• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYAKIT JANTUNG KORONER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYAKIT JANTUNG KORONER"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)5. BAB II LANDASAN TEORITIS. II.1.. Tinjauan Pustaka. 1. Penyakit Jantung Koroner a. Definisi Penyakit jantung koroner adalah keadaaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan miokardium atas oksigen dengan penyediaan yang di berikan oleh pembuluh darah koroner (Nazpi, 2010). Terdapat 4 faktor yang menentukan besarnya kebutuhan oksigen miokardium : frekuensi denyut jantung, daya kontraksi, massa otot, dan tegangan dinding ventrikel. Bila kebutuhan miokardium meningkat, otomatis penyediaan oksigen juga harus meningkat. Untuk meningkatkan penyediaan oksigen dalam jumlah yang memadai, aliran pembuluh darah koroner harus ditingkatkan. Rangsangan yang paling kuat untuk mendilatasi arteri koronaria dan meningkatkan aliran darah koroner adalah hipoksia jaringan lokal. Pembuluh darah koroner dapat melebar sekitar lima sampai enam kali sehingga dapat memenuhi kebutuhan miokardium. Namun, pembuluh darah dapat mengalami stenosis dan tersumbat akibatnya kebutuhan miokardium akan oksigen tidak dapat terpenuhi (Silvia, Loraine, 2006a). b. Epidemiologi Menurut. Raharjoe. (2011). penyakit. kardiovaskular. adalah. penyebab mortalitas tertinggi di dunia dimana, dilaporkan sebanyak 30% dari mortalitas global. Pada tahun 2010, penyakit kardiovaskular kira – kira telah membunuh 18 juta orang, 80% terdapat di Negara berkembang, seperti Indonesia. Penyakit kardiovaskular yang paling sering salah satunya adalah PJK. Data statistik menunjukkan bahwa pada tahun 1992.

(2) 6. persentase penderita PJK di Indonesia adalah 16,5%, dan pada tahun 2000 melonjak menjadi 26,4% (Suyono, 2010). Berdasarkan Suyono (2010) dan Raharjoe (2011) dapat disimpulkan bahwa akan terjadi peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. c. Etiologi Aterosklerosis pembuluh darah koroner merupakan penyebab tersering penyakit jantung koroner. Aterosklerosis disebabkan oleh adanya penimbunan lipid di lumen arteri koronaria sehingga secara progresif mempersempit lumen arteri tersebut dan bila hal ini terus berlanjut, maka dapat menurunkan kemampuan pembuluh darah untuk berdilatasi. Dengan demikian, keseimbangan penyedia dan kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil sehingga membahayakan miokardium yang terletak sebelah distal daerah lesi. Lesi biasanya diklasifikasikan sebagai berikut (Silvia, Loraine, 2006a) : . Endapan lemak, merupakan tanda awal terbentuknya aterosklerosis, ditandai dengan adanya penimbunan makrofag dan sel – sel otot polos berisi lemak (terutama kolesterol oleat) pada daerah fokal tunika intima pembuluh darah. Secara mikroskopis endapan lemak terlihat mendatar dan bersifat non-obstruktif, sedangkan secara kasat mata endapan lemak terlihat kekuningan pada permukaan endotel pembuluh darah.. . Plak fibrosa (plak ateromatosa), merupakan daerah penebalan tunika intima yang meninggi dan dapat diraba sebagai bentuk kubah dengan permukaan opak dan mengkilat yang keluar ke arah lumen sehingga menyebabkan obstruksi. Plak fibrosa terdiri atas inti pusat lipid dan debris sel nekrotik yang ditutupi oleh jaringan fibromuskular mengandung banyak sel – sel otot polos dan kolagen. Seiring berkembangnya lesi, terjadilah pembatasan aliran darah koroner,.

(3) 7. remodeling vaskular, dan stenosis luminal sehingga rentan terjadinya ruptur plak yang memicu trombosis vena. . Lesi lanjutan (komplikata), terjadi bila suatu plak fibrosa rentan terhadap terjadinya kalsifikasi, nekrosis sel, perdarahan, trombosis, atau ulserasi dan dapat menyebabkan infark miokard.. d. Klasifikasi Terdapat 4 klasifikasi penyakit jantung koroner (Juwono, 2005): . Asimtomatik (Silent Myocardial Ischemia) Penderita Silent Myocardial Ischemia tidak pernah mengeluh adanya nyeri dada (angina) baik saat istirahat maupun beraktivitas. Ketika menjalani EKG akan menunjukan depresi segmen ST, pemeriksaan pemeriksaan fisik dan vital sign dalam batas normal.. . Angina pektoris . Angina Pektoris Stabil (STEMI) Terdapat nyeri dada saat melakukan aktivitas berlangsung selama 1 – 5 menit dan hilang saat istirahat. Nyeri dada bersifat kronik (>2 bulan). Nyeri terutama di daerah retrosternal, terasa seperti tertekan benda berat atau terasa panas dan menjalar ke lengan kiri, leher, maksila, dagu, punggung, dan jarang menjalar pada lengan kanan. Pada pemeriksaan EKG biasanya didapatkan depresi segmen ST (Idrus, 2007).. . Angina Pektoris tidak Stabil (NSTEMI) Secara keseluruhan sama dengan penderita angina stabil. Tapi nyeri lebih bersifat progresif dengan frekuensi yang meningkat dan sering terjadi saat istirahat. Pada pemeriksaan EKG biasanya didapatkan deviasi segmen ST (Harun, Idrus, 2007)..

(4) 8. . Infark Miokard Akut (IMA) Sering didahului dada terasa tidak enak (chest discomfort). Nyeri dada seperti tertekan, teremas, tercekik, berat, tajam dan terasa panas, berlangsung >30 menit bahkan sampai berjam – jam. Pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak ketakutan, gelisah, tegang, nadi sering menurun dan elektrokardiografi menunjukan elevasi segmen ST.. e. Faktor Risiko Tiga faktor biologi yang tidak dapat diubah, yaitu : usia, laki – laki, dan riwayat keluarga (genetik). Sedangkan faktor risiko yang dapat diubah, yaitu : adanya peningkatan kadar lipid serum, hipertensi (kategori ringan dengan sistolik 140 – 159 mmHg dan diastolik 90 – 99 mmHg, kategori sedang dengan sistolik 160 – 179 mmHg dan diastolik 100 – 109 mmHg, dan kategori berat dengan sistolik ≥ 180 mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg), merokok (perokok aktif dan perokok pasif), diabetes melitus (tipe I dan tipe II), aktivitas fisik (olah raga) kurang, obesitas (indeks massa tubuh > 30 kg/m2), serta peningkatan kadar homosistein (Silvia, Loraine, 2006a). f. Gejala Klinis Gejala klinis akan timbul apabila sudah terjadi obstruksi pada arteri koronaria, dapat diakibatkan oleh plak yang sudah menutupi pembuluh darah atau plak terlepas membentuk trombosis sehingga perfusi darah ke miokard menjadi sangat minim dan dapat menimbulkan tanda – tanda infark miokard. Tanda – tanda tersebut adalah (Silvia, Loraine, 2006a) : . Nyeri dada (angina pectoris), jika miokardium tidak mendapatkan cukup darah (suatu keadaan yang disebut iskemi), maka oksigen yang tidak memadai dan hasil metabolisme yang berlebihan menyebabkan kram atau kejang. Angina merupakan perasaan sesak di dada atau.

(5) 9. perasaan dada diremas-remas, yang timbul jika otot jantung tidak mendapatkan darah yang cukup. Jenis dan beratnya nyeri atau ketidaknyamanan ini bervariasi pada setiap orang. Beberapa orang yang mengalami kekurangan aliran darah bisa tidak merasakan nyeri sama sekali (suatu keadaan yang disebut silent ischemia). . Sesak nafas, merupakan gejala yang biasa ditemukan pada gagal jantung. Sesak merupakan akibat dari masuknya cairan ke dalam rongga udara di paru-paru (kongesti pulmoner atau edema pulmoner).. . Kelelahan atau kepenatan, jika jantung tidak efektif memompa, maka aliran darah ke otot selama melakukan aktivitas akan berkurang, menyebabkan penderita merasa lemah dan lelah. Gejala ini seringkali bersifat ringan. Untuk mengatasinya, penderita biasanya mengurangi aktivitasnya secara bertahap atau mengira gejala ini sebagai bagian dari penuaan.. . Palpitasi (jantung berdebar-debar). . Pusing & pingsan, penurunan aliran darah karena denyut atau irama jantung yang abnormal serta kemampuan memompa yang buruk, bisa menyebabkan pusing dan pingsan.. g. Patogenesis Awal terbentuknya aterosklerosis adanya respon terjadinya cidera dinding pembuluh darah oleh beberapa pajanan seperti faktor – faktor hemodinamik, hipertensi, hiperlipidemia, derivat rokok, dan toksin (misal, homosistein atau LDL-C teroksidasi). Tahapan – tahapan patogenesis aterosklerosis adalah (Silvia, Loraine, 2006a) : . Cidera dan disfungsi endotel, terjadi peningkatan perlekatan trombosit dan leukosit, permeabilitas, koagulasi, inflamasi, dan migrasi monosit ke dalam dnding arteri; LDL-C teroksidasi masuk ke dalam tunika intima..

(6) 10. . Pembentukan bercak lemak, bercak lemak terdiri atas makrofag mengandung lemak (sel busa) dan limfosit T. Trombosit dan pengaktivan GF (faktor pertumbuhan yang dilepaskan oleh makrofag mengakibatkan pertumbuhan dan migrasi otot polos pembuluh darah dari media ke dalam intima, sehingga proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur).. . Pembentukan lesi aterosklerosis komplikata lanjut, bercak lemak berkembang menjadi intermediet dan lesi membentuk lapisan fibrosa yang membatasi lesi dari lumen pembuluh darah, lesi ini berupa campuran dari leukosit, debris, sel busa, dan lipid bebas yang nantinya membentuk inti nekrotik.. . Komplikata plak ateromatosa, dimana trombosis terjadi dari perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar.. h. Patofisiologi Berkurangnya kadar oksigen miokardium mengubah metabolisme pada sel-sel miokardium dari aerob menjadi anaerob. Hasil akhir metabolisme anaerob yaitu asam laktat yang akan tertimbun dan dapat menurunkan PH sel. Berkurangnya energi yang tersedia dan keadaan asidosis dapat mengganggu fungsi ventrikel dalam memompa darah, sehingga miokardium yang mengalami iskemia kekuatannya berkurang, serabut – serabutnya memendek, dan daya serta kecepatannya berkurang. Selain itu dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal; bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali ventrikel berkontraksi. Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung menyebabkan perubahan hemodinamika yang bervariasi sesuai tingkat keparahan iskemi dari miokard. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya volume sekuncup. Akibatnya tekanan jantung kiri akan meningkat sehingga terjadi peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Iskemia miokardium.

(7) 11. biasanya disertai dengan 2 perubahan EKG akibat perubahan elektrofisiologi sel, yaitu gelombang T terbalik dan depressi segmen ST. Angina pectoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemia miokard. Nyeri biasanya digambarkan sebagai satu tekanan substernal, kadang – kadang menyebar turun ke sisi medial lengan kiri. Umumnya angina dipicu oleh peningkatan kebutuhan oksigen miokard akibat peningkatan aktivitas. Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 – 45 menit akan mengakibatkan kerusakan sel irreversible serta nekrosis miokard. Miokard yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Terdapat 2 jenis infark, infark transmural (mengenai seluruh tebal miokard yang bersangkutan) dan infark subendokardial (terbatas pada separuh bagian dalam endokardium (Silvia, Loraine, 2006a). i. Komplikasi Komplikasi akibat adanya aterosklerosis yang menjadikan iskemia dan infark miokard yaitu (Silvia, Loraine, 2006a) : . Gagal jantung kongestif. . Syok kardiogenik. . Disfungsi m. papilaris. . Defek septum ventrikel. . Ruptur jantung. . Aneurisme ventrikel. . Tromboembolisme. . Perikarditis. . Sindrom dressler. . Disritmia.

(8) 12. j. Penatalaksanaan . Pencegahan primer Harus dilakukan tindakan pencegahan untuk menghilangkan atau mengendalikan faktor- faktor risiko pada setiap individu. Lemahnya perhatian terhadap faktor risiko dan penyakit, terbatasnya sarana pengobatan. dan. perawatan,. dan. tingginya. biaya pengobatan. merupakan hambatan yang mempengaruhi keberhasilan dalam pengendalian faktor risiko dan PJK. Beberapa stategi untuk menurunkan faktor risiko (Raharjoe, 2011) : . Membatasi akses produksi tembakau dengan meningkatkan pajak dan menegaskan larangan merokok.. . Mengurangi penggunaan garam dalam makanan baik secara individu maupun di tempat makan atau restoran.. . Mengurangi konsumsi gula dan lemak. . Meningkatkan aktivitas olahraga. . Pemberian. asuransi. kesehatan. kerja. yang. melayani. pemeriksaan tekanan darah, glukosa darah, dan lipid. . Pengobatan Tujuan pengobatan iskemia miokard adalah untuk mencegah terjadinya kerusakan miokard dengan mempertahankan keseimbangan antara konsumsi oksigen miokardium dan penyediaan oksigen. Memperbaiki. lesi. aterosklerosis. pada. arteri. koroner. dapat. menggunakan teknik CABG (Coronary Artery Bypass Graft) yang pertama kali dilakukan oleh Favaloro 1969 dan juga dapat menggunakan teknik PTCA (Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty) tanpa menggunakan pembedahan, namun menurut Banerjee (2011), bila penderita DM yang mengidap PJK dilakukan PCI (Percuntaneous coronary intervention) akan berakibat buruk dibanding non – DM..

(9) 13. . Rehabilitasi Tujuan. akhir. pengobatan. penyakit. jantung. koroner. adalah. mengembalikan penderita ke gaya hidup produktif dan menyenangkan. Rehabilitasi jantung, seperti yang didefinisikan oleh American Heart association dan The Task Force on Cardiovascular Rehabilitation of the National Heart, Lung, and Blood Institute adalah proses memulihkan dan memelihara potensi fisik, psikologis, sosial, pendidikan, dan pekerjaan pasien. Pasien harus dibantu untuk meneruskan kembali tingkat kegiatan mereka sesuai fisik mereka dan tidak dihambat oleh tekanan psikologis. 2. Diabetes Melitus a. Definisi Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka DM ditandai dengan hiperglikemia puasa dan posprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskuler mikroangiopati, dan neuropati (Silvia, Loraine, 2006b). b. Epidemiologi Menurut Banerjee (2011), kejadian global DM di perkirakan sekitar >170 juta orang dan meningkat pesat, sehingga tahun 2030 diperkirakan menjadi >350 juta orang. Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilakukan di Indonesia, kekerapan DM di Indonesia berkisar antara 1,4 - 1,7%. Di Jakarta, penelitian yang dilakukan Dr Sarwono Waspadji pada 1982 menyebutkan kejadian DM 1,7% (di Kecamatan Koja Jakarta Utara) menjadi 5,7% pada 1992 (di Kecamatan Kayu Putih, Jakarta Timur). Penelitian di Desa Abadijaya Depok pada 2001 oleh Em Yunir dkk menunjukkan kejadian DM 13,6%. Di Makassar,.

(10) 14. penelitian Prof John Adam pada 1981 menunjukkan kejadian DM 1,5% menjadi 2,9% pada 1998. Sedangkan kejadian DM di pedesaan lebih rendah, seperti di Tasikmalaya Jawa Barat 1,1% dan di Kecamatan Sesean di Tanah Toraja Sulawesi Selatan 0,8% (Suyono, 2010). c. Etiologi DM tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya merusak sel-sel yang memproduksi insulin. Kejadian-kejadian pemicu yang diduga berupa infeksi virus dan obat-obatan tertentu dapat memicu proses autoimun tersebut. Pada DM tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. Indeks untuk DM tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%. Risiko berkembangnya DM tipe 2 pada saudara kandung mendekati 3340% untuk anak cucunya (Silvia, Loraine, 2006b). d. Klasifikasi Klasifikasi Diabetes Melitus (Gustaviani, 2007; Silvia, Loraine, 2006b): Klasifikasi Diabetes Berdasarkan ADA (American Diabetes Association) Diabetes Melitus Tipe 1 Autoimun Idiopatik Tipe 2 Diabetes Melitus Kehamilan (GDM) Tipe spesifik lain Cacat genetik fungsi sel beta Cacat genetik kerja insulin Endokrinopati (sindrom cushing, akromegali).

(11) 15. Penyakit eksokrin pankreas Obat atau induksi kimia Infeksi Gangguan Toleransi Glukosa Gangguan Glukosa Puasa e. Gejala Klinis Pasien DM tipe 1 memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan polidipsi, poliuri, turunnya berat badan, polifagi, lemah, somnolen, dan ketoasidosis. Sedangkan pada pasien DM tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada DM tipe 2 dengan hiperglikemia berat, pasien tersebut dapat menderita polidipsi, poliuri, lemah, dan somnolen (Silvia, Loraine, 2006b). f. Patofisiologi Diabetes. Melitus. (DM). merupakan. suatu. kelainan. yang. heterogenik dengan karakter utama hiperglikemia kronis. Kurangnya produksi insulin (baik mutlak maupun relatif terhadap kebutuhan tubuh), produksi insulin cacat (yang tidak umum), atau ketidakmampuan sel untuk menggunakan. insulin. dengan. benar. dan. efisien. menyebabkan. hiperglikemia. Kondisi terakhir mempengaruhi sebagian besar sel-sel lemak dan jaringan otot, dan menghasilkan kondisi yang dikenal sebagai “resistansi insulin . Kurangnya insulin absolut, biasanya sekunder untuk proses destruktif yang mempengaruhi sel beta penghasil insulin di pankreas, adalah gangguan utama dalam diabetes tipe 1. Dalam diabetes tipe 2, terjadi penurunan sel beta yang menambah proses gula darah. Pada dasarnya, jika seseorang resisten terhadap insulin, tubuh dapat, untuk beberapa derajat, meningkatkan produksi insulin dan mengatasi tingkat.

(12) 16. resistensi. Setelah beberapa waktu, jika produksi menurun dan insulin tidak bisa dilepaskan, hiperglikemia berkembang. Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh sel khusus (sel beta) dari pankreas. Selain membantu glukosa masuk ke dalam sel, insulin juga penting dalam mengatur kadar gula dalam darah. Setelah makan, kadar glukosa darah akan naik. Sebagai respon terhadap kadar glukosa meningkat, pankreas biasanya melepaskan lebih banyak insulin ke dalam aliran darah untuk membantu glukosa masuk ke dalam sel dan membantu menurunkan kadar gula darah setelah makan (Sheerwood,2001). g. Diagnosis Diagnosis DM harus berdasarkan pada hasil pemeriksaan kadar glukosa darah dan secara klinis dapat dilihat dari gejala-gejala DM, seperti poliuri, polidipsi, polifagi, penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan plasma darah vena dan bila kondisinya tidak memungkinkan dapat juga digunakan bahan darah utuh (whole blood). Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler. Ada perbedaan uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukan gejala/tanda DM. sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tapi memiliki risiko DM (Gustaviani, 2007). Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko DM sebagai berikut (Gustaviani, 2007):  Usia > 45 tahun  Indeks masa tubuh > 23 kg/m2  Hipertensi (> 140/90 mmHg)  Riwayat DM dalam keluarga.

(13) 17.  Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau bayi > 4000 gram  Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250mg/dl Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM Bukan DM. Belum Pasti DM. DM. Kadar glukosa darah. Plasma vena. < 110. 110-199. ≥ 200. sewaktu (mg/dl). Darah kapiler. < 90. 90-199. ≥ 200. Kadar glukosa darah. Plasma vena. < 110. 110-125. ≥ 126. puasa (mg/dl). Darah kapiler. < 90. 90-109. ≥ 110. Sumber. Buku Ajar IlmuPenyakit Dalam jilid III edisi IV h. Penatalaksana Penatalaksanaan DM didasarkan pada (Silvia, Loraine, 2006b): . Rencana diet. . Latihan fisik dan pengaturan aktivitas fisik. . Terapi antihiperglikemik. . Pengawasan glukosa di rumah. . Pengetahuan tentang DM dan perawatan diri Terdapat 3 golongan obat antihiperglikemik (Soegondo, 2007):. . Golongan Insulin Sensitizing (Biguanid dan Glitazone). . Golongan Sekretagok Insulin (Sulfonil urea dan Glinid). . Penghambat Alfa Glukosidase (Acarbose) Rencana terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non-. farmakologi yang sangat direkomendasikan bagi penyandang DM (diabetesi). Terapi ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola.

(14) 18. makan yang didasarkan status gizi diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain : . Menurunkan berat badan. . Menurunkan tekanan darah sistolik. . Menurunkan kadar glukosa darah. . Memperbaiki profil lipid. . Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin. . Memperbaiki sistem koagulasi darah Selain terapi gizi, diabetesi juga di anjurkan untuk melakukan. kegiatan fisik. Berdasarkan penelitian aktivitas fisik dapat mengurangi risiko kejadian kardiovaskular dan meningkatkan harapan hidup. Pada DM tipe 2 , latihan fisik dapat memperbaiki kendali glukosa secara menyeluruh, terbukti dengan penurunan konsentrasi HbA1c, yang cukup menjadi pedoman untuk penurunan risiko komplikasi DM dan kematian. Selain mengurangi risiko, latihan jasmani akan memberikan pengaruh yang baik pada lemak tubuh, tekanan darah arteri, aliran darah, dsb. Angka kesakitan dan kematian diabetesi yang aktif 50% lebih rendah daripada yang santai. Pada DM tipe 1 latihan jasmani akan menyulitkan pengaturan metabolik, sehingga kendali gula darah bukan merupakan tujuan latihan. Tetapi latihan endurance terbukti memperbaiki endotel vaskular. Latihan jasmani dianjurkan setelah makan, yaitu disaat kadar glukosa darah berada di puncaknya. Prinsip latihan jasmani pada diabetesi persis sama dengan prinsip latihan jasmani secara umum, yaitu dengan frekuensi 3 – 5 kali/ minggu, intensitas ringan dan sedang (60 – 70% maximum heart rate), selama 30 – 60 menit, serta jenis latihan adalah latihan endurance (aerobik), seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda (Yunir, Soebardi, 2007)..

(15) 19. i. Pencegahan Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis atau tahap, yaitu (Suyono, 2007): . Pencegahan primer Target pada pencegahan primer adalah pada orang-orang yang belum sakit, dimana bertujuan agar target pencegahan menghindari pola hidup yang berisiko mengarah ke DM. Pada pencegahan primer, yang berperan bukan hanya dokter tetapi juga penderita, keluarga, masyarakat, dan pemerintah.. . Pencegahan sekunder Target pencegahan sekunder memiliki cakupan yang lebih kecil, yaitu pasien DM yang sudah diketahui dan sudah berobat serta bertujuan untuk mencegah timbulnya komplikasi. Memotivasi pasien untuk berobat teratur, dan menerima kenyataan bahwa penyakitnya tidak bisa disembuhkan. Syarat untuk mencegah komplikasi adalah kadar glukosa darah selalu terkendali mendekati batas normal serta tekanan darah dan kadar lipid harus dalam batas normal. Dalam pencegahan sekunder pun diperlukan adanya penyuluhan seperti pada pencegahan primer ditambah dengan peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan. Penyuluhan pada pencegahan ini dilakukan pada pasien dan keluarga tentang berbagai hal mengenai penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi.. . Pencegahan tersier Upaya pencegahan tersier. merupakan pencegahan komplikasi dan. kecacatan yang diakibatkan DM. Upaya ini terdiri dari 3 tahap : . Pencegahan. komplikasi. diabetes,. sama. halnya. pada. pencegahan sekunder . Mencegah progresivitas dari komplikasi untuk tidak menjurus ke penyakit organ.

(16) 20. . Mencegah terjadinya kecacatan disebabkan oleh kegagalan organ atau jaringan. j. Komplikasi Komplikasi-komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori mayor. Pertama, komplikasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, hiperglikemia, hiperosmolar, dan koma nonketotik. Kedua, komplikasi kronik jangka panjang. yang mengakibatkan mikroangiopati dan. makroangiopati. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik DM yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik), saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot, dan kulit. Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologi berupa aterosklerosis yang pada akhirnya mengakibatkan penyumbatan vaskular. Jika mengenai arteri-arteri perifer, maka dapat mengakibatkan insufisiensi intravaskular perifer, gangren extremitas serta insufisiensi serebral dan stroke. Bila mengenai arteri koronaria dan aorta, maka dapat mengakibatkan PJK (Silvia, Loraine, 2006b). 3. Hubungan Diabetes Melitus dengan Penyakit Jantung Koroner Diabetes melitus dapat menyebabkan komplikasi ke pembuluh darah (makroangiopati) sehingga menyebabkan cidera dan disfungsi endotel pembuluh darah dan kemudian terjadi peningkatan perlekatan trombosit dan leukosit, permeabilitas, koagulasi, inflamasi, dan migrasi monosit ke dalam dnding arteri; LDL-C teroksidasi masuk ke dalam tunika intima. Pembentukan bercak lemak, bercak lemak terdiri atas makrofag mengandung lemak (sel busa) dan limfosit T. Trombosit mengaktifkan Growth Factor sehingga mengakibatkan pertumbuhan dan migrasi otot polos pembuluh darah dari media ke dalam intima, sehingga proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Bercak lemak berkembang menjadi intermediet dan lesi membentuk lapisan fibrosa yang membatasi lesi dari lumen pembuluh darah,.

(17) 21. lesi ini berupa campuran dari leukosit, debris, sel busa, dan lipid bebas yang nantinya membentuk inti nekrotik. Pada tahap akhir, penyumbatan pembuluh darah akan mengakibatkan suplai darah ke miokardium menurun sehingga kebutuhan miokardium akan O2 tidak terpenuhi dan dapat mengakibatkan iskemia hingga infark miokard (Silvia, Loraine, 2006a). 4. Hubungan Usia dengan Penyakit Jantung Koroner Hurlock (1980) membagi usia perkembangan secara kronologis ke dalam tahapan-tahapan sebagai berikut (Sutisna, S 2010): . Prenatal: konsepsi sampai kelahiran.. . Babyhood: kelahiran sampai akhir minggu kedua.. . Infancy: akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua.. . Early childhood: 2 tahun sampai sekitar 6 tahun.. . Late childhood: 6 tahun sampai sekitar 10 tahun.. . Puberty/ preadolescence: 10 sampai 13 tahun (untuk perempuan) atau 12 tahun sampai 14 tahun (untuk laki-laki).    . Adolescence: 13 tahun atau 14 tahun sampai 18 tahun. Early Adulthood/dewasa awal: 18 tahun sampai 40 tahun. Middle Adulthood/dewasa madya: 40 tahun sampai 60 tahun. Aging: > 60 tahun. Pada usia 40 – 60 tahun kejadian infark miokard meningkat 5 kali lipat. (Silvia, Lorraine, 2006a). Hal ini diakibatkan berbagai macam faktor,salah satunya adalah penurunan fungsi dari pembuluh darah akibat peningkatan usia. 5. Hubungan Jenis Kelamin dengan Penyakit Jantung Koroner Menurut Silvia dan Loraine (2006) Penderita PJK berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah kaum pria karena merupakan faktor risiko yang tak dapat diubah. Namun seiring berjalannya usia, kejadian PJK antara pria dan wanita pada usia > 60 tahun menjadi setara. Adanya perbedaan kejadian.

(18) 22. antara pria dan wanita diakibatkan oleh efek dari hormon esterogen, sehingga saat wanita memasuki masa menopause wanita menjadi sama rentannya dengan pria (Silvia, Lorraine, 2006a; Sherwood, 2001). Hormon esterogen diketahui dapat menurunkan lipoprotein berdensitas rendah (LDL) serta dapat meningkatkan. lipoprotein. berdensitas. tinggi. (HDL). sehingga. dapat. menurunkan risiko aterosklerosis pada wanita (Silbernagl, Lang, 2007). II.2.. Kerangka Teori Penyakit Jantung Koroner Neuropati Penyumbatan Pemb. Darah. Retinopati Nefropati gangren. Vasokonstriksi Pemb. Darah. Mikroangiopati. Makroangiopati. Merokok Diabetes Melitus. Hipertensi Lipid Serum Kadar Homosistein Aktivitas Olah raga. Bagan 1. Kerangka Teori.

(19) 23. II.3.. Kerangka Konsep. Independen. Dependen. Usia Penderita Penyakit Jantung Koroner. Diabetes Melitus Jenis kelamin Penderita. Merokok Hipertensi Lipid Serum Kadar Homosistein Aktivitas Olah raga. Bagan 2. Kerangka Konsep Keterangan : : variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti.

(20) 24. II.4.. Hipotesis H1. Adanya hubungan antara riwayat penyakit diabetes melitus dengan insidensi terjadinya penyakit jantung koroner di poli jantung RSPAD Gatot Soebroto pada bulan Oktober 2010. H2. Adanya hubungan antara usia dengan insidensi terjadinya penyakit jantung koroner di poli jantung RSPAD Gatot Soebroto pada bulan Oktober 2010. H3. Adanya hubungan antara jenis kelamin dengan insidensi terjadinya penyakit jantung koroner di poli jantung RSPAD Gatot Soebroto pada bulan Oktober 2010..

(21)

Gambar

Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan  penyaring dan diagnosis DM

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dan hasil yang dtharapkan dari penelitian mi adalah sebagai ben- kut.. Penelitian mi bertujuan mendeskripsikan morfologi dan sintaksis bahasa Musi sehingga

bahwa berdasarkan BAB VIII Pasal 103 Perda Nomor 10 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas Angkutan Jalan di Wilayah Kota Tasikmalaya telah diatur ketentuan mengenai

Begitu juga dengan tumbuhnya lumut di hutan Sesaot primer, tidak jauh berbeda dengan hutan sekunder, masyarakat setempat juga banyak menggunakan hutan primer

(+) di Sabouraud Dextrosa Agar olive oil yang mengandung ketokonazol 1%, 1 (1,7%) dinyatakan Pityrosporum ovale (+) dan 29 (48,3%) dinyatakan Pityrosporum

Dari hasil penelitian diketahui bahwa kandungan logam berat pada Lamun Enhalus acoroides di Perairan Tanjung Lanjut tergolong tinggi. Sedangkan untuk air laut,

Dalam struktur pertahanan, Negara Indonesia memiliki alat pertahanan negara yang terdiri dari militer dan POLRI sebagai sistem pertahanan Negara Indonesia.

Sekilas sejarah m en genai m asalah batas n egara RI-Malaysia (Sabah) yan g m asih dalam status OBP di Kecam atan Lum bis Ogong Kabupaten Nun ukan Provinsi Kalim antan Utara

Pada penelitian ini, ditentukan alur petri net proses pelayanan di PLN kemudian dibangun sebuah model penjadwalan pelayanan di PLN dengan menggunakan Aljabar