• Tidak ada hasil yang ditemukan

KADAR ANTIOKSIDAN ENZIMATIK KATALASE PADA ABORTUS INKOMPLIT LEBIH RENDAH DIBANDINGKAN DENGAN KEHAMILAN NORMAL TRIMESTER PERTAMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KADAR ANTIOKSIDAN ENZIMATIK KATALASE PADA ABORTUS INKOMPLIT LEBIH RENDAH DIBANDINGKAN DENGAN KEHAMILAN NORMAL TRIMESTER PERTAMA"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

KADAR ANTIOKSIDAN ENZIMATIK KATALASE PADA

ABORTUS INKOMPLIT LEBIH RENDAH

DIBANDINGKAN DENGAN KEHAMILAN NORMAL

TRIMESTER PERTAMA

MARIA FLORENTINA TUKAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

(2)

TESIS

KADAR ANTIOKSIDAN ENZIMATIK KATALASE PADA

ABORTUS INKOMPLIT LEBIH RENDAH

DIBANDINGKAN DENGAN KEHAMILAN NORMAL

TRIMESTER PERTAMA

MARIA FLORENTINA TUKAN NIM 0914038113

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

KADAR ANTIOKSIDAN ENZIMATIK KATALASE PADA

ABORTUS INKOMPLIT LEBIH RENDAH

DIBANDINGKAN DENGAN KEHAMILAN NORMAL

TRIMESTER PERTAMA

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana

MARIA FLORENTINA TUKAN NIM 0914038113

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)

KADAR ANTIOKSIDAN ENZIMATIK KATALASE PADA

ABORTUS INKOMPLIT LEBIH RENDAH

DIBANDINGKAN DENGAN KEHAMILAN NORMAL

TRIMESTER PERTAMA

Tesis untuk Memperoleh Gelar Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Pada Program Pendidikan Dokter Spesialis

Universitas Udayana

MARIA FLORENTINA TUKAN NIM 0914038113

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(5)

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 15 APRIL 2014

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof.Dr.dr. IGP Surya, SpOG(K) dr. IPG Wardhiana, SpOG(K) NIP.19431015 197008 1 001 NIP. 19540331 198010 1 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur Program Pascasarjana

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Universitas Udayana

Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,Sp.And.,FAACS Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi,SpS(K)

(6)

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal : 15 April 2014

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No : 0977/UN14.4/HK/2014, Tanggal 10 April 2014

Ketua : Prof.Dr.dr.I G P Surya,Sp.OG (K) Anggota :

1. dr.I P G Wardhiana,Sp.OG (K)

2. Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,Sp.And.,FAACS 3. Prof.dr.N.Tigeh Suryadhi,MPH.Ph.D

(7)
(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya oleh berkatNya tesis ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : Prof. Dr. dr. I Gede Putu Surya SpOG(K) selaku pembimbing I dan dr.I P G Wardhiana,Sp.OG (K) selaku pembimbing II, Drs. Ketut Tunas, Msi selaku pembimbing statistik yang telah memberikan dorongan semangat, bimbingan dan saran selama penulis mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I (PPDS I) dan Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik kekhususan Kedokteran Klinik (Combined Degree). Terima kasih juga kepada Prof.Dr.dr.AAG Sudewa Djelantik,SpPK(K), dr Kadek Mulyantari, SpPK dan dr I Nyoman Wande, SpPK, atas segala bantuan dan bimbingan dalam proses pemeriksaan sampel penelitian ini.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika SpPD (KEMD), Direktur program Pascasarjana yang dijabat oleh Prof.Dr.dr.A.A.Raka Dewi,SpS(K), Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Putu Astawa MKes SpOT(K), M.Kes, Ketua Program Studi Ilmu Biomedik-Combined Degree, Prof.Dr.dr.Wimpie I.Pangkahila,SpAnd.,FAACS, Direktu Rumah Sakit Sanglah Denpasar, dr. I Wayan Sutarga MPHM, serta Kepala Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Sanglah Denpasar, Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga SpOG(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan PPDS I dan Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik kekhususan Kedokteran Klinik (Combined Degree) di Universitas Udayana. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Ketua program Studi Obstetri dan Ginekologi Fakultas kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Sanglah Denpasar, dr. A.A.N. Anantasika SpOG(K) dan seluruh Dosen/StafBagianObstetri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah atas segala bimbingan dan dorongan yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan spesialis. Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan kepada seluruh guru yang telah mendidik dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Pasien-pasien yang telah menjadi guru yang banyak memberikan pengetahuan dan pengalaman, rekan-rekan residen Obstetri dan Ginekologi, serta rekan-rekan paramedis RSUP Sanglah.

Tidak lupa penulis haturkan ucapan terima kasih yang dalam kepada orang tua Anton A. Tukan dan Sisilia Sumarsini, suami Jakobus Gottes Vendy, kakak, serta adik-adik tercinta dan keluarga besar yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberkati semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.

(9)

ABSTRAK

KADAR ANTIOKSIDAN ENZIMATIK KATALASE PADA ABORTUS INKOMPLIT LEBIH RENDAH DIBANDINGKAN DENGAN

KEHAMILAN NORMAL TRIMESTER PERTAMA

Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau dengan kelahiran berat badan janin kurang dari 500 gram. Penyebab abortus sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Dengan perkembangan penelitian terhadap plasenta, muncul teori yang menyatakan bahwa stress oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara prooksidan (free radical) dan antioksidan yang terjadi saat proses plasentasi diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya abortus. Katalase adalah suatu enzim yang berfungsi untuk mengkatalisis hidrogen peroksida (H2O2) hidroperoksida organik sehingga

mencegah terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel, bekerja sebagai pengikat radikal bebas pada endometrium yang berperan dalam keberhasilan implantasi dengan melindungi blastokist dari radikal superoksida. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa kadar antioksidan enzimatik katalase yang rendah pada kehamilan trimester pertama meningkatkan resiko terjadinya abortus inkomplit.

Desain penelitian ini berupa studi cross-sectional yang melibatkan 52 orang wanita hamil trimester pertama yang dikelompokkan menjadi 26 wanita dengan abortus inkomplit dan 26 orang hamil muda yang memenuhi kriteria inklusi, yang datang ke Rumah Sakit Sanglah Denpasar. Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar antioksidan enzimatik katalase pada kedua kelompok dengan metode Elisa.

Berdasarkan uji T tidak berpasangan untuk variabel umur ibu, paritas dan umur kehamilan, didapatkan data homogen dan berdistribusi normal (p>0.05). Rerata kadar antioksidan enzimatik katalase pada abortus inkomplit trimester pertama secara bermakna (p<0,000) lebih rendah dibandingkan kehamilan normal (524,74 + 154,11 pg/ml vs 885,79 + 134,73 pg/ml). Dengan uji Chi-Square diperoleh rasio prevalensi (RP= 8,3, IK 95% = 280,1 – 441,4 p=0,000). Berdasarkan korva ROC diperoleh nilai cut off point kadar antioksidan enzimatik katalase sebesar 653,13pg/ml dengan nilai sensitivitas 92,3,% dan nilai spesifisitas sebesar 92,3%.

Kadar antioksidan enzimatik katalase yang rendah meningkatkan risiko abortus inkomplit trimester pertama. Penelitian lanjutan masih diperlukan dengan memanfaatkan hasil penelitian ini dalam upaya menemukan obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar antioksidan enzimatik katalase, sehingga dapat mencegah terjadinya abortus inkomplit trimester pertama.

(10)

ABSTRACT

Catalase Enzyme Antioxidant Level In Incomplete Abortion Lower Than Normal Pregnancy In The First Trimester

Abortion is the termination of pregnancy before 20 weeks gestational age or delivery the fetus weighted less than 500 grams. The cause of abortion is still unclearly defined. With the development of knowledge and researches about placenta, there is a new theory that explaing that oxidative stress, the imbalance between pro-oxidant (free radical) and antioxidant that happened when placentation is proceed, is suggest to be one of the abortion causes. Catalase is the enzyme that functioned as catalysis Hydrogen peroxide (H2O2), organic hyper

peroxide so prevent the lipid peroxidase in cell membrane, work as free radical binder in the endometrium that take a role in the successful process of implantation with protect the blastocyst from radical superoxide. The purpose of the research was to prove that low antioxidant and catalase enzyme level in the first trimester increased risk factor of abortion.

The design on this research used a cross-sectional study involving 52 pregnant women in the first trimester that categorized as 26 women with incomplete abortion and the 26 women in early pregnancy fulfill the inclusion criteria, that came to the Sanglah Hospital. On both groups we do blood tests to determine levels of catalase enzyme antioxidant by Elisa method.

Based on T-Independent test for variables of mother age, parity and gestational age, there were homogeneous and normal distribution data (p>0,05). The mean catalase enzyme antioxidant levels for incomplete abortion in the first trimester was significantly (p= <0,001) lower than normal early pregnancies (524,97 + 154,11 pg/ml vs 885,79 + 134,73 pg/ml). With Chi-square test prevalence ratio (PR= 8,3, CI 95% = 280,1 – 441,4 p=0,000). Based on ROC curve, cut off point of catalase enzyme antioxidant levels was 653,13, pg/ml with a sensitivity of 92,3% and a specificity of 92,3,%.

The low level of catalase enzyme antioxidan increased risk of incomplete abortion in the first trimester. Advance research need to be done with used this research in the effort to prevent incomplete abortion in the first trimester.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM i

PRASYARAT GELAR ii

LEMBAR PERSETUJUAN iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT v

UCAPAN TERIMAKASIH vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR BAGAN xiv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG xv

DAFTAR LAMPIRAN xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.4 Manfaat Penelitian 5

1.4.1 Manfaat bagi pengetahuan 5

1.4.2 Manfaat bagi pelayanan 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Definisi Abortus dan Abortus Inkomplit 7

2.2 Insiden Abortus 8

(12)

2.4 Stres Oksidatif Pada Abortus Inkomplit 9

2.4.1 Stes Oksidatif 9

2.4.2 Mekanisme Pertahanan Terhadap Stress Oksidatif 16

2.4.3 Abortus Inkomplit Sebagai Keadaan Stres Oksidatif 23

2.5 Peranan Radikal Bebas dan Katalase Pada Kehamilan Normal 26

2.5.1 Peranan Radikal Bebas Pada Kehamilan Normal 26

2.5.2 Peranan Katalase Pada Kehamilan Normal 28

2.6 Peranan Katalase Pada Abortus Inkomplit 30

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN 33

3.1 Kerangka Berpikir 33

3.2 Konsep Penelitian 35

3.3 Hipotesis Penelitian 35

BAB IV METODE PENELITIAN 36

4.1 Rancangan Penelitian 36

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 36

4.2.1 Tempat penelitian 36

4.2.2 Waktu penelitian 36

4.3 Populasi, Sampel Penelitian, Penghitungan Besar Sampel

dan Cara Pemiliha Sampel 36

4.3.1 Populasi Penelitian 36

4.3.2 Sampel penelitian 36

4.3.3 Penghitungan Besar Sampel 37

4.3.4 Cara Pemilihan Sampel 38

4.4 Variabel Penelitian 38

4.5 Definisi Operasional Variabel 38

4.6 Bahan Penelitian 39

4.7 Instrumen Penelitian 40

(13)

4.9 Analisis Data 42

4.9.1 Analisis deskriptif 42

4.9.2 Uji normalitas 42

4.9.3 Uji hipotesis 42

4.9.4 Perhitungan rasio prevalen 42

BAB V HASIL PENELITIAN 44

5.1 Karakteristik Sampel Penelitian 44

5.2 Perbedaan Kadar Antioksidan Enzimatik Katalase Pada Kelompok Abortus

Inkomplit dan Kelompok Kehamilan Normal Trimester I 45

5.3 Kadar Antioksidan Enzimatik Katalase Yang Rendah Meningkatkan Risiko Abortus Inkomplit Abortus Inkomplit Trimester Pertama 46

BAB VI PEMBAHASAN 47

6.1 Karakteristik Sampel Penelitian 47

6.2 Perbedaan Kadar Antioksidan Enzimatik Katalase pada Abortus Inkomplit dan

Kehamilan Normal 49

6.3 Analisa Risiko Sampel Penelitian 50

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 54

7.1 Simpulan 54

7.2 Saran 54

DAFTAR PUSTAKA 55

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Kerusakan Akibat Reaktif Oksigen Spesies 10

2.2 Pengaruh Keseimbangan Oksidan dan Reduktan 12

2.3 Klasifikasi Mekanisme Pertahanan Antioksidan Seluler 16

2.4 Penangkapan Endogen Peroksida Seluler 20

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Metabolit Radikal dan Nonradikal Oksigen 11

4.1 Tabel Analisis Desktiptif 42

4.2 Tabel Rasio Prevalensi 43

5.1 Rerata Umur Ibu, Paritas dan Umur Kehamilan Pada Kelompok Abortus

Inkomplit dan Kelompok Kehamilan Normal 44

5.2 Perbedaan Kadar Antioksidan Enzimatik Katalas Pada Kelompok Abortus

Inkomplit dan Kelompok Kehamilan Normal 45

5.3 Nilai RP,IK dan p Kadar Antioksidan Enzimatik Katalas Pada Kelompok

(16)

DAFTAR BAGAN

Halaman

2.1 Fisiologi Pembentukan dan Katalisasi Radikal Bebas 15 2.2 Mekanisme Kerja Katalase Melindungi Kerusakan Sel 22

2.3 Patofisiologi Abortus Akibat Stres Oksidatif 31

3.1 Konsep Penelitian 35

(17)

DAFTAR SINGKATAN

ATP : Adenotriposphate

-HCG : - Human Chorionic Gonadotropin

Cat : Catalase

CYP-19 : Sitokrom P-450 Aromatase DNA : Deoxyribonucleic Acid

E.C. : Enzyme Code

EDFR : endotelium-derived relaxing factor ELISA : Enzyme Linked Imonosorbant Assay

Gpx : Glutathione Peroxidase

GSH : Glutathione Tereduksi atau Glutathione

GSSG : Glutathione Teroksidasi atau Glutathione Disulfida G6PD : Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase

hCG : Human Chorionic Gonadotropin HClO : Asam Hipoklorit

HPHT : Hari Pertama Haid Terakhir

H2O : Air

H2O2 : Hidrogen Peroksida

I/R : Ischemia-reperfusion

LMWA : Low Molecular Weight Antioxidant

NO : Nitric Oxide

NO3- : Nitric

OFRs : Oxygen Free Reactive Spicies ONOO- : Peroksinitric

O2•¯ : Radikal Superoksid

OH• : Hidroksil

PC-OOH : Phosphatidylcholine Hydroperoxida PRX : Peroxiredoksin

(18)

ROOH : Peroksida Organik ROS : Reactive Oxygen Species

RT-PCR : Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction

-SH : Gugus Sulfidril

SOD : Superoksid Dismutase

TRX : Thioredoksin

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance) 59

Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian 60

Lampiran 3 Informed Consent 61

Lampiran 4 Formulir Pengumpulan Data . 64

Lampiran 5 Hasil Penelitian 65

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan merupakan peristiwa yang dinantikan oleh hampir setiap wanita pasangan usia subur (PUS). Sebagian besar kehamilan berlangsung dengan aman, namun sebagian kecil mengalami komplikasi selama kehamilan dan persalinan. Komplikasi yang ditimbulkan antara lain, perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, infeksi, partus macet dan abortus.

Abortus adalah berakhirnya kehamilan baik secara spontan maupun disengaja, sebelum janin viabel. Pada umumnya abortus didefinisikan sebagai berakhirnya kehamilan sebelum umur kehamilan 20 minggu atau kurang dari 500 gram (Cunningham dkk, 2010). Secara klinis, abortus yang paling sering dijumpai di rumah sakit adalah abortus inkomplit. Pasien pada umumnya datang dalam keadaan perdarahan dan nyeri perut yang hebat, dari pemeriksaan fisik ditemukan pembukaan serviks dan tampak keluarnya sebagian dari produk konsepsi (Puscheck dan Pradhan, 2006).

Kelainan ini merupakan komplikasi kehamilan yang paling sering terjadi. Diperkirakan abortus spontan (miscarriages) terjadi pada 75% wanita sejak saat konsepsi namun sebagian besar kejadian tersebut tanpa disadari karena terjadi sebelum atau bersamaan dengan saat haid berikutnya. Dari sejumlah kasus yang disadari, 15-20% berakhir dengan abortus spontan atau kehamilan ektopik (Petrozza dan Berlin, 2010). Kemungkinan untuk mengalami abortus spontan

(21)

berulang akan meningkat sejalan frekuensi seseorang mengalami abortus. Bahkan setelah mengalami abortus spontan tiga kali dan empat kali, kemungkinan untuk terjadi abortus berikutnya berturut-turut sebesar 45% dan 54,3% (Turrentine, 2008). Lebih dari 80% abortus terjadi pada trimester pertama (Bernirschke dan Kaufmann, 2000), yaitu hingga umur kehamilan 14 minggu (Cunningham dkk, 2010).

Mekanisme penyebab abortus tidak selalu dapat ditentukan dengan jelas, karena pada umumnya lebih dari satu faktor yang berperan. Secara umum penyebab abortus dapat dibagi menjadi faktor fetus dan faktor maternal. Faktor fetus seperti kelainan kromosom menjadi penyebab sekitar 50% kejadian abortus spontan, dimana kelainan yang paling sering ditemukan berupa autosomal trisomi (Eiben dkk, 1990). Faktor maternal yang turut berperan seperti : usia ibu, kelainan anatomis, faktor imunologis, infeksi, penyakit kronis, kelainan endokrin, nutrisi, penggunaan obat-obatan dan pengaruh lingkungan (Speroff, 2005).

Dengan perkembangan penelitian terhadap plasenta, muncul teori yang menghubungkan stress oksidatif yang terjadi pada saat proses plasentasi dengan patofisiologi terjadinya abortus. Hingga akhir trimester pertama, fetus berkembang dalam suasana hipoksia fisiologis untuk melindungi dirinya dari efek buruk dan efek teratogenik dari radikal bebas oksigen (Jauniaux, 2000), serta menjaga stem sel agar tetap dalam keadaan pluripotent penuh (Ezashi, 2005). Hingga minimal minggu ke-10, nutrisi embrio juga diperoleh dari sekresi kelenjar endometrium ke dalam intervillous space (Burton dkk, 2002).

(22)

Menurut Jauniaux (2005), abortus spontan merupakan gangguan plasentasi dan perubahan-perubahan villi yang tampak bukanlah penyebab namun merupakan konsekuensi dari gangguan plasentasi tersebut. Pada sekitar dua per tiga abortus pada trimester pertama, dapat ditemukan kelainan anatomis akibat gangguan plasentasi yang terutama berupa pelindung tropoblast yang lebih tipis atau terfragmentasi, invasi sitotropoblast ke dalam endometrium yang lebih sedikit, dan penutupan lumen pada ujung arteri spiralis yang tidak lengkap. Hal ini menyebabkan hilangnya perubahan fisiologis plasenta yang seharusnya terjadi, sehingga timbul onset prematur dari sirkulasi maternal pada seluruh permukaan plasenta. Oksigen dalam plasenta janin stadium awal sangat rendah dan meningkat ketika mendapatkan aliran darah dari ibu. Metabolisme aerobik sangat berhubungan dengan pembentukan spesies oksigen reaktif dan kecepatan pembentukannya sebanding dengan kadar oksigen. Terlepas dari penyebab terjadinya abortus, peningkatan aliran darah maternal ke ruang intervillus menyebabkan 2 perubahan, yaitu : 1. efek mekanis langsung terhadap jaringan villi sehingga menjadi rusak secara progresif, 2. perluasan kerusakan tropoblast yang secara tidak langsung dimediasi oleh radikal superoksid dan peningkatan apoptosis (Kokawa dkk, 1998; dan Jauniaux dkk, 2003). Akibat dari proses tersebut, terjadi degenerasi plasenta dengan hilangnya seluruh fungsi sinsisiotrophoblas dan pelepasan plasenta dari dinding uterus (Jauniaux dkk, 2006).

Peran oksigen reaktif dalam patogenesis abortus baru-baru ini telah disadari, namun hubungan dengan abortus inkomplit belum pernah dilakukan. Di dalam

(23)

sel, Reaktif Oksigen Spesies (ROS) diproduksi secara terus-menerus sebagai akibat reaksi biokimia maupun akibat dari faktor eksternal. Apabila produksi ROS dan radikal bebas yang lain melebihi kapasitas penangkapan oleh antioksidan, maka timbullah suatu keadaan yang disebut stress oksidatif. Antioksidan sebagai pelindung terhadap stress oksidatif dapat digolongkan menjadi golongan enzimatik dan non enzimatik. Diantara antioksidan enzimatik yang ada, katalase (Cat), superoksid dismutase (SOD) dan glutathione peroxidase (Gpx) merupakan antioksidan yang bekerja secara langsung (Kohen dan Nyska, 2002).

Katalase termasuk dalam golongan enzim hidroperoksidase yang dapat mengkatalisis substrat hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik sehingga

mencegah terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel dan bekerja sebagai pengikat radikal bebas (Kohen dan Nyska, 2002). Enzim ini dapat ditemui dalam darah, sumsum tulang, membran mukosa, ginjal dan hati (Kumar dkk, 2008). Aktivitas katalase yang terdapat dalam peroksisom, langsung mendegradasi hidrogen peroksida (2H2O2 → O2 + 2H2O) (Richard et al.,2010) . Maka peran katalase pada endometrium adalah untuk keberhasilan plasentasi dengan melindungi blastokist dari radikal superoksid.

Keseimbangan antara jumlah kadar antioksidan enzimatik katalase terhadap mekanisme pembentukan radikal bebas yang meningkat selama kehamilan mungkin penting dalam patogenesis gangguan ini. Kadar Katalase pada wanita hamil normal dikatakan lebih rendah dari pada wanita 24 jam postpartum pada penelitian di rumah sakit Tama Nagayama - Jepang, dimana kadar Katalase pada ibu hamil (predelivery) adalah 77.6 ± 29.1, sedangkan pada 24 jam postpartum

(24)

114.4 ± 13.2 (Hitoshi dkk , 2002). Penelitian di Rumah Sakit Umum Belgaum – India, kadar Katalase pada wanita hamil trimester pertama adalah 7.82 ± 2.84, sedangkan wanita non-pregnant 8.13 ± 2.25 (Kodliwadmath , 2007).

Di Rumah Sakit Sanglah Denpasar belum pernah dilakukan pemeriksaan mengenai kadar antioksidan enzimatik katalase pada wanita yang mengalami abortus inkomplit. Atas dasar itu peneliti ingin melakukan penelitian mengenai hal ini.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah kadar antioksidan enzimatik katalase pada Abortus inkomplit lebih rendah dibandingkan pada kehamilan normal trimester pertama?

1.3 Tujuan Penelitian

Membuktikan kadar antioksidan enzimatik katalase pada abortus inkomplit lebih rendah dibandingkan dengan kehamilan normal trimester pertama.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Pengetahuan

1.4.1.1 Untuk memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan tentang pengaruh rendahnya kadar antioksidan enzimatik katalase terhadap kejadian abortus inkomplit pada kehamilan trimester pertama.

1.4.1.2 Sebagai data dasar untuk dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar antioksidan enzimatik katalase, sehingga dapat mencegah terjadinya abortus inkomplit trimester pertama.

(25)

1.4.2 Manfaat Bagi Pelayanan

Sebagai bagian dari suatu rangkaian penelitian untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antioksidan terhadap kejadian abortus. Jika hipotesis penelitian ini terbukti, maka dapat dilakukan penelitian lanjutan untuk meningkatkan kadar antioksidan enzimatik katalase pada ibu hamil sebagai usaha pencegahan terjadinya abortus.

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Abortus dan abortus inkomplit

Menurut Kamus Oxford 2002, abortus didefinisikan sebagai berakhirnya kehamilan dengan cara apapun sebelum janin viabel. Umur kehamilan juga digunakan untuk membatasi dan mengklasifikasikan abortus untuk tujuan statistik dan hukum. Misalnya National Center for Health Statistics, Centers for Disease

Control and Prevention dan World Health Organization mendefinisikan abortus

sebagai berakhirnya kehamilan sebelum umur kehamilan 20 minggu atau dengan berat fetus kurang dari 500 gram (Cunningham dkk, 2010).

Abortus spontan apabila abortus terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus. Abortus biasanya disertai oleh perdarahan ke dalam desidua basalis dan nekrosis di jaringan dekat tempat perdarahan. Secara klinis, klasifikasi abortus spontan dapat dengan berbagai cara. Pembagian yang paling sering digunakan adalah abortus iminen, insipien, inkomplit, missed abortus, abortus septik dan abortus berulang (Speroff dan Fritz, 2005 ).

Abortus inkomplit adalah abortus yang ditandai dengan perdarahan akibat terlepasnya sebagian atau seluruh bagian plasenta dari uterus, disertai membukanya kanalis servikalis. Jaringan fetus dan plasenta dapat tertinggal seluruhnya di dalam uterus atau dapat juga tampak sebagian di kanalis servikalis. Sebelum umur kehamilan 10 minggu, fetus dan plasenta biasanya keluar

(27)

bersamaan. Namun pada umur kehamilan yang lebih tua, pengeluaran fetus dan plasenta pada umumnya terpisah (Cunningham dkk, 2010).

2.2 Insiden Abortus

Insiden abortus spontan bervariasi tergantung ketelitian metode yang digunakan. Wilcox dan koleganya yang meneliti 221 wanita sehat selama 707 siklus menstruasi, menemukan bahwa 31 persen kehamilan mengalami abortus setelah implantasi. Dengan menggunakan metode yang sangat spesifik, yang mampu mendeteksi - human chorionic gonadotropin (-HCG) pada serum ibu dalam konsentrasi yang masih sangat rendah, dua per tiga dari abortus ini digolongkan sebagai silent abortus secara klinis (Cunningham dkk, 2010). Sekitar 80 persen abortus terjadi pada trimester pertama yaitu hingga umur kehamilan 14 minggu (Cunningham dkk, 2010). Frekuensi abortus berkurang dengan semakin meningkatnya umur kehamilan (Puscheck dan Pradhan, 2006).

Setelah mengalami abortus satu kali, kemungkinan untuk terjadinya abortus berulang sebesar 15%, sedangkan bila mengalami dua kali abortus spontan, kemungkinan terjadinya abortus yang ketiga kalinya sebesar 30% (Petrozza dan Berlin, 2010). Bahkan setelah mengalami abortus spontan tiga kali dan empat kali, kemungkinan untuk terjadi abortus berikutnya berturut-turut sebesar 45% dan 54,3% (Turrentine, 2008).

2.3 Penyebab Abortus Inkomplit

Penyebab abortus dapat dibedakan menjadi faktor fetus dan faktor maternal . Faktor fetus seperti kelainan kromosom menjadi penyebab sekitar 50 persen kejadian abortus spontan, dimana sekitar 95 persen disebabkan oleh kesalahan

(28)

gametogenesis dari pihak ibu (Eiben dkk, 1990). Kelainan kromosom yang paling sering ditemukan berupa autosomal trisomi dari kromosom 13, 16, 18, 21 dan 22 (Eiben dkk, 1990). Dari penelitian terhadap 47.000 wanita, Bianco dan koleganya (2006) menemukan bahwa risiko aneuploid pada fetus meningkat sesuai dengan semakin seringnya abortus. Bila tidak pernah abortus risikonya 1,39%, satu kali abortus risikonya menjadi 1,67%, dua kali abortus 1,84% dan tiga kali abortus menjadi 2,18%.

Faktor maternal sebagai penyebab abortus dapat dikelompokkan menjadi kelainan anatomis sistem reproduksi : mioma uteri dan kelainan uterus, usia, faktor imunologis, infeksi, penyakit kronis, kelainan endokrin, nutrisi dan lingkungan (Speroff dan Fritz, 2005).

2.4. Stres Oksidatif Pada Abortus Inkomplit

2.4.1. Stres Oksidatif

Efek merugikan dari radikal bebas yang menyebabkan kerusakan biologis dikenal dengan nama stress oksidatif (Kovacic dan Jacintho, 2001). Hal ini terjadi dalam sistem biologis akibat produksi ROS yang berlebihan maupun akibat defisiensi antioksidan enzimatik dan non-enzimatik. Dengan kata lain, stress oksidatif terjadi akibat reaksi metabolik yang menggunakan oksigen dan menunjukkan gangguan keseimbangan status reaksi oksidan dan antioksidan pada mahluk hidup. ROS yang berlebihan akan merusak lipid seluler, protein maupun DNA dan menghambat fungsi normal sel (Gambar 2.1).

(29)

Gambar 2.1 Kerusakan Akibat Reaktif Oksigen Spesies Sumber : Kohen dan Nyska (2002)

Radikal yang berasal dari oksigen merupakan kelompok radikal terpenting yang dihasilkan dalam tubuh mahluk hidup (Miller dkk, 1990). Secara umum ROS dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu radikal dan nonradikal, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1. Kelompok radikal yang sering dikenal dengan radikal bebas mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbit atomik atau molekulernya (Halliwell dan Gutteridge, 1999). Elektron yang tidak berpasangan ini menunjukkan tingkat reaktivitas tertentu pada radikal bebas. Kelompok nonradikal terdiri dari berbagai bahan yang beberapa diantaranya sangat reaktif (Kohen dan Nyska, 2002).

(30)

Tabel 2.1 Metabolit Radikal dan Nonradikal Oksigen Sumber : Kohen dan Nyska (2002)

Nama Simbol RADIKAL OKSIGEN Oksigen (Bi-radikal) O2 •• Ion Superoksida O2•¯ Hidroksil OH• Peroksil ROO• Alkoksil RO• Nitrit Oksida NO• NONRADIKAL OKSIGEN Hidrogen Peroksida H2O2

Peroksida organik ROOH

Asam Hipoklorit HOCL

Ozon O3

Aldehid HCOR

Singlet Oksigen 1O2

Peroksinitrit ONOOH

Molekul oksigen memiliki konfigurasi elektron yang unik dan molekul ini sendiri merupakan bi-radikal karena memiliki dua elektron tidak berpasangan pada dua orbit yang berbeda. (Kohen dan Nyska, 2002). Penambahan satu elektron pada dioksigen akan membentuk radikal superoksid (O2•¯ ). Peningkatan

anion superoksida terjadi melalui proses metabolik atau setelah aktivasi oksigen oleh radiasi (ROS primer) dan dapat bereaksi dengan molekul lain untuk membentuk ROS sekunder baik secara langsung maupun melalui proses enzimatik atau katalisis metal (Valko dkk, 2005).

Organisme harus menghadapi dan mengontrol adanya pro-oksidan dan antioksidan secara terus menerus. Keseimbangan kedua faktor ini yang dikenal dengan nama redoks potensial, bersifat spesifik untuk tiap organel dan lokasi biologis. Hal-hal yang mempengaruhi kesimbangan ke arah manapun menimbulkan efek buruk terhadap sel dan organisme. Perubahan keseimbangan

(31)

ke arah peningkatan pro-oksidan yang disebut stress oksidatif akan menyebabkan kerusakan oksidatif. Perubahan keseimbangan ke arah peningkatan kekuatan reduksi atau antioksidan juga akan menimbulkan kerusakan yang disebut stress reduktif (Gambar 2.2) (Kohen dan Nyska, 2002)

Gambar 2.2 Pengaruh Keseimbangan Oksidan dan Reduktan Sumber : Kohen dan Nyska (2002)

Radikal bebas memiliki waktu paruh yang sangat singkat, karena setelah terbentuk, komponen ini segera bereaksi dengan molekul lain. Waktu paruh ROS dipengaruhi oleh lingkungan fisiologisnya, seperti pH dan adanya spesies lain. Toksisitasnya tidak selalu sejalan dengan reaktivitas ROS. Pada umumnya, waktu paruh yang panjang dapat mengakibatkan toksisitas yang lebih besar karena memiliki waktu yang cukup untuk berdifusi dan mencapai lokasi yang sensitif, kemudian ROS yang terbentuk akan berinteraksi dan menyebabkan kerusakan di tempat yang jauh dari tempat produksinya. Sebaliknya, ROS yang sangat reaktif dengan waktu paruh yang pendek, misalnya OH•, menyebabkan kerusakan langsung di tempat produksinya. Jika tidak ada target biologis penting di sekitar tempat produksinya, radikal tidak akan menyebabkan kerusakan oksidatif. Untuk mencegah interaksi antara radikal dan target biologisnya, antioksidan harus ada di

(32)

lokasi produksi untuk bersaing dengan radikal dan berikatan dengan bahan biologis (Kohen dan Nyska, 2002).

Pada pH fisiologis, superoksid ditemukan dalam bentuk ion superoksid (O2•¯)

sedangkan pada pH rendah ditemukan sebagai hidroperoksil (HO2), yang lebih

mudah berpenetrasi ke dalam membran biologis. Dalam keadaan hidrofilik, kedua substrat tersebut dapat berperan sebagai bahan pereduksi, namun kemampuan reduksi HO2 lebih tinggi. Reaksi terpenting dari radikal superoksid adalah

dismutasi, dimana 2 radikal superoksid akan membentuk Hidrogen peroksida (H2O2) dan O2 dengan bantuan enzim superoksid dismutase maupun secara

spontan (Kohen dan Nyska, 2002).

Hidrogen peroksida dapat menyebabkan kerusakan sel pada konsentrasi yang rendah (10µM), karena mudah larut dalam air dan mudah melakukan penetrasi ke dalam membran biologis. Efek buruk kimiawinya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu efek langsung dari kemampuan oksidasinya dan efek tidak langsung, akibat bahan lain yang dihasilkan dari H2O2, seperti OH• dan HClO. Efek langsung H2O2

seperti degradasi protein Haem, pelepasan besi, inaktivasi enzim, oksidasi DNA, lipid, kelompok -SH dan asam keto (Kohen dan Nyska, 2002).

Molekul oksigen reaktif termasuk radikal bebas, pada keadaan normal dibentuk secara kontinyu sebagai hasil sampingan proses metabolisme selular. Proses metabolisme yang merupakan sumber radikal bebas (Ronzio, 1999, Wibowo, 2002):

1. Reaksi fosforilase oksidatif pada pembentukan ATP di mitokondria. Secara normal dalam reaksi ini 1-5% oksigen keluar dari jalur reaksi ini dan

(33)

mengalami reduksi univalent. Reduksi satu elektron dari molekul oksigen ini akan membentuk radikal superoksida, yang harus didetoksifikasi oleh mekanisme proteksi biokimia endogen untuk mencegah kerusakan sel.

2. Beberapa jenis enzim oksidase, misalnya xantin oksidase dan aldehid oksidase dapat membentuk zat oksidan yang reaktif, seperti superoksida.

3. Metabolisme asam arakhidonat oleh enzim siklooksigenase untuk membentuk prostaglandin dan oleh enzim lipooksigenase untuk membentuk leukotrien menyebabkan pembentukan zat-zat antara berbentuk peroksi maupun radikal hidroksi.

4. Sistem oksidase NADPH-dependen di permukaan membran neutrofil adalah sumber pembentukan radikal superoksida yang sangat efisien. Enzim ini lebih banyak bersifat dorman, namun jika teraktivasi misalnya oleh bakteri, mitogen atau sitokin, enzim ini akan mengkatalisis reaksi reduksi mendadak dari oksigen menjadi hidrogen peroksida dan O2-.

5. Sel yang mengandung peroksisom, organela yang mengoksidasi asam lemak akan memproduksi H2O2.

(34)

Bagan 2.1 Fisiologi pembentukan dan katalisasi radikal bebas (Adrian dkk, 2000).

O2- dapat bereaksi dengan nitrik oksida (NO) yang menghasilkan

peroksinitrit (ONOO-) yang kemudian akan dioksidasi menjadi nitrat (NO3-). NO merupakan suatu endotelium-derived relaxing factor (EDRF), suatu zat yang menyebabkan vasodilatasi sebagai respon terhadap asetilkolin. Peroksinitrit ini sangat sitotoksik dan menyebabkan kerusakan oksidatif pada protein, lemak, dan DNA ( Intyre, 1999).

Radikal bebas dihasilkan selama proses fisiologi normal, namun pelepasannya meningkat pada keadaan iskemia, keadaan reperfusi, dan saat terjadinya reaksi imun (Kumar dkk, 2008). Selain dari sumber endogen yang penting, Sel terpapar reaktif oksigen spesies juga berasal dari sumber eksogen seperti radiasi sinar gamma, ultraviolet, makanan, obat-obatan, polutan,

Cytoplasma Mitochondria Cytochrome P450 O2 + e -Superoxide Cu/Zn SOD Hydrogen peroxide H2O + O2 Electron Transport chain O2 + e -Superoxide Hydrogen peroxide Mn SOD GPX CAT H2O + O2 NO NO Peroxynitrite Hydroxyl radical GPX CAT

(35)

xenobiotik dan toxin , merokok, dan polusi udara. Radikal bebas dapat merusak semua komponen biokimia sel, protein dan asam nukleat adalah target utama yang paling penting. Karena sangat reaktif, radikal bebas pada umumnya bereaksi dengan struktur pertama yang dijumpai, yang paling sering adalah komponen lipid membran sel atau organel (Bagiada, 1995).

2.4.2 Mekanisme Pertahanan terhadap Stress Oksidatif

Sel yang terpapar stress oksidatif secara terus menerus, juga memiliki berbagai mekanisme pertahanan agar dapat bertahan hidup (Gambar 2.4)

Gambar 2.3 Klasifikasi Mekanisme Pertahanan Antioksidan Seluler . Sumber :Kohen dan Nyska (2002)

Mekanisme pertahanan terpenting adalah dari antioksidan enzimatik dan

low molecular weight antioxidant (LMWA). Antioksidan enzimatik ada yang Physical defenses

(e.g, stabilitation of biological sites, steric

interference

Prevention Mechanisms

(e.g, prevention of production of ROS by metal chelation)

Repair Mechanisms

(e.g,DNA-Repair Enzymes)

Antioxidant defense

Defense mechanisms against oxidative stress

Antioxidant enzyms

Direct-acting enzymes (e.g, SOD, Catalase, peroxidase) Supporting enzymes (e.g, G6PD, Xanthine oxidase) Low- Molecular-Wieght Antioxidant (LMWA) (scavengers) Indirect-acting LMWA (Chelating agents)

Waste products (e.g,

uric acid)

Shyntesized by the cell (e.g,

histidine di-peptides, carnosine, homocarnosine, glutatione)

Dietary sources (e.g,

tocopherols, carotenes, ascorbid acid)

(36)

bekerja secara langsung, misalnya Katalase (Cat), superoksid dismutase (SOD),

glutathione peroxidase (Gpx) dan ada yang berupa enzim tambahan, seperti Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase (G6PD) dan xanthin oxidase. Sedangkan

yang termasuk kelompok LMWA misalnya glutathione, asam urat, -tokoferol, asam askorbat, karotenoid dan masih banyak lagi bahan-bahan lainnya (Biri dkk, 2006).

Kalau radikal bebas dan oksidan adalah penerima elektron maka antioksidan secara kimia adalah semua senyawa yang mampu memberikan elektron. Dalam arti biologis, antioksidan mempunyai pengertian yang luas yaitu semua senyawa yang dapat meredam dampak negatif oksidan, termasuk enzim-enzim dan protein pengikat logam. Dalam meredam efek negatif dari oksidan dilakukan dengan dua cara yaitu 1) mencegah terjadinya dan tertimbunnya senyawa oksidan secara berlebihan, 2) mencegah terjadinya reaksi rantai yang berkelanjutan. Bertitik tolak pada dua cara kerjanya tersebut, antioksidan digolongkan menjadi antioksidan pencegah dan antioksidan pemutus reaksi rantai. Pengelompokan antioksidan yang lain adalah berdasarkan mekanisme proteksi endogen terhadap radikal bebas (Wibowo, 2001), yaitu:

1. Mekanisme antioksidan enzimatik

- Sitokrom oksidase pada mitokondria, mengkonsumsi hampir seluruh oksigen yang terdapat dalam sel, sehingga mencegah 95% hingga 99% molekul oksigen dari pembentukan metabolik toksik.

- Superoksid dismutase (SOD), mengkatalisa dismutase radikal bebas O2

(37)

-yang dapat bereaksi dengan hidrogen peroksida untuk membentuk radikal hidroksil.

- Katalase (Cat), mengkatalisa perubahan hidrogen peroksida yang toksik menjadi molekul air (H2O) bersama dengan peroksidase, sehingga mencegah

pembentukan sekunder zat antara yang toksik seperti radikal hidroksil. Peroksidase yang penting dalam tubuh yang dapat meredam dampak negatif H2O2 adalah glutation peroksidase.

- Glutation peroksidase (Gpx), bekerja mengoksidasi glutation menjadi glutation disulfida dan pada saat yang bersamaan karena adanya reaksi redoks, terjadi perubahan hidroperoksida menjadi H2O dan alkohol.

2O2- + 2H+ O2 + H2O2 (oleh superoksid dismutase)

2H2O2 2H2O + O2 (oleh katalase)

2GSH + H2O2 GSSG + 2H2O (oleh glutation peroksidase) A. Superoksid dismutase

Superoksid dismutase (SOD) merupakan enzim yang mengkatalisis radikal

superoksid menjadi hidrogen peroksida dan oksigen. Terdapat beberapa jenis SOD, seperti Copper-Zinc-SOD (Cu-Zn-SOD) yang terdapat di dalam sitosol terutama di lisosom dan nukleus, manganese-SOD (Mn-SOD) yang terdapat di dalam mitokondria, ekstraseluler SOD (EC-SOD) dan besi-SOD (Fe-SOD) yang hanya ditemukan pada tumbuhan (Cemelli dkk, 2009). Radikal superoksid dapat mengalami dismutasi secara spontan maupun dengan bantuan SOD membentuk H2O2. Dengan adanya SOD, kecepatan dismutasi meningkat lebih dari 1000 kali

(38)

B. Katalase

Katalase sebagai salah satu antioksidan endogen merupakan senyawa yang hemotetramer dengan Fe sebagai kofaktor disandi oleh gen kromosom 11; mutasi pada gen ini dapat menyebabkan akatalasemia. Katalase termasuk dalam golongan enzim hidroperoksidase karena dapat mengkatalisis substrat hidrogen peroksida atau peroksida organik. Enzim ini dapat ditemui dalam darah, sumsum tulang, membran mukosa, ginjal dan hati (Kumar dkk, 2008). Merupakan hemoprotein yang mengandung empat gugus heme. Di dalam sel, katalase ditemukan di dalam peroksisom. Mekanisme aktivitas katalase sebagai antioksidan dengan cara mengkatalisis pemecahan H2O2 menjadi H2O dan O2, adalah sebagai berikut

(Kumar dkk, 2008).

Katalase-Fe(III) + H2O2 - senyawa-1 +H2O tahap I

Senyawa-1 + H2O2 - katalase-Fe(III) + H2O2 + O2 tahap II

2H2O2 - 2H2O + O2

Senyawa-1 merupakan senyawa antara serta merupakan kunci dari oksidasi dalam reaksi enzimatik katalase. Hal ini disebabkan oleh keberadaan senyawa-1 heme dengan suatu atom oksigen dari molekul H2O2 pada tahap I ini. Hasil reaksi

ini membentuk molekul air pada tapak aktif enzim yang dekat heme Fe.

Kapasitas reduksi katalase tinggi pada suasana H2O2 konsentrasi tinggi,

sedangkan pada konsentrasi rendah kapasitasnya menurun (Cemeli dkk, 2009; Miwa dkk, 2008). Hal ini disebabkan karena katalase memerlukan reaksi dua molekul H2O2 dalam proses reduksinya, sehingga hal ini lebih jarang ditemukan

(39)

rendah seperti yang dihasilkan dari proses metabolisme normal, peroxiredoksin (PRX) yang berfungsi untuk mengikat H2O2 dan mengubahnya menjadi oksigen

dan air (Miwa dkk, 2008). Reaksi pemecahan hidrogen peroksida dan hidroperoksida organik secara enzimatik digambarkan dalam Gambar 2.4 (Day, 2009).

Gambar 2.4 Penangkapan Endogen Peroksida Seluler. Sumber : Day (2009)

Senyawa H2O2 merupakan salah satu senyawa oksigen reaktif yang

dihasilkan pada proses metabolisme di dalam sel. H2O2 merupakan sumber toksik

berbagai macam penyakit karena dapat bereaksi menimbulkan kerusakan jaringan. Selain itu, H2O2 dianggap sebagai metabolit kunci karena stabilitasnya relatif

tinggi, cepat menyebar dan terlibat dalam sirkulasi sel.

Katalase di samping mendukung aktivitas enzim SOD juga dapat mengkatalisa perubahan berbagai macam peroksida dan radikal bebas menjadi oksigen dan air. Enzim-enzim ini mampu menekan atau menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai dan

(40)

mengubahnya menjadi produk lebih stabil. Reaksi ini disebut sebagai

chain-breaking-antioxidant.

Katalase dan glutathion peroksidase (Gpx) mempunyai sifat yang sama dalam mengkatalisis H2O2. Namun, glutation peroksidase mempunyai aktivitas

yang tinggi terhadap H2O2 daripada katalase. Hal ini disebabkan adanya

perbedaan kinetik dari kedua enzim tersebut. Katalase mengkatalisis H2O2 secara

linier sesuai dengan konsentrasi H2O2, sedangkan glutation peroksidase menjadi

jenuh pada konsentrasi H2O2 di bawah 10-5 mol/L. Ketika konsentrasi H2O2 sangat

rendah atau pada kondisi normal maka glutation peroksidase mempunyai peran yang lebih domian untuk mengkatalisis H2O2 daripada katalase.

Tingginya kadar glukosa diduga menghalangi aktivitas antioksidan endogen. Sebuah penelitian tentang pengaruh berbagai tingkat kadar glukosa terhadap enzim katalase, ditemukan penurunan aktivitas enzim pada kadar glukosa yang tinggi. Pada penelitian lainnya dikemukakan bahwa aktivitas katalase yang ditingkatkan melaui manipulasi transgenik–spesifik dapat melindungi jantung dari progresi penyakit diabetes kardiomiopati .

(41)

Bagan 2.2 Mekanisme kerja Katalase melindungi kerusakan sel.

C. Glutathione peroxidase

Glutathione peroxidase merupakan seleno-enzim yang pertama kali

ditemukan pada mamalia (Toppo dkk, 2009). Kadarnya tinggi pada ginjal, liver, dan darah, sedang pada lensa dan eritrosit, dan rendah pada alveoli dan plasma darah (Cemeli dkk, 2009). Enzim ini memerlukan glutathione sebagai donor substrat untuk mengikat H2O2 maupun hidroperoksida organik (ROOH) untuk

menghasilkan glutathione disulphide (GSSG), air dan bentuk hidroksi dari bahan organik tersebut (ROH). Pada manusia, saat ini telah dikenal 8 macam Gpx, mulai dari Gpx1 hingga Gpx8. Sebagian besar merupakan selenoprotein (Gpx1, Gpx2, Gpx3, Gpx4, dan Gpx6), sedangkan pada Gpx5, Gpx7 dan Gpx8, tempat aktif residu selenocysteine diganti dengan cysteine. Fungsi dari masing-masing Gpx ini belum sepenuhnya diketahui. (Toppo dkk, 2009).

(42)

2. Mekanisme antioksidan non enzimatik.

Antioksidan nonenzimatik ada yang larut dalam lemak dan yang larut dalam air. Beta karoten dan vitamin E adalah antioksidan yang larut dalam lemak sedangkan asam askorbat, asam urat dan glutation larut dalam air. Antioksidan nonenzimatik bekerja langsung berikatan dengan radikal bebas sehingga mengurangi reaktifitasnya.

Sebenarnya dalam keadaan normal, sistem pertahanan tubuh sudah mampu meredam radikal atau oksidan yang timbul dengan memproduksi antioksidan dalam jumlah yang memadai. Tetapi apabila keseimbangan tersebut terganggu dalam artian oksidan atau radikal bebas diproduksi dalam jumlah yang melebihi kemampuan tubuh untuk memproduksi antioksidan maka akan terjadi suatu keadaan yang disebut sebagai stres oksidatif yang selanjutnya akan diikuti perusakan jaringan.

2.4.3 Abortus Inkomplit Sebagai Keadaan Stres Oksidatif

Plasenta janin tidak memfasilitasi suplai oksigen kepada fetus selama periode organogenesis, melainkan membatasinya. Sehingga fase awal dari perkembangan fetus terjadi dalam lingkungan rendah oksigen. Sebagian besar oksigen yang digunakan dalam oksidasi molekul organik dalam diet akan diubah menjadi air melalui kerja enzim dalam proses respirasi. Sekitar 1-5 % dari oksigen yang digunakan tidak melalui proses ini dan diubah menjadi radikal bebas oksigen yang sangat reaktif (OFRs) dan spesies oksigen reaktif lainnya (ROS) dengan kecepatan yang dipengaruhi kadar oksigen yang tersedia. Ketika produksi OFRs

(43)

melebihi perlindungan seluler yang alami, kerusakan terhadap protein, lipid dan DNA dapat terjadi (Jauniaux dkk, 2006).

Salah satu kunci sukses kehamilan adalah terjadinya pertukaran feto-maternal yang adekuat. Perbandingan antara gambaran morfologi dengan data fisiologis menunjukkan bahwa struktur kantong gestasi pada trimester pertama di desain untuk membatasi pemaparan fetus terhadap oksigen yang sangat vital bagi pertumbuhan fetus (Adrian dkk, 2000).

Plasentasi terjadi akibat infiltrasi difus pada endometrium dan sepertiga miometrium oleh sel trofoblas ekstravilli. Plasenta manusia digolongkan sebagai tipe hemokorial dengan trofoblas fetus direndam oleh darah ibu. Sebelumnya diperkirakan sirkulasi plasenta intervillous dibentuk setelah 1 minggu implantasi. Namun teori ini di bantah oleh Hustin dan Schaaps, yang menunjukkan bahwa sirkulasi intraplasenta ibu terbatas sebelum usia kehamilan 12 minggu. Data tersebut menunjukkan bahwa selama trimester pertama, rongga intervilli plasenta yang sedang berkembang dipisahkan dari sirkulasi uterus oleh sel-sel trofoblas yang menutupi arteri uteroplasental (arteri spiralis). Pada akhir trimester pertama sel-sel trofoblas ini hilang dan mengakibatkan darah ibu mengalir secara bebas ke ruang intervilli. Sel-sel embrio dan plasenta sangat sensitif terhadap stres oksidatif karena berada dalam tahap pembelahan sel yang cepat sehingga meningkatkan risiko pemaparan OFRs pada DNA sel. Sel-sel sinsitiotrofoblas pada plasenta terutama sangat sensitif tidak hanya karena merupakan lapisan sel terluar dari hasil konseptus sehingga terpapar linkungan dengan konsentrasi oksigen yang sangat tinggi, namun karena ternyata sel-sel tersebut memiliki kadar enzim

(44)

anti-oksidan yang sangat rendah pada awal kehamilan. Sehingga dapat dihubungkan antara kehamilan dengan gangguan metabolisme maternal seperti diabetes mellitus yang diasosiasikan dengan peningkatan produksi OFRs, dengan peningkatan insiden abortus, vaskulopati dan kelainan struktural pada fetus, yang menunjukkan bahwa hasil konseptus mamalia dapat mengalami kerusakan yang irreversibel akibat stres oksidatif. Jadi suplai makan untuk embrio selama trimester satu melalui kelenjar endometrium yang langsung sekresi pada ruang intervili plasenta. Pada akhir trimester pertama, sumbatan trofoblastik pada arteri spiralis dibuka secara bertahap, sehingga meningkatkan aliran darah maternal kedalam ruang intervillier secara bertahap pula. Selama fase transisi pada umur kehamilan 10-14 minggu, dua pertiga dari plasenta primitif yang sudah terbentuk akan menghilang, kavitas eksokoelomik hilang akibat pertumbuhan kantong amnion dan aliran darah maternal meningkat secara bertahap pada seluruh bagian plasenta. Perubahan tersebut memungkinkan darah maternal untuk mendekati jaringan fetus sehingga terjadi pertukaran nutrien dan gas antara sirkulasi maternal dan fetus (Jauniaux dkk, 2000).

(45)

Berdasarkan evaluasi sirkulasi plasenta pada berbagai masa kehamilan dengan menggunakan Doppler, tidak ditemukan sinyal nonpulsatile yang menunjukkan aliran darah maternal intraplasenta dalam rongga intervilli hingga umur kehamilan 10 minggu. Salah satu implikasi dari teori baru tersebut adalah bahwa kadar oksigen dalam plasenta janin stadium awal sangat rendah dan meningkat ketika mendapatkan aliran darah dari ibu. Sebaliknya, pada kehamilan muda dengan komplikasi, terlihat hipervaskularisasi pada plasenta jauh sebelum akhir trimester pertama dengan pemetaan color flow. Pada kehamilan dengan komplikasi, invasi endometrium oleh trofoblas ekstravilli sangat tebatas dibandingkan dalam keadaan normal. Pembatasan (plugging) dengan arteri spiralis tidak sempurna dan dapat menjadi faktor predisposisi pada onset awal sirkulasi maternal. Jaringan plasenta memiliki enzim antioksidan dalam konsentrasi rendah dan aktifitas rendah selama trimester pertama sehingga menjadi sangat rentan terhadap kerusakan yang dimediasi oksidatif. Ditemukan peningkatan tajam dari ekspresi marker stres oksidatif pada trofoblas pada umur kehamilan 8 hingga 9 minggu yang berhubungan dengan onset sirkulasi pada kehamilan normal dan berspekulasi bahwa stres oksidatif yang berlebih pada plasenta dalam umur kehamilan muda mungkin merupakan faktor yang berperan dalam patogenesis aborsi.

2.5 Peranan Radikal bebas dan Katalase Pada Kehamilan Normal

2.5.1 Peranan Radikal Bebas Pada Kehamilan Normal

Perbandingan antara gambaran morfologi dengan data fisiologis menunjukkan bahwa struktur kantong gestasi pada trimester pertama di desain

(46)

untuk membatasi pemaparan fetus terhadap oksigen yang sangat vital bagi pertumbuhan fetus. Data in vivo mendemonstrasikan nilai tekanan parsial dari oksigen (PO2) dua hingga tiga kali lebih rendah pada umur kehamilan 8 hingga 10

minggu dibandingkan umur kehamilan 12 minggu. Seiring meningkatnya umur kehamilan antara minggu ke-7 hingga minggu ke-12, terdapat peningkatan yang progresif namun independen dari PO2 pada desidua, yang mungkin merefleksikan

peningkatan volume darah maternal yang mengalir dalam sirkulasi uterus pada awal kehamilan. Pada minggu ke 13-16, PO2 pada sirkulasi fetus hanya 24 mmHg,

dibandingkan nilai yang ditemukan pada pertengah kehamilan atau lebih dimana PO2 vena umbilikus berkisar antara 35 hingga 55mmHg. Peningkatan bertahap

pada PO2 intraplasenta yang dilihat pada umur kehamilan 8 hingga 14 minggu

diikuti peningkatan konsentrasi mRNA dan aktivitas enzim anti-oksidan yang sebanding dalam jaringan villi. Gradien oksigen dalam uterus pada trimester pertama memiliki efek regulasi pada perkembangan dan fungsi jaringan plasenta. Khususnya gradien tersebut mempengaruhi proliferasi dan differensiasi sitotrofoblas selama proses invasi, serta mempengaruhi vaskulogenesis pada villi.

Hipoksia fisiologis pada kantong gestasi trimester pertama dapat melindungi fetus terhadap efek deterioasi dan teratogenik akibat OFRs. Data terakhir mengindikasikan hipoksia dibutuhkan untuk mempertahan stem- cell pada fase pluripotent yang sempurna, karena pada kadar fisiologis, radikal bebas mengatur fungsi sel secara luas, khususnya faktor-faktor transkripsi. Produksi OFRs yang berlebih menyebabkan stres oksidatif dan terdapat dua contoh dimana hal tersebut dapat terjadi secara fisiologis selama kehamilan. Stres oksidatif dan

(47)

peningkatan oksigenasi mungkin juga menstimulasi sintesis dari berbagai protein trofoblastik seperti hCG dan estrogen. Konsentrasi hCG dalam serum maternal mencapai puncak pada akhir trimester pertama dan kondisi oksidasi mempromosikan penyusunan subunit dari hCG in vitro. Konsentrasi hCG lebih meningkat lagi pada kasus seperti trisomi 21, dimana terdapat bukti adanya stres oksidatif trofoblas melalui ketidakseimbangan ekspresi enzim anti-oksidan. Akhir-akhir ini, telah didemonstrasikan bahwa enzim P-450 sitokrom aromatase (CYP19) yang berperan dalam sintesis estrogen, diregulasi oleh oksigen melalui transkripsi dan hal tersebut mungkin menjadi penyebab peningkatan signifikan dari produksi CYP19 pada awal trimester kedua ( Poston dkk, 2006).

2.5.2 Peranan Katalase Pada Kehamilan Normal

Adanya peningkatan produksi hormon steroid pada folikel yang sedang berkembang, terjadi melalui peningkatan aktivitas sitokrom p450 yang kemudian akan menghasilkan ROS seperti H2O2 (Ortega dkk, 1999). Behl dan Padey (2002)

meneliti perubahan aktivitas katalase dan estradiol pada sel granulosa folikel ovarium kambing setelah pemberian FSH dengan dosis yang sama (200ng/ml). Hasil penelitian tersebut menunjukkan aktivitas katalase dan estrogen yang lebih tinggi pada sel granulosa yang berukuran besar (lebih dari 6mm) dibandingkan dengan ukuran sedang (3-6 mm), maupun yang kecil (kurang dari 3mm). Karena folikel dominan adalah folikel dengan konsentrasi estrogen tertinggi, maka peningkatan katalase dan estradiol sebagai respon terhadap FSH menunjukkan peran katalase dalam seleksi folikel dan pencegahan apoptosis (Behl dan Pandey, 2002).

(48)

Antioksidan enzimatik dan non enzimatik juga ditemukan dalam jumlah yang cukup pada spermatozoa, cairan seminal dan cairan folikel ovarium, menunjukkan bahwa molekul ini memiliki peran sejak masa konsepsi. Telah diketahui bahwa kapasitas keseluruhan antioksidan pada organ dan darah janin lebih rendah daripada jaringan orang dewasa, tetapi masih sedikit yang diketahui mengenai transport molekul dengan aktivitas antioksidan pada plasenta trimester pertama ( Jauniaux dkk, 2004).

Selanjutnya, dalam kehamilan katalase berperan sangat penting. Pada awal kehamilan, peran Katalase pada endometrium untuk keberhasilan implantasi dengan melindungi blastokist dari radikal superokside (Hitoshi dkk, 2002). Reaksi oksidasi meningkat pada fase sekresi lanjut sesaat sebelum menstruasi dan menurun pada awal kehamilan terutama di desidua. Aktivitas katalase menurun pada fase sekresi lanjut namun meningkat pada desidua diawal kehamilan. Penemuan ini menunjukkan bahwa katalase berperan sangat penting dalam stabilitas jaringan endometrium seiring dengan meningkatnya SOD dimana kedua antioksidan ini bekerja secara sinergis. Untuk plasenta, katalase berperan melindunginya dari lipid peroksidase. Lipid peroksidase mengakibatkan kerusakan sel melalui reaksi enzymatik, mengubah unsaturated fatty acid menjadi lipid peroksida, yang akan mengganggu stabilitas membrane sel sehingga menginduksi kerusakan sel. Pada kehamilan normal lipid peroksidase akan menurun sedangkan katalase meningkat sesuai dengan meningkatnya umur kehamilan (Wibowo, 2001).

(49)

Aktivitas katalase selanjutnya adalah pada perkembangan embrio dan dalam pemeliharaan kehamilan muda. Katalase bekerja sebagai faktor penghambat dari kerja peroksida. Hasil penelitian pada tikus menunjukkan konsentrasi oksigen yang tinggi berbahaya untuk perkembangan embrio secara invitro dan dapat dicegah dengan mengkultur embrio dalam suasana rendah oksigen. Kadar katalase dalam plasenta meningkat selama kehamilan dan aktivitas katalase yang rendah dalam plasma atau plasenta ditemukan pada kasus abortus spontan. Sugino dkk menemukan penurunan aktivitas total dari katalase dan peningkatan sintesis prostaglandin F2α dalam desisua pada kasus abortus spontan

dengan perdarahan pervaginam, sehingga diduga terminasi kehamilan akibat penurunan aktivitas katalase yang menstimulasi sintesis prostaglandin. Pada kehamilan normal ditemukan peningkatan kadar katalase pada awal trimester pertama (Okan, 2006). Beberapa faktor yang menyebabkan penurunan kadar katalase dalam tubuh adalah malnutrisi, diabetes melitus, penyakit kronis, hipertensi, usia, paritas dan umur kehamilan (Bagiada, 1995, Okan, 2006).

2.6 Peranan Katalase Pada Abortus Inkomplit

Apapun faktor yang terlibat dalam perlindungan katalase terhadap interaksi materno-plasenta, tujuan utama adalah untuk mengoptimalkan implantasi, plasentasi dan diikuti dengan transformasi progresif dari arteri spiralis maternal yang vasoreaktif menjadi arteri utero-plasenta yang flasid dan distensi yang dibutuhkan untuk mensuplai fetus yang sedang berkembang dan plasentanya dengan jumlah darah maternal yang akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur kehamilan (Poston dkk, 2006).

(50)

Bagan 2.3 Patofisiologi abortus akibat stres oksidatif (Adrian dkk, 2000).

Onset dari aliran darah maternal ke plasenta diduga merupakan fenomena yang progresif, dimana komunikasi antara arteri uteroplasenta dan rongga intervilli berawal dari beberapa pembuluh darah kecil dari akhir bulan kedua kehamilan. Dugaan ini didukung oleh temuan angiografi in vivo yang menunjukkan hanya beberapa lokasi terbuka pada rongga intervilli yang bisa diidentifikasi pada umur kehamilan 6,5 minggu, sedangkan pada umur kehamilan 12 minggu lebih banyak ditemukan. Studi anatomi menunjukkan migrasi trofoblas dan perubahan morfologi pada arteri uteroplasenta lebih luas terjadi pada bagian sentral dari plasenta (Eric dkk, 2003).

Extravilous trophoblast invasion of endometrium Unpluging of arteries and onset of maternal circulation

Rise in intraplacental oxygen tension

Maternal diet Parental genotype Syncytiotrophoblastic oxidative stress Antioxidant defences catalase Metabolic disorders Mitochondrial dysfunction Drugs Differentation trigger Induction of antioxidant enzymes Maladaptation of mitochondria Poor placental perfusion

Degeneration of syncytiotrophoblast

Early pregnancy failure Chronic oxidative stress Pre-eclampsia Resolution and continuing pregnancy

Fetal Genotype

Maternal immune system Endometrial Environtment

(51)

Metabolisme aerobik sangat berhubungan dengan pembentukan spesies oksigen reaktif dan kecepatan pembentukannya sebanding dengan kadar oksigen. Kadar katalase dalam serum dipengaruhi oleh banyak faktor. Kadar Katalase pada wanita hamil normal dikatakan lebih rendah dari pada wanita 24 jam postpartum pada penelitian di rumah sakit Tama Nagayama - Jepang, dimana kadar Katalase pada ibu hamil (predelivery) adalah 77.6 ± 29.1, sedangkan pada 24 jam postpartum 114.4 ± 13.2 (Hitoshi dkk , 2002). Penelitian di Rumah Sakit Umum Belgaum – India, kadar Katalase pada wanita hamil trimester pertama adalah 7.82 ± 2.84, sedangkan wanita non-pregnant 8.13 ± 2.25 (Kodliwadmath , 2007).

(52)

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Lebih dari 50 % kejadian abortus disebabkan oleh kelainan kromosom. Teori lain yang akhir-akhir ini sedang berkembang, mencoba menghubungkan peningkatan radikal bebas akibat peningkatan aliran oksigen pada aliran darah fetoplasetal yang terjadi secara mendadak yang dapat mengakibatkan reperfusion

injury. Apabila sistem pertahanan antioksidan yang ada di dalam tubuh ibu dapat

mengikat radikal bebas tersebut, maka proses plasentasi akan berjalan dengan baik dan kehamilan akan berjalan dengan normal. Sedangkan apabila antioksidan enzimatik dalam tubuh ibu tidak dapat mengikat radikal bebas tersebut, maka akan terjadi kegagalan plasentasi sehingga, pada tingkat yang sangat berat, kehamilan tersebut akan berakhir dengan abortus.

Katalase merupakan suatu direct acting enzymatic antioxidant yang terdapat di dalam tubuh. Enzim ini dapat mengikat radikal bebas dengan cara mengubah Hidrogen Peroksida (H2O2) menjadi air (H20) dan Oksigen (O2). Dengan adanya enzim ini di dalam tubuh, maka efek langsung hidrogen peroksida seperti degradasi haem, pelepasan Fe, inaktivasi enzim, oksidasi DNA dan lipid, maupun efek tidak langsung seperti sebagai sumber radikal bebas hidroksil (OH¯) yang dapat menyebabkan kerusakan DNA dan asam hipoklorit (HClO) yang lebih membahayakan dapat dicegah.

(53)

Katalase dapat ditemukan pada cairan ekstraseluler seperti plasma dan cairan amnion. Selama kehamilan trimester pertama, plasenta memfiltrasi darah maternal, hanya memperbolehkan rembesan plasma, bukan aliran darah murni ke dalam ruang intervillus. Apabila kadar katalase ini menurun, maka radikal bebas yang diproduksi oleh embrio tidak dapat diikat dengan sempurna, sehingga H2O2

yang terbentuk semakin banyak dan diubah menjadi radikal hidroksil yang dapat merusak DNA. Bila kerusakan DNA yang terjadi tidak dapat diperbaiki oleh mekanisme perbaikan DNA, maka sel akan masuk ke jalur apoptosis dan terjadilah kematian sel, yang dalam tahap janin, kematian ini akan memicu respon tubuh untuk mengeluarkan hasil konsepsi, sehingga terjadilah abortus inkomplit.

(54)

3.2 Konsep Penelitian :

Bagan 3.1 Konsep penelitian

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah kadar antioksidan enzimatik katalase pada abortus inkomplit lebih rendah dibandingkan dengan kehamilan normal trimester pertama.

Antioksidan Katalase Endogen

Tidak Stres Oksidatif

Degenerasi Sinsitiotropoblas Abortus Inkomplit Kehamilan Normal KEHAMILAN Stres Oksidatif Radikal Bebas O2¯ OH¯

H

2

O

2

(55)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan observasional analitik ( cross-sectional )

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dan pengambilan sampel darah dilaksanakan di poliklinik dan IRD Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Mei 2013.

4.3 Populasi, Sampel Penelitian, Penghitungan Besar Sampel dan Cara

Pemilihan Sampel

4.3.1 Populasi Penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua pasien yang didiagnosa sebagai abortus inkomplit dan semua ibu hamil normal trimester pertama yang datang ke poliklinik dan IRD Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel Penelitian adalah semua pasien yang didiagnosa sebagai abortus inkomplit dan semua ibu hamil trimester pertama normal yang datang ke

(56)

poliklinik dan IRD Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi :

 Ibu hamil yang didiagnosis sebagai abortus inkomplit trimester pertama,tanpa penyakit sistemik lain yang diderita 1 minggu sebelum datang ke poliklinik dan IRD Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar.

 Ibu hamil normal trimester pertama yang datang ke poliklinik dan IRD Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar.

 Anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda abortus provocatus.

 Bersedia ikut penelitian

4.3.3 Penghitungan Besar Sampel

Besar atau jumlah sampel minimal ditentukan berdasarkan asumsi : Tingkat kesalahan tipe I (α) dipergunakan 0,05  Zα = 1,960

Power penelitian sebesar 80% dengan

Tingkat kesalahan tipe II (β) adalah 20%  Zβ= 0,842

Simpang baku (S) : 2.84 (dari pustaka : Kodliwadmath,2007)

Selisih rerata 2 kelompok yang bermakna (X1-X2) : 7.82 – (1/3 x 7.82) = 1.564 Sampel dihitung berdasarkan rumus Levy & Lemeshow, 2008 sebagai berikut : 2 n1 = n2 = 2 = 25.89 (1,960+0,842).2.84 1.564 n1 = n2 = 2 (Zα + Zβ ) S 2 (x1-x2)

(57)

Berdasarkan perhitungan dengan rumus di atas didapatkan jumlah sampel masing-masing kelompok yang diperlukan adalah 26.

4.3.4 Cara pemilihan sampel

Sampel diambil dengan cara consecutive sampling hingga jumlah sampel terpenuhi.

4.4 Variabel Penelitian

 Variabel bebas : Kadar Antioksidan Enzimatik Katalase

 Variabel tergantung : abortus inkomplit

 Variabel terkontrol : Umur ibu, paritas dan umur kehamilan.

4.5 Definisi Operasional Variabel

1. Kadar Antioksidan Enzimatik Katalase merupakan kadar Antioksidan Enzimatik Katalase yang diambil dari sampel penelitian berasal dari vena mediana cubiti dan dicampur dengan antikoagulan heparin, berdasarkan metode ELISA dengan BioVision catalase Assay Kit (#K773-100), yang diperiksa oleh Spesialis Pathologi Klinik di Laboratorium Pathologi Klinik Rumah Sakit Sanglah Denpasar dengan bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia Cabang Rumah Sakit Sanglah Denpasar, sebagai penyedia alat ELISA.

2. Abortus inkomplit trimester pertama adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum umur kehamilan 14 minggu dimana saat pemeriksaan ginekologi tampak canalis serviks terbuka dan masih terdapat sisa hasil konseptus pada vagina.

Gambar

Gambar 2.1 Kerusakan Akibat Reaktif Oksigen Spesies   Sumber : Kohen dan Nyska (2002)
Tabel 2.1 Metabolit Radikal dan Nonradikal Oksigen   Sumber : Kohen dan Nyska (2002)
Gambar 2.3 Klasifikasi Mekanisme Pertahanan Antioksidan Seluler .           Sumber :Kohen dan Nyska (2002)
Gambar 2.4  Penangkapan Endogen Peroksida Seluler.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat tingkat pengetahuan pasien Diabetes Melitus tentang obat antidiabetes oral (OAD) yang lakukan di Puskesmas Jagir di wilayah

penguatan keimaman, tetapi juga berisi tentang ajaran-ajaran kebangsaan, seperti keharmonisan hidup besama, kecintaan pada negara dan bangsa Indonesia serta nilai-nilai kebangsaan

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Rindawati &amp; Asyik, 2015; Pradnyani &amp; Sisdyani, 2015) dalam penelitiannya menyatakan

Teori Absolut didasarkan pada pemikiran bahwa pidana tidak bertujuan untuk praktis, seperti memperbaiki penjahat tetapi pidana merupakan tuntutan mutlak, bukan hanya

Perjanjian internasional merupakan salah satu sumber hukum internasional. Perjanjian internasional memegang peranan penting dalam mengatur pergaulan internasional antara

• Apabila kondisi pasien tidak membaik setelah 5 hari perawatan, cairan sendi harus di aspirasi dan diperiksa, sebagian besar septic arthritis terjadi peningkatan sel darah

Abstrak : Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang saat ini berkembang dengan begitu pesatnya. Semua itu dikembangkan dengan tujuan untuk memberikan kemudahan bagi