• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Flebitis 1. Pengertian

Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimiamaupun mekanikyang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapiintravena. Flebitis merupakan suatu peradangan pada pembuluh darah(vena) yang dapat terjadi karena adanya injury misalnya oleh factor(trauma) mekanik dan faktor kimiawi, yang mengakibatkan terjadinyakerusakan padaendotelium dinding pembuluh darah khususnya vena.

Plebitis didefeniskan sebagai inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi mekanik, kimia, dan bacteri, Plebitis dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar pemasangan intravena atau sepanjang vena, nyeri dan pembengkakan (Hankins, Lonsway, Hedrick, & Perdue, 2004). Sedangkan menurut Depkes RI & PERDALIN, 2007. Infusion Nursing Standard of Practice (2006) merekomendasikan bahwa level plebitis harus dilaporkan adalah level 2 atau lebih. Sedangkan angka kejadian yang direkomendasikan oleh Infusion Nurses Society INS adalah 5% atau kurang. Pada suatu rumah sakit jika ditemukan angka kejadian plebitis lebih dari 5%, maka data harus dianalisa kembali terhadap derajat plebitis dan kemungkinan penyebab untuk menyusun pengembangan rencana peningkatan kinerja perawat (Alexander, et, al, 2010). Sementara Gayarti dan Handiyani (2008) yang melakukan penelitian di tiga rumah sakit di Jakarta mendapatkan data insiden kejadian plebitis yang cukup tinggi yaitu 35,8% karena pada penelitian ini plebitis level 1 dinyatakan plebitis.

(2)

Angka kejadian plebitis meningkat sejalan dengan lamanya kanulasi atau waktu pemasangan. Seperti yang ditemukan oleh Gabriel, et, el., (2005) yang mengatakan bahwa angka kejadian plebitis meningkat dari 12% menjadi 34% pada 24 jam pertama setelah hari pertama pemasangan, diikuti oleh peningkatan angka dari 35% menjadi 65% setelah 48 jam pemasangan kateter. Untuk itu pemindahan lokasi pemasangan harus dilakukan sebelum terjadi plebitis.

Infusion Nurses of Practice (2006) merekomendasikan bahwa kanula perifer harus diganti

setiap 72 jam dan sesegera mungkin jika terjadi kontaminasi, adanya komplikasi atau ketika terapi telah dihentikan (Perucca dalam Hankins, et, el 2001; Alexander, et, el., 2010). Sementara penelitian yang dilakukan oleh Barker, et, al., (2004), pemindahan lokasi penusukan dengan terencana setiap 48 jam secara signifikan mengurangi insiden plebitis infus. Hal ini sejalan dengan hasil penelitianPujasari dan Sumarwati (2002) mendapati waktu kejadian plebitis mulai dari satu hari sampai tiga hari, dengan rata-rata kejadian adalah dua hari. Hal ini menunjukan bahwa waktu terjadinya plebitis dpat terjadi sebelum 72 jam. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan untuk pemindahan lokasi pemasangan yang tepat sehingga angka kejadian plebitis dapat dikurangi.

Perkembangan tentang evidence based terapi infus yang pesat, terutama perkembangan alat akses vaskuler dan prosedur pemberian obat atau cairan melalui akses intravena, hal ini menuntut perawat harus menguasai teori tentang penatalaksanaan terapi infus. Dengan kayta lain perawat harus mempunyai pengetahuan yang tinggi terutama tentang prosedur pemberian obat atau cairan secara teurapeutik dalam pemberian, pembacaan dosis, efek samping, perlindungan dari kontra indikasi (RCN, 2005).

(3)

Keterlibatan perawat dalam pemberian terapi infus memiliki implikasi tanggung jawab dalam mencegah terjadinya komplikasi plebitis dan ketidak nyamanan pada pasien, terutama dalam halketrampilan pemasangan kanula secara aseptik dan tepat, sehingga mengurangi risiko terjadinya kegagalan pemasangan, selain itu juga harus menguasai tentang regimen pengobatan. Oleh karena itu, perawat harus meiliki kompetensi klinik dari semua aspek terapi infus. RCN (2006) memeberikan standar tentang teori dan praktek terapi infus yang harus dikuasai oleh perawat meliputi : aspek legal dan profesional terapi infus; anatomi fisiologi akses vaskuler ; farmakologi cairan dan obat intravena; komplikasi lokal dan sistemik; prinsip pengendalian infeksi; penggunaan peralatan terapi infus; prosedur pemasangan infus; perawatan infus; pencegahan komplikasi; pengelolaan koplikasi dan ketermapilan spesifik dalam menginsersi alat akses vaskuler pada pasien khusus misalnya untuk neonatus, anak-anak dan pasien onkologi.

(4)

2. Skala Flebitis

Menurut Dougherty, dkk (2010), skala flebitis dibagi menjadi enam seperti terlihat dalam tabel 2.1 :

Tabel 2.1

Visual Infusion Phlebitis score

Sumber : Dougherty, dkk (2010)

Skor Visual Flebitis VIP Score Visual Infusion Phlebitis Score No

Score Visual Flebitis

VIP Score

Visual Infusion Phlebitis Score

1 Tempat suntikan tampaksehat 0 Tak ada tanda flebitis Observasi kanula

2

Salah satu dari berikut jelas: Nyeri pada tempatsuntikan dan Eritema pada tempatsuntikan 1

Mungkin tanda dini phlebitis Observasi kanula

3

Dua dari berikut jelas : 1. Nyeri

2. Eritema

3. Pembengkakan

2

Stadium dini felbitis Ganti tempat kanula

4

Semua dari berikut jelas : 1. Nyeri sepanjang kanula 2. Eritema

3. Indurasi

3

Stadium moderat flebitis : 1. Ganti Kanula

2. Pikirkan terapi

5

Semua dari berikut jelas : Nyeri sepanjang kanula, Eritema, Indurasi, Venous cord teraba

4

Stadium lanjut atau awal tromboflebitis :

1. Ganti Kanula 2. Pikirkan terapi

6

Semua dari berikut jelas : Nyeri sepanjang kanula, Eritema, Indurasi, Venous cord teraba, Demam

5

Stadium lanjut tromboflebitis Lakukan ganti kanula

(5)

3. Penyebab Flebitis

Menurut Darmawan (2008), penyebab flebitis adalah flebitis kimia, flebitismekanis dan bakterial.

a. Flebitis Kimia

1. Jenis cairan infuse

pH dan osmolaritas cairan infus yang ekstrem selalu diikuti risikoflebitis tinggi. pH larutan dekstrosa berkisar antara 3-5, di manakeasaman diperlukan untuk mencegah karamelisasi dekstrosaselama proses sterilisasi autoklaf, jadi larutan yang mengandungglukosa, asam aminodan lipid yang digunakan dalam nutrisiparenteral bersifat lebih flebitogenik dibandingkan normal saline. (Darmawan 2008)

2. Jenis obat yang dimasukan melalui infus

Obat suntik yang bisa menyebabkan peradangan vena yang hebat,antara lain

Kalium Klorida, Vancomycin, Amphotrecin B,Cephalosporins, Diazepam, Midazolam dan banyak obatkemoterapi. Larutan infus dengan osmolaritas >

900 mOsm/Lharus diberikan melalui vena sentral. Mikropartikel yang terbentukbila partikel obat tidak larut sempurna dalam pencampuran jugamerupakan faktor kontribusi terhadap flebitis. Jadi, jika diberikanobat intravena masalah bisa diatasi dengan penggunaan filtersampai 5 μm.

Jenis obat – obatan yang bisa di berikan melalui infus antara lainseperti: Golongan antibiotik (Ampicicilin, amoxcicilin,clorampenicol, dll) ,anti diuretic (furosemid, lasix dll) anti histamineatau setingkatnya (Adrenalin, dexamethasone ,dypenhydramin). (Darmawan 2008)

(6)

Karena kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai,sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung kepembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalamdarah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemiaberat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus.

Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotikamelalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyakantibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampumencapai kadar adekuat dalamdarah untuk membunuh bakteri.

Dalam pemberian antibiotik melalui IV perlu diperhatikan dalampencampuran serbuk antibiotik tersebut, hal ini untuk menghindariterjadinya komplikasi seperti tromboplebitis karena kepekatan dantidak tercampurnya obat secara baik. Biasanya untuk mencampurserbuk antibioti/ obat-oabat yang lain yang diberikan secara IVadalah cairan aquades dengan perbandingan 4cc larutan aquadesberbanding 1 vial antibiotik atau 6cc larutan aquades berbanding 1vial serbuk antibiotik. Bila pencampuran obat terlalu pekat makaaliran dalam infus terhambat dan dapat menyebabkan flebitis(Hankins, 2000)

3. Jenis kateter infuse

Kateter yang terbuat dari silikon dan poliuretan kurang bersifatiritasi dibanding

politetrafluoroetilen (teflon) karena permukaanlebih halus, lebih termoplastik

dan lentur. Risiko tertinggi untukflebitis dimiliki kateter yang terbuat dari polivinil klorida ataupolietilen.

(7)

b. Flebitis Mekanis (Tehnik pemasangan infus, Zahra. 2010) 1. Lokasi pemasangan infuse

Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti atau lenganbawah) sangat dianjurkan untuk larutan infus dengan osmolaritas >500 mOsm/L. Misalnya

Dextrose 5%, NaCl 0,9%, produk darah,dan albumin. Hindarkan vena pada

punggung tangan jika mungkin,terutama pada pasien usia lanjut, karena akan menganggukemandirian lansia.

2. Ukuran kanula

Flebitis mekanis dikaitkan dengan penempatan kanula. Kanulayang dimasukkan pada daerah lekukan sering menghasilkan flebitismekanis. Ukuran kanula harus dipilih sesuai dengan ukuran venadan difiksasi dengan baik c. Flebitis Bakterial ( KE, Lee. 2000. Efek Metode Aseptik Dressing dalam Flebitis)

1. Teknik pencucian tangan yang buruk

Infeksi di rumah sakit dapat disebabkan oleh mikroorganisme yangdidapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh floranormal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Oleh karenaitu perlu usaha pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi diyaitu dengan meningkatkan perilaku cuci tangan yang baik.

2. Teknik aseptik tidak baik

Faktor yang paling dominan menimbulkan kejadian plebitis adalahperawat pada saat melaksanakan pemasangan infus tidakmelaksanakan tindakan aseptik dengan baik dan sesuai denganstandar operasional prosedur

(8)

Tindakan penatalaksanaan infus yang buruk, pasien akan terpaparpada resiko terkena infeksi nosokomial berupa flebitis.

4. Lama pemasangan kanula

Kontaminasi infus dapat terjadi selama pemasangan kateterintravena sebagai akibat dari carakerja yang tidak sesuai prosedurserta pemakaian yang terlalu lama. The Center for Disease Controland Prevention menganjurkan penggantian kateter setiap 72-96jam untuk membatasi potensi infeksi.

5. Perawatan infus

Perawatan infus bertujuan untuk mempertahankan tehnik steril,mencegah masuknya bakteri ke dalam aliran darah,pencegahan/meminimalkan timbulnya infeksi, dan memantau areainsersi sehingga dapat mengurangi kejadian flebitis. 6. Faktor pasien

Faktor pasien yang dapat mempengaruhi angka flebitis mencakupusia, jenis kelamin dan kondisi dasar (yaitu diabetes melitus,infeksi, luka bakar). (Darmawan 2008)

4. Pencegahan Flebitis

Menurut Darmawan (2008), pencegahan flebitis adalah :

a. Mencegah flebitis bakterial : Pedoman ini menekankan kebersihantangan, teknik aseptik, perawatan daerah infus serta antisepsis kulit.Walaupun lebih disukai sediaan Chlorhexidine 2%, Tinctura Yodium,Iodofor atau alkohol 70% juga bisa digunakan.

b. Selalu waspada dan jangan meremehkan teknik aseptik : Stopcocksekalipun (yang digunakan untuk penyuntikan obat atau pemberianinfus IV, dan pengambilan

(9)

sampel darah) merupakan jalan masukkuman yang potensial ke dalam tubuh. Pencemaran stopcock lazimdijumpai dan terjadi kira-kira 45-50% dalam serangkaian besar kajian

c. Rotasi kanula : Mengganti tempat (rotasi) kanula ke lengankontralateral setiap hari ada 15 pasien menyebabkan bebas flebitis.Namun, dalam uji kontrol acak kateter bisa dibiarkan aman ditempatnya lebih dari 72 jam jika tidak ada kontra indikasi.

The Centerfor Disease Control and Prevention menganjurkan penggantian

katetersetiap 72-96 jam untuk membatasi potensi infeksi, namun rekomendasiini tidak didasarkan atas bukti yang cukup.

d. Aseptic dressing : Dianjurkan aseptic dressing untuk mencegahflebitis. Kasa steril digantti setiap 24 jam

e. Laju pemberian : Para ahli umumnya sepakat bahwa makin lambatinfus larutan hipertonik diberikan makin rendah risiko flebitis. Namun,ada paradigma berbeda untuk pemberian infus obat injeksi denganosmolaritas tinggi. Osmolaritas boleh mencapai 1000 mOsm/L jikadurasi hanya beberapa jam. Durasi sebaiknya kurang dari tiga jamuntuk mengurangi waktu kontak campuran yang iritatif dengan dindingvena. Ini membutuhkan kecepatan pemberian tinggi (150-330mL/jam). Vena perifer yang paling besar dan kateter yang sekecil dansependek mungkin dianjurkan untuk mencapai laju infus yangdiinginkan, dengan filter 0,45 mm. Kanula harus diangkat bila terlihattanda dini nyeri atau kemerahan. Infus relatif cepat ini lebih relevandalam pemberian infus jaga sebagai jalan masuk obat, bukan terapicairan maintenance atau nutrisi parenteral

(10)

f. Titratable acidity : Titratable acidity dari suatu larutan infus tidakpernah dipertimbangkan dalam kejadian flebitis. Titratable aciditymengukur jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menetralkan pHlarutan infus. Potensi flebitis dari larutan infus tidak bisa ditaksir hanyaberdasarkan pH atau titratable acidity sendiri. Bahkan pada pH 4,0larutan glukosa 10% jarang menyebabkan perubahan karena

titratableacidity sangat rendah (0,16 mEq/L). Dengan demikian makin

rendahtitratable acidity larutan infus makin rendah risiko flebitisnya.

g. Heparin dan hidrikortison : Heparin sodium, bila ditambahkan cairaninfus sampai kadar akhir 1 unitt/mL, mengurangi masalah danmenambah waktu pasang kateter. Risiko flebitis yang berhubungandengan pemberian cairan tertentu (misal : Kalium

Klorida, Lidocaine,dan antimikrobial) juga dapat dikurangi dengan pemberian

aditifintravena tertentu seperti hidrokortison. Pada uji klinis dengan pasienpenyakit koroner, hidrokortison secara bermakna mengurangikekerapan flebitis pada vena yang diinfus lidokain, kalium klorida atauantimikrobial. Pada dua uji acak lain, heparin sendiri atau dikombinasidengan hidrokortison telah mengurangi kekerapan flebitis, tetapipenggunaan heparin pada larutan yang mengandung lipid dapat disertaidengan pembentukan endapan kalsium

h. In-line Filter : In-line Filter dapat mengurangi kekerapan flebitistetapi tidak ada data yang mendukung efektivitasnya dalam mencegahinfeksi yang terkait dengan alat intravaskular dan sistem infus.

B. Terapi Intra Vena 1. Pengertian

(11)

Terapi Intravena adalah salah satu cara atau bagian dari pengobatan untukmemasukkan obat atau vitamin ke dalam tubuh pasien (Darmawan, 2008).Sementara itu menurut Lukman (2007), terapi intravena adalahmemasukkan jarum atau kanula ke dalam vena (pembuluh balik) untukdilewati cairan infus / pengobatan, dengan tujuan agar sejumlah cairanatau obat dapat masuk kedalam tubuh melalui vena dalam jangka waktutertentu. Tindakan ini sering merupakan tindakan life saving seperti padakehilangan cairan yang banyak, dehidrasi dan syok, karena itukeberhasilan terapi dan cara pemberian yang aman diperlukanpengetahuan dasar tentang keseimbangan cairan dan elektrolit serta asambasa(Aimul, Azis 2009)

2. Tujuan utama terapi intravena

Menurut Hidayat (2008), tujuan utama terapi intravena adalahmempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air,elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat

dipertahankan melalui oral, mengoreksi dan mencegah gangguan cairandan elektrolit, memperbaiki keseimbangan asam basa, memberikantranfusi darah, menyediakan medium untuk pemberian obat intravena, danmembantu pemberian nutrisi parenteral.

3. Keuntungan dan Kerugian Terapi Intra Vena

Menurut Perry dan Potter (2005), keuntungan dan kerugian terapiintravena adalah : a. Keuntungan

Keuntungan terapi intravena antara lain : Efek terapeutik segera dapattercapai karena penghantaran obat ke tempat target berlangsung cepat,absorbsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi lebihdapat diandalkan, kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efekterapeutik dapat dipertahankan maupun

(12)

dimodifikasi, rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intramuskular atau subkutandapat dihindari, sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi denganrute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalamtraktus gastrointestinalis.

b. Kerugian

Kerugian terapi intravena adalah : tidak bisa dilakukan “drug recall”dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko toksisitas dansensitivitas tinggi, kontrol pemberian yang tidak baik biasmenyebabkan “speed shock” dan komplikasi tambahan dapat timbul,yaitu : kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalamperiode tertentu, iritasi vascular, misalnya flebitis kimia, daninkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.

4. Lokasi Pemasangan Terapi intravena

Menurut Perry dan Potter (2005), tempat atau lokasi vena perifer yangsering digunakan pada pemasangan infus adalah vena supervisial atauperifer kutan terletak di dalam fasia subcutan dan merupakan akses palingmudah untuk terapi intravena. Daerah tempat infus yang memungkinkan

adalah permukaan dorsal tangan (vena supervisial dorsalis, vena basalika,vena sefalika), lengan bagian dalam (vena basalika, vena sefalika, venakubital median, vena median lengan bawah, dan vena radialis), permukaandorsal (vena safena magna, ramus dorsalis).

Gambar 2.1 menunjukanlokasi tempat pemasangan infus. Gambar 2.2

(13)

Lokasi Pemasangan Infus

Sumber : Dougherty, dkk (2010)

Menurut Dougherty, dkk, (2010), Pemilihan lokasi pemasangan terapiintravana mempertimbangkan beberapa faktor yaitu :

a. Umur pasien : misalnya pada anak kecil, pemilihansisi adalah sangatpenting dan mempengaruhi berapa lama intravena terakhir.

b. Prosedur yang diantisipasi : misalnya jika pasien harus menerima jenisterapi tertentu atau mengalami beberapa prosedur seperti pembedahan,pilih sisi yang tidak terpengaruh oleh apapun

c. Aktivitas pasien : misalnya gelisah, bergerak, tak bergerak, perubahantingkat kesadaran

d. Jenis intravena: jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikansering memaksa tempat-tempat yang optimum (misalnyahiperalimentasi adalah sangat mengiritasi vena-vena perifer)

e. Durasi terapi intravena: terapi jangka panjang memerlukan pengukuranuntuk memelihara vena; pilih vena yang akurat dan baik, rotasi sisidengan hati-hati, rotasi sisi pungsi dari distal ke proksimal (misalnyamulai di tangan dan pindah ke lengan)

(14)

f. Ketersediaan vena perifer bila sangat sedikit vena yang ada, pemilihansisi dan rotasi yang berhati-hati menjadi sangat penting ; jika sedikitvena pengganti. g. Terapi intravena sebelumnya : flebitis sebelumnya membuat venamenjadi tidak

baik untuk di gunakan, kemoterapi sering membuat venamenjadi buruk (misalnya mudah pecah atau sklerosis)

h. Pembedahan sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas yang terkenapada pasien dengan kelenjar limfe yang telah di angkat (misalnyapasien mastektomi) tanpa izin dari dokter .

i. Sakit sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas yang sakit pada pasiendengan stroke

j. Kesukaan pasien : jika mungkin, pertimbangkan kesukaan alamipasien untuk sebelah kiri atau kanan dan juga sisi.

5. Jenis cairan intravena

Jenis cairan intra vena dan efeknya terhadap tubuh pasien harus kita ketahui terlebih dahulu. Misalnya,ketika seorang perawat akan memberikan terapi infus kalium klorida 40 mEq/Ldalam D5W dan NaCl 0,9%, maka dia harus mengetahui pH (4,5) dan osmolalitascairan (642 mOsm/L) yang dapat berdampak terjadinya flebitis kimia pada pasien. Akibat cairan yang mempunyai pH tinggi (3 – 5) atau osmolalitas yang tinggi (hipertonis), dapat menyebabkan iritasi lapisan intima pembuluh darah yang meningkatkan kecenderungan terjadinya trombus dan inflamasi (Kokotis, 1998).

Jenis cairan dalam penelitian ini berdasarkan osmolalitas (tonycity) yangmengacupada pengaruh konsentrasi dan tekanan osmotic terhadap partikel yang terlarut di dalamnya. Jenis cairan dibagi menjadi dua yaitu cairan kristaloid dan cairan koloid. Cairan kristaloid

(15)

merupakan salah satu jenis cairan yang sering digunakan dalampemberian terapi cairan IV. Sementara cairan koloid adalah cairan yang dapatmeningkatkan tekanan osmotik intravaskuler karena bersifat menarik cairan ke dalamruang vaskuler. Cairan kristaloid diklasifikasikan menjadi cairan isotonik, cairanhipotonik dan cairan hipertonik (Dougherty, 2008)

1) Cairan Isotonis

Cairan yang diklasifikasikan isotonik mempunyai osmolalitas total yang mendekati cairan ekstraseluler (250 – 375 mOsm/l) dan tidak menyebabkan sel darah merah mengkerut atau membengkak. Cairan isotonik akan meningkatkan volume cairanekstraseluler. Contoh cairan isotonik adalah cairan dekstrosa 5%, normal saline(NaCl 0,9%), dan larutan Ringer Lactate (RL). Namun pemberian dektrose 5% tidakboleh diberikan pada pasien stroke, terutama pada fase akut,karena cairan tersebutakan berubah menjadi hipotonik setelah masuk ke dalam tubuh. Hal ini dapatmemperberat terjadinya edema seluler, terutama pada sel otak.(Dougherty, 2008)

2) Cairan Hipotonis

Adalah cairan yang mempunyai osmolalitas lebih rendahdibandingkan dengan cairan ekstraseluler (< 250 mOsm/l). Salah satu tujuan cairanhipotonik adalah untuk menggantikan cairan seluler, karena larutan ini bersifathipotonis dibandingkan dengan plasma. Tujuan lainnya adalah untuk menyediakanair bebas untuk ekskresi sampah tubuh. Salin berkekuatan menengah (NaCl 0,45%)sering digunakan Infus larutan hipotonik yang berlebihan dapat menyebabkan deplesicairan intravaskuler, penurunan tekanan darah, edema seluler, dan

(16)

kerusakan sel. (Dougherty, 2008) 3) Cairan Hipertonis

Adalah cairan yang mempunyai osmolalitas totalnya melebihi osmolalitas CES (> 375 mOsm/l) sehingga bila cairan ini diberikan melalui intr avena akan menyebabkan meningkatnya osmolalitas serum, menarik cairan sel dan interstitial ke dalam ruang vaskuler. Contohnya NaCl 3%, NaCl 5%, total parenteral yang berisi dekstrosa 20%- 50 %, protein, vitamin, dan mineral. Cairan ini harus diberikan per lahan untukmencegah terjadinya kelebihan sirkulasi cairan (overload). Pemberian cairanhipertonik yang memiliki osmolalitas lebih dari 600 mOsm/l perlu dipertimbangkanuntuk diberikan melalui vena yang besar, midline catheter, atau melalui vena sentral. Program pemberian cairan yang diresepkanialah pemberian larutan selama 24 jam,biasanya dibagi ke dalam 2 sampai 3 liter. Kadangkala program pemberian IV hanyaberisi 1 liter untuk mempertahankan vena tetap terbuka ( keep vein open, KVO).Perhitungan tetesan infus harus tepatsupaya cairan yang diinfuskan sesuai kecepatanyang diprogramkan sehingga mencegah beban cairan berlebihan.Pemahaman tentang jenis cairan dan obat dapat dijadikan dasar oleh perawat untukmenentukan cara dan jalur pemberian terapi intravena. Juga sebagai dasar untukmemberikan pertimbangan lokasi vena yang akan digunakan. Untuk obat atau cairanyang memiliki osmolalitas tinggi atau pH tinggi tidak boleh memasang kanula divena punggung tangan, karena pada area tersebut ukuran venanya kecil. Sangatdianjurkan untuk memilih vena yang besar, seperti vena basilaris yang ukurannyalebih besar.(Dougherty, 2008)

(17)

Terapi intravena diberikan secara terus-menerus dan dalam jangka waktuyang lama tentunya akan meningkatkan kemungkinan terjadinyakomplikasi. Komplikasi dari pemasangan infus yaitu plebitis, hematoma,infiltrasi, tromboflebitis, emboli udara (Hinlay, 2006).

a. Plebitis

Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik.Kondisi ini dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerahdan hangat di sekitar daerah insersi/penusukan atau sepanjang vena,nyeri atau rasa lunak pada area insersi atau sepanjang vena, danpembengkakan.

b. Infiltrasi

Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan disekeliling tempat pungsi vena. Infiltrasi ditunjukkan dengan adanyapembengkakan (akibat peningkatan cairan di jaringan), palor(disebabkan oleh sirkulasi yang menurun) di sekitar area insersi,ketidaknyamanan danpenurunan kecepatan aliran secara nyata.Infiltrasi mudah dikenali jika tempat penusukan lebihbesar daripadatempat yang sama di ekstremitas yang berlawanan. Suatu cara yanglebih dipercaya untuk memastikan infiltrasi adalah dengan memasangtorniket di atas atau di daerahproksimal dari tempat pemasangan infusedan mengencangkan torniket tersebut secukupnya untuk menghentikanaliran vena. Jika infus tetap menetes meskipun ada obstruksi vena,berarti terjadi infiltrasi.

(18)

Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada kulitdi atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi karena cairan dengan pHtinggi, pH rendah atau osmolaritas yang tinggi (misal: phenytoin,vancomycin, eritromycin, dan nafcillin) d. Hematoma

Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan disekitar area insersi. Hal ini disebabkan oleh pecahnya dinding venayang berlawanan selama penusukan vena, jarum keluar vena, dantekanan yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelahjarum atau kateter dilepaskan. Tanda dan gejala hematoma yaituekimosis, pembengkakan segera pada tempat penusukan, dankebocoran darah pada tempat penusukan.

e. Tromboflebitis

Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah peradangandalam vena.

Karakteristik tromboflebitis adalah adanya nyeri yangterlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di sekitararea insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena adanyarasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan aliran yangtersendat, demam, malaise, dan leukositosis.

f. Trombosis

Trombosis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada vena, danaliran infus berhenti. Trombosis disebabkan oleh injuri sel endoteldinding vena, pelekatan platelet.

g. Occlusion

Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketikabotol dinaikkan,

(19)

Occlusion disebabkan oleh gangguanaliran IV, aliran balik darah ketika pasien

berjalan, dan selang diklemterlalu lama. h. Spasme vena

Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di sekitarvena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal. Spasmevena bisa disebabkan oleh pemberian darah atau cairan yang dingin,iritasi vena oleh obat atau cairan yang mudah mengiritasi vena danaliran yang terlalu cepat.

i. Reaksi vasovagal

Digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena, dingin,berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan darah.Reaksi vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri atau kecemasan

j. Kerusakan syaraf

Tendon dan ligament. Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan kontraksiotot. Efek lambat yang bisa muncul adalah paralysis, mati rasa dandeformitas. Kondisi ini disebabkan oleh tehnik pemasangan yang tidaktepat sehingga menimbulkan injuri di sekitar syaraf, tendon danligament.

9. Pencegahan komplikasi pemasangan terapi intravena.

Menurut Hidayat (2008), selama proses pemasangan infus perlumemperhatikan hal-hal untuk mencegah komplikasi yaitu :

a. Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set infus baru

b. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tandainfeksi c. Observasi tanda / reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain

(20)

d. Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi penusukan e. Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir

f. Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut jaruminfus perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya embolus

g. Bersihkan lokasi penusukan dengan anti septik. Bekas-bekas plesterdibersihkan memakai kapal alkohol atau bensin (jika perlu)

h. Gunakan alat-alat yang steril saat pemasangan, dan gunakan tehniksterilisasi dalam pemasangan infuse

i. Hindarkan memasang infus pada daerah-daerah yang infeksi, venayang telah rusak,vena pada daerah fleksi dan vena yang tidak stabil

j. Mengatur ketepatan aliran dan regulasi infus dengan tepat.

Penghitungan cairan yang sering digunakan adalah penghitunganmillimeter perjam (ml/h) dan penghitungan tetes permenit.

C. Penelitian Terkait

Telah dilakukan penelitian tentang plebitis oleh Hj. Andriani di Rumah Sakit stroke Nasional (RSSN) Bukit tinggi Tahun 2008. Dari jasil penelitian tersebut didapatkan

1. Berdasarkan data pendokumentasian yang dilakukan oleh ruangan neurologi diperoleh data pasien yang pasang infus di ruang neurologi Rumah Sakit Stroke Nasional pada bulan April sampai dengan Juli 2007 sebanyak 76 orang.

(21)

2. Dengan angka kejadian flebitis sebanyak 26 orang (34.21%). Dari hasil survei peneliti sendiri pada tanggal 26 – 31 Januari 2008 didapatkan data sebagai berikut, pasien yang mendapatkan terapi intra vena sebanyak 17 orang

3. Setelah di observasi selama lima hari ditemukan pasien yang mengalami komplikasi flebitis akibat pemberian terapi intra vena (infus) sebanyak 7 orang (41.48%)

Referensi

Dokumen terkait

Johan, Bahder dan Sri Warjiyati, Hukum Perdata Islam, Komplikasi Peradilan Agama tentang Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf dan Shadaqah , Bandung :Madar Maju,

Simpulan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara latihan smash dengan ketinggian net tetap dan bertahap terhadap

Teknik merupakan suatu upaya pelaksanaan suatu gerak secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam setiap permainan, pengenalan teknik sangat penting.

Agar propaganda ideologi dan cara hidup liberalis dan pluralis itu diterima oleh orang Islam, maka diikuti pula dengan bantuan fasilitas, popularitas dan juga

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah diujikan dengan menggunakan metode active contour adalah informasi evolusi kurva yang melingkupi sebuah

filsafat bisa menjadi sentral atau poros, karena kegiatan berfilsafat selalu berkaitan dengan kegiatan berpikir, dimana kegiatan berpikir sendiri ibarat sebuah roda

mengkoordinasikan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,