban, 2004: 278-279).

Kebutuhan adalah kebutuhan yang paling dasar, paling kuat, dan paling jelas dari antara sekalian kebutuhan manusia adalah kebutuhannya untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat berteduh, seks, tidur dan oksigen (Goble, 1987: 71).

(30)

Dalam karya tulis ini kebutuhan fisik digunakan penulis untuk melihat kebutuhan tokoh Basri akan makan, minum, tempat berteduh dan lain-lain yang perlu dipenuhinya dalam kehidupan sehari-hari.

1.5.4.2Kebutuhan Akan Rasa Aman

Manusia memiliki beragam kebutuhan, salah satunya adalah akan rasa aman. Kebutuhan ini sungguh perlu dipenuhi setelah kebutuhan lainnya terpenuhi. Menurut Maslow dalam (Koeswara, 1991: 12) kebutuhan akan rasa aman ini adalah sesuatu kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh ketentraman, kepastian, dan keteraturan dari keadaan lingkungannya.

Indikasi lain dari kebutuhan akan rasa aman pada anak-anak adalah ketergantungan. Menurut Maslow, anak-anak akan memperoleh rasa aman yang cukup apabila mereka berada dalam ikatan dengan keluarganya. Sebaliknya, jika ikatan ini tidak ada, maka si anak akan merasa kurang aman, cemas, dan kurang percaya diri, yang akan mendorong si anak untuk mencari area-area hidup di mana dia bisa memperoleh kententraman, dan kepastian atau rasa aman (Koeswara, 1991: 12).

Kebutuhan akan rasa aman biasanya terpuaskan pada orang-orang yang normal dan sehat, maka cara terbaik untuk memahaminya ialah dengan mengamati anak-anak yang mengalami gangguan neurotik (Maslow via Goble, 1987: 73).

(31)

bersifat asing dan tidak diharapkannya. Orang sehat juga menginginkan keteraturan dan stabilitas, namun kebutuhan itu tidak sampai menjadi hidup atau mati seperti pada orang neurotik (Maslow via Goble, 1987: 73).

1.5.4.3Kebutuhan akan Dicintai dan Dimiliki

Kebutuhan akan dicintai dan dimiliki adalah suatu kebutuhan yang mendorong individu untuk mengadakan hubungan afektif atau ikatan emosional dengan individu lain baik dengan sesama jenis maupun lawan jenis, da lam lingkungan keluarga atau lingkungan kelompok dalam masyarakat. Kebutuhan ini muncul dalam bentuk merasa diterima dalam keanggotaan kelompok, mengalami rasa kekeluargaan, persahabatan antar dua orang, kekaguman, dan kepercayaan (Maslow via Naisaban, 2004: 279).

1.5.4.4Kebutuhan Akan penghargaan

(32)

Terpuaskannya kebutuhan akan rasa harga diri pada individu akan menghasilkan sikap percaya diri, rasa berharga, rasa kuat, rasa mampu, dan perasaan berguna. Sebaliknya, frustasi atau terhambatnya pemuasan kebutuhan akan rasa harga diri itu akan menghasilkan sikap rendah diri, rasa tak pantas, rasa lemah, rasa tak mampu, dan rasa tak berguna, yang menyebabkan individu tersebut mengalami kehampaan, keraguan, dan keputusasaan dalam menghadapi tuntutan-tuntutan hidupnya, serta memiliki penilaian yang rendah atas dirinya sendiri dalam kaitannya dengan orang lain. Maslow menegaskan bahwa rasa harga diri yang sehat lebih didasarkan pada prestas i ketimbang prestise, status, atau keturunan. Dengan perkataan lain, rasa harga diri individu yang sehat adalah hasil usaha individu yang bersangkutan. Dan merupakan bahaya psikologis yang nyata apabila seseorang lebih mengandalkan rasa harga dirinya pada opini orang lain ketimbang pada kemampuan dan prestasi nyata dirinya sendiri (Koeswara, 1991: 125).

1.5.4.5Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri

Maslow menandai kebutuhan akan aktualisasi diri sebagai hasrat individu untuk menjadi orang yang sesuai dengan keinginan dan potensi yang dimilikinya. Atau, hasrat dari individu untuk menyempurnakan dirinya melalui pengungkapan segenap potensi yang dimilikinya (Koeswara, 1991: 125).

(33)

individu untuk menyempurnakan dirinya melalui pengungkapan segenap potensi yang dimilikinya (Maslow via Naisaban, 2004: 279).

Maslow juga melukiskan kebutuhan ini sebagai “hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya.” Maslow menemukan bahwa kebutuhan akan aktualisasi diri ini biasanya muncul sesudah kebutuhan akan cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai (Maslow via Goble, 1987: 77).

1.5.5 Konflik Batin Tokoh

Nurgiantoro (1995: 124) membagi konflik menjadi dua kategori, yaitu konflik fisik (internal conflict) dan konflik sosial (external conflict). Konflik eksternal merupakan konflik yang terjadi antara seseorang dengan sesuatu yang ada di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam atau lingkungan manusia. Konflik eksternal dibedakan lagi menjadi konflik fisik dan konflik sosial. Konflik fisik adalah konflik yang disebabkan adanya perbenturan antara tokoh dengan lingkungan alam. Konflik sosial adalah konflik yang disebabkan adanya kontak sosial antarmanusia. Konflik internal adalah konflik yang terjadi di dalam hati, jiwa seorang tokoh cerita atau konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri. Lebih lanjut, penulis akan meneliti konflik jenis ini, khususnya yang dialami oleh tokoh Basri.

(34)

bertentangan satu sama lain, dan tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang sama. Kecemasan merupakan manifestasi dari pertentangan batin (konflik).

Menurut Irwanto (2002) dalam kehidupan sehari-hari, kebutuhan (dorongan) dalam diri seseorang tidak selalu muncul satu demi satu. Seringkali muncul dua atau lebih dorongan (kebutuhan) dalam diri seseorang dalam waktu yang bersamaan ini disebut konflik batin.

Dalam karya tulis ini penulis membutuhkan kejelasan mengenai batasan tentang seorang tokoh mengalami konflik batin atau tida k. Jadi penulis membutuhkan pandangan dari para ahli seperti Daradjat dan Irwanto untuk membantu penulis memberikan batasan tentang seorang tokoh mengalami konflik batin atau tidak sehingga penulis mudah dalam pengerjaan karya tulis ini.

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Pengumpulan Data

Dalam karya tulis ini, pe nulis melakukan pengumpulan data dengan jenis penelitian studi pustaka (library research). Berarti data-data yang berhubungan dengan permasalah. Berasal dari buku-buku referensi yang penulis baca sehingga penulis menemukan jawaban atas permasalahan yang ditemukan.

1.6.2 Pendekatan

(35)

Struktur novel KLBM yang dianalisis, yaitu: unsur tokoh, alur, latar, serta jalinan antarunsur. Pendekatan lain yang digunakan penulis yaitu pendekatan psikologi Abraham Maslow . Pendekatan ini digunakan untuk menjelaskan konflik batin tokoh Basri dalam novel KLBM karya Hamsad Rangkuti. Menurut Goldman via

Teeuw (1983: 152), studi karya sastra harus dimulai dengan analisis struktural. Langkah ini tidak boleh ditiadakan atau dilampaui, sedangkan pendekatan psikologi dapat mengungkapkan karya sastra sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini mendeskripsikan konflik batin yang dialami tokoh Basri dalam novel KLBM karya Hamsad Rangkuti.

1.6.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif diartikan sebagai prosedur pemecaha n masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan atau melukiskan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Untuk memberikan bobot yang lebih tinggi pada metode ini, maka fakta yang ditemukan harus diberi arti. Fakta atau data yang terkumpul harus diolah dan ditafsirkan (Nawawi dan H. Mini Martini, 1994: 73).

(36)

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik merupakan penjabaran dari metode dalam sebuah penelitian, yang disesuaikan dengan nilai dan sifat (Sudaryanto, 1993: 26). Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik catat dengan kartu. Teknik catat dig unakan oleh penulis untuk mencatat data-data yang merupakan bagian dari keseluruhan novel

KLBM yang berkaitan dengan masalah di atas. Setelah data yang berkaitan dengan permasalahan diperoleh, kemudian data tersebut diklarifikasi sebelum akhirnya dianalisis berdasarkan teori yang digunakan yaitu psikologi sastra dari Abraham Maslow.

1.7 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel karya Hamsad Rangkuti.

Judul buku : Ketika Lampu Berwarna Merah

Penerbit : PT Kompas Media Nusantara Kota terbit : Jakarta

Tahun terbit : 2001 Cetakan : Pertama Halaman : 210 Halaman.

1.8 Sistematika Penyajian

(37)

dapat dirinci sebagai berikut. Bab satu merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian, sistematika penyajian, dan sumber data. Bab dua berisi analisis unsur-unsur intrinsik seperti: tokoh, alur, latar, dan jalinan antarunsur dalam novel

(38)

24

2.1 Tokoh

Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa. Dalam novel KLBM ini terdapat tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh prota gonis dalam novel KLBM ini adalah Basri. Sedangkan tokoh antagonis adalah Pipin, Manan, Kusni, Tom, Minto, Sukri, Yanto, Ibu Pipin, Kakak Pipin, Tukang Warung, Mustafa, Kartijo, Margono, Surtini, Carik Basuki, Penduduk, Tetangga Kartijo, Pedagang Martabak, Sutrisno, Nyonya dan Suaminya, dan seterusnya. Dalam penelitian ini tokoh antagonis yang akan dianalisis hanya tokoh Pipin, Sulistinah, dan Kartijo yaitu tokoh yang mempunyai kaitan dengan tekanan batin yang dialami oleh tokoh protagonis. Berikut pemaparan unsur tokoh dalam novel KLBM.

2.1.1 Tokoh Protagonis

(39)

Basri adalah seorang pengemis yang mempunyai banyak teman. Diceritakan oleh pengarang, Basri dan teman-temannya tergolong anak-anak karena umur mereka yang masih muda belia. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(1) Di trotoar itu ada delapan orang anak pengemis sekitar sepuluh dan lima belas tahun (hlm: 3).

Pertemanan mereka diawali sejak “kapan” pengarang tidak menuliskannya. Basri cukup baik menjalani pertemanannya sesama pengemis. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(2) Lalu anak yang berteriak belum makan pagi itu cepat-cepat menggendong anak yang berkaki satu itu. Dari dalam gendongannya dia menyodorkan bagian kaki yang buntung itu ke deka t kaca mobil yang terhenti (hlm: 4).

Dengan gambaran di atas tadi seolah-olah Basri memanfaatkan temannya yang cacat itu. Tidak seperti itu rupanya sifat Basri. Ia tokoh yang tahu berterimakasih kepada temannya dengan menolong Pipin dibelikan martabak. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(3) Basri pergi membeli martabak untuk Pipin (hlm: 30).

Di sinilah keraguan Basri sebagai pengemis terlihat. Dia ragu ketika hendak membeli martabak. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(40)

dianggap pengemis tidak layak membeli martabaknya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(5) ”Kau memesan martabak dengan dua butir telur? Apakah kau hendak be rolok-olok? Jangan ganggu aku. Ini uang dua puluh lima rupiah. Aku sedang menyiapkan empat belas porsi.” (hlm: 39).

(6) ”Saya sungguh-sungguh.”

“Tidak pernah ada pengemis membeli martabak. Aku tidak menjual martabak untuk pengemis.” (hlm: 40).

Basri menceritakan perasaannya pada teman-temannya. Betapa ia merindukan kampung halaman, ayah dan ibunya. Dengan menceritakan Basri boleh merasa lega. Tetapi, rasa rindunya belum selesai karena ia harus pulang namun tidak bisa. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(7) ”Aku tidak tahu bagaimana untuk pulang. Mengapa mereka tidak mencariku?” (hlm: 62).

(8) “Aku sudah berada di kaki monumen itu. Seharusnya aku sudah puas. Aku sudah bisa meraba batu itu di pelatarannya dengan jari-jariku. Aku sudah menyentuhnya. Seharusnya aku sudah pulang.” (hlm: 62)

Basri adalah penolong bagi Sulistinah. Kejadiannya ketika ia menolong Sulistinah kaka k Pipin yang beranjak dewasa dibawa laki-laki tidak dikenal. Saat itu terjadi pertengkaran antara Basri dengan laki-laki tak dikenal. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(41)

hilang menjadi puncak dari akhir cerita ini, yaitu saat Basri bertemu dengan ayahnya. Terjadi pergolakan yang luar biasa dalam diri Basri ketika dirinya hendak diajak Kartijo ayahnya pergi bersama “Ibumu, ayah, dan penduduk desa kita, Karanglo, akan berangkat malam ini ke Sitiung. Kita semua dipindahkan pemerintah ke Sumatera. Desa kita akan dijadikan waduk. K ita akan membuka daerah baru di Sitiung. Ibumu ada di atas kapal. Kita akan berangkat malam ini.” (hlm: 192). Hal itu membuat hati Basri bingung (tertekan).

Basri menolak ikut bersama ayahnya pergi dengan alasan-alasan tertentu. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(10) ”Saya tidak bisa meninggalkan mereka. Mereka yatim piatu. Mereka telah terlanjur saya anggap sebagai adik-adik sendiri. Saya tidak bisa ikut, Ayah.” (hlm: 192-193)

Karena desakan ayahnya Basri terluka hatinya sampai ia meneteskan air mata. Hal ini terlihat dalam kutipan be rikut:

(11) Basri menangis melihat emper toko itu. Dia seperti melihat dirinya kembali tidur bersama anak gadis itu. Terbayang semua teman-temannya. Dia sudah tidak dapat menahan rasa harunya. Semua penderitaan itu menjadi kenangan manis yang dia rasakan pada saat-saat seperti itu (hlm: 195).

Untuk menyembuhkan perasaannya yang hancur karena harus berpisah dengan teman-teman yang telah dianggapnya adik. Basri memohon kepada Kartijo ayahnya untuk membawa Pipin dan kakaknya, Sulistinah. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(42)

Sulistinah bersama ayah dan ibunya. Namun, timbul penderitaan pada diri Sulistinah karena adiknya Pipin tidak ikut serta bersama mereka.

Dari kutipan-kutipan 1-12 di atas terlihat tokoh Basri adalah seorang pengemis dengan banyak teman. Ia masih anak-anak. Kehidupan Basri diwarnai oleh suka dan duka yang dirasakan bersama dengan teman-temannya. Suka ketika dirinya mengalami kesulitan, temannya Pipin mau menolongnya meminta -minta. Dukanya ketika Basri harus menerima olokkan dari pedagang martabak dan harus terluka kepalanya ketika menolong Sulistinah. Terlebih lagi harus dipisahkan dari orang-orang terdekatnya. Tetapi semuanya berakhir dengan kebahagiaan karena bisa pergi bersama Sulistinah, ayah, dan ibunya.

2.1.2 Tokoh Antagonis

Tokoh antagonis adalah tokoh yang kehadiran atau pemunculannya di dalam sebuah cerita lebih sedikit, namun kehadiran tokoh antagonis akan sangat mendukung tokoh protagonis. Jadi, tokoh antagonis adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam sebuah cerita.

Pemunculan tokoh antagonis dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak diperhitungkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh protagonis secara langsung ataupun tidak langsung.

(43)

antagonis yang akan dianalisis dibatasi pada tokoh Pipin, Sulistinah, dan Kartijo karena tokoh inilah yang relevan dengan penelitian ini. Tokoh ini pulalah yang mempunyai kaitan erat dengan ketertekanan batin tokoh Basri.

2.1.2.1Pipin

Pipin adalah teman Basri. Profesinya sama dengan Basri yaitu sebagai pengemis. Ia menderita cacat pada salah satu kakinya karena kecelakaan yang dialaminya. Hal ini terlihat dalam kut ipan berikut:

(13) Di antara anak-anak itu seorang di antara mereka, anak yang terkecil dari mereka, menderita cacat fisik pada kakinya (hlm: 3).

Pengarang menceritakan dengan cacat kakinya itu Pipin sebagai teman bisa membantu Basri memperoleh uang dengan cara mengiba kepada para pengendara yang kendaraannya terhenti karena lampu lalu lintas berwarna merah. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(14) Kaki yang cacat itu menjadi modal utama untuk anak-anak itu mengemis. Kaki yang buntung itu telah menarik rasa iba orang yang melihatnya (hlm: 3).

Pipin diceritakan memiliki ibu yang sedang sakit. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(15) "Ibuku sakit. Dia tidak turun mengemis hari ini, "kata anak yang berkaki satu itu.

"Dimana dia berbaring?"

(44)

itu?”

“Dia tidak mengemis hari ini.” kata Pipin. “Tadi malam kepalanya terluka.”

“Apakah mungkin dia anakku?” tanya Kartijo kepada Sutrisno. “Mungkin lebih baik kita lihat saja.”

“Di mana dia sekarang?”

“Di belakang tembok gudang beras. Kakakku menungguinya,” kata Pipin.

“Bisakah kalian menunjukkannya?”

“Bisa. Saya akan menunjukkannya. Kakak perempuanku merawatnya.” (hlm: 189)

Pipin diceritakan pengarang sebagai yatim piatu setelah ibu bapaknya meninggal. Pipin oleh Basri dianggap sebagai teman sekaligus adik yang tidak bisa ditinggalkan. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(17) "Saya tidak bisa meninggalkan mereka. Mereka yatim piatu. Mereka telah terlanjur saya anggap sebagai adik-adik sendiri. Saya tidak bisa ikut, Ayah." (hlm: 193)

Dari kutipan 13 sampai 17 di atas terlihat bahwa tokoh Pipin adalah teman Basri yang berprofesi sama, yaitu pengemis. Ciri fisik Pipin adalah menderita cacat pada salah satu kakinya yang dijadikan modal bagi dirinya dan teman-temannya mengemis. Pipin diceritakan memiliki ibu yang sedang sakit. Pipinlah yang pertama kali memberitahu keadaan Basri kepada Kartijo. Pipin dianggap teman sekaligus adik oleh Basri setelah dirinya menjadi yatim piatu karena ditinggal mati ibu bapaknya yang sakit tak tertolong.

2.1.2.2Sulistinah

(45)

berkaki satu itu.

“Di mana ia berbaring?”

“Di belakang tembok gudang. Kakakku menjaganya.” (hlm: 70) Ternyata ibu Sulistinah mengalami sakit yang cukup parah, karenanya Sulistinah yang merawatnya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(19) Anak gadisnya yang duduk di dekat wanita itu, sesekali mengibaskan kertas mengusir lalat-lalat itu (hlm: 98).

Sulistinah bukanlah wanita dewasa, melainkan gadis berusia belasan tahun. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(20) Di sebelah wanita itu berbaring seorang anak berumur dua belas tahun duduk memandanginya. Dia seorang anak wanita, anak gadis wanita itu (hlm: 99).

Karena sakit yang dideritanya, ibu Sulistinah pada akhirnya meninggal. Dan ini menyebabkan Sulistinah sebatangkara. Hidup tanpa ayah dan ibu yang tinggal hanya seorang adik dengan keadaan cacat. Oleh karenanya, mere ka membutuhkan perlindungan. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(21) Sejak ibu mereka meninggal, Basri bertindak sebagai pelindung Sulistinah dan Pipin (hlm: 155).

Dan mulai saat itulah Sulistinah masuk ke dalam kehidupan Basri. Hubungan mereka seakan tid ak bisa dipisahkan. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(22) Mereka pergi ke mana-mana seolah Basri adalah kakak lelaki kedua anak itu. Mereka tidur di emper toko kalau malam tiba. Dan mengemis di perempatan lampu lalu lintas pada siang hari (hlm: 155).

(46)

memandangnya. Apalagi di tempat dia tinggal selalu berjalan hukum rimba (hlm: 155-156).

Berarti hidup Sulistinah menjadi beban yang sangat berat bagi Basri. Untuk memperingan beban yang ditimpakan Sulistinah pada Basri, Sulistinah tidak pernah mau pergi jauh dari Basri. Dia merasa Basri seperti abangnya sendiri sekaligus sebagai pelindungnya. Dia tidak pernah mau jauh dari sisi anak laki-laki itu (hlm: 191).

Hal lain yang dilakukan Sulistinah untuk memperingan beban yang ditanggung Basri ialah Sulistinah bersedia berpisah dengan pelindungnya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(23) ”Ayahmu benar, Basri. Kau harus ingat masa depanmu. Tinggalkan kami.” (hlm: 193)

(24) ”Kau harus pulang kepada ibumu, Basri. Jangan kau turutkan perasaanmu terhadap kami. Biarkan kami. Ikutlah bersama ayahmu. Mereka telah lama merindukanmu.” (hlm: 193)

Di saat Basri hendak diajak pergi oleh Kartijo. Basri memohon Sulistinah untuk dibawa serta pergi bersamanya. Mendengar permohonannya Kartijo mengabulkan permohonan anaknya. Tetapi, Sulistinah tidak bersedia ikut kalau adiknya, Pipin. Tidak dibawa serta. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(25) ”Tidak. Tidak.” Katanya. “Tidak. Aku tidak bisa meninggalkan adikku. Pipin harus dibawa juga Basri.” (hlm: 199).

Tindakkan Sulistinah ternyata tidak diindahkan oleh adiknya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(47)

Sulistinah tidak sadar kalau tindakkannya itu membuat Basri tertekan. Dirinya terus menekan Basri dengan mulai menangis di hadapan teman sekaligus kakak yang melindunginya dan adiknya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(27) ”Janganlah biarkan Pipin bersama mereka. Bawa serta dia Basri.” Sulistinah mulai menangis kembali (hlm: 201).

Sulist inah tidak bisa menghentikan tangisnya, sedangkan Pipin telah jauh dibawa pergi oleh teman-temannya. Basri harus tetap pergi bersama ayahnya, karena waktu yang tidak memungkinkan mengejar Pipin. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(28) ”Tidak mungkin mengejar mereka. Aku tidak berhasil mendapatkan anak itu. Sekarang kita berangkat. Waktu tidak ada lagi untuk mengejarnya.” (hlm: 203)

(29) Anak perempuan itu menangis. Tetapi mereka naik ke atas mobil itu, dan dengan cepat meluncur meninggalkan emper toko itu (hlm: 203).

Hingga akhir cerita Sulistinah tidak bisa menahan kesedihannya untuk berpisah dengan adiknya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(48)

Sulistinah terus menambah tekanan batin tokoh Basri tanpa disadari dirinya dengan terus menangis, meminta adiknya dibawa serta pergi bersamanya.

2.1.2.3Kartijo

Kartijo adalah ayah Basri. Dialah yang mencari anaknya ke Jakarta setelah mendapat berita dari tetangganya yang pernah pergi ke Jakarta. Ada di antara tetangga Kartijo yang pernah pergi ke Jakarta menceritakan kepada Kartijo dan Surtini, bahwa mereka melihat anak laki-laki itu bergabung di antara pengemis di perempatan lampu lalu lintas (hlm: 24).

Dengan berbekal sedikit informasi itu, Kartijo pergi ke Jakarta mencari anaknya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(31) Setelah mereka mendengar berita itu, Kartijo menjual semua perabot rumah mereka dan Kartijo pergi ke Jakarta untuk mencari Basri, anaknya (hlm: 24).

Pencarian Kartijo di Jakarta tidak sia-sia. Ia bertemu dengan anaknya, Basri di belakang sebuah gudang beras. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(32) Basri menoleh ke mulut gang tembok. Dia melihat Pipin digendong seorang lelaki setengah tua. Dia berdiri dari atas batu itu. Dia kaget melihat orang itu. “Sulistinah, orang itu ayahku. Dia datang menjemputku.” (hlm: 191).

Setelah bertemu dengan anaknya yang telah pergi dari rumah dan berpisah selama satu tahun. Kartijo langsung menyampaikan tujuan dirinya mencari Basri. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(49)

Kita akan berangkat malam ini.” (hlm: 192).

Kartijo sebagai ayah mulai mendesak anaknya agar mau ikut bersamanya, karena bila tidak Kartijo dan Basri akan tertinggal kapal. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(34) Kartijo menangkap erat tangan Basri. Dia mulai menunjukkan kewibawaannya sebagai seorang ayah. Dia harus cepat bertindak. Anak ini harus disadarkan secara paksa. Dan Kartijo telah melakukan itu (hlm: 194).

Kartijo adalah seorang ayah yang tegas bagi Basri. Hal ini dilakukannya karena ia tidak mau kehilangan anaknya. Ia tetap diam waktu Basri memohon pada dirinya untuk berpamitan dengan teman-temannya, ketika Basri meminta supaya Sulistinah dibawa serta. Hal ini terlihat dalam kutipan ber ikut:

(35) ”Bolehkah aku mengucapkan selamat tinggal untuk mereka ayah? Basri lama hidup bersama mereka. Basri tidak ingin perpisahan ini dilakukan secara terpaksa. Kami pasti tidak akan bertemu lagi. Biarkanlah saya menyalami mereka. Biarkanlah saya mencium kening-kening mereka. Mereka anak yatim piatu. Mereka anak yang terlunta -lunta. Tolonglah biarkan Basri mengucapkan selamat berpisah untuk kali yang terakhir, Ayah.” Tetapi Kartijo tidak menjawab. Lampu masih berwarna merah (hlm: 195).

(36) ”Maukah kau ikut bersamaku Sulistinah? Bawalah dia bersama kita, Ayah. Bawalah mereka.”

Kartijo diam mendengar kata-kata anaknya (hlm: 197).

(37) ”Turutlah bersama kami Sulistinah. Ibu pasti suka menerimamu. Bawalah mereka Ayah. Mereka belum sempat menikmati kasih sayang orang tua mereka. Bawalah mereka. Tempat yang baru Ayah katakan itu tentu memerlukan juga tenaga mereka. Bawalah mereka Ayah. Kartijo masih saja diam mendengar permintaan anaknya (hlm: 198).

(50)

perempuan itu: kurus, kotor, rambut yang berserakan ditiup angin menutup sebagian mukanya. Benar, anak itu masih memerlukan kasih saya ng orang tua.

“Bawalah dia!” kata Kartijo mengambil keputusan (hlm: 198). (39) ”Berangkatlah kau, Sulistinah. Ini kesempatan yang baik

untukmu, jangan pikirkan aku. Aku tidak boleh memberati beban mereka. Tinggalkan aku. Biarkan aku hidup bersama teman-teman di Jakarta. Pergilah!” Kartijo tidak kuat melihat peristiwa itu. Dia ambil keputusan yang lain. “Bawalah serta adikmu. Kita akan merawatnya di daerah pertanian itu.” (hlm: 199).

Dari kutipan 31 sampai 39 di atas dapat disimpulkan Kartijo adalah ayah

Basri yang berusaha mencari anaknya di Jakarta setelah dirinya diberi informasi oleh tetangganya. Kartijo di Jakarta berhasil bertemu Basri anak yang dicarinya. Sebagai seorang ayah, Kartijo harus mendesak anaknya yang tidak mau diajak pergi bersamanya, karena sikap anaknya Kartijo berbuat tegas kepada Basri. Namun, lemah ketika dirinya berhadapan dengan Sulistinah dan adiknya, Pipin.

2.2 Alur

(51)

atau tokoh tambahan terdiri atas awal, tengah, dan akhir:

2.2.1 Paparan

Di bagian ini pengarang menyajikan tokoh Basri sebagai pengemis yang berumur muda. Basri tidak sendirian melainkan bersama beberapa teman seprofesinya. Pengarang juga menyajikan bagian-bagian yang terlihat dari pada pengemis serta kebiasaan-kebiasaan mereka. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(40) Di trotoar itu ada delapan orang anak-anak pengemis berumur sekitar sepuluh dan lima belas tahun. Mereka kotor bagaikan sampah. Mereka pada saat ini sedang duduk-duduk di atas trotoar ditimpa panas pagi membiarkan lampu berwarna hijau. Ada satu di antara mereka berdiri menyandar pada pagar gedung bertingkat. Mereka memandang mobil-mobil yang melintas, dan sementara menunggu lampu lalu lintas itu menjadi merah, kedelapan anak-anak yang mengemis itu seolah sedang beristirahat dari tugas mengemis (hlm:3).

Basri diceritakan memiliki teman yang menderita cacat fisik pada kakinya. Hal ini ter lihat dalam kutipan berikut:

(41) Di antara anak-anak itu seorang di antara mereka, anak yang terkecil dari mereka, menderita cacat fisik pada kakinya (hlm: 3).

Pengarang memperkenalkan Basri kepada pembaca sebagai pengemis yang menggantungkan diri pada Pipin untuk membantunya mengemis. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(52)

Basri setelah menerima uang dari Pipin setelah dirinya berhasil menggendong temannya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(43) Anak yang baru saja menerima uang pergi ke warung nasi di ujung jalan sempit di daerah perkampungan. Ia memesan nasi dengan kuah sayur dan sepotong tahu goreng (hlm: 5).

Selebihnya pada bagian awal (paparan) pengarang menyajikan tentang percakapan Basri dengan teman-temannya mengenai orang tua Pipin, makanan yang belum pernah mereka makan. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(44) ”Biasanya ibumu menjemputmu untuk makan bersama. Mengapa kali ini kau akan bersama kami?” kata satu di antara anak-anak itu kepada anak yang berkaki satu itu.

“Ibuku sakit. Dia tidak turun mengemis hari ini.” Kata anak yang berkaki satu itu. (hlm: 7)

(45) ”Kau kepingin apa? Masa kau tidak menginginkan makanan yang belum pernah kau makan. Ingat-ingatlah. Biar kita semua memakan makanan yang kita idam-idamkan malam ini.” Kata anak yang bernama Basri (hlm: 9).

Dari kutipan 40 sampai 45 di atas dapat disimpulkan bahwa paparan berisi tentang siapa Basri sesungguhnya, teman-teman Basri, apa saja yang dilakukan Basri sebagai pengemis dan percakapan Basri dengan teman-temannya.

2.2.2 Rangsangan

(53)

sewaktu dirinya masih tinggal di Desa Karanglo bersama ayah dan ibunya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(46) Sedang anak laki-lakinya yang terkecil bepergian dari rumah mereka sejak setahun yang lalu ketika anak itu tertarik melihat gambar monumen nasional terpampang menghiasi tanggalan di dinding rumah mereka. Anak itu terpengaruh dengan keramaian kota Jakarta yang dia lihat lewat layar televisi di halaman kantor kelurahan (hlm: 23).

Dari kutipa n 46 di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang merangsang Basri menjadi seorang pengemis adalah gambar monumen nasional yang terpampang menghiasi tanggal di dinding rumahnya dan keramaian kota Jakarta yang dia lihat di layar televisi di halaman kantor ke lurahan.

2.2.3 Gawatan

Gawatan yang ada dalam novel KLBM karya Hamsad Rangkuti mengacu pada informasi tentang Basri di Jakarta yang diceritakan tetangga Kartijo pada dirinya dan isterinya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(47) Ada di antara tetangga Kartijo yang pernah pergi ke Jakarta menceritakan kepada Kartijo dan Surtini, bahwa mereka melihat anak laki-laki itu bergabung di antara pengemis di perempatan lampu lalu lintas (hlm: 24).

(54)

tiba-tiba Surtini berkata begitu.”

“Kurasa, dua kali mencarinya sudah cukup.”

“Cobalah cari sekali lagi. Carilah untuk kali terakhir sebelum kita meninggalkan kampung halaman kita.” (hlm: 25)

Usaha Surtini membuahkan hasil. Permohonannya, dikabulkan Kartijo. Ditunjukkan dengan kepergian Kartijo ke Jakarta mencari Basri. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(49) ”Dengan uang itu aku akan pergi ke Jakarta mencari Basri?” “Ya, carilah Basri untuk kali yang terakhir.” (hlm: 25)

Dari kutipan 47 sampai 49 di atas dapat disimpulkan bahwa tahap gawatan berisi tentang usaha pencarian Basri yang dilakukan Kartijo berkat informasi dan dorongan dari isterinya. Walau, dalam usaha pencariannya ke Jakarta Kartijo pernah mengalami kegagalan. Namun, Kartijo kembali lagi berusaha mencari Basri. Semua itu berkat dorongan isterinya.

2.2.4 Tikaian

Pada tahapan ini penulis menangkap ada 2 tikaian yang terjadi dalam diri Basri. Pertama antara Basri dengan pedagang martabak. Hal ini terjadi waktu Basri hendak membeli martabak. Kedua antara Basri dengan laki-laki tidak dikenal. Hal ini terjadi waktu Basri menolong Sulistinah yang sedang tidur mau diperkosa oleh laki-laki yng tidak dikenal. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(50) ”Pak saya pesan satu martabak dengan dua butir telur.” Basri merasa lega bisa mengucapkan kalimat itu.

“Kau memesan martabak dengan dua butir telur? Apakah kau hendak berolok-olok? Jangan ganggu aku. Ini uang dua puluh lima rupiah. Aku sedang menyiapkan empat belas porsi.”

(55)

lain sudah selesai memesan. Tetapi saya lihat orang terus-menerus memesannya. Jadi saya pesan sekarang. Satu martabak dengan dua telur.”

“Kau jangan berolok-olok. Pergi sana!” “Saya sungguh-sungguh .”

“Tidak pernah ada pengemis membeli martabak. Aku tidak menjual martabak untuk pengemis!” (hlm: 39-40).

(51) Orang itu melangkah di antara gelandangan yang sedang tidur nyenyak. Tetapi dia menginjak borok gelandangan yang sedang dilintasinya. Orang itu memekik karena injakkan itu. Sulistinah terkejut dalam gendongan lelaki itu. Basri terjaga mendengar itu. Dia melihat Sulistinah digendong laki-laki yang tidak dikenalnya. Dia bangun dan melompat menerkam laki-laki itu. Tetapi dia menghunus pisaunya. Basri menerkam pisau yang terhunus itu dan mengenai bagian kepalanya (hlm: 157).

Dari kutipan 50 dan 51 di atas dapat disimpulkan bahwa tikaian yang dialami Basri, berakar dari kebaikan dirinya kepada temannya. Pertama, Basri hendak membalas budi kepada Pipin dengan cara membelikan makanan yang diinginkan temannya. Yang kedua, atas desakan dirinya ia bersikap sebagai pelindung Sulistinah sejak ditinggal ibunya yang meninggal karena sakit. Hal ini menyebabkan kepala Basri terluka waktu menolong Sulistinah.

2.2.5 Rumitan

Menurut penulis adalah tahapan yang terjadi sebelum klimaks, yaitu petunjuk yang diberikan Pipin pada Kartijo untuk bisa bertemu dengan anaknya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(52) ”Kami punya teman bernama Basri. Apakah Basri teman kami itu yang bapak maksud?”

“Aku telah lama mencari Basri. Di mana Basri teman kalian itu?”

(56)

“Di mana dia sekarang?”

“Di belakang tembok gudang beras. Kakakku menungguinya,” kata Pipin.

“Bisakah kalian menunjukkannya?”

“Bisa. Saya akan menunjukkannya. Kakak perempua nku merawatnya.” (hlm: 189).

Dari kutipan 52 di atas dapat disimpulkan bahwa Pipinlah petunjuk bagi Kartijo tentang keberadaan Basri sebagai anak yang dicari-cari orang tuanya. Tahapan ini terjadi agar tahapan klimaks bisa terjadi dengan baik, karena menurut penulis tahapan rumitan dibuat untuk menjembatani sebuah cerita menuju pada klimaks.

2.2.6 Klimaks

Menurut penulis klimaks adalah tahapan yang menjadi puncak dari konflik batin tokoh Basri. Kejadiannya diceritakan pengarang ketika seorang ayah bertemu dengan anaknya di belakang sebuah tembok gudang beras. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(53) Basri menoleh ke mulut gang tembok. Dia melihat Pipin digendong seorang lelaki setengah tua. Dia bediri dari atas batu itu. Dia kaget melihat orang itu (hlm: 191).

Setelah mengawalinya dengan pertemuan ayah dengan anaknya. Di sinilah konflik batin Basri memuncak, yaitu saat Kartijo mengajak Basri pergi ke daerah baru di Sitiung Sumatera. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(54) ”Kita tidak boleh lama-lama Basri. Kita harus berangkat sekarang. Ibumu menunggu di kapal.” (hlm: 192)

(57)

Dari kutipan 53 sampai 55 di atas dapat disimpulkan bahwa konflik batin Basri terjadi melalui tahapan yang dimulai dengan pertemuan ayah dengan anak, lalu diikuti dengan ajakkan Kartijo agar Basri mau ik ut bersamanya ke Sitiung. Namun, ajakkan Kartijo ditolak oleh Basri, karena menurutnya Sulistinah dan Pipin sudah menjadi bagian dalam hidupnya.

2.2.7 Leraian

Tahapan leraian terjadi ketika teman-teman Basri membawa lari Pipin, atas permintaan Pipin yang perduli dengan masa depan teman-tema nnya. Karena, menurut Pipin tanpa dirinya siapa yang akan digendong teman-temannya waktu mengemis. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(56) ”Ambillah aku teman-teman. Jangan biarkan aku dibawa mereka. Kalian tidak bisa tanpa aku. Tinggalkan aku Basri. Cepatlah berangkat. Biarkan aku bersama teman-teman, Sulistinah. Berangkatlah.” (hlm: 200)

(57) Anak-anak itu membawa lari anak yang cacat itu (hlm: 202). Dari kutipan 56 dan 57 di atas dapat disimpulkan bahwa tahap leraian terjadi ketika Pipin dibawa lari oleh teman-temannya. Tindakan yang dilakukan anak-anak itu diambil karena mereka tersadar dengan kata -kata yang diucapkan Pipin tentang siapa yang akan digendong mereka waktu mengemis.

2.2.8 Selesaian

(58)

menuju daerah yang jarang penduduknya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: (58) Di atas kapal “Bengawan” yang bergerak, Surtini mendekap

anaknya. Dia menangis di atas kepala anak itu. Dia tidak hiraukan orang menontonnya. Dia tidak hiraukan bau kemelaratan yang melekat pada tubuh anaknya. Dia mendekap kepala anak itu di dadanya. Dia meneteskan air matanya dan membasahi kepala anak itu. Kemudian matanya memandang Sulistinah. Anak perempuan itu berdiri goyah berpegang pada dinding. Dalam waktu yang singkat, Kartijo menceritakan tentang anak perempuan itu. Surtini memperhatikannya. Telinganya mendengarkan cerita suaminya. Kemudian dia mengeluarkan kedua tangannya. Sulistinah melepas pegangannya. Dia berjalan terhuyung-huyung oleh ayunan kapal. Dia menabra k Surtini dan menangis di dalam pelukan wanita itu. Surtini mengusap rambut yang kotor. Baginya, mungkin, seperti yang biasa dirasakannya pada saat itu, kehadiran Sulistinah di tengah-tengah keluarganya tidaklah merupakan beban, tetapi merupakan teman seiring untuk mencoba hidup baru di daerah pemukiman itu (hlm: 209). Dari kutipan 58 di atas dapat disimpulkan bahwa tahap selesaian adalah tahap akhir dari sebuah cerita yang ada dalam karya sastra. Berisi akhir dari konflik batin Basri digantikan dengan suasana haru di atas kapal Bengawan.

(59)

sorot balik.

2.3 Latar

Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra. Fungsi latar itu di antaranya memberi informasi situasi sebagaimana adanya. Di samping itu, ada latar yang berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh.

2.3.1 Latar Tempat

Latar tempat menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan pada sebuah karya fiksi karena fungsi latar di antaranya memberi informasi situasi (ruang dan tempat) sebagaimana adanya. Latar tempat di dalam novel ini dibagi menjadi beberapa tempat.

2.3.1.1Perempatan Lampu Lalu Lintas

(60)

berikut:

(59) Ada di antara tetangga Kartijo yang pernah pergi ke Jakarta menceritakan kepada Kartijo dan Surtini, bahwa mereka melihat anak laki-laki itu bergabung di antara pengemis di perempatan lampu lalu lintas (hlm: 24).

2.3.1.2Pedagang Martabak Dekat Restoran Can Nyan di Jalan Sabang

Di tempat inilah Basri memesan martabak yang diminta temannya, Pipin. Di tempat ini pula Basri mendapatkan hinaan dari seorang penjual martabak, karena menurut penjual martabak seorang pengemis tidak pernah membeli martabak. Hinaan yang ditujukan kepada Basri oleh seorang penjual martabak, disertai dengan sikap merendahkan pekerjaan orang lain dan menganggap pekerjaan dirinya lebih mulia. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(60) ”Kau memesan martabak dengan dua butir telur? Apakah kau hendak berolok-olok? Jangan ganggu aku. Ini uang dua puluh lima rupiah. Aku sedang menyiapkan empat belas porsi.” (hlm: 39)

(61) ”Tidak pernah ada pengemis membeli martabak. Aku tidak menjual martabak untuk pengemis!” (hlm; 40)

2.3.1.3Monumen Nasional

(61)

puas. Aku sudah bisa meraba batu itu di pelatarannya dengan jari-jariku. Aku sudah menyentuhnya. Seharusnya aku sudah pulang.” (hlm: 62)

2.3.1.4Panggung Orkes

Tempat yang dikunjungi Basri bersama dengan tema n-temannya. Anak itu rupanya belum hendak pulang. Mereka masih ingin menghibur diri dengan meliuk-liukkan tubuh mereka mengikuti irama joget (hlm: 70). Sewaktu Basri dan teman-temannya sedang asik berjoget terjadilah pertarungan antar geng. Pertarungan itu menyebabkan salah satu teman Basri meninggal dunia. Kematian teman Basri di tempat ini tidak diketahui Basri. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(63) Dan ketika mereka menyeberangi pintu kereta, baru anak-anak itu menyadari bahwa Mana n tidak ikut dengan mereka. Anak-anak itu tidak tahu bahwa Manan baru saja melintas di depan mereka, terbujur kaku di dalam mobil ambulans rumah sakit Dokter Cipto. Sebuah peluru bersarang di dadanya (hlm: 88).

2.3.1.5Belakang Tembok Gudang Beras

“Di belakang tembok gudang beras kakakku menungguinya,” kata Pipin (hlm: 189). Dari pernyataan Pipin, akhirnya seorang ayah berhasil menemukan tempat di mana anaknya berada. Tempat yang akan menjadi saksi pertemuan seorang ayah dengan anaknya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(64) Basri menoleh ke mulut gang tembok (hlm: 191).

(62)

Tempat perpisahan antara Basri dengan teman-temannya yang selama ini hidup bersama dengannya baik suka maupun duka. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(66) Basri meletakkan Pipin di atas lantai emper toko. Dia menghampiri temannya satu persatu.

“Aku dijemput ayahku. Aku terpaksa meninggalkan kalian Sulistinah dan Pipin kubawa serta, kami akan berlayar ke Sumatera. Ini ayahku!” (hlm: 200).

2.3.1.7Di Atas Kapal “Bengawan”

Kapal inilah yang nantinya akan mengantarkan keluarga Kartijo dan seluruh penduduk Desa Kara nglo menuju Sumatera. Di atas kapal Bengawan adalah tempat pertemuan antara anak dan ibunya. Sekaligus tempat yang menjadi akhir dari cerita, karena semua masalah telah terselesaikan. Seorang anak yang hilang kini telah kembali kepada orang tuanya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(67) Di atas kapal “Bengawan” yang bergerak Surtini mendekap anaknya. Dia menangis di atas kepala anak itu. Dia tidak menghiraukan orang menontonnya. Dia tidak menghiraukan bau kemelaratan yang melekat pada tubuh anaknya. Dia mendekap kepala anak itu di dadanya. Dia meneteskan air matanya dan membasahi kepala anak itu (hlm: 209).

(63)

tujuan Basri waktu dirinya pergi dari rumahnya. Panggung orkes adalah tempat Manan, teman Basri meninggal dunia karena sebuah pertarungan. Bela kang tembok gudang beras adalah tempat pertemuan Basri dengan ayahnya, Kartijo. Emper toko adalah tempat perpisahan Basri dengan teman-temannya. Dan yang terakhir di atas kapal “Bengawan” adalah tempat pertemuan Basri dengan Ibunya, Surtini.

2.3.2 Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “Kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan pada sebuah karya fiksi. Semua akan ditunjukkan penulis dengan merangkumnya seperti di bawah ini.

Satu tahun lamanya. Itulah yang diingat oleh Surtini, ibu Basri waktu dirinya berziarah ke makam ibu bapaknya dan ke makam anak-anaknya sebelum pergi meninggalkan Desa Karanglo ke tempat yang tidak padat penduduknya di Sumatera. Waktu menonton te

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan kader posyandu tentang IVA test di wilayah kerja Puskesmas Mantigan Ngawi.. Penelitian

Saran pada kasus ini sebaiknya pengobatan untuk memperoleh hasil yang sempurna, fisioterapi hendaknya dapat membina kerjasama yang baik dengan pasien dan pihak

Berdasarkan hasil analisis R/C tersebut, komoditi wortel, bayam hijau, dan selada cos cukup menguntungkan untuk diusahakan karena nilai R/C atas biaya tunai dan R/C atas

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembuatan Kepala Kepala Madrasah termasuk dalam kategori sangat baik

Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan struktur yang membangun novel Surat Kecil untuk Tuhan karya Agnes Davonar; (2) mendeskripsikan konflik batin tokoh

Hasil penelitian model I adalah: (a) ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap ROE dan BOPO sedangkan ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap ROA dengan nilai signifikansi

Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat, Hidayah dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

Larinx terletak pada leher sebelah depan, di depan Oesophagus dibangun oleh tulang rawan sebanyak 9 buah, dari luar tampak salah satu tulang rawan yang disebut Cartilago