• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN TEMAN SEBAYA, KONSEP DIRI DAN STATUS GIZI REMAJA PUTRI (Relationships Between Peer, Self Concept and Status Nutrition of Female Adolescent)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN TEMAN SEBAYA, KONSEP DIRI DAN STATUS GIZI REMAJA PUTRI (Relationships Between Peer, Self Concept and Status Nutrition of Female Adolescent)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

44

STATUS GIZI REMAJA PUTRI

(Relationships Between Peer, Self Concept and Status Nutrition of

Female Adolescent)

Ratna Ningsih, Yupi Supartini, Santun Setiawati Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jakarta III

Email: ratna16767@gmail.com ABSTRAK

Masa remaja merupakan saat terjadinya perubahan-perubahan cepat dalam proses pertumbuhan fisik, kognitif dan psikososial. Kaum remaja membutuhkan gizi optimal untuk tumbuh kembangnya, namun pada umumnya mereka lebih dipengaruhi lingkungan dan gaya hidup modern yang seringkali mengabaikan unsur gizi seimbang. Pada masa ini pengaruh teman sebaya sangat berperan. Di dalam kelompok sebaya inilah ia merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya untuk dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya. Remaja putri memiliki perhatian yang besar pada penampilan, salah satunya adalah pada bentuk tubuh. Mereka sering merasa kegemukan, sehingga berusaha untuk membatasi konsumsi makanan secara berlebihan. Cukup banyak masalah yang berdampak negatif terhadap kesehatan dan status gizi remaja. Sedikit sekali yang diketahui tentang asupan makanan pada remaja. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan teman sebaya, konsep diri dengan status gizi pada remaja putri. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode penelitian non eksperimental dengan pendekatan Cross sectional. Populasi penelitian ini adalah remaja putri berusia 15 – 18 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi remaja putri SMA di Jakarta Timur pada umumnya dalam batas normal, karena sebagian besar remaja putri memiliki teman sebaya sebagai tempat curhat dan berdiskusi tentang masalah gizi serta memiliki konsep diri yang positif.

Kata kunci: Teman sebaya, konsep diri dan status gizi ABSTRACT

Adolescence is a time of rapid changes in the growth process of physical, cognitive and psychosocial. At the time of physical maturation process, have also been changes in body composition. Teenagers need optimal nutrition for growth and development, but in general they are more influenced by the environment and modern lifestyle that often ignores the element of balanced nutrition. Young women have a greater emphasis on appearance, one of which is in the shape of the body. They often feel overweight, so trying to limit excessive food consumption. Quite a lot of issues that negatively impact the health and nutritional status of adolescents. Little is known about the dietary intake in adolescents. The purpose of this study to look at peer relationships, self-concept and nutritional status of adolescent girls. Research conducted using non-experimental research methods with cross sectional approach. This study population is young women aged 15-18 years. The results showed that the nutritional status of adolescent girls in SMA N 36 Jakarta Timur generally within normal limits, because most of the girls had peers as a place to vent and discuss nutritional issues as well as having a positive self-concept.

(2)

PENDAHULUAN

Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan

dewasa. Remaja dituntut untuk

menjawab pertanyaan siapa aku, untuk apa aku ada, apa yang harus aku lakukan, kenapa aku begini, dan deretan pertanyaan-pertanyaan lain yang mengarah pada “dirinya sendiri” dan pemahaman tentang diri (sense of self). Oleh karena itu, masa remaja sering disebut juga sebagai masa pencarian identitas diri. Begitu pentingnya menemukan siapa dirinya agar ia bisa menuntaskan tugas-tugas perkembangan selanjutnya. Pendefinisian identitas diri ini tidak terlepas dari bimbingan orang tua dan pengaruh lingkungan termasuk pengaruh teman sebaya.

Pengaruh teman sebaya sangat berperan. Remaja mendefinisikan

dirinya tidak hanya dengan

menggunakan standar yang ada pada dirinya tapi juga melibatkan pihak di luar dirinya yaitu teman sebaya.

Horrocks dan Benimoff (1967)

menjelaskan mengenai pengaruh teman sebaya pada masa remaja ini, kelompok sebaya merupakan dunia nyata tempat para remaja menguji diri sendiri dan orang lain. Di dalam kelompok sebaya inilah ia merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya untuk dinilai oleh orang

lain yang sejajar dengan dirinya dan yang tidak memaksakan sanksi-sanksi dunia dewasa yang justru ingin dihindari. Di luar dirinya, remaja sangat memperhatikan nilai-nilai yang berlaku pada lingkungan sebayanya, misalnya dalam hal berpakaian, berperilaku, bergaul dan berpikir. Dunia teman sebaya menjadi ajang pembanding dan bereksplorasi untuk mendapatkan

informasi mengenai pembentukan

konsep dirinya. Ini berarti bahwa positif dan negatif teman sebaya akan berpengaruh pada pembentukan konsep diri remaja tersebut.

Berkaitan dengan perkembangan fisik, remaja adalah masa ketika

seseorang mulai memperhatikan

keadaan tubuhnya dan sering gelisah jika mendapati tubuh mereka ternyata tidak ideal. Banyak cara dilakukan oleh remaja putri untuk mendapatkan bentuk tubuh yang menurut mereka lebih bagus dan menarik. Berawal dari pemikiran inilah, kemudian banyak remaja putri akhirnya terjebak pada pola makan yang tidak sehat.

Periode remaja juga ditandai dengan pertumbuhan yang cepat (growth spurt) baik tinggi badan maupun berat badannya. Pada periode ini, kebutuhan zat gizi tinggi karena berhubungan dengan besarnya tubuh. Growth spurt

(3)

anak perempuan berkisar antara 10 dan 12 tahun, sedangkan anak laki-laki berkisar antara 12 sampai 14 tahun. Permulaan growth spurt pada anak tidak selalu pada umur yang sama melainkan tergantung individualnya. Pertumbuhan yang cepat biasanya diiringi oleh pertumbuhan aktivitas fisik sehingga kebutuhan zat gizi akan meningkat pula.

Penelitian membuktikan bahwa apabila manusia sudah mencapai usia lebih dari 20 tahun, maka pertumbuhan tubuhnya sama sekali sudah terhenti. Ini berarti, makanan tidak lagi berfungsi untuk pertumbuhan tubuh, tetapi untuk mempertahankan keadaan gizi yang sudah didapat atau membuat gizinya menjadi lebih baik. Dengan demikian, kebutuhan akan unsur-unsur gizi dalam masa dewasa cenderung konstan, kecuali jika terjadi kelainan-kelainan pada tubuhnya, seperti sakit dan sebagainya. Sehingga mengharuskan dia mendapatkan kebutuhan zat gizi yang lebih dari biasanya.

Salah satu masalah serius yang menghantui dunia saat ini adalah konsumsi makanan olahan (fast food), seperti yang ditayangkan diberbagai media elektronik dan cetak secara berlebihan. Kegemaran pada makanan olahan yang mengandung zat kimia (pengawet) ini menyebabkan remaja

mengalami perubahan patologis yang terlalu dini. Ada tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan terhadap masalah gizi; percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi dan zat gizi yang lebih banyak; perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan menuntut penyesuaian masukan energi dan zat gizi; serta kehamilan, keikutsertaan dalam kegiatan olahraga, kecanduan alkohol dan obat terlarang dapat meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi, di samping itu tidak sedikit remaja yang makan secara berlebihan dan akhirnya mengalami obesitas.

Kecemasan akan bentuk tubuh membuat remaja sengaja tidak makan, tidak jarang berujung pada masalah kejiwaan, namun terkait dengan masalah gizi seperti “anoreksia nervosa” yaitu kehilangan nafsu makan yang berat dan parah disertai oleh amenorrhea kronis. Anoreksia terkait dengan penyusutan berat badan serta gangguan ovarium.

Status gizi dapat ditentukan melalui pemeriksaan laboratorium

maupun secara antropometri.

Kekurangan kadar hemoglobin atau anemia ditentukan dengan pemeriksaan darah. Antropometri merupakan cara penentuan status gizi yang paling mudah dan murah. Indeks Masa Tubuh (IMT) direkomendasikan sebagai indikator

(4)

yang baik untuk menentukan status gizi remaja. Banyak penelitian yang telah

dilakukan menunjukkan kelompok

remaja menderita/mengalami banyak masalah gizi. Masalah gizi tersebut antara lain anemia dan IMT yang kurang dari batas normal atau kurus. Prevalensi anemia berkisar antara 40 – 80 %, sedangkan prevalensi remaja dengan IMT kurus berkisar antara 30 – 40 %. Pada anak remaja kudapan berkontribusi 30 % atau lebih dari total asupan kalori remaja setiap hari. Tetapi kudapan ini sering mengandung tinggi lemak, gula dan natrium dan dapat meningkatkan resiko kegemukan dan karies gigi. Oleh karena itu, remaja harus didorong untuk lebih memilih kudapan yang sehat. Bagi remaja, makanan merupakan suatu kebutuhan pokok untuk pertumbuhan

dan perkembangan tubuhnya.

Kekurangan konsumsi makanan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, akan menyebabkan metabolisme tubuh terganggu. Kecukupan gizi merupakan kesesuaian baik dalam hal kualitas maupun kuantitas zat-zat gizi sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Tidak sedikit survey yang mencatat ketidakcukupan asupan zat gizi para remaja. Daniel dalam Arisman (2002) menyatakan bahwa hampir 50% remaja tidak sarapan. Mereka bukan

hanya melewatkan waktu makan

(terutama sarapan) dengan alasan sibuk, tetapi juga terlihat sangat senang mengunyah junk food (Johnson dkk, 1994). Disamping itu, kekhawatiran menjadi gemuk telah memaksa mereka untuk mengurangi jumlah makanan yang seharusnya disantap (Brownel KD dan Rodin J, 1994).

Berdasarkan kajian tersebut diatas maka masalah yang akan diteliti adalah hubungan teman sebaya, konsep diri dan asupan gizi pada remaja putri. Sedangkan hipotesisnya adalah ada hubungan antara variabel independen (teman sebaya dan konsep diri) dengan variabel dependen (asupan gizi remaja putri). Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan teman sebaya, konsep diri dengan status gizi pada remaja putri

METODE

Penelitian yang dilakukan

menggunakan metode penelitian non eksperimental dengan pendekatan cross sectional, artinya pengukuran / penelitian hanya sesaat / memotret / potong lintang terhadap variable dependen (status gizi remaja putri: IMT, berat badan, dan tinggi badan) dengan variable independen (karakteristik individu, teman sebaya dan konsep diri). Penelitian dilaksanakan pada bulan

(5)

Desember 2013. Penelitian dilakukan pada anak SMAN 36 Jakarta Timur dengan populasi berjumlah 547 orang. Sampel penelitian yang diperoleh adalah 242 responden sesuai dengan rumus Slovin.

Pengukuran variabel penelitian dilakukan dengan menggunakan alat ukur lembar kuesioner dan pengukuran antropometri (BB, TB dan IMT). Pelaksanaan penelitian diawali dengan melakukan penjelasan tentang tujuan penelitian dan cara mengisi kuesioner. Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada remaja putri di SMA N 36 Jakarta Timur, dan dilakukan langsung oleh peneliti dibantu oleh tenaga teknis yaitu guru BP yang bertugas di SMA tersebut. Data pengetahuan dikumpulkan melalui kuesioner, sementara data berat badan

dikumpulkan melalui pengamatan

langsung (penimbangan berat badan). Tahap selanjutnya adalah pengolahan data.

HASIL Dan PEMBAHASAN 1. Analisis univariat

Dilakukan untuk mengetahui

karakteristik responden remaja putri yang berusia 15 – 18 tahun, gambaran tentang status nutrisi (IMT) remaja putri dan faktor-faktor yang berhubungan dengan status nutrisi

(IMT) remaja putri di SMA N 36 Jakarta Timur.

Responden berjumlah 242 orang, responden yang paling muda berusia 15 tahun dan yang paling tua berusia 18 tahun. Responden terbanyak berusia 17 tahun yaitu 104 orang. Uang saku reponden terbanyak adalah dua puluh ribu rupiah per hari sebanyak 96 orang, dan responden yang memiliki orang tua dengan penghasilan berkisar antara dua juta hingga lima juta rupiah per bulan sebanyak 149 responden.

Responden yang memiliki status gizi (IMT) normal sebanyak 222 dan yang memiliki teman sebaya sebanyak 241. Sebanyak 123 responden memiliki pengetahuan tentang gizi, 200 responden biasa sarapan pagi sebelum beraktivitas, dan 221 responden tidak mengkonsumsi obat diet. Sebanyak

220 responden menyatakan

penampilan fisik itu penting dan 139 responden menyatakan puas dengan penampilan fisiknya.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan satu variabel bebas dengan satu variabel terikat, yang dilakukan dengan uji Chi Square.

(6)

2.1. Hubungan Usia dengan Status Gizi (IMT)

Terdapat perbedaan proporsi antara responden yang berusia 17 - 18 tahun dengan responden yang berusia 15 - 16 tahun terhadap status gizi (IMT), namun dari hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara yang berusia 17 - 18 tahun dan yang berusia 15 - 16 tahun dengan status gizi (IMT). Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan status gizi (IMT).

Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa remaja yang berusia 17 – 18 tahun memiliki peluang 1,230 kali untuk memiliki status gizi (IMT) normal dibandingkan dengan yang berusia 15 - 16 tahun. Faktor umur mempengaruhi pengetahuan remaja, khususnya mengenai pengalaman remaja sehingga dengan perbedaan usia remaja putri berbeda pula pengalamannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Noor (2000) yang dikutip oleh Mirzal Tawi (2008) bahwa perbedaan pengalaman dipengaruhi oleh usia individu tersebut.

2.2. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Status Gizi (IMT)

Terdapat perbedaan proporsi antara responden di kelas XI - XII dengan responden di kelas X terhadap status gizi (IMT), dan dari hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan status gizi (IMT).

Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa remaja putri di kelas XI -XII memiliki peluang 1,675 kali untuk memiliki status gizi (IMT) normal dibandingkan dengan remaja putri di kelas X. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hidayat (2004) dalam Fitriadini (2010) yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah seseorang dalam menerima informasi. Kondisi ini tidak sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Benyamin Bloom bahwa tingkat pendidikan yang tinggi tidak menjamin remaja putri untuk

memberikan respon terhadap

stimulus sehingga tidak akan muncul motivasi untuk berperilaku

baik dalam menjaga status

nutrisinya. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa tingkat

(7)

faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan manusia

2.3.Hubungan Uang Saku dengan Status Gizi (IMT)

Terdapat perbedaan proporsi antara responden dengan uang saku diatas dua puluh ribu rupiah per hari dengan responden yang uang sakunya di bawah dua puluh ribu rupiah per hari terhadap status gizi (IMT), namun dari hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara uang saku responden dengan status gizi (IMT). Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa remaja putri dengan uang saku dua puluh ribu rupiah lebih per hari memiliki peluang 0,578 kali untuk memiliki status gizi (IMT)

normal dibandingkan dengan

remaja putri dengan uang saku kurang dari dua puluh ribu rupiah per hari. Tidak ditemukannya perbedaan status gizi antara remaja putri dengan uang saku dua puluh ribu rupiah lebih per hari dengan remaja putri dengan uang saku kurang dari dua puluh ribu rupiah per hari pada penelitian ini. Berdasarkan kajian kepustakaan, faktor yang mempengaruhi status gizi (IMT) antara lain dengan

mengkonsumsi makanan yang

sesuai dengan kecukupan gizi yang

dianjurkan. Sebagian besar

responden dengan uang saku kurang dari dua puluh ribu rupiah

membawa bekal dari rumah

sehingga kebutuhan zat gizi terpenuhi.

2.4. Hubungan Penghasilan Orang Tua dengan Status Gizi (IMT)

Terdapat perbedaan proporsi antara responden yang mempunyai orang tua dengan penghasilan dua juta rupiah lebih dengan responden yang mempunyai orang tua dengan penghasilan kurang dari dua juta rupiah dengan status gizi (IMT). Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara penghasilan orang tua dengan status gizi (IMT).

Hasil analisis juga memperlihatkan

bahwa remaja putri yang

mempunyai orang tua dengan penghasilan dua juta rupiah lebih memiliki peluang 1,011 kali untuk memiliki status gizi (IMT) dibandingkan dengan remaja putri yang mempunyai orang tua dengan penghasilan kurang dari dua juta rupiah. Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas

(8)

dan kualitas makanan yang

dikonsumsi. Semakin tinggi

pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Penurunan daya beli akan menurunkan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan serta aksesibilitas pelayanan kesehatan (Sukandar, 2007).

2.5.Hubungan Teman Sebaya dengan Status Gizi (IMT)

Terdapat perbedaan proporsi antara responden yang memiliki teman sebaya dengan responden yang tidak memiliki teman sebaya terhadap status gizi (IMT), namun dari hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara teman sebaya dengan status gizi (IMT).

Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa responden yang memiliki teman sebaya memiliki peluang 1,090 kali untuk memiliki status gizi (IMT) normal dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki teman. Remaja putri memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima kawan sebayanya atau kelompoknya. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang apabila diterima dan

sebaliknya akan merasa sangat tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Bagi remaja, pandangan kawan-kawan terhadap dirinya merupakan hal yang paling penting.

2.6. Hubungan Pengetahuan Tentang Gizi dengan Status Gizi (IMT) Terdapat perbedaan proporsi antara responden yang terpapar informasi

dari teman sebaya dengan

responden yang tidak terpapar informasi terhadap status gizi (IMT), namun dari hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang gizi dengan status gizi (IMT).

Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa remaja putri yang terpapar informasi memiliki peluang 0,833 kali untuk memiliki status gizi (IMT) normal dibandingkan dengan remaja putri yang tidak terpapar informasi. Responden menerima informasi dari teman sebaya dan media sosial lainnya. Data ini menunjukkan bahwa peran teman sebaya masih sangat besar dalam penyebarluasan informasi tentang

(9)

informasi, kurangnya motivasi, dan masih kurangnya program-program

pengenalan dan penyuluhan

mengenai gizi pada remaja putri yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh pihak-pihak terkait menyebabkan masih banyak remaja

putri yang tidak memahami

pentingnya gizi seimbang.

2.7. Hubungan Kebiasaan Sarapan Pagi dengan Status Gizi (IMT)

Terdapat perbedaan proporsi antara responden yang sarapan pagi dengan responden yang tidak sarapan pagi terhadap pengetahuan tentang sarapan pagi dan status gizi, namun dari hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara sarapan pagi dengan status gizi (IMT).

Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa remaja putri yang mendapat sarapan pagi memiliki peluang 0,506 kali untuk memiliki status gizi (IMT) normal dibandingkan dengan remaja putri yang tidak sarapan pagi. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa sarapan yang sehat bisa mengurangi rasa lapar sepanjang hari dan akan

membantu seseorang untuk

membuat pilihan yang baik untuk

makan siang selanjutnya. Hal yang perlu dicatat bahwa sebagian besar studi yang mengatakan manfaat sarapan pagi untuk menurunkan berat badan, adalah sarapan sehat yang mengandung protein atau biji-bijian sebagai makanan sehat untuk diet, bukan makanan yang sarat dengan lemak dan kalori. Banyak penelitian yang juga menunjukkan

bahwa ketika mengkonsumsi

sarapan sereal setiap hari, merupakan pola hidup sehat keseluruhan, yang berperan dalam menjaga berat badan yang sehat. 2.8. Hubungan Mengkonsumsi Obat

Diet dengan Status Gizi (IMT) Terdapat perbedaan proporsi antara responden yang mengkonsumsi obat diet dengan responden yang tidak mengkonsumsi obat diet terhadap status gizi (IMT). Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara mengkonsumsi obat diet dengan status gizi (IMT).

Hasil analisis juga memperlihatkan

bahwa remaja putri yang

mengkonsumsi obat diet memiliki peluang 2,000 kali untuk memiliki

status gizi (IMT) normal

(10)

yang tidak mengkonsumsi obat diet. Penelitian menunjukkan bahwa beberapa obat pelangsing alami (herbal) telah terbukti membantu pria dan wanita menghilangkan lemak bahkan dengan beberapa kondisi yang mendasari misalnya diabetes, hipotiroidisme, obesitas dan lain-lain.

2.9.Hubungan Konsep Diri dengan Status Gizi (IMT)

Terdapat perbedaan proporsi antara responden yang memiliki konsep diri positif dengan responden yang memiliki konsep diri negatif terhadap status gizi (IMT). Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara konsep diri (body image) dengan status gizi (IMT).

Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa remaja putri yang memiliki konsep diri yang positif memiliki peluang 2,159 kali untuk memiliki

status gizi (IMT) normal

dibandingkan dengan remaja putri yang memiliki konsep diri yang negatif. Penelitian Handayani (2009) menyatakan bahwa konsep diri berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi individu, yaitu dengan semakin baik konsep diri seseorang, maka akan semakin

baik perilaku konsumsi orang tersebut.

SIMPULAN

1. Hampir keseluruhan responden memiliki teman sebaya sebagai teman curhat, main, diskusi dan melakukan berbagai kegiatan aktivitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada sebanyak 121 (91,7%) remaja putri yang memiliki teman sebaya dengan status nutrisi (IMT) normal.

2. Sebagian besar responden memiliki konsep diri yang positif. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat 131 orang (94,2 %) dari 139 remaja putri yang memiliki konsep diri positif mempunyai status gizi (IMT) normal.

3. Sebagian besar responden yaitu 222 (91,7%) memiliki status gizi (IMT) normal.

Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah bagi petugas kesehatan khususnya agar lebih

meningkatkan pengenalan atau

pembelajaran kepada remaja putri agar mereka lebih mengerti dan lebih peduli terhadap masalah gizi sebagai bagian

dari pelayanan kesehatan yang

dilaksanakan secara terpadu untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang gizi seimbang.

(11)

DAFTAR RUJUKAN

Anonim. 1995. Eating disorder in adolescent: A position paper of the society for adolescent medicine. Journal of adolescent health. 1995;16:476-480. Anonim. 2003. http://digilib.litbang.depkes.go.id./ go.php?id-jkpkbppk.gdl.res. Permaisih-886-gizi. Diakses tanggal 7 Maret 2013. Anonim. 2003. http://www.pontianakpost,com/ber ita/index.asp?Berita-konsultasi&id – 145080. Diakses tanggal 7 Maret 2013. Anonim.2012.http://id.wikipedia.org/w/i ndex.php?title=Bulimia_nervosa& oldid=5410465. Diakses 16 April 2012.

Anonim.

2013.http://forum.kompas.com/kel uarga/266257-alasan-kenapa-anda-harus-sarapan-pagi.html. Diakses tanggal 1 Desember 2013.

Arisman. 2007. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC

Bagian Ilmu Kesehatan Anak. 2005.

Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI

Chaplin, J.P. 2005. Dictionary Psychology.Terjemahan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Moore, Mary Courtney. 1997. Terapi Diet dan Gizi. Jakarta: Hipokrates. Pratiknyo, Ahmad Watik. 2003. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Santrock, J W. 2007. Remaja Edisi 11 Jilid 2.

Jakarta : Erlangga

WHO.2005. Nutrition for Health and Development. WHO: Geneva

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan metode analisis deskriptif dan sumber data berupa daftar gaji pegawai, bukti pemotongan, SPT tahun 2015 dan wawancara dengan staf administrasi maka hasil

Pada Bab ini penulis akan membandingkan penerapan teori yang ada dengan data yang diperoleh dilapangan, yaitu dengan Tata Cara Pengisian dan Pelaporan Surat

LPMP adalah pelaksana teknis penyelenggaraan UKA di tingkat provinsi dengan tugas-tugas sebagai berikut. Membentuk kepanitiaan UKA di tingkat provinsi. Mempersiapkan TUK

The scale “jump” in hydrology and agriculture from the small scale at which individual processes such as infiltration, soil water redistribution, evapotranspiration, soil loss or

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII A SMP Barata Semagung Purworejo melalui pembelajaran berbantuan komputer dengan materi

[r]

Atap dan plafond) dan Pemasangan Dinding Aluminium Composite Panel Lokasi : Jalan Sutomo No.2 Tebing Tinggi1. Tahun Anggaran :

Dengan berlakunya Peraturan Gubernur ini, maka Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 8 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Penentuan Penetapan Lokasi