• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DAN POLA KOMUNIKASI ORGANISASI DENGAN PEMBENTUKAN MODAL SOSIAL (Kasus Organisasi Kemahasiswaan BEM IPB)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DAN POLA KOMUNIKASI ORGANISASI DENGAN PEMBENTUKAN MODAL SOSIAL (Kasus Organisasi Kemahasiswaan BEM IPB)"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBENTUKAN MODAL SOSIAL

(Kasus Organisasi Kemahasiswaan BEM IPB)

RUSDI SALEH I34052631

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(2)

RUSDI SALEH. HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DAN POLA KOMUNIKASI ORGANISASI DENGAN PEMBENTUKAN MODAL SOSIAL (KASUS ORGANISASI KEMAHASISWAAN BEM IPB). DI BAWAH BIMBINGAN AMIRUDDIN SALEH.

Kepemimpinan merupakan sebuah gejala universal yang terdapat pada setiap kehidupan berorganisasi. Selain itu, komunikasi juga menjadi bagian yang sangat penting dan tak terpisahkan dengan yang lainnya di dalam sebuah organisasi. Pentingnya komunikasi dalam aktivitas penghidupan organisasi bertujuan mengubah perilaku anggota organisasi agar mengerti akan fungsi dan tujuan yang ingin dicapai serta mampu mencerminkan kinerja yang baik. Modal sosial diartikan sebagai suatu keadaan yang membuat masyarakat bergerak untuk mencapai tujuan bersama. Modal sosial beserta komponennya menjadi perekat yang akan menjaga kesatuan anggota organisasi.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui gaya kepemimpinan seperti apa yang diterapkan oleh pemimpin organisasi kemahasiswaan BEM IPB untuk pencapaian tujuan organisasi; (2) mengidentifikasi pola komunikasi organisasi yang terjadi di dalam organisasi kemahasiswaan BEM IPB; (3) menganalisis pembentukan modal sosial yang terjadi di dalam organisasi kemahasiswaan BEM IPB; (4) mengukur derajat hubungan gaya kepemimpinan dan pola komunikasi organisasi dengan pembentukan modal sosial di dalam organisasi kemahasiswaan BEM IPB.

Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin dalam sebuah organisasi akan menentukan aktivitas dan perilaku anggotanya dalam bertindak.

(3)

organisasi secara tepat, kemudian dapat menerapkan gaya kepemimpinan yang disesuaikan dengan permasalahan yang sedang dihadapi dalam proses pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah. Modal sosial yang mengandung komponen kepercayaan, jaringan sosial dan norma sosial dalam sebuah organisasi dapat diketahui dengan dari perilaku komunikasi anggota organisasi dan juga gaya kepemimpinannya.

Penelitian ini dilaksanakan di Organisasi Kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) didasarkan pada pertimbangan bahwa organisasi kemahasiswaan BEM IPB merupakan organisasi besar yang mencakup seluruh mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2009.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung oleh pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode survei sedangkan pendekatan kualitatif yang digunakan adalah metode wawancara mendalam. Populasi penelitian ini berjumlah 130 orang yang merupakan anggota BEM IPB sedangkan jumlah responden yang diambil berjumlah 55 orang. Responden dipilih dengan menggunakan teknik pengambilan sampel quota sampling. Data kuantitatif yang didapat dilakukan proses pengolahan data yang terdiri dari editing, coding, scoring, entering, cleaning serta analizing dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS 14.0 for Windows. Analisis Data dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif dan

(4)

distribusi frekuensi, rataan skor, total rataan skor dan tabulasi silang sedangkan hubungan antar variabel dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Tau B Kendall’s.

Gaya kepemimpinan yang paling sering diterapkan oleh pemimpin BEM IPB adalah gaya kepemimpinan konsultatif. Gaya kepemimpinan konsultatif adalah gaya kepemimpinan yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan karena dalam menggunakan gaya ini pemimpin masih banyak memberikan pengarahan, tetapi hal ini diikuti dengan meningkatkan banyaknya komunikasi dua arah dan perilaku mendukung.

Pola komunikasi organisasi yang selalu diterapkan oleh BEM IPB adalah pola komunikasi dari bawah ke atas. Pada pola komunikasi ini terjadi arus informasi dari bawah menuju atas. Informasi yang disampaikan BEM IPB berupa ide, saran, laporan ataupun keluhan kepada atasan. Terdapat hubungan nyata (p<0,05) antara gaya kepemimpinan delegatif dengan pola komunikasi ke bawah. Terdapat juga hubungan nyata (p<0,05) antara gaya kepemimpinan konsultatif dengan kepercayaan dan hubungan sangat nyata (p<0,01) norma sosial anggota BEM IPB. Terdapat hubungan nyata (p<0,05) antara gaya kepemimpinan delegatif dengan pembentukan jaringan sosial. Pola komunikasi horizontal memiliki hubungan nyata (p<0,05) dengan kepercayaan dan jaringan sosial. Sementara itu pola komunikasi dari bawah ke atas memiliki hubungan sangat nyata (p<0,01) dengan norma sosial BEM IPB.

(5)

PEMBENTUKAN MODAL SOSIAL

(Kasus Organisasi Kemahasiswaan BEM IPB)

Oleh : RUSDI SALEH

I34052631

SKRIPSI

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(6)

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Nama : Rusdi Saleh

NRP : I34052631

Departemen : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul Skripsi : Hubungan Gaya Kepemimpinan dan Pola Komunikasi Organisasi dengan Pembentukan Modal Sosial (Kasus Organisasi Kemahasiswaan BEM IPB) Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS 19611113 198811 1001

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS 19580827 198303 1001

(7)

“HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DAN POLA KOMUNIKASI ORGANISASI DENGAN PEMBENTUKAN MODAL SOSIAL (KASUS ORGANISASI BEM IPB)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

BOGOR, 3 SEPTEMBER 2009

RUSDI SALEH I34052631

(8)

tanggal 5 Juni 1986. Dibesarkan oleh kedua orangtua yang bernama Muchtar Syamsudin dan Cucum Sumiati. Penulis merupakan anak ke-4 dari 5 bersaudara. Pendidikan formal yang ditempuh penulis diawali di Sekolah Dasar Pabrik Es II kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 12 Bogor. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Bogor. Pada tahun 2005 penulis diterima di Instutut pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru dan masuk ke departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia.

Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan. Organisasi dan jabatan yang pernah diemban oleh penulis antara lain sebagai staf Departemen Pengembangan Minat Bakat BEM TPB IPB, staf Departemen Budaya, Olahraga dan Seni BEM KM IPB, Ketua BEM FEMA IPB serta Menteri Lingkungan Hidup BEM KM IPB. Selain itu pula penulis sering menjadi moderator, pembawa acara serta pembicara pada acara kemahasiswaan. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Sosiologi Umum serta Komunikasi Kelompok dua tahun berturut-turut.

Penulis juga aktif mengikuti seminar dan pelatihan bertema kepemimpinan, komunikasi serta lingkungan. Di tahun terakhir menempuh pendidikan, penulis mendirikan lembaga Gemilang Training dan menjadi seorang trainer yang memberikan pelatihan kepemimpinan dan keorganisasian. Prestasi yang pernah diraih penulis antara lain menjadi juara 3 membuat koran se-Jabodetabek dan Juara 1 pada lomba Olahraga Tradisional se-se-Jabodetabek.

(9)

skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian berjudul ”hubungan gaya kepemimpinan dan pola komunikasi organisasi dengan pembentukan modal sosial (kasus organisasi kemahasiswaan BEM IPB)” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.

Gaya kepemimpinan dan perilaku komunikasi organisasi yang dibangun dalam organisasi kemahasiswaan akan menentukan organisasi tersebut beraktivitas. Dalam proses pencapaian tujuan dan menjaga kesatuan, seorang pemimpin organisasi kemahasiswaan memiliki peranan yang sangat penting. Terbentuknya modal sosial dalam organisasi kemahasiswaan memerlukan gaya kepemimpinan yang sesuai dan dapat dilihat dari perilaku komunikasi organisasi yang dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan seseorang dalam hubungannya dengan perilaku komunikasi organisasi memiliki keterikatan yang erat dengan pembentukan modal sosial. Permasalahan tersebut menjadi topik yang menarik bagi peneliti untuk diteliti secara mendalam. Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini, sehingga saran dan masukan dari semua pihak sangat peneliti harapkan.

Bogor, September 2009

(10)

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1

Latar Belakang ... 1

1.2

Perumusan Masalah ... 4

1.3

Tujuan Penelitian ... 5

1.4

Kegunaan Penelitian ... 5

BAB II PENDEKATAN TEORITIS ... 7

2.1 Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1 Kepemimpinan ... 7

2.1.1.1 Definisi Kepemimpinan ... 7

2.1.1.2 Teori Kepemimpinan ... 9

2.1.1.3 Gaya Kepemimpinan ... 11

2.1.1 Konsep Organisasi ... 16

2.1.3 Komunikasi Organisasi ... 18

2.1.4 Pola Komunikasi Organisasi ... 19

2.1.5 Modal Sosial ... 22

2.1.5.1 Konsep Modal Sosial ... 22

2.1.5.2 Komponen Modal Sosial ... 25

2.2 Kerangka Pemikiran ... 31

2.3 Hipotesis Penelitian ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

3.1 Desain Penelitian ... 35

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 36

3.4 Data dan Instrumentasi ... 36

3.4 Definisi Operasional ... 37

3.5 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 38

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.7 Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 42

4.1.1 Deskripsi BEM IPB ... 42

4.1.2 Struktur Organisasi ... 43

(11)

4.2.2 Gaya Konsultatif ... 49

4.2.3 Gaya Partisipatif ... 51

4.2.4 Gaya Delegatif ... 52

4.3 Pola Komunikasi Organisasi BEM IPB ... 54

4.3.1 Pola Komunikasi dari Atas ke Bawah ... 55

4.3.2 Pola Komunikasi dari Bawah ke Atas ... 57

4.3.3 Pola Komunikasi Horizontal ... 59

4.3.4 Pola Komunikasi Diagonal ... 61

4.4 Modal Sosial BEM IPB ... 63

4.4.1 Kepercayaan BEM IPB ... 64

4.4.2 Jaringan Sosial BEM IPB ... 66

4.4.3 Norma Sosial BEM IPB ... 68

4.5 Hubungan Gaya Kepemimpinan dan Pola komunikasi Organisasi

dengan Pembentukan Modal Sosial BEM IPB ... 69

4.5.1 Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Pola Komunikasi

Organisasi

BEM IPB ...

69

4.5.2 Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Pembentukan Modal

Sosial ...

70

4.5.3 Hubungan Pola Komunikasi Organisasi dengan Pembentukan

Modal Sosial ...

71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

5.1 Kesimpulan ... 73

5.2 Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Perbandingan Jenis Kelamin Anggota BEM IPB ... 45

2 Skor untuk Gaya Kepemimpinan BEM IPB ... 47

3 Skor untuk Gaya Kepemimpinan Direktif ... 49

4 Skor untuk Gaya Kepemimpinan Konsultatif ... 50

5 Skor untuk Gaya Kepemimpinan Partisipatif ... 52

6 Skor untuk Gaya Kepemimpinan Delegatif ... 54

7 Skor untuk Komunikasi Organisasi BEM IPB ... 55

8 Skor untuk Kriteria Pola Komunikasi dari Atas ke Bawah ... 57

9 Skor untuk Kriteria Pola Komunikasi dari Bawah ke Atas ... 59

10 Skor untuk Kriteria Pola Komunikasi Horizontal ... 61

11 Skor untuk Kriteria Pola Komunikasi Diagonal ... 63

12 Skor untuk Modal Sosial ... 64

13 Skor untuk Kepercayaan BEM IPB ... 66

14 Skor untuk Jaringan Sosial BEM IPB ... 68

15 Skor untuk Norma Sosial BEM IPB ... 69

16 Nilai Korelasi Signifikan antara Gaya Kepemimpinan dengan Pola Komunikasi Organisasi BEM IPB ... 70

17 Nilai Korelasi Signifikan antara Gaya Kepemimpinan dengan Modal Sosial BEM IPB ... 71

18 Nilai Korelasi Signifikan antara Pola Komunikasi dengan Modal Sosial BEM IPB ... 72

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1 Kedudukan modal sosial dalam sistem sosial ... 26 2 Kerangka berpikir... 34

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1 Kuesioner penelitian ... 78

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan memiliki keistimewaan dan bermacam keunikan. Salah satu keunikan yang mendasar pada diri manusia adalah memiliki hakekat individualitas, hakekat sosialitas dan hakekat moralitas (Nawawi, 2005). Untuk mengaktualisasikan ketiga hakekat yang dimiliki manusia maka manusia terdorong untuk memenuhi kebutuhanya dengan saling berinteraksi. Salah satu bentuk interaksi yang sering dilakukan adalah dengan membentuk organisasi.

Organisasi diartikan sebagai suatu sistem, mengoordinasi aktivitas dan mencapai tujuan bersama atau umum. Dikatakan suatu sistem karena organisasi itu terdiri dari berbagai bagian yang saling tergantung satu sama lain, bila satu bagian terganggu maka akan ikut berpengaruh pada bagian lainnya (Muhammad, 2004). Organisasi yang dibentuk memiliki tujuan dan fungsi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Muhammad (2004) menyatakan bahwa tujuan dibatasi sebagai suatu konsepsi akhir yang diingini atau kondisi yang partisipan usahakan melalui penampilan aktivitas tugas-tugas mereka. Adapun fungsi organisasi diantaranya adalah memenuhi kebutuhan pokok organisasi, mengembangkan tugas dan tanggungjawab, memroduksi hasil produksi dan memengaruhi orang. Badan Eksekutif Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (BEM IPB) merupakan sebuah organisasi kemahasiswaan formal pada tatanan perguruan tinggi. Organisasi kemahasiswaan BEM IPB berperan dalam menyampaikan aspirasi

(16)

mahasiswa kepada pihak institusi pendidikan, membela hak-hak mahasiswa jika terjadi ketidakadilan yang dirasa merugikan posisi mahasiswa dan membantu kelancaran kegiatan akademik dalam kampus. Organisasi kemahasiswaan ini keanggotaannya mencakup seluruh mahasiswa Institut Pertanian Bogor.

Kepemimpinan merupakan sebuah gejala universal yang terdapat dalam kehidupan berorganisasi. Kepemimpinan memiliki arti penting dalam pencapaian tujuan organisasi sehingga dapat dikatakan bahwa kesuksesan atau kegagalan yang dialami, sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh orang-orang yang diserahi tugas memimpin dalam organisasi itu (Oktaviani, 2004). Dalam melaksanakan fungsi kepemimpinan pada sebuah organisasi akan berlangsung aktivitas kepemimpinan. Apabila aktivitas tersebut dipilah-pilah akan terlihat gaya kepemimpinan dengan polanya masing-masing. Gaya kepemimpinan mengandung arti bagaimana pemimpin itu berhubungan dengan bawahannya dalam rangka menyelesaikan masalah dan pengambilan keputusan (Rivai, 2007).

Komunikasi menjadi bagian yang sangat penting dan tak terpisahkan dengan yang lainnya di dalam sebuah organisasi. Tanpa adanya komunikasi maka informasi bagi organisasi menjadi tidak ada sehingga koordinasi terganggu dan akhirnya akan menghambat tujuan organisasi yang bersangkutan. Suatu organisasi memerlihatkan pola komunikasi yang berbeda-beda dan perlu menjadi perhatian bagi para anggotanya. Pola komunikasi organisasi yang berbeda dilakukan oleh anggota organisasi berkaitan dengan motif, aktivitas dan tujuan seseorang berdasarkan persepsi dan proporsi terhadap lingkungannya. Pentingnya komunikasi dalam aktivitas organisasi bertujuan mengubah perilaku anggota

(17)

sehingga mereka mengerti akan fungsi dan tujuan yang ingin dicapai organisasi serta mampu mencerminkan kinerja yang baik.

Modal sosial diartikan sebagai suatu keadaan yang membuat masyarakat atau sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama (Djohan, 2007). Di dalam prosesnya, gerakan itu ditopang oleh nilai dan norma yang khas yaitu kepercayaan, saling memberi dan menerima, toleransi, penghargaan, partisipasi, kerjasama dan proakif serta nilai-nilai positif yang bisa membawa kemajuan bersama. Modal sosial berserta komponennya menjadi perekat yang akan menjaga kesatuan kelompok. Modal sosial memiliki tiga pilar utama, yaitu kepercayaan (trust), jaringan sosial (social networking) dan norma sosial. Kepercayaan bagi sebagian analis sosial disebut bagian tak terpisahkan dari modal sosial dalam pembangunan yang menjadi “ruh” dari modal sosial. Jaringan sosial di dalam organisasi didominasi oleh hubungan kolektivitas dan jaringan sosial dengan pihak luar berperan besar dalam pengembangan organisasi (Alfiasari, 2004). Norma sebagai elemen penting pembentukan modal sosial juga diutarakan oleh Fedderke (1999) yang menyatakan bahwa sebuah organisasi sosial di dalamnya mengandung norma-norma berupa aturan informal dan nilai-nilai yang memfasilitasi adanya koordinasi diantara anggota dalam sebuah sistem sosial.

Gaya kepemimpinan dan perilaku komunikasi organisasi yang dibangun dalam organisasi kemahasiswaan akan menentukan organisasi tersebut beraktivitas. Dalam proses pencapaian tujuan dan menjaga kesatuan, seorang pemimpin organisasi kemahasiswaan memiliki peranan yang sangat penting. Terbentuknya modal sosial dalam organisasi kemahasiswaan memerlukan gaya kepemimpinan yang sesuai dan dapat dilihat dari perilaku komunikasi organisasi

(18)

yang dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan seseorang dalam hubungannya dengan perilaku komunikasi organisasi memiliki keterikatan yang erat dengan pembentukan modal sosial.

1.2Perumusan Masalah

Keefektivan dan kinerja organisasi turut ditentukan oleh kepemimpinan. Pemimpin yang menjadi pemegang wewenang dalam sebuah organisasi memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Penerapan gaya kepemimpinan oleh seorang pemimpin dalam proses pencapaian tujuan organisasi berhubungan dengan perilaku komunikasi organisasi. Gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh ketua organisasi dan komunikasi organisasi menarik untuk diketahui. Pembentukan modal sosial yang di dalamnya terdapat komponen kepercayaan, jaringan sosial serta norma sosial yang dapat membuat anggota organisasi untuk bergerak mencapai tujuan organisasi ditentukan oleh berbagai faktor. Dalam penelitian ini perumusan masalah yang diangkat adalah:

1. Gaya kepemimpinan seperti apa yang diterapkan oleh pemimpin organisasi kemahasiswaan BEM IPB untuk pencapaian tujuan organisasi? 2. Bagaimana pola komunikasi organisasi yang terjadi di dalam organisasi

kemahasiswaan BEM IPB?

3. Bagaimana pembentukan modal sosial yang terjadi di dalam organisasi kemahasiswaan BEM IPB?

4. Sejauh mana hubungan gaya kepemimpinan dan pola komunikasi organisasi dengan pembentukan modal sosial di dalam organisasi kemahasiswaan BEM IPB?

(19)

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian perumusan masalah yang hendak dikaji di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh organisasi kemahasiswaan BEM IPB.

2. Untuk mengidentifikasi pola komunikasi organisasi kemahasiswaan BEM IPB.

3. Untuk menganalisis pembentukan modal sosial dalam organisasi kemahasiswaan BEM IPB.

4. Untuk mengukur derajat hubungan gaya kepemimpinan dan pola komunikasi organisasi dengan pembentukan modal sosial dalam organisasi kemahasiswaan BEM IPB.

1.4 Kegunaan Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian tentang “Hubungan gaya kepemimpinan dan pola komunikasi organisasi dengan pembentukan modal sosial” ini antara lain:

1. Bagi pihak akademisi penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dan bahan kajian bagi penelitian lanjutan mengenai gaya kepemimpinan, komunikasi organisasi dan juga modal sosial.

2. Bagi pihak Institut Pertanian Bogor atau instansi terkait, hasil penelitian ini dapat dijadikan gambaran fenomena yang terjadi di dalam organisasi

(20)

kemahasiswaan BEM IPB dan sebagai bahan pertimbangan kebijakan kemahasiswaan yang dibuat terkait bidang kemahasiswaan.

3. Bagi penulis penelitian ini sebagai proses belajar dan memperbanyak pengalaman dalam melakukan penulisan ilmiah yang berhubungan dengan ilmu yang penulis ampu.

(21)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kepemimpinan

2.1.1.1 Definisi Kepemimpinan

Dari seperangkat manusia di dalam kelompok, pimpinan merupakan unsur terpenting, karena merekalah yang memiliki daya kemampuan memengaruhi dan menggerakan manusia lainnya dalam hal pencapaian tujuan. Oleh karena itu segala hal yang berhubungan dengan pemimpin dan kepemimpinan telah menjadi bahan perhatian dan spekulasi yang kontroversial. Hasil penelaahan membuktikan bahwa kepemimpinan merupakan fenomena yang sangat kompleks, sehingga kemampuan efektif kepemimpinan memerlukan proses pengembangan yang terus menerus berkesinambungan, ditanamkan, dirintis dan dibina sepanjang masa (Wiriadihardja, 1987). Kepemimpinan menurut Thoha (1991) adalah kegiatan untuk memengaruhi perilaku orang lain atau seni memengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Kepemimpinan tidak harus terikat terjadi dalam suatu organisasi tertentu melainkan dapat terjadi dimana saja, asalkan seorang menunjukan kemampuannya memengaruhi perilaku orang lain ke arah tercapainya tujuan tertentu.

Kotter (1997) menyebutkan bahwa kepemimpinan mengacu pada proses gerakan suatu kelompok dalam arah yang sama tanpa paksaan. Menurutnya kepemimpinan yang baik menggerakkan orang pada satu arah yang benar-benar merupakan minat jangka panjang mereka. Herujito (1988) menyatakan bahwa

(22)

kepemimpinan akan timbul di manapun asalkan ada unsur-unsur berikut ini, yaitu: (1) ada orang yang dipengaruhi, (2) ada orang yang memengaruhi, (3) ada pengarahan dari orang yang memengaruhi.

Kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang mendorong orang banyak untuk mengikuti jalan pikiran dan ucapan yang diungkapkannya, karena mereka meyakini kebenaran dari apa yang diungkapkannya tersebut. Kepemimpinan memiliki arti penting dalam pencapaian tujuan suatu organisasi sehingga dapat dikatakan bahwa kesuksesan atau kegagalan yang dialami, sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh orang-orang yang diserahi tugas memimpin dalam organisasi itu (Oktaviani, 2004). Siagian (1999) menyebutkan bahwa dalam kepemimpinan organisasi, pemimpin didefinisikan sebagai setiap orang yang mempunyai “bawahan.” Menurut Habana dalam Oktaviani (2004) kemampuan untuk mengkombinasikan kekuatan kepemimpinan dan kekuatan manajemen untuk membangun sesuatu disebut “pemimpin-manajer.” Adapun Thoha (1991) mengemukakan bahwa seorang manajer berperilaku sebagai seorang pemimpin asalkan dia mampu memengaruhi perilaku orang-orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Tetapi seorang pemimpin belum tentu harus menyandang jabatan manajer untuk memengaruhi perilaku orang-orang lain. Dengan kata lain seorang pemimpin belum tentu seorang manajer, tetapi seorang manajer bisa berperilaku sebagai seorang pemimpin.

Model kepemimpinan menurut GR Terry dalam Herujito (1988) didasarkan pada kenyataan bahwa kepemimpinan muncul dari adanya suatu hubungan yang kompleks terdiri dari (1) pemimpin; (2) pengikut; (3) struktur

(23)

organisasi; (4) nilai sosial dan pertimbangan politik. Oleh sebab itu kepemimpinan terdiri dari variabel-variabel sebagai berikut: ada seorang pemimpin, kelompok yang dipimpin, ada tujuan atau sasaran, ada aktivitas, ada interaksi dan ada kekuatan.

2.1.1.2 Teori Kepemimpinan

Dalam membahas tentang kepemimpinan akan terkait dengan teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli. Teori-teori kepemimpinan yang ada dipengaruhi oleh masyarakat yang mengakuinya, dari waktu ke waktu di mana kepemimpinan tersebut berlaku (Oktaviani, 2004). Terdapat beberapa pandangan mengenai lahir dan berkembangnya pemimpin dalam kehidupan masyarakat. Ada yang berpendapat bahwa kepemimpinan itu adalah potensi yang dibawa sejak lahir dan ada pula yang meyakini bahwa pemimpin lahir karena situasi yang menghendaki. Berikut ini dikemukakan teori-teori kepemimpinan menurut para ahli.

Thoha (1991) mengungkapkan teori kepemimpinan sebagai berikut: a. Teori Sifat (Trait Theory)

Teori ini memandang bahwa perhatian terhadap kepemimpinan dialihkan kepada sifat-sifat umum yang dipunyai oleh pemimpin, tidak lagi menekankan apakah pemimpin itu dilahirkan atau dibuat.

(24)

Teori ini beranggapan bahwa agar kelompok dapat mencapai tujuan-tujuannya maka harus terdapat pertukaran yang positif diantara pemimpin dan pengikut-pengikutnya.

c. Teori Situasional

Kesimpulan dari teori ini bahwa gaya kepemimpinan yang dikombinasikan dengan situasi akan mampu menentukan keberhasilan pelaksanaan kerja. d. Teori Jalan Kecil-Tujuan (Path-Goal Theory)

Dalam teori ini digambarkan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan dan pelaksanaan pekerjaan bawahannya.

Berbeda dengan Thoha, menurut Siagian (1999) dalam memahami gerak perubahan kemunculan seorang pemimpin, ada tiga teori yang dapat menjelaskan fenomena tersebut yaitu:

a. Teori Genetis

Inti dari ajaran ini tersimpul dari sebutan yang mengatakan bahwa “leaders are born and not made.” Pemimpin tidak dapat diciptakan tetapi muncul karena bakat luar biasa sejak lahir. Seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat-bakat kepemimpinan. Seorang pemimpin ditakdirkan lahir menjadi pemimpin dalam situasi dan kondisi macam apapun. Secara filosofis, pendangan ini tergolong kepada pandangan yang fatalistis atau deterministis.

b. Teori Sosial

Inti ajaran teori sosial ini adalah bahwa “leaders are made and not born.” Pemimpin tidak lahir begitu saja tetapi harus disiapkan dan dibentuk.

(25)

Teori ini mangajarkan bahwa setiap orang bisa saja menjadi pemimpin asalkan diberikan pendidikan dan memiliki pengalaman yang cukup. c. Teori Ekologis

Seorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik jika pada saat lahirnya telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman-pengalaman yang memungkinkannya untuk mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang memang telah dimiliki itu.

2.1.1.3. Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba memengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Terdapat dua kategori yang ekstrim, yaitu: gaya kepemimpinan otokratis dan gaya kepemimpinan demokratis. Kepemimpinan otokratis dipandang sebagai gaya yang berdasarkan atas kekuatan posisi dan penggunaan otoritas, sementara gaya kepemimpinan demokratis dikaitkan dengan kekuatan personal dan keikutsertaan para pengikut dalam proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan (Thoha, 1991).

Berbeda dengan yang dijelaskan oleh Thoha, Habana dalam Oktaviani (2004) menjelaskan bahwa terdapat dua gaya umum perilaku kepemimpinan yaitu direktif dan suportif. Gaya direktif berarti menjelaskan kepada orang lain apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya dan kenapa harus dilakukan. Ini melibatkan penjelasan kewajiban, penjelasan informasi dan memberikan instruksi kepada orang lain. Direktif adalah karakteristik komunikasi arah ke bawah dan

(26)

memengaruhi dari atas. Hal ini merupakan pengawasan dan umpan balik yang berulang. Gaya suportif adalah lawan dari gaya direktif. Karakteristiknya adalah komunikasi dari bawah ke atas, mencari ide dari orang lain, dan mendengarkan secara hati-hati untuk merespon orang lain. Mendukung berarti menghargai pengetahuan orang lain dan melibatkan orang lain dalam pengambilan keputusan. Gaya suportif membangun kepercayaan diri orang lain. Menolong mereka menyelesaikan kewajiban dan memberikan dukungan untuk menerima tanggung jawab.

Gaya kepemimpinan adalah pola-pola perilaku konsisten yang diterapkan orang-orang dalam bekerja dan melalui orang lain seperti yang dipersepsikan orang-orang itu. Pola-pola itu timbul pada diri orang-orang waktu mereka mulai memberikan tanggapan dengan cara yang sama dalam kondisi yang serupa. Pola itu membentuk kebiasaan tindakan yang setidaknya dapat diperkirakan bagi mereka yang bekerja dengan orang-orang itu (Hersey, 1990).

Lewin, Lippitt dan White dalam Goldberg dan Larson (1985) membagi gaya kepemimpinan ke dalam empat jenis, yaitu:

a. Kepemimpinan Otoriter

Menurut Gordon, kepemimpinan otoriter lebih cenderung mencerminkan gambaran tentang manusia yang negatif. Selain itu, pada kepemimpinan ini mengeksportir ketergantungan pengikutnya dengan cara menentukan kebijaksanaan kelompok tanpa berkonsultasi terlebih dahulu pada anggota kelompok, dengan mendikte tugas pada kelompok, menetapkan prosedur dalam mencapainya, menguji dan mengkritik anggota kelompok secara subjektif serta menganut sikap yang mengambil jarak dan formal.

(27)

Komunikasi dalam kelompok tersebut pada dasarnya dilakukan melalui pemimpin karena para anggota tidak dianjurkan untuk berkomunikasi secara langsung satu sama lain. Gaya kepempinan otoriter sangat memaksakan, sangat mendesakkan kekuasannya pada bawahan. Bawahan dikendalikan dan diperintah seperti tidak mempunyai martabat manusia, tidak mempunyai pikiran dan kehendak sendiri. Gaya kepemimpinan ini menciptakan diktator (Sukmana, 2001).

b. Kepemimpinan Demokratis

Pandangan seorang pemimpin yang demokratis terhadap orang lain lebih optimis dan positif daripada pandangan pemimpin otoriter. Kepemimpinan seperti ini berpendapat bahwa orang mampu mengarahkan diri sendiri dan berusaha menyajikan kepada pengikut-pengikutnya suatu kesempatan untuk tumbuh, berkembang dan bertindak sendiri. Pemimpin demokratis mendukung komunikasi diantara para anggota kelompok dengan cara mendorong mereka untuk menentukan sendiri kebijaksanaan dan kegiatan kelompok. Pemimpin berbuat demikian dengan cara mengajukan beberapa sasaran dan prosedur alternatif, memperkenalkan anggota untuk memilih sendiri pasangan dalam bekerja, memuji dan mengkritik secara objektif.

c. Kepemimpinan Laissez Faire

Kepemimpinan Laissez Faire pada dasarnya menunjukan suatu pola pengabaian yakni di mana pemimpin yang dipilih atau tokoh berwenang dalam suatu kelompok berusaha menghindari suatu tanggung jawab terhadap pengikutnya. Selain itu, kepemimpinan ini menghindari

(28)

partisipasi dan menganut suatu sikap yang tak acuh terhadap orang lain. Gaya kepemimpinan jenis ini menyediakan materi dan informasi hanya apabila diminta dan jarang bahkan sama sekali tidak memberi pujian dan kritik.

d. Kepemimpinan Non Direktif

Kepemimpinan dimana pemimpin menjauhi usaha mendominasi kelompok dan mendorong anggota-anggota kelompok untuk lebih bertanggungjawab. Pemimpin menolak untuk memberi pengarahan pada kelompok tetapi mencoba untuk mengerti apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan oleh anggota kelompoknya.

Sementara itu juga Thoha (1991) mengemukakan empat gaya dasar kepemimpinan dalam proses pembuatan keputusan. Keempat gaya dasar tersebut adalah sebagai berikut.

1. Direktif

Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan rendah dukungan karena gaya ini dicirikan dengan komunikasi satu arah. Inisiatif pemecahan masalah dan pembuatan keputusan semata-mata dilakukan oleh pemimpin. Pemecahan masalah dan keputusan diumumkan dan pelaksanaannya diawasi ketat oleh pemimpin.

2. Konsultasi

Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan karena dalam menggunakan gaya ini pemimpin masih banyak memberikan pengarahan, tetapi hal ini diikuti dengan meningkatkan banyaknya komunikasi dua arah dan perilaku mendukung, dengan berusaha

(29)

mendengar perasaan pengikut tentang keputusan yang dibuat, serta ide-ide dan saran mereka. Meskipun dukungan ditingkatkan, pengendalian atas pengambilan keputusan tetap pada pemimpin.

3. Partisipasi

Perilaku pemimpin yang tinggi dukungan dan rendah pengarahan karena posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dipegang secara bergantian. Dalam penggunaan gaya ini pemimpin dan pengikut saling tukar menukar ide dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan. Komunikasi dua arah ditingkatkan dan peranan pemimpin adalah secara aktif mendengar. Tanggung jawab pemecahan masalah dan pembuatan keputusan sebagian besar ada pada pihak pengikut.

4. Delegasi

Perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan karena pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah yang kemudian proses pembuatan keputusan didelegasikan secara keseluruhan kepada bawahan. Dalam hal ini bawahanlah yang memiliki kontrol untuk memutuskan bagaimana cara pelaksanaan tugas. Pemimpin memberikan kesempatan yang luas bagi bawahan untuk mengambil keputusan sendiri karena mereka memiliki kemampuan dan keyakinan untuk memikul tanggung jawab dalam pengarahan perilaku mereka sendiri.

Thoha (1991) menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif adalah kepemimpinan yang disesuaikan dengan tingkat kecerdasan orang yang

(30)

dipimpinnya. Gaya kepemimpinan cenderung sangat bervariasi dari suatu situasi ke situasi lainnya. Pola perilaku pemimpin mengarahkan dan memerintahkan serta perilaku menumbuhkan dukungan dapat terjadi bersamaan dan tergabungkan ke dalam berbagai variasi, atas tiga dasar ukuran pokok yaitu;

1. Besarnya pengarahan atau perintah yang diperlukan atau yang diperlakukan oleh pemimpin

2. Besarnya dukungan dan dorongan semangat yang diperlukan dan diberikan oleh sang pemimpin.

3. Besarnya keterlibatan orang yang dipimpin.

2.1.2 Konsep Organisasi

Organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab. Organisasi mempunyai karakteristik tertentu yaitu mempunyai struktur, tujuan, saling berhubungan satu bagian dengan bagian lain dan tergantung kepada komunikasi manusia untuk mengoordinasi aktivitas dalam organisasi tersebut (Schein dalam Muhammad 2004). Selanjutnya Kochler dalam Kasim (1993) menyebutkan bahwa organisasi adalah sistem hubungan yang terstruktur yang mengoordinasikan usaha suatu kelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam masyarakat modern dikenal banyak jenis organisasi yang memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari baik dalam sektor swasta maupun sektor publik. Misalnya, sekolah, universitas, rumah sakit, yayasan, badan usaha milik negara dan instansi pemerintah.

(31)

Organisasi sangat bervariasi ada yang sangat sederhana dan ada pula yang sangat kompleks. Namun, setiap organisasi yang dikembangkan memiliki karakteristik yang bersifat umum. Muhammad (2004) menjelaskan karakteristik umum dari organisasi yang pertama adalah dinamis. Organisasi sebagai suatu sistem terbuka terus menerus mengalami perubahan karena selalu menghadapi tantangan baru dari lingkungannya dan perlu menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan yang berubah tersebut. Karakteristik umum kedua adalah suatu organisasi selalu membutuhkan informasi. Tanpa informasi aktivitas organisasi tidak akan berjalan dan untuk mendapatkan informasi organisasi harus melakukan proses komunikasi. Karakteristik selanjutnya yaitu organisasi mempunyai tujuan. Tujuan organisasi berfungsi sebagai pedoman agar segala kegiatan dalam organisasi memiliki kejelasan arah dan tidak melakukan tindakan yang tidak perlu karena semua mengacu pada tujuan yang ada. Karakteristik umum yang terakhir adalah terstruktur. Organisasi dalam usaha mencapai tujuannya membuat struktur organisasi berupa aturan-aturan, undang-undang dan hierarki hubungan dalam organisasi. Biasanya suatu organisasi mengembangkan suatu struktur yang membantu organisasi mengontrol dirinya sendiri.

Selain memiliki karakteristik umum, organisasi pun memiliki manfaat organisasi. Cahayani (2004) menyebutkan organisasi bermanfaat: (1) untuk melayani masyarakat; (2) untuk mencapai sasaran yang tidak dapat atau sulit dicapai seorang diri; (3) untuk mempertahankan pengetahuan. Sementara itu, Muhammad (2004) menjelaskan bahwa sebuah organisasi juga memiliki fungsi organisasi. Beberapa fungsi yang melekat pada sebuah organisasi yaitu: (1) memenuhi kebutuhan pokok organisasi; (2) mengembangkan tugas dan tanggung

(32)

jawab; (3) memroduksi barang atau orang; (4) memengaruhi dan dipengaruhi orang.

2.1.3 Komunikasi Organisasi

Goldhaber dalam Muhammad (2004), mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah. Definisi ini mengandung tujuh konsep kunci yaitu proses, pesan, jaringan, saling tergantung, hubungan, lingkungan, dan ketidakpastian. Lebih lanjut Zelko dan Darce dalam Muhammad (2004) menjelaskan bahwa komunikasi organisasi adalah suatu sistem yang saling tergantung yang mencakup komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal adalah komunikasi yang terjadi di dalam organisasi itu sendiri, seperti komunikasi dari atasan ke bawahan sedangkan komunikasi eksternal adalah komunikasi yang dilakukan organisasi dengan lingkungan luarnya.

Cara melihat komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi dapat digunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan makro, pendekatan mikro dan individual (Muhammad, 2004). Pengertian pendekatan makro adalah organisasi dipandang sebagai suatu unsur global yang berinteraksi dengan lingkungannya. Contoh dari interaksi ini adalah organisasi melakukan aktivitas tertentu seperti memroses informasi dari lingkungan, mengadakan identifikasi, melakukan integrasi dan menentukan tujuan organisasi. Pendekatan mikro komunikasi suatu organisasi memfokuskan kepada komunikasi dalam unit dan sub-unit pada

(33)

organisasi. Komunikasi yang diperlukan pada tingkat ini adalah komunikasi antar anggota, komunikasi untuk pemberian orientasi dan latihan, komunikasi untuk menjaga iklim organisasi, komunikasi dalam supervisi dan pengarahan pekerjaan dan komunikasi untuk mengetahui rasa kepuasan kerja dalam organisasi. Pendekatan individual berpusat kepada tingkah laku komunikasi individu dalam organisasi. Komunikasi individual memiliki beberapa bentuk diantaranya berbicara dalam kelompok kerja, mengunjungi dan berinteraksi dalam rapat, menulis dan mengonsep surat serta memperdebatkan suatu usulan (Muhammad, 2004).

2.1.4 Pola Komunikasi Organisasi

Secara umum pola komunikasi organisasi dapat dibedakan ke dalam saluran komunikasi formal dan nonformal (Purwanto, 2003).

1. Saluran Komunikasi Formal

Bila pesan mengalir melalui jalan resmi yang ditentukan oleh hierarki resmi organisasi atau oleh fungsi pekerjaan maka pesan itu menurut jaringan komunikasi formal. Saluran ini merupakan komunikasi yang didukung dan mungkin dikendalikan oleh manajer. Komunikasi formal dapat dibedakan menjadi empat tipe, yaitu komunikasi dari atas ke bawah, komunikasi dari bawah ke atas, komunikasi horizontal dan komunikasi diagonal.

a. Komunikasi dari atas ke bawah

Komunikasi dari atas ke bawah berasal dari pimpinan tertinggi ditunjukkan kepada pimpinan menengah terus mengalir melewati tingkat manajemen untuk kemudian disampaikan kepada

(34)

bawahan. Kasim (1993) menyebutkan bahwa fungsi dari komunikasi ini adalah untuk memberi pengarahan, instruksi, indoktrinasi, evaluasi dan sebagainya. Makin rendah tingkatan hierarki makin rinci perintah atau instruksi yang dikomunikasikan. Di samping mengomunikasikan perintah, komunikasi dari atas ke bawah juga meliputi informasi tentang tujuan organisasi, kebijakan, peraturan, insentif, manfaat, hak-hak khusus ataupun umpan balik dari atasan tentang hasil pelaksanaan tugas oleh bawahan. Media yang biasa digunakan untuk komunikasi ke bawah adalah rapat, memo, telepon, sms dan pertemuan tatap muka. b. Komunikasi dari bawah ke atas

Komunikasi dari bawah ke atas menunjukan bahwa arus informasi mengalir dari bawahan menuju ke atasan. Komunikasi ke atas merupakan proses penyampaian gagasan, ide atau saran dan pandangan bawahan kepada atasan. Menurut Kasim (1993) bentuk-bentuk komunikasi yang dipakai dalam komunikasi ke atas meliputi laporan pelaksanaan pekerjaan, saran-saran, rekomendasi, rencana anggaran, keluhan, permintaan bantuan dan sebagainya. Para pejabat di setiap hierarki bertindak sebagai penyaring informasi yang disalurkan ke atas melalui pengintegrasian, pembuatan ikhtisar dan pemadatan informasi yang datang dari bawah.

(35)

c. Komunikasi horizontal

Komunikasi horizontal terjadi antara orang-orang yang menduduki jabatan yang setingkat dalam struktur organisasi. Tujuannya antara lain untuk melakukan persuasi, memengaruhi dan memberikan informasi kepada bagian yang memiliki hubungan sejajar. Tipe ini menjadi penting ketika masing-masing departemen dalam satu organisasi memiliki ketergantungan yang cukup besar. d. Komunikasi diagonal

Komunikasi ini melibatkan dua pihak yang tingkatan organisasinya berbeda. Contohnya adalah manajer bagian produksi dengan pegawai bagian pabrik. Komunikasi ini memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah penyebaran informasi bisa lebih cepat daripada bentuk komunikasi tradisional. Selain itu, komunikasi diagonal membantu individu dari berbagai bagian atau departemen ikut membantu masalah dalam organisasi. Di samping memiliki kelebihan, komunikasi memiliki kekurangan, diantaranya adalah komunikasi ini dapat menganggu jalur komunikasi yang rutin dan telah berjalan normal. Selain itu, komunikasi diagonal dalam suatu organisasi besar sulit untuk dikendalikan secara efektif.

2. Saluran Komunikasi Nonformal

Muhammad (2004) menjelaskan bahwa komunikasi nonformal mengalir tanpa memperhatikan posisi, kalaupun ada mungkin sedikit. Komunikasi nonformal ini menyebabkan informasi pribadi muncul dari

(36)

interaksi di antara orang-orang dan mengalir ke seluruh organisasi tanpa dapat diperkirakan. Jaringan komunikasi ini lebih dikenal dengan istilah desas-desus (grapevine) atau kabar angin. Dalam istilah komunikasi kabar angin dikatakan sebagai metode untuk menyampaikan rahasia dari orang ke orang, yang tidak dapat diperoleh melalui jaringan komunikasi formal. Komunikasi nonformal cenderung berisi laporan rahasia mengenai orang dan kejadian-kejadian yang tidak mengalir secara resmi. Informasi yang diperoleh dari desas-desus adalah berkenaan dengan apa yang didengar atau apa yang dikatakan orang dan bukan apa yang diumumkan oleh yang berkuasa.

2.1.5 Modal Sosial

2.1.5.1 Konsep Modal Sosial

Hardinsyah (2007) mengatakan bahwa istilah modal sosial dipergunakan pertama kali dalam diskusi oleh Lyda Judson Hanifan di Pusat Pendidikan Masyarakat Pedesaan Amerika pada abad 20. Istilah tersebut dipergunakan untuk menjelaskan sesuatu yang saat itu belum terukur yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dan masyarakat, seperti niat baik, berbuat baik, saling percaya dan menghargai serta hubungan-hubungan sosial di masyarakat. Dikalangan sosiolog konsep modal sosial diperkenalkan oleh Pierre Bourdieu pada awal tahun 1980-an. Bourdieu dalam Hardinsyah (2007) mengatakan bahwa modal sosial sebagai keseluruhan sumberdaya baik yang aktual maupun potensial yang bisa dimiliki seseorang berkat adanya jaringan hubungan secara kelembagaan yang terpelihara dengan baik.

(37)

Sementara itu, James Coleman (Djohan, 2007) mendefinisikan modal sosial dari sudut pandang fungsi modal sosial itu sendiri, yang mana bukan menekankan pada hubungan sosial seperti definisi Bourdieu namun menekankan pada struktur sosial. Fungsi yang dapat diidentifikasi dari modal sosial adalah nilai dari aspek-aspek struktur sosial yang mana menunjuk pada sekumpulan kewajiban dan harapan, jaringan komunikasi, norma-norma dan sanksi-sanksi yang efektif yang dapat memaksa atau menyemangati seseorang untuk bertingkah laku agar tetap eksis dalam menjaga hubungannya dengan orang lain. Jika Bourdieu tertarik pada pengembangan konsep modal sosial sebagai sumber daya bagi modal ekonomi seseorang (economic capital), Coleman lebih tertarik untuk mengembangkan bagaimana modal sosial dalam jaringan keluarga dan komunitas sebagai sumberdaya bagi modal manusia (Alfiasari, 2004). Seorang tokoh modal sosial yang lain adalah Francis Fukuyama. Dia adalah tokoh besar yang meyakini bahwa pembangunan akan mendapatkan hasil yang jauh lebih baik ketika pemerintah memerhatikan aspek modal sosial dalam masyarakat (Djohan, 2007).

Kajian modal sosial semakin popular sejak disertasi Putnam pada tahun 1993 yang berjudul Making Democracy Work: Civic Traditions in Modern Italy dan publikasi tulisannya pada tahun 1995 dengan judul Bowling Alone: America’s Declining Social Capital. Putnam (1993) dalam Alfiasari (2004) mendefinisikan modal sosial sebagai karakteristik masyarakat meliputi rasa memiliki, kerjasama, pertukaran, kepercayaan, sikap positif, dan partisipasi. Dia lebih mengembangkan pemikirannya pada ide asosiasi dan aktivitas masyarakat sipil sebagai basis bagi terciptanya integrasi sosial dan kesejahteraan. Konsep modal sosial yang digagas olehnya mirip dengan Fukuyama dan Colemen. Hanya saja, ia lebih menekankan

(38)

ke persoalan peran kelompok, asosiasi, institusi sosial dan organisasi sosial serta mengaitkannya dengan aktivitas masyarakat sipil dalam membangun kebersamaan untuk mencapai tujuan yang lebih baik (Djohan, 2007).

Konsep modal sosial juga disebut sebagai modal yang merujuk pada banyak aspek dari organisasi sosial informal yang terbangun dari sumberdaya-sumberdaya sosial produktif yang dapat dimanfaatkan untuk satu atau lebih pelaku sosial dalam masyarakat. Para pelaku ini secara individual menginvestasikan modal sosial melalui hubungan pertemanan maupun hubungan yang dibangun dalam persetujuan-persetujuan tertulis. Sumberdaya-sumberdaya sosial yang biasanya berbentuk hubungan sosial yang kuat ini selanjutnya terinternalisasi melalui aturan-aturan yang kadang menjadi modal sosial yang sangat kuat dan dapat mendukung usaha manusia dalam bertahan hidup (Dharmawan, 2001).

Dari semua pengertian yang ada, yang harus digarisbawahi adalah modal sosial tidak sama dengan kebajikan sosial (social virtue). Perbedaannya terletak pada dimensi gerakan dan jaringan. Kebajikan sosial akan sangat kuat dan berpengaruh jika di dalamnya melekat perasaan keterikatan untuk saling berhubungan dan timbal-balik dalam suatu bentuk hubungan sosial (Djohan, 2007). Kemudian, istilah modal sosial diadopsi Bank Dunia dan lembaga pemerintah di banyak negara. Kajian, publikasi, dan diskusi tentang modal sosial di berbagai bidang berkembang pesat selama dekade terakhir (Hardinsyah, 2007).

Selanjutnya Coleman dalam Fedderke (1999) mengemukakan enam karakteristik modal sosial, yaitu:

(39)

a. Adanya kewajiban dan harapan yang dimiliki masing-masing individu dalam melakukan tindakan sosialnya.

b. Adanya informasi potensial yang terjalin melalui hubungan sosial yang sifatnya informal yang dapat menyimpan dan menyampaikan informasi. c. Norma dan sanksi yang efektif.

d. Hubungan kekuasaan

e. Kesamaan organisasi sosial. Organisasi sosial terbentuk dari tujuan yang spesifik di mana terjadi proses pencapaian tujuan dan di dalamnya terdapat mekanisme organisasi yang cukup luas skalanya dalam usaha pencapaian tujuan bersama.

f. Kesengajaan dalam membentuk organisasi. Hal ini terkait khususnya pada usaha untuk mengurangi biaya-biaya pada transaksi sosial.

2.1.5.2 Komponen Modal Sosial

Sebagai proses pembentukan modal sosial, hubungan sosial yang ada dapat dilihat sebagai sebuah hasil dari interaksi sosial yang berproses. Dari interaksi ini akan terbangun hubungan sosial antar pelaku sosial. Hubungan sosial ini didasarkan pada jalinan kepercayaan, jaringan sosial dan norma. Modal sosial yang terbentuk ini akan memengaruhi interaksi sosial yang terjadi. Maka dari itu Dharmawan (2001) menggambarkan kedudukan modal sosial dalam sistem sosial pada gambar berikut ini.

(40)

Gambar 1. Kedudukan modal sosial dalam sistem sosial

Putnam (1993) dalam Alfiasari (2004) menyebutkan bahwa modal sosial memiliki tiga pilar utama, yaitu:

a. Kepercayaan

Kepercayaan adalah sesuatu yang terbangun dari hubungan-hubungan sosial dimana terdapat peraturan yang dapat dirundingkan dalam arti terdapat “ruang terbuka” dari peraturan tersebut untuk mencapai harapan-harapan yang ingin dicapainya (Seligman dalam Alfiasari, 2004). Fedderke (1999) menjelaskan bahwa modal sosial mencakup kepercayaan sosial yang memfasilitasi adanya koordinasi dan komunikasi. Koordinasi dan komunikasi yang terjalin ini akan memengaruhi terhadap tindakan kolektif yang dilakukan dalam rangka mencapai keuntungan kolektif juga. Fedderke menilai bahwa kepercayaan dapat mengurangi adanya insentif dalam memanfaatkan kesempatan. Djohan (2007) mendefinisikan kepercayaan sebagai keyakinan bahwa individu lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan bertindak mendukung serta tidak merugikan diri sendiri dan kelompoknya. Kepercayaan merupakan fungsi yang sangat penting dalam membangun modal sosial. Tindakan kolektif yang didasari kepercayaan

Terjalin hubungan Hubungan kepercayaan, norma dan jaringan Terjadi interaksi Modal sosial

(41)

yang tinggi akan meningkatkan partisipasi anggota kelompok dalam beragam bentuk dan dimensi bagi kemajuan bersama. Sebaliknya, pada masyarakat dengan kepercayaan rendah akan mengundang berbagai problem sosial, misalnya saling berburuk sangka, iri, dengki dan cenderung hidup dalam suasana menjegal.

Mollering dalam Djohan (2007) menyebutkan bahwa modal sosial mempunyai enam fungsi penting yaitu: (1) kepercayaan dalam arti confidence yang merupakan ranah psikologis individual sebagai sikap yang akan mendorong seseorang dalam keputusan setelah menimbang resiko yang akan diterima; (2) kerjasama yang menempatkan kepercayaan sebagai dasar hubungan antar individu tanpa saling curiga; (3) penyederhanaan pekerjaan yang memfungsikan trust sebagai sumber untuk membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja kelembagaan-kelembagaan sosial; (4) ketertiban dimana kepercayaan sebagai inducing behavior setiap individu untuk menciptakan kedamaian dan meredam kekacauan sosial; (5) pemelihara kohesivitas sosial yang membantu kerekatan setiap komponen sosial yang hidup dalam komunitas menjadi kesatuan; (6) kepercayaan sebagai modal sosial yang menjamin struktur sosial yang berdiri secara utuh yang berfungsi secara operasional serta efisien (Dharmawan dalam Alfiasari, 2004)

Lebih jauh Djohan (2007) mengatakan bahwa para sosiolog membagi kepercayaan pada tiga tingkatan, yaitu individual, relasi sosial dan sistem sosial. Pada tingkatan individual, kepercayaan merupakan ciri individu yang selalu bersikap jujur. Pada tingkatan hubungan sosial, kepercayaan ditandai oleh semangat kejujuran yang menyatu pada setiap hubungan sosial. Ini merupakan atribut kolektif yang lebih mudah mencapai tujuan bersama pada tingkatan sistem

(42)

sosial, kepercayaan merupakan nilai publik yang perkembangannya difasilitasi oleh sistem sosial yang ada. Pengertian nilai publik di sini berarti kejujuran, yang melahirkan rasa percaya diri pada setiap orang sehingga menjadi karakter yang melekat pada setiap individu dalam masyarakat.

b. Jaringan Sosial

Menurut Stone dan Hughes dalam Alfiasari (2004), modal sosial mempunyai dua ukuran utama, yaitu jaringan sosial dan karakteristik jaringan sosial. Jaringan sosial dilihat dengan menggunakan beberapa ukuran, di antaranya adalah (a) ikatan informal yang dikarakteristikan dengan adanya kepercayaan dan timbal balik yang lebih familiar dan bersifat personal seperti pada ikatan keluarga, pertemanan, pertetanggaan; (b) ikatan yang sifatnya lebih umum, seperti ikatan pada masyarakat setempat, masyarakat umum, masyarakat dalam kesatuan, kewarganegaraan. Ikatan ini dikarakteristikan dengan adanya kepercayaan dan hubungan timbal balik yang sifatnya umum; dan (c) ikatan kelembagaan yang dikarakteristikan dengan adanya kepercayaan dalam kelembagaan yang ada. Misalnya pada ikatan dalam sistem kelembagaan dan hubungan kekuasaan.

Sementara itu, karakteristik jaringan sosial dapat dilihat dari tiga karakteristik, yaitu: bentuk dan luas, kerapatan dan ketertutupan dan keragaman. Karakteristik bentuk dan luas misalnya mengenai jumlah hubungan informal yang terdapat dalam sebuah interaksi sosial, jumlah anggota kelompok yang mengetahui pribadi seseorang dalam sistem sosial dan jumlah kontak kerja. Kerapatan dan ketertutupan sebuah jaringan sosial dapat dilihat misalnya dengan seberapa besar sesama anggota kelompok saling mengetahui teman-teman dekatnya, di antara teman saling mengetahui satu sama lainnya atau masyarakat

(43)

saling mengetahui satu dengan lainnya. Keragaman dalam jaringan sosial dikarakteristikan misalnya dari keragaman etnik anggota kelompok, dari perbedaan pendidikan dalam sebuah kelompok atau dari pencampuran budaya dalam wilayah setempat.

c. Norma Sosial

Djohan (2007) mendefinisikan norma sosial sebagai aturan kolektif yang diharapkan dapat dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial. Norma terbentuk dari berulangnya kebiasaan dalam interaksi keseharian yang akan menciptakan aturan-aturan main di masyarakat. Aturan-aturan kolektif ini biasanya tidak tertulis, tetapi dipahami setiap anggota masyarakat dan menentukan tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial.

Norma-norma yang membentuk modal sosial dapat bervariasi dari hubungan timbal balik antar dua orang sampai pada hubungan kompleks dan kemudian terelaborasi menjadi doktrin. Selain terbentuk oleh aturan-aturan tertulis misalnya dalam organisasi sosial, menjalin kerjasama dalam sebuah interaksi sosial juga terkait dengan nilai-nilai tradisional. Nilai yang dimaksud misalkan kejujuran, sikap menjaga komitmen, pemenuhan kewajiban, ikatan timbal balik dan yang lainnya. Nilai-nilai seperti ini sebenarnya aturan tidak tertulis dalam sebuah sistem sosial yang mengatur masyarakat untuk berperilaku dalam interaksinya dengan orang lain (Fukuyama, 2001 dalam Alfiasari, 2004).

Selain ketiga komponen modal sosial di atas, Syahra et al. dalam Alfiasari (2004) mengemukakan tujuh karakter lainnya yang dapat dianggap sebagai unsur modal sosial. Pengklasifikasian tujuh karakter tersebut berdasarkan atas pertimbangan bahwa dengan tingkat keberadaan unsur-unsur ini juga menentukan

(44)

seberapa jauh suatu kelompok masyarakat berhasil mencapai tujuan bersama. Ketujuh unsur tersebut adalah:

1) Tanggung jawab, yaitu kesadaran untuk memenuhi kewajiban sebagai cerminan rasa peduli terhadap masalah-masalah yang menyangkut kepentingan bersama.

2) Toleransi, yaitu kesediaan untuk memberikan kelonggaran, baik dalam bentuk materi maupun non-materi sepanjang tidak berkenaan dengan hal-hal yang bersifat prinsipil.

3) Kebersamaan merupakan sikap dan perilaku yang mencerminkan adanya kesediaan untuk turut terlibat dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan bersama.

4) Kemandirian, yaitu sikap dan perilaku yang mengutamakan kemampuan diri sendiri untuk memenuhi berbagi kebutuhan tanpa tergantung pada bantuan orang lain.

5) Keterbukaan merupakan kesediaan untuk menyampaikan secara apa adanya segala hal pada orang lain yang berkepentingan menganggap bahwa mereka perlu mengetahuinya.

6) Keterusterangan, yaitu kesediaan untuk menyampaikan apa yang sesungguhnya dipikirkan atau dirasakan tanpa dihalangi oleh perasaan sungkan atau takut.

7) Empati, yaitu kemampuan memahami apa yang dirasakan oleh orang lain atau kemampuan untuk menempatkan diri dalam situasi orang lain.

(45)

2.2 Kerangka Pemikiran

Salah satu pelaku yang memengaruhi keberhasilan suatu organisasi dalam proses pencapaian tujuan adalah seorang pemimpin. Faktor pemimpin merupakan salah satu faktor internal yang memengaruhi pencapaian terbentuknya modal sosial. Modal sosial diartikan sebagai suatu keadaan yang membuat masyarakat atau membuat sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama secara maksimal (Djohan, 2007). Pembentukan modal sosial berorientasi pada peranan dan perilaku manusia, baik sebagai pimpinan maupun anggota. Pengaruh gaya kepemimpinan seseorang menggambarkan hubungan yang positif dengan pembentukan modal sosial, artinya seorang pemimpin akan membawa organisasinya pada pembentukan modal sosial yang kuat dengan gaya kepemimpinan yang bisa membawa kelompoknya pada proses pencapaian tujuan.

Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin dalam sebuah organisasi akan menentukan aktivitas dan perilaku anggotanya dalam bertindak. Gaya kepemimpinan yang mungkin diterapkan oleh pemimpin dalam menjalankan kewajibannya, antara lain gaya partisipatif, delegatif, instruktif, konsultatif. Antara gaya kepemimpinan yang satu dengan yang lainnya memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Masing-masing gaya kepemimpinan dengan kekurangan dan kelebihannya memberikan daya tarik tertentu bagi seorang pemimpin.

Pembentukan modal sosial yang memiliki komponen kepercayaan, jaringan sosial dan norma sosial dalam sebuah organisasi dapat diketahui dengan terlebih dahulu melihat bagaimana komunikasi organisasi dan juga gaya kepemimpinan. Komunikasi dari atas ke bawah, komunikasi dari bawah ke atas,

(46)

komunikasi horizontal dan komunikasi diagonal adalah aktivitas komunikasi organisasi dalam mencari informasi atau menerima informasi melalui media. Komunikasi organisasi tersebut diduga akan memengaruhi sejauh mana pembentukan modal sosial yang ada.

Gaya kepemimpinan yang memiliki hubungan dengan perilaku komunikasi organisasi untuk kemudian berpengaruh terhadap pembentukan modal sosial dapat dilihat dari variabel-variabel komponen yang ada. Kepercayaan dalam pembentukan modal sosial sebuah organisasi merupakan kepercayaan anggota organisasi terhadap aturan-aturan tertulis, aturan tidak tertulis, nilai tradisional dan nilai-nilai lainnya yang berlaku di masyarakat. Selain itu juga mencakup variabel kepercayaan terhadap kemampuan menjaga keeratan hubungan, kepercayaan terhadap bekerjasama dan kepercayaan terhadap pihak lain yang bersangkutan.

Variabel pada jaringan sosial dapat dilihat dari basis jaringan kelompok tersebut yang meliputi basis pertetanggaan, basis kekeluargaan, basis pertemanan, basis kolektivitas dan basis komunitas. Basis jaringan menggambarkan dasar hubungan yang melandasi seorang anggota organisasi berinteraksi dengan orang lain dalam sebuah jaringan sosial. Selain itu variabel yang lain adalah sifat jaringan yang terdiri dari fungsional, struktural dan transaksional. Fungsional diartikan sebagai hubungan yang sifatnya karena fungsi dan status yang dimiliki seseorang. Struktural adalah hubungan yang didasarkan pada status formal hierarki yang dimiliki. Sementara transaksional berarti hubungan karena proses pertukaran baik barang maupun jasa. Variabel terakhir dari jaringan sosial adalah karakteristik jaringan. Varibel ini terdiri dari bentuk, luas, kedalaman, keterbukaan pada permanency. Komponen terakhir dari modal sosial adalah

(47)

norma sosial yang memiliki variabel norma tertulis, norma tidak tertulis, norma agama dan norma lainnya yang berlaku di masyarakat.

Jika digambarkan dalam sebuah kerangka berpikir, maka kedudukan karakteristik individu dan karakteristik organisasi berada sebagai variabel anteseden (Gambar 2). Variabel anteseden diartikan sebagai variabel antara yang mendahului variabel pengaruh. Jadi dapat dikatakan bahwa karakteristik individu yang dimiliki oleh pemimpin menentukan gaya kepemimpinan yang ditunjukkan. Selain itu karakterisik organisasi diduga turut menentukan bagaimana komunikasi organisasi yang terjadi. Gaya kepemimpinan dan komunikasi organisasi berlaku sebagai variabel pengaruh di mana kedua variabel ini turut menentukan pembentukan modal sosial yang terjadi pada sebuah organisasi. Sementara itu variabel terpengaruh pada penelitian ini adalah modal sosial.

(48)

PEMBENTUKAN MODAL SOSIAL • Kepercayaan • Jaringan • Norma

Gambar 2. Kerangka berpikir

Keterangan:

= hubungan

= tidak termasuk lingkup penelitian 2.3 Hipotesis Penelitian

Untuk kepentingan penelitian ini, sesuai dengan tujuannya diajukan hipotesis uji berikut:

1. Terdapat hubungan nyata antara gaya kepemimpinan terhadap pola komunikasi organisasi

2. Terdapat hubungan nyata antara gaya kepemimpinan dan terbentuknya modal sosial

3. Terdapat hubungan nyata antara pola komunikasi organisasi dengan terbentuknya modal sosial.

KARAKTERISTIK INDIVIDU • Usia

• Latar Belakang pendidikan formal • Latar belakang pendidikan non

formal • Pengalaman memimpin KARAKTERISTIK ORGANISASI • Tujuan organisasi • Iklim organisasi • Ukuran organisasi • Komposisi organisasi • Umur organisasi GAYA KEPEMIMPINAN • Direktif • Partisipatif • Delegatif • Konsultatif

POLA KOMUNIKASI ORGANISASI • Komunikasi dari atas ke bawah • Komunikasi dari bawah ke atas • Komunikasi horizontal

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan dengan desain penelitian survei, yaitu mengambil contoh dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun & Effendi, 2006). Pendekatan kualitatif digunakan untuk melengkapi penelitian dalam mengkaji gaya kepemimpinan, komunikasi organisasi dan pembentukkan modal sosial dari sudut pemimpin. Pendekatan ini menggunakan metode wawancara mendalam.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Institut Pertanian Bogor pada Organisasi Kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa. Penentuan lokasi penelitian secara sengaja karena berdasarkan pertimbangan bahwa organisasi kemahasiswaan BEM IPB merupakan organisasi besar yang mencakup seluruh mahasiswa Institut Pertanian Bogor sehingga diperlukan kepemimpinan yang efektif dan komunikasi organisasi yang baik.

Penelitian dilaksanakan selama dua bulan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2009.

(50)

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah pengurus organisasi kemahasiswaan BEM IPB. Populasi berjumlah 130 orang yang terbagi kedalam 11 bagian BEM IPB yaitu 10 kementerian dan Badan Pengurus Harian.

Sampel yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 55 orang. Responden dipilih desngan menggunakan teknik pengambilan sampel quota sampling. Teknik quota sampling merupakan teknik yang mengambil sampel dengan adanya quota perbagian. Pengambilan sampel di dalam bagian sesuai jumlah quota dilakukan secara acak. Selain responden dipilih pula beberapa informan untuk melengkapi data penelitian. Informan dipilih secara sengaja dengan mempertimbangkan bahwa informan merupakan pihak yang sering berhubungan intens dengan organisasi kemahasiswaan BEM IPB.

3.4 Data dan Instrumentasi

Data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer berupa informasi yang didapat dari responden sedangkan data sekunder berupa data dan informasi mengenai organisasi yang didapat dalam bentuk literatur.

Instrumenstasi penelitian terdiri dari kuesioner dan panduan wawancara. Kuesioner digunakan sebagai instrumentasi utama melalui pendekatan kuantitatif sedangkan panduan wawancara sebagai instrumen pelengkap melalui pendekatan kualitatif.

(51)

3.5 Definisi Operasional

1. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba memengaruhi perilaku orang lain. Gaya kepemimpinan dibedakan menjadi empat kategori yaitu gaya kepemimpinan direktif, gaya kepemimpinan konsultatif, gaya kepemimpinan partisipatif dan gaya kepemimpinan delegatif.

Gaya kepemimpinan organisasi kemahasiswaan BEM IPB yang diukur adalah gaya kepemimpinan dari pimpinan tertinggi BEM IPB yaitu Presiden Mahasiswa IPB. Untuk mengukur gaya kepemimpinan organisasi kemahasiswaan BEM IPB, kuesioner mengenai gaya kepemimpinan dibagi menjadi empat aspek bagian sesuai dengan gaya kepemimpinan yang ada. Dengan demikian bagian gaya kepemimpinan yang memiliki rataan skor tertinggi merupakan gaya kepemimpinan yang selalu diterapkan oleh pemimpin organisasi kemahasiswaan BEM IPB. Masing-masing aspek diukur secara ordinal.

2. Pola Komunikasi Organisasi didefinisikan sebagai bentuk penerimaan dan penyampaian pesan baik antar pengurus organisasi ataupun keluar lingkup organisasi. Terdapat empat macam komunikasi organisasi yaitu komunikasi dari atas ke bawah, komunikasi dari bawah ke atas, komunikasi diagonal dan komunikasi horizontal.

Untuk mengetahui pola komunikasi organisasi kemahasiswaan BEM IPB yang terjadi, kuesioner mengenai pola komunikasi organisasi dibagi menjadi empat bagian sesuai dengan pola komunikasi yang ada. Dengan demikian bagian pola komunikasi organisasi yang memiliki poin tertinggi

Gambar

Gambar 1. Kedudukan modal sosial dalam sistem sosial
Gambar 2. Kerangka berpikir  Keterangan:
Tabel 1 Perbandingan Jenis Kelamin Anggota BEM IPB Tahun 2009
Tabel 2 Skor untuk Gaya Kepemimpinan BEM IPB
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar – baik dalam bentuk grafik maupun foto – diberi judul dengan penomoran gambar sesuai dengan urutan kemunculannya dalam naskah.. Judul gambar ditulis

[r]

Be the initial proprietor of this soft data book Dreams Of Shreds And Tatters By Amanda Downum Make distinction for the others and obtain the initial to advance for Dreams Of Shreds

Seperti yang telah disebutkan dalam sub bab sebelumnya bahwa perbedaan antara Ibn hazm dan al-Rafi‟i tentang meminang di atas pinangan orang lain adalah hanya

Dapat dilihat bahwa ODHA dalam film ini ditampilkan sebagai sosok yang positif yang bisa memberikan semangat hidup pada orang lain, bukan seperti kecenderungan

Penulis skripsi berjudul Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Herba Rumput Mutiara (Hedyotis Corymbosa L. Lamk.) Dengan Metode Hen’s Egg Test Chorioallantoic Membranes

Dari hasil keempat lintasan menggunakan metode geolistrik resistivitas 2D dapat mengidentifikasi zona tersaturasi air dengan baik melalui distribusi pola resistivitas.Apabila

Untuk merumuskan model hidrodinamika pada penyebaran polutan dan sedimentasi di pertemuan dua sungai, diawali dengan pengambilan data dari observasi yang telah