• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPONSI EFUSI PLEURA. Oleh: I Gede Wara Nugraha ( ) I Made Yoga Prabawa ( ) Pembimbing: dr. Ida Bagus Suta, Sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESPONSI EFUSI PLEURA. Oleh: I Gede Wara Nugraha ( ) I Made Yoga Prabawa ( ) Pembimbing: dr. Ida Bagus Suta, Sp."

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

EFUSI PLEURA

RESPONSI

Oleh:

I Gede Wara Nugraha (1102005139)

I Made Yoga Prabawa (1102005120)

   

Pembimbing:

(2)

Efusi Pleura merupakan penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Hal ini mengakibatkan insufisiensi pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi darah

Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara-negara yang sedang berkembang, seperti

Indonesia, etiologi paling sering diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis (TBC) ataupun pneumonia.

di Indonesia menurut data Depkes RI tahun 2006, kasus efusi pleura mencapai 2,7% dari penyakit infeksi saluran napas lainnya.

(3)

TINJAUAN

PUSTAKA

ANATOMI PLEURA

Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru.

Di antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi. Cairan tersebut dinamakan cairan pleura.

Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura parietalis melapisi toraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis melapisi paru-paru. Kedua pleura ini bersatu pada hilus paru.

(4)

TINJAUAN

PUSTAKA

FISIOLOGI CAIRAN PLEURA

Cairan pleura berfungsi untuk

memudahkan kedua permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang akan saling melekat jika ada air.

Cairan pleura dalam keadaan normal

akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis.

• Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya beberapa mililiter yaitu 1-5 ml. Dalam kepustakaan lain menyebutkan bahwa jumlah cairan pleura sebanyak 12-15 ml.

Kapanpun jumlah cairan pleura menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua

pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura kedalam mediastinum, permukaan superior dari diafragma, dan permukaan lateral pleural parietalis.

(5)

TINJAUAN

PUSTAKA

DEFINISI EFUSI PLEURA

Efusi Pleura

adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum) pleura yang melebihi batas normal.

Dalam keadaan normal pleura berisikan cairan yang berkisar 10-20 cc.Terjadinya efusi pleura dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan

atau abnormalitas antara produksi dan pengeluaran cairan pleura.

Cairan pleura memiliki komposisi yang sama dengan cairan plasma, namun mempunyai kadar protein yang lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl. • Dalam keadaan patologis, ada beberapa jenis cairan yang bisa

berkumpul di dalam rongga pleura antara lain darah, pus, cairan seperti susu, dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi

(6)

TINJAUAN

PUSTAKA

EPIDEMIOLOGI EFUSI PLEURA

Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di negara-negara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi penyakit yang mendasarinya.

Secara umum, kejadian efusi pleura adalah sama antara kedua jenis kelamin. Namun, penyebab tertentu memiliki kecenderungan terkait jenis kelamin.

Sekitar dua pertiga dari efusi pleura akibat keganasan terjadi pada wanita. Efusi pleura dengan etiologi keganasan secara signifikan berhubungan dengan keganasan payudara dan ginekologi. Efusi pleura yang terkait dengan lupus eritematosus sistemik juga lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.

(7)

TINJAUAN

PUSTAKA

ETIOLOGI EFUSI PLEURA

EFUSI

PLEURA

INFEKSI

NON INFEKSI

Pleuritis oleh VirusPleuritis oleh Bakteri

Piogenik

Pleuritis Tuberkulosa

(TBC)

Pleuritis oleh FungiPleuritis oleh Parasit

Efusi Pleura karena

Gangguan Sirkulasi

Efusi Pleura karena

(8)

TINJAUAN

PUSTAKA

ETIOLOGI EFUSI PLEURA

Secara umum, berbagai etiologi tersebut memiliki peran dalam menimbulkan efusi pleura dengan mekanisme sebagai berikut:

Perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya, radang, keganasan, emboli paru)

Pengurangan tekanan onkotik intravaskular (misalnya, hipoalbuminemia, sirosis)

Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan pembuluh darah (misalnya, trauma, keganasan, peradangan, infeksi, infark paru, obat hipersensitivitas, uremia, pankreatitis)

Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik dan / atau paru-paru (misalnya, gagal jantung kongestif, sindrom vena kava superior)

Pengurangan tekanan dalam ruang pleura, mencegah ekspansi paru penuh (misalnya, atelektasis yang luas, mesothelioma)

Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan lengkap, termasuk obstruksi duktus toraks atau pecah (misalnya, keganasan, trauma)

Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi di diafragma melalui limfatik atau cacat struktural (misalnya, sirosis, dialisis peritoneal)

Perpindahan cairan dari edema paru ke pleura visceral

Peningkatan tekanan onkotik di cairan pleura yang persisiten menyebabkan adanaya akumulasi cairan di pleura

Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberkulosis, pneumonia, virus, bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura), karena tumor dan trauma

(9)

TINJAUAN

PUSTAKA

KLASIFIKASI EFUSI PLEURA

EFUSI

PLEURA

Transudat

Ketidakseimbangan

antara tekanan onkotik dengan tekanan

hidrostatik

Eksudat

Peradangan pleura atau drainase limfatik yang menurun

Berdasarkan mekanisme

(10)

TINJAUAN

PUSTAKA

KLASIFIKASI EFUSI PLEURA

Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudat. Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan

antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik, sehingga

terbentuknya cairan pada satu sisi pleura melebihi reabsorpsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada peningkatan tekanan kapiler sistemik, tekanan kapiler pulmoner, menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura, dan menurunnya

tekanan intra pleura. Penyakit-penyakit yang menyertai transudat

umumnya mengganggu homeostatis sistemik antara lain dapat berupa gagal jantung kiri, sindrom nefrotik, obstruksi vena cava superior, dan asites pada sirosis hati.

Efusi Pleura

Transudat

(11)

TINJAUAN

PUSTAKA

KLASIFIKASI EFUSI PLEURA

Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran kapiler yang memiliki permeabilitas abnormal serta berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat. Bila terjadi proses peradangan maka permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudatif yang paling sering adalah karena TBC dan pneumonia. Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini (misalnya pada pleuritis TBC dan pneumonia) akan menyebabkan peningkatan konsentasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat. Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain infeksi (tuberkulosis, pneumonia), tumor pada pleura, infark paru, karsinoma bronkogenik, dan radiasi.

Efusi Pleura

Eksudat

(12)

TINJAUAN

PUSTAKA

KLASIFIKASI EFUSI PLEURA

Eksudat Transudat

Efusi Parapneumonia Neoplasma

Gagal jantung kiri Sirosis hati Hipoalbumin Peritonial Dialisis

Emboli paru Arthritis Reumatik

Efusi jinak yang disebabkan oleh asbestos

Pankreatitis

Sindrom infark miokard Penyakit autoimun Post operasi bypass arteri

koronaria Sindrom nefrotik Emboli paru Hipotiroid Stenosis mitral Abses hepatic Uremia Chylothoraks Infeksi lainnya Pengaruh obat Radioterapi Ruptur esophageal Perikarditis Sindrom meig Urinothoraks

Obstruksi vena kava superior  

(13)

TINJAUAN

PUSTAKA

MANIFESTASI KLINIS

Gejala tergantung pada jumlah cairan dan penyebab yang

mendasari

. Banyak pasien tidak memiliki gejala pada saat efusi

pleura ditemukan.

Gejala termasuk nyeri dada pleuritik,

dispnea, dan batuk kering (non produktif)

.

Adanya edema

pada kaki atau trombosis vena dapat mengakibatkan efusi pleura

yang berhubungan dengan emboli paru. Riwayat penyakit serta

pemeriksaan fisik sangat penting dalam mendiagnosis efusi pleura.

Beberapa aspek pemeriksaan fisik seperti pemeriksaan

dada ditemukan redup pada perkusi, melemahnya taktil dan

vokal fremitus, dan suara nafas dapat berkurang atau

bahkan hilang

. Distensi JVP, adanya gallop bunyi jantung atau

edema perifer menunjukkan gagal jantung kongestif, dan hipertrofi

ventrikel kanan serta trombophlebitis menunjukkan terjadinya

emboli paru. Adanya limfadenopati atau hepatosplenomegali

menunjukkan penyakit neoplastik, dan adanya ascites dapat

menunjukkan adanya kelainan hati.

(14)

TINJAUAN

PUSTAKA

MANIFESTASI KLINIS

Pada

pemeriksaan fisik biasanya didominasi oleh gejala

dari penyakit dasar yang menyebabkan efusi.

Pada

perkusi, suara ketok terdengar redup sesuai dengan luasnya

efusi pada auskultasi, suara napas berkurang atau menghilang.

Resonansi vokal fremitus juga berkurang.

Jika jumlah cairan

pleura < 300 mL, cairan ini belum menimbulkan gejala

pada pemeriksaan fisik. Jika jumlah cairan pleura telah

mencapai 500 mL, baru dapat ditemukan gejala berupa

gerak dada yang melambat atau terbatas saat inspirasi

pada sisi yang mengandung akumulasi cairan

. Fremitus

taktil juga berkurang pada dasar paru posterior. Suara perkusi

menjadi pekak dan suara napas pada auskultasi terdengar

melemah walaupun sifatnya masih vesikuler.

Jika akumulasi

cairan melebihi 1000 mL, sering terjadi atelektasis pada

paru bagian bawah.

(15)

TINJAUAN

PUSTAKA

MANIFESTASI KLINIS

Ekspansi dada saat inspirasi pada bagian yang mengandung

timbunan cairan menjadi terbatas sedangkan sela iga melebar

dan menggembung. Pada auskultasi di atas batas cairan,

sering didapatkan suara bronkovesikuler yang dalam, sebab

suara ini ditransmisiskan oleh jaringan paru yang mengalami

atelektasis. Pada daerah ini juga dapat ditemukan fremitus

vokal dan egofoni yang bertambah jelas. Jika akumulasi cairan

melebihi 2000 mL, cairan ini dapat menyebabkan seluruh paru

menjadi kolaps kecuali bagian apeks. Sela iga semakin

melebar, gerak dada pada inspirasi sangat terbatas, suara

napas, fremitus taktil maupun vokal fremitus sulit didengar

karena sangat lemah. Selain itu terjadi pergeseran

mediastinum ke arah ipsilateral dan penurunan letak

diafragma.

(16)

TINJAUAN

PUSTAKA

MANIFESTASI KLINIS

Selain didapatkan hal-hal yang sudah disebutkan diatas, pasien

dengan efusi pleura juga mengeluhkan adanya nyeri. Nyeri

biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis,

tapi bisa menjalar ke daerah lain seperti berikut:

Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang

dipersarafi oleh G. Nervuis intercostal terbawah bisa

menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.

Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus

phrenicus menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan

bahu.

(17)

TINJAUAN

PUSTAKA

JENIS CAIRAN EFUSI PLEURA

Efusi pleura umumnya diklasifikasikan sebagai transudat atau

eksudat, berdasarkan karakteristik cairan dan kimia cairan

pleura sesuai

kriteria Light

, yaitu:

Rasio kadar protein cairan efusi pleura/ kadar protein

serum > 0.5

Rasio kadar LDH cairan efusi pleura/ kadar LDH serum

> 0.6

Kadar LDH cairan efusi pleura > 2/3 batas atas nilai

normal kadar LDH serum.

Jika angka tersebut terpenuhi, efusi pleura termasuk jenis

eksudat. Jika efusi pleura telah didiagnosis eksudat melalui

kriteria diatas, namun klinis dianggap transudat,

perbedaan

konsentrasi albumin antara serum dan efusi >1.2 mg/dl

(18)

TINJAUAN

PUSTAKA

PEMERIKSAAN PENUNJANG Foto

Thorax

Cairan yang kurang dari 300 cc, pada foto toraks PA kelainan yang tampak hanya berupa penumpulan sinus kostofrenikus. Pada efusi pleura subpulmonal, meskipun cairan pleura lebih dari 300 cc, sinus kostofrenikus tidak tampak tumpul tetapi diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikan dapat dilakukan foto dada lateral dari sisi yang sakit.

CT-Scan Computed Tomografi (CT-scan) dada pada tingkat yang lebih tinggi memungkinkan pencitraan yang mendasari parenkim paru-paru atau mediastinum. Pemeriksa an Mikroskopi s dan Sitologi

Jika didapatkan sel darah putih sebanyak >1000/mL, hal ini mengarahkan diagnosis kepada eksudat. Jika sel darah putih > 20.000/mL, keadaan ini menunjukan empiema. Neutrofil menunjukan kemungkinan adanya pneumonia, infark paru, tuberkulosis paru fase awal atau pankreatitis. Limfosit dalam jumlah banyak mengarahkan kepada tuberkulosis, limfoma atau keganasan. Jika pada torakosintesis didapatkan banyak eosinofil, tuberkulosis dapat disingkirkan.

(19)

TINJAUAN

PUSTAKA

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Biokimia

Pemeriksaan biokimia umumnya mencari data yang diperlukan untuk memenuhi kriteria Light. Pemeriksaan tersebut antara lain memeriksa kadar protein serum dan pleura serta LDH serum dan pleura.

Pemeriksa an

Bakteriolo gi

Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob atau anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah Pneumokokokus, E.coli,

(20)

TINJAUAN

PUSTAKA

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding efusi pleura yang juga menimbulkan perselubungan pada rontgent thoraks antara lain:

Tumor paru atau massa pada paru atau mediastinumSchwarte atau penebalan pleura

Atelektasis lobus bawahDiafragma letak tinggi

Konsolidasi paru karena pneumonia dan fibrosis pleura.

Diagnosis banding etiologis dari efusi pleura dibedakan sesuai cairan transudat dan cairan eksudat.

(21)

TINJAUAN

PUSTAKA

PENEGAKAN DIAGNOSIS

Anamnesis dan Gejala

Klinis

Keluhan utama penderita adalah nyeri dada sehingga penderita membatasi pergerakan rongga dada dengan bernapas pendek atau tidur miring ke sisi yang sakit. Selain itu sesak napas terutama bila berbaring ke sisi yang sehat disertai batuk batuk dengan atau tanpa dahak. Berat ringannya sesak napas ini ditentukan oleh jumlah cairan efusi. Keluhan yang lain adalah sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan dada yang terkena melebar dan kurang bergerak pada pernapasan. Vokal fremitus melemah, redup sampai pekak pada perkusi, dan suara napas lemah atau menghilang. Jantung dan mediastinum terdorong ke sisi yang sehat. Bila tidak ada pendorongan, sangat mungkin disebabkan oleh keganasan.

(22)

TINJAUAN

PUSTAKA

PENEGAKAN DIAGNOSIS

Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis mempunyai nilai yang tinggi dalam mendiagnosis efusi pleura, tetapi tidak mempunyai nilai apapun dalam menentukan penyebabnya. Secara radiologis jumlah cairan < 100 ml tidak tampak dengan jelas dan baru terlihat jelas bila jumlah cairan > 300 ml. Foto toraks dengan posisi Posterior Anterior (PA) akan memperjelas kemungkinan adanya efusi pleura masif. Pada sisi yang sakit tampak perselubungan masif dengan pendorongan jantung dan mediastinum ke sisi yang sehat.

(23)

TINJAUAN

PUSTAKA

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan dilakukan menurut penyebab efusi. Apabila terdapat penyakit yang mendasari seperti infeksi TB, pengobatan dengan OAT dapat menyerap efusi pleura secara cepat dan mengurangi fibrosis. Pada efusi pleura transudat yang disebabkan oleh tekanan hidrostatik yang meningkat, pemberian diuretika dapat menolong. Bila disebabkan oleh tekanan osmotik yang menurun sebaiknya diberikan tambahan asupan protein. Bahan sklerosing dapat dipertimbangkan bila ada reakumulasi cairan berulang dengan tujuan melekatkan pleura viseralis dan parietalis. Pada efusi pleura eksudat, efusi yang terjadi setelah keradangan paru paling sering disebabkan oleh pneumonia. Umumnya cairan dapat diresorbsi setelah pemberian terapi yang adekuat untuk penyakit dasarnya. Bila terjadi empiema, perlu pemasangan kateter toraks dengan WSD. Bila terjadi fibrosis, tindakan yang paling mungkin hanya dekortikasi (jaringan fibrotik yang menempel pada pleura diambil /dikupas).

(24)

TINJAUAN

PUSTAKA

PENATALAKSANAAN

Pada efusi yang disebabkan oleh keganasan, pengobatan dilakukan sesuai dengan staging tumor tersebut dengan cara radiasi atau kemoterapi. Pada kilotoraks atau cairan pleura berupa kilus yang terjadi karena kebocoran akibat penyumbatan saluaran limfe duktus torasikus di rongga dada, tindakan yang dilakukan bersifat konsevatif yakni torakosintesis 2-3 kali. Bila tidak berhasil, dipasang kateter toraks dengan WSD. Tindakan definitif ialah melakukan opersai reparasi terhadap duktus torasikus yang robek

(25)

TINJAUAN

PUSTAKA

PENATALAKSANAAN

Torakosintesis

Setiap efusi pleura yang cukup besar menyebabkan gejala pernafasan berat harus dikeringkan terlepas dari penyebabnya. Mengurangi gejala adalah tujuan utama terapi drainase pada pasien. Satu-satunya kontraindikasi absolut terhadap torakosintesis adalah adanya infeksi kuman aktif pada tempat tusukan. Beberapa kontraindikasi relatif termasuk diatesis pendarahan yang parah, antikoagulasi sistemik, dan volume cairan yang kecil. Kemungkinan komplikasi dari prosedur ini termasuk perdarahan (karena tusukan pada pembuluh atau parenkim paru), pneumotoraks, infeksi (infeksi jaringan lunak atau empiema), laserasi organ intra-abdomen, hipotensi, dan paru edema. Indikasi untuk torakosintesis adalah adanya efusi pleura klinis yang signifikan (lebih dari 10 mm pada ultrasonografi atau foto lateral dekubitus). Jika pasien datang dengan gagal jantung kongestif dan efusi bilateral dengan ukuran yang sama, afebris, dan tidak memiliki nyeri dada, percobaan diuresis dapat dilakukan.

(26)

TINJAUAN

PUSTAKA

PENATALAKSANAAN

Water Shield Drainage (WSD)

Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat dan aman. Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut :

Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9 linea aksilaris media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea medioklavikuralis.

Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal selebar kurang lebih 2 cm sampai subkutis.

Dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.

Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai mendapatkan pleura parietalis.

Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian trokar ditarik. Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks.

(27)

TINJAUAN

PUSTAKA

PENATALAKSANAAN

Water Shield Drainage (WSD)

Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat dengan kasa dan plester.

Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang diletakkan dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari luar tidak dapat masuk ke dalam rongga pleura.

WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada selang, kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang. Untuk memastikan dilakukan foto toraks.

Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan paru telah mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.

(28)

TINJAUAN

PUSTAKA

PENATALAKSANAAN

Pleurodesis

Pleurodesis adalah penyatuan pleura viseralis dengan parietalis

baik secara kimiawi, mineral ataupun mekanik, secara

permanen untuk mencegah akumulasi cairan maupunudara

dalam rongga pleura. Secara umum, tujuan dilakukannya

pleurodesis adalah untuk mencegah berulangnya efusi berulang

(terutama bila terjadi dengan cepat), menghindari torakosintesis

berikutnya dan menghindari diperlukannya insersi

chest tube

berulang, serta menghindari morbiditas yang berkaitan dengan

efusi pleura atau pneumotoraks berulang (

trapped lung

,

atelektasis,

pneumonia,

insufisiensi

respirasi,

tension

pneumothoraks). Efusi pleura maligna merupakan indikasi paling

utama pada pleurodesis.

(29)

TINJAUAN

PUSTAKA

PENATALAKSANAAN

Pleurodesis

Beberapa keadaan yang dapat dianggap sebagai kontraindikasi

relatif pleurodesis meliputi:

Pasien dengan perkiraan kesintasan < 3 bulan.

Tidak ada gejala yang ditimbulkan oleh efusi pleura.

Pasien tertentu yang masih mungkin membaik dengan terapi

sistemik (kanker mammae, dll).

Pasien yang menolak dirawat di rumah sakit atau keberatan

terhadap rasa tidak nyaman di dada karena slang torakostomi.

Pasien dengan re-ekspansi paru yang tidak sempurna setelah

(30)

TINJAUAN

PUSTAKA

PROGNOSIS

Vitally

: dubius ad

malam

Functionally

: dubius ad

malam

Sanationum

: dubius ad

malam

(31)

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama

: HS

Umur

: 41 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Kewarganegaraaan

: Indonesia

Alamat

: Jalan Kapten Cok

A Tresna

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Pegawai swasta

Status Pernikahan

: Menikah

Tgl MRS

: 19 Maret 2015

(32)

LAPORAN KASUS

ANAMNESIS

KELUHAN UTAMA

: SESAK

(33)

LAPORAN KASUS

ANAMNESIS

Riwayat Penyakit

Sekarang :

Pasien datang sadar pada tanggal 19 Maret 2015 dengan keluhan nafas sesak sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan saat pasien beraktivitas. Sesak dikeluhkan semakin lama semakin memberat sehingga pasien tidak dapat beraktivitas. Pasien juga mengeluhkan sangat sulit untuk tidur dikarenakan sangat sesak serta terjadi penurunan nafsu makan. Pasien mengatakan sesaknya tidak membaik meskipun berganti posisi duduk ataupun berbaring. Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 1 bulan dan berdahak berwarna putih jernih. Pasien mengaku tidak mengalami peningkatan suhu tubuh (demam) sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien sempat dirawat di RSUD Wangaya selama 5 hari karena keluhan sesak nafas.

Pasien mengakui bahwa 3 tahun yang lalu didiagnosa kanker paru oleh dokter. Pasien juga mengatakan mengalami penurunan berat badan kurang lebih sejak 2 tahun yang lalu dimana berat badan pasien sebelumnya 85 kg dan sekarang 60 kg. Riwayat hipertensi dan diabetes disangkal oleh pasien.

(34)

LAPORAN KASUS

ANAMNESIS

Riwayat Penyakit

Sebelumnya :

Pasien mengaku terdiagnosis kanker paru post

kemoterapi seri ke-6. Pasien juga mengaku telah

mendapatkan pengobatan yaitu Paclitaxel dan

Cisplatin.

(35)

LAPORAN KASUS

ANAMNESIS

Riwayat

Keluarga :

Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang

memiliki riwayat penyakit sesak nafas, batuk yang

berkepanjangan, dan kanker paru.

(36)

LAPORAN KASUS

ANAMNESIS

Riwayat Sosial :

Pasien bekerja sebagai sales keliling. Pasien tidak

merokok, namun pasien mengatakan kebanyakan

teman kerjanya merokok. Pasien tidak meminum

minuman beralkohol.

(37)

LAPORAN KASUS

PEMERIKSAAN FISIK

Kondisi umum : Sakit Berat

Kesadaran

: Compos

mentis

GCS

: E4V5M6

Gizi

: Asupan baik

Tekanandarah : 110/80

mmHg

Nadi

: 120

kali/menit

Respirasi

: 28 kali/menit

Suhu aksila

: 36,5

o

C

Berat badan

: 60 kg

Tinggi Badan

: 170 cm

BMI

: 20,76 kg/m2

Tanda-Tanda Vital ( 21 Maret 2015)

(38)

LAPORAN KASUS

PEMERIKSAAN FISIK

Mata: anemis -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ Isokor

THT :

Telinga

: daun telinga N/N, sekret tidak ada,

pendengaran normal

Hidung

: sekret tidak ada

Tenggorokan

: tonsil T1/T1 hiperemis (-), faring

hiperemis (-)

Lidah

: ulkus (-), papil lidah atrofi (-)

Bibir

: basah, stomatitis (-)

 

Leher

: JVP + 0 cm H

2

O, pembesaran kelenjar getah bening

(-)

Pemeriksaan Umum

(39)

LAPORAN KASUS

PEMERIKSAAN FISIK

Thoraks

:

Cor :

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, kuat angkat (-), thrill

(-)

Perkusi :

batas atas jantung ICS 2 sinistra

batas bawah jantung setinggi ICS 5

sinistra

batas kanan jantung tidak dapat

dievaluasi

batas kiri jantung midklavicula line sinistra

ICS5

(40)

LAPORAN KASUS

PEMERIKSAAN FISIK

Pulmo:

Inspeksi

: asimetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)

Palpasi

: Tractil fremitus ↓/N

↓/N

↓/N

Perkusi

: redup/sonor

redup/sonor

redup/sonor

Auskultasi

: vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-

↓/+

↓/↓

(41)

-/-LAPORAN KASUS

PEMERIKSAAN FISIK

Abdomen :

Inspeksi : distensi (-)

Auskultasi: bising usus (+) normal

Palpasi

: hepar tidak teraba, lien tidak teraba, ginjal tidak

teraba, nyeri tekan epigastrium (-)

Perkusi

: timpani (+), ascites (-)

Ekstremitas

: Akral hangat +/+

edema

+/+

(42)

-/-LAPORAN KASUS

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Parameter Hasil Unit Nilai Rujukan Keterangan WBC 13,81 x103/µL 4,10 – 11,00 Tinggi %NE 79,4 % 47,00 – 80,00 Normal %LY 8,50 % 13,00 – 40,00 Rendah %MO 6,10 % 2,00 – 11,00 Normal %EO 4,60 % 0,00 – 5,00 Normal %BA 0,10 % 0,00 – 2,00 Normal %LUC 1,20 % 0,00-4,00 Normal #NE 10,97 x103/µL 2,50 – 7,50 Tinggi #LY 1,18 x103/µL 1,00 – 4,00 Normal #MO 0,84 x103/µL 0,10 – 1,20 Normal #EO 0,64 x103/µL 0,00 – 0,50 Normal #BA 0,02 x103/µL 0,00 – 0,10 Normal #LUC 0,17 x103/µL 0,00-0,40 Normal RBC 4,35 x106/µL 4,50 – 5,90 Rendah HGB 12,7 g/dL 13,50– 17,50 Rendah HCT 35,3 % 36,00 – 46,00 Rendah MCV 81,0 fL 80,00 – 100,00 Normal MCH 29,3 Pg 26,00 – 34,00 Normal MCHC 36,1 g/dL 31,00 – 36,00 Normal CHCM 35,1 g/dL 30,00-37,00 Normal RDW 13,8 % 11,60 – 14,80 Normal HDW 4,70 g/dL 2,20-6,80 Normal PLT 167 x103/µL 150,00 – 440,00 Normal MPV 6,40 fL 6,80 – 10,00 Rendah Hematologi (25 Maret 2015)

(43)

LAPORAN KASUS

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kimia Klinik (23 Maret 2015)

Parameter Hasil Unit Nilai

Rujukan Keteranga n Natrium (Na) 134 mmol/L 136-145 Rendah

Kalium (K) 3,51 mmol/L 3,50-5,10 Normal

Parameter Hasil Unit Nilai Rujukan Keteranga n pH 7,34   7,35-7,45 Rendah PCO2 55 mmHg 35,00-45,00 Tinggi PO2 89 mmHg 80,00-100,00 Normal

BEecf 3,9 mmol/L -2-2 Tinggi

HCO3- 29,7 mmol/L 22,00-26,00 Tinggi SO2c 96 % 95,00-100,00 Normal TCO2 31,4 mmol/L 24,00-30,00 Tinggi AGD (23 Maret 2015)

(44)

LAPORAN KASUS

PEMERIKSAAN

PENUNJANG Urine Lengkap (23 Maret

2015)

Parameter Hasil Unit Nilai Rujukan

Keteranga n

SG 1020      

pH 6   7,35-7,45 Rendah

Leukosit Negatif Leuco/uL Negatif  

Nitrite Negatif   Negatif  

Protein(Urine) Negatif mg/dL Negatif  

Glukosa(Urine )

Normal mg/dL Normal  

KET Negatif   Negatif  

Urobilinogen Normal mg/dL Normal  

Bilirubin(Urine )

Negatif mg/dL Negatif  

ERY Negatif Ery/uL Negatif  

Colour P.Yellow   P.Yellow-Yellow

(45)

LAPORAN KASUS

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Parameter Hasil Unit Nilai Rujukan Keterangan RIVALTA Positif Units Negatif  

PH 9,00   7,35-7,45 Tinggi Makroskopis Warna Merah       Bekuan Positif       Darah Positif       Mikroskopis

Jumlah sel 844 Leukosit/mm3 <= 10 Tinggi

Mono 25 %    

Poly 75 %    

Eritrosit Penuh /lp < 3  

Bentuk Utuh & Dismorfik

     

Kimia Klinik        

Total protein 6,71 g/dL 6,40-8,30 Normal

Albumin 3,80 g/dL 3,40-4,80 Normal Glukosa Cairan Tubuh 144 mg/dL     LDH 1254 U/L 240,00-480,00 Tinggi Cairan Pleura (19 Maret 2015)

(46)

LAPORAN KASUS

PEMERIKSAAN

PENUNJANG Cor : batas kanan jantung

tertutup perselubungan, besar sulit ditentukan.

Pulmo : tampak pemadatan batas tegas, tepi ireguler di paracardial kanan. Tampak perselubungan di supra hiler kanan dan parahiler kanan kiri dan paracardial kiri. • Sinus pleura kanan kiri tertutup

perselubungan

Diaphragma kanan kiri tertutup perselubungan

Tulang-tulang : tidak tampak kelainan

Kesan :

Suspect massa paru kanan

Suspect pleuropneumonia bilateral

Foto Thorax PA (24 Maret 2015)

(47)

LAPORAN KASUS

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Sinus normal

HR : 100

Axis normal

Tidak ada ST

Elevasi

(48)

LAPORAN KASUS

DIAGNOSIS KERJA

Efusi Pleura Bilateral et causa

malignansi pulmo dd parapneumonia

Ca Paru Dekstra Post Kemoterapi seri

ke-6

(49)

LAPORAN KASUS

TERAPI

Hospitalized

IVFD NS 20 tpm

O

2

4 lpm facemask

Nebulizer Salbutamol 1 amp kerja panjang

N acetyl cysteine 3 x 20 mg

Cefoperazone 3 x 1 g IV

(50)

LAPORAN KASUS

USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kultur bakteri cairan pleura

Pengecatan gram bakteri

USG

PA Bronchoscopy

Biopsi efusi pleura

(51)

LAPORAN KASUS

MONITORING

Keluhan

Vital sign

(52)

LAPORAN KASUS

PROGNOSIS

Vitally

: dubius ad malam

Functionally

: dubius ad malam

(53)

LAPORAN KASUS

PEMBAHASAN

LANDASAN TEORI KASUS

Gejala klinis dapat berupa keluhan sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak berupa nyeri pleuritik atau nyeri tumpul yang terlokalisir, pada beberapa penderita dapat timbul batuk. Keluhan

berat badan menurun dapat dikaitkan dengan neoplasma dan tuberkulosis,

batuk berdarah dikaitkan dengan

neoplasma, emboli paru dan

tuberkulosa yang berat. Demam subfebris pada tuberkulosis, demam menggigil pada empiema, ascites pada sirosis hepatis

Pasien pria berusia 41 tahun ini datang dengan keluhan sesak napas. Sesak dirasakan saat pasien beraktivitas dan dikeluhkan semakin lama semakin memberat sehingga pasien tidak dapat beraktivitas. Pasien juga mengeluhkan sangat sulit untuk tidur dikarenakan sangat sesak serta terjadi penurunan nafsu makan, batuk, dan penurunan berat badan.

Keluhan sesak dapat timbul akibat terjadinya timbunan cairan dalam rongga pleura yang akan memberikan kompresi

patologis pada paru sehingga

ekspansinya terganggu dan sesak tidak disertai bunyi tambahan karena bronkus tetap normal.

Pasien menyatakan bahwa sesak yang terasa tidak berkurang dalam posisi duduk ataupun dengan berbaring.

(54)

LAPORAN KASUS

PEMBAHASAN

LANDASAN TEORI KASUS

Batuk pada efusi pleura kemungkinan disebabkan oleh rangsangan pada pleura oleh karena cairan pleura yang berlebihan, proses inflamasi, ataupun

masa pada paru-paru.

Pasien juga mengeluh batuk yang berlangsung sesekali sejak munculnya keluhan sesak nafas. Batuk pasien disertai dengan dahak berwarna putih jernih

dan tidak disertai dengan panas badan

maupun berkeringat malam hari. Batuk darah ataupun berwarna kuning kental disangkal oleh pasien.

Keluhan penurunan berat badan tanpa disertai demam biasanya ditemukan pada efusi pleura karena keganasan. Dugaan ini semakin kuat terkait hasil anamnesis dengan pasien yang mempunyai riwayat kanker paru sejak 3 tahun yang lalu.

Pasien juga mengeluh adanya penurunan nafsu makan dan berat badan tanpa alasan semenjak muncul keluhan batuk. Pasien mengaku tidak mengalami panas badan baik sebelum maupun selama munculnya keluhan-keluhan diatas.

(55)

LAPORAN KASUS

PEMBAHASAN

LANDASAN TEORI KASUS

Sesuai kepustakaan, sesak pada kelainan paru dan jantung memiliki pola cepat dan dangkal, berbeda dengan sesak akibat penyakit metabolik dimana pola nafas cenderung cepat dan dalam.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan laju respirasi meningkat hingga 28x/menit dan nadi meningkat hingga 120x/menit. Nafas yang terlihat pada pasien ini adalah pola

cepat dan dangkal. Pada pemeriksaan fisik leher, harus dicari

tanda pendorongan pada organ

mediastinum pada pasien yang datang dengan keluhan sesak. Pasien dengan efusi pleura masif dapat menunjukkan tanda-tanda desakan organ mediastinum yang salah satunya ditandai dengan trakea yang terdorong kearah paru yang sehat serta adanya distensi vena jugularis

Pada pasien ini tanda pendorongan mediastinum tidak didapatkan yang kemungkinan dikarenakan efusi pleura terdapat pada kedua bagian paru. Hal ini didukung pula dengan hasil foto rontgen Thoraks AP pada kedua sisi paru sebelumnya.

(56)

LAPORAN KASUS

PEMBAHASAN

LANDASAN TEORI KASUS

Sesuai kepustakaan, hal yang dapat menimbulkan hambatan dalam pengembangan paru saat inspirasi sehingga bagian paru yang mengalami gangguan akan tertinggal terdapat pada

pneumothoraks dan efusi pleura.

Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan tidak adanya paru yang tertinggal pada paru kiri ataupun kanan pada kondisi statis namun terlihat sedikit paru kanan tertinggal pada saat dinamis. Pada saat dinamis ketika pasien bernapas, paru kanan tertinggal dibanding paru kiri. Hasil ini juga didapatkan saat palpasi paru untuk memastikan adanya bagian paru yang tertinggal saat inspirasi.

Pada pneumothoraks akan menimbulkan bunyi hipersonor pada lapang paru yang terkena pneumothoraks. pada efusi pleura

terdapat hambatan hantaran resonansi udara dari alveoli menuju dinding dada sehingga suara perkusi akan menimbulkan

bunyi redup.

Pemeriksaan perkusi pada pasien ini didapatkan suara yang lebih redup pada dua pertiga bawah lapang paru kanan dan kiri.

(57)

LAPORAN KASUS

PEMBAHASAN

LANDASAN TEORI KASUS

Secara teori, melemahnya suara nafas

dapat disebabkan oleh atelektasis

ataupun efusi pleura paru.

Pada hasil auskultasi didapatkan suara vesikuler yang melemah pada 2/3 bagian bawah lapang paru kiri dan 1/3 bawah lapang paru kanan

Perselubungan dapat juga ditemukan pada pneumonia, adanya massa, dan efusi pleura. Pada efusi pleura, foto thoraks yang dihasilkan umumnya akan membentuk suatu meniskus karena

rongga pleura terisi cairan.

Pada foto thoraks didapatkan perselubungan luas di paru bagian kanan dan kiri. Tidak terdapat tanda tanda pendorongan organ pada foto thoraks pasien ini.

(58)

LAPORAN KASUS

PEMBAHASAN

LANDASAN TEORI KASUS

Kriteria Light antara lain: 1) Rasio antara LDH cairan pleura dan LDH serum lebih dari 0.6; 2) Kadar LDH pleura lebih dari 2/3 dari batas atas referensi dari LDH serum; 3)

Rasio kadar protein pleura dan protein serum lebih dari 0.5. Jika memenuhi kriteria tersebut maka dipastikan cairan pleura tersebut bersifat eksudat.

Pada pasien ini ditemukan kadar protein pleura 6,71, LDH pleura 1.254, protein serum 6,72, dan kadar LDH serum 908. Dari angka tersebut didapatkan rasio LDH pleura/LDH serum 1,38 sedangkan rasio protein pleura/protein serum adalah 0,99.

Oksigen untuk meningkatkan oksigenasi jaringan, NaCl untuk menggantikan/ menjaga kebutuhan cairan, N-acetycysteine sebagai mukolitik untuk mengurangi batuk yang timbul, sedangkan antibiotika untuk mengeradikasi bakteri.

Pada pasien ini diberikan oksigen 4 lpm via nasal kanul, IVFD NaCl 20 tetes per menit, N-acetylcysteine, dan Cefoperazone 3 x 1 mg secara intravena.

Evakuasi cairan pleura adalah hal yang diutamakan dalam mengurangi rasa sesak pasien. Diambil 1000 -1500 ml untuk menghindari terjadinya pleural shock akibat alveoli yang terlalu cepat mengembang.

Pengambilan cairan pleura dengan torakosintesis

(59)

SIMPULAN

Efusi pleura merupakan adanya penumpukan cairan pada rongga pleura. Adanya penumpukan cairan ini

menimbulkan berbagai keluhan dan tanda seperti misalnya sesak, nyeri dada, tertinggalnya bagian paru yang

mengalami efusi, serta redupnya taktil fremitus dan suara nafas pasien. Pemeriksaan penunjang umum yang

disarankan antara lain pemeriksaan foto thoraks, lab darah lengkap serta laboratorik pungsi cairan pleura. Pada

pasien laki-laki berusia 41 tahun ini didapatkan tanda tanda yang serupa dengan manifestasi klinis efusi pleura dengan pemeriksaan fisik dan penunjang yang mendukung. Namun pada pasien ini etiologi terjadinya efusi masih belum dapat ditemukan secara pasti meskipun ditemukan adanya masa tumor pada riwayat penyakit sebelumnya. Pasien mendapat terapi simptomatik dan antibiotik sembari menunggu hasil kultur. Cairan efusi pleura dievakuasi lewat torakosintesis di awal. Prognosis pasien ini dikhawatirkan buruk akibat kausa yang belum jelas, usia lanjut, dan efusi yang terus beranjut meskipun cairan sudah dievakuasi berulang kali.

(60)

TERIMA KASIH

Referensi

Dokumen terkait

Metode numerik merupakan suatu metode untuk menyelesaikan masalah- masalah matematika dengan menggunakan sekumpulan aritmatik sederhana dan operasi logika pada

Metampiron merupakan derivat metansulfonat dan amidopirina yang bekerja terhadap susunan saraf pusat yaitu mengurangi sensitivitas reseptor rasa nyeri dan mempengaruhi pusat

Adapun kesimpulan dari kajian ini adalah bahwasanya kata zauj disebutkan dengan 21 bentuk derivasinya yang digunakan sebanyak 81 kali dalam 72 ayat yang tersebar pada 43

Sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan mahsiswa praktikan mengkonsultasikan kegiatan pembelajaran yang akan diajarkan kepada anak terlebih dahulu.Setelah mendapat

Konversi ini diikuti oleh analisi sistem untuk menelusuri seri-seri dari proses-proses yang dikeluarkan oleh beberapa level, jika pada proses diagram level 0 digambarkan sebagai 1,

Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di puskesmas harus ada

Rumah Sakit hadir untuk menjawab kebutuhan lebih dari 400.000 (empat ratus ribu) masyarakat Kabupaten Bireuen dan masyarakat Kabupaten sekitarnya seperti Bener Meriah,

esimpulan %istim pelaporan hasil monitoring mutu layanan klinis dan keselamatan pasien yang disusun oleh tim harus selalu dilaporkan kepada kepala puskesmas sebagai penanggung