• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH PERBANKAN SYARI AH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH PERBANKAN SYARI AH"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN

HUKUM

BAGI

NASABAH

PERBANKAN

SYARI’AH

Oleh Drs. H.M. Azhari, M.H.I. Hakim Pengadilan Agama Tanah Grogot

PENDAHULUAN

Salah satu sifat sekaligus tujuan hukum, adalah memberikan perlindungan

(pengayoman) kepada masyarakat1. Demikian dinyatakan oleh pemikir Cicero pada abad I SM

dan ditegaskan juga oleh Artidjo Al Kostar (Hakim Agung RI ), bahwa pada dasarnya manusia selalu memerlukan keadilan, kebenaran dan hukum, karena hal tersebut adalah merupakan nilai dan kebutuhan asasi bagi masyarakat beradab.

Berbicara tentang perlindungan hukum bagi nasabah sebagaimana judul di atas, tentu timbul pertanyaan mengapa nasabah perlu dilindungi dan bagaimana bentuk-bentuk perlindungannya menurut peraturan perundang-undangan. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut perlu kiranya diterangkan dahulu bahwa yang dimaksud dengan perlindungan hukum, adalah upaya untuk menciptakan rasa aman dan terlindungi bagi para nasabah. Sedangkan yang dimaksud dengan nasabah bank syariah adalah konsumen jasa perbankan yang bertransaksi di Lembaga Perbankan Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Kunci pokok dalam perlindungan hukum bagi nasabah bahwa antara nasabah dengan lembaga keuangan perbankan syariah, sangat erat hubungannya, bank tidak akan berkembang dengan baik serta tidak dapat memberi manfaat bagi masyarakat luas, jika tidak ada nasabah, oleh karena sebagai pelaku usaha perbankan sangat bergantung dangan nasabah, untuk dapat

mempertahankan kelangsungan usahanya.2

Dalam kenyataan terjadi banyak pelaku usaha/pihak perbankan memiliki

kecenderungan untuk mengesampingkan hak-hak konsumen serta memanfaatkan kelemahan konsumennya (nasabah) tanpa harus mendapatkan sanksi hukum, minimnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen tidak mustahil dijadikan lahan bagi pelaku usaha dalam transaksi yang tidak mempunyai iktikad baik dalam menjalankan usaha yaitu berprinsip mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan memanfaatkan seefisien mungkin sumber

daya yang ada.3

Lemahnya posisi konsumen tersebut di sebabkan antara lain perangkat hukum yang ada belum bisa memberikan rasa aman, peraturan perundang-undangan yang ada kurang memadai untuk secara langsung melindungi kepentingan dan hak-hak konsumen yang

1

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Gransindo, 2000), h. 16. 2

Husni Syazali dan Heni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung: Mandar Maju, 2000), h. 36

3

(2)

semestinya terlibat penegakan hukum (law enforcement) itu sendiri dirasakan kurang tegas. Disisi lain cara berpikir sebagai pelaku usaha semata-mata masih bersifat profit oriented dalam konteks jangka pendek tanpa memperhatikan kepentingan konsumen yang merupakan bagian dari jaminan berlangsungnya usaha dalam konteks jangka panjang.

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas maka dalam pembahasan selanjutnya penulis mengemukakan pembahasan sbb:

A. Urgensi Perlindungan Nasabah Bank Syariah

Perlindungan bagi nasabah/konsumen dalam percaturan bisnis dewasa ini adalah hal-hal yang sangat urgen, dengan adanya perlindungan secara legal atau payung hukum adalah menciptakan kenyamanan dan kedamaian kepada para pihak yang terkait.

Secara eksplisit sulit ditemukan ketentuan mengenai perlindungan nasabah debitur dalam Undang-Undang perbankan Nomor 10 Tahun 1998, sebagaian besar Pasal-Pasal hanya berkonsentrasi pada aspek kepentingan perlindungan bank sehingga kedudukan nasabah sangatlah lemah, baik ditinjau dari kontraktual dengan bank dalam perjanjian kredit misalnya nasabah sangat dilematis, perjanjian kredit yang biasanya standar kontrak, senantiasa membebani nasabah debitur dengan berbagai macam kewajiban dan tanggung jawab atas resiko yang ditimbulkan selama perjanjian berlangsung ditujukan kepada nasabah, yang pada gilirannya memunculkan tanggung jawab minus dari pihak bank.

Tidak terkecuali perbankan syariah yang secara baik melaksanakan kegiatan usaha sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 7 tahun 1992 yang selanjutnya diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998. Dalam Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 13 memberikan daftar ligitimasi kegiatan usaha yang boleh dilakukan oleh bank secara umum, namun secara khusus untuk bank syariah kegiatan usaha yang dapat dilaksanakan adalah yang sesuai dengan prinsip syariah.

Aturan-aturan dan isi pasal dalam Undang-undang nomor 21 Tahun 2008 tersebut begitu memberikan harapan segar bagi nasabah, namun dalam prakteknya kadang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip yang seharusnya menjadi dasar operasionalnya, banyak kendala-kendala yang sedikit mengusik berlangsungnya opersional bank syariah dengan prinsip syariah, seiring dengan perjanjian yang terjadi pada perbankan secara umum, seperti klausula eksonerasi dalam perjanjian kredit sering dimanfaatkan bank padahal beban bunga yang tinggi sudah cukup membebani nasabah jika diperhatikan dengan seksama beban bank yang tinggi, sebenarnya akan berpengaruh pada faktor psikologis nasabah, karena bunga yang menimbulkan ketidaktenangan dalam menjalankan usahanya sehingga akan berimbas pada kegagalan usaha

nasabah yang bersangkutan.4

Klausula-klausula semacam tersebut secara prinsip tidak terjadi jauh dari aturan main dan perundang-undangan pada bank syari’ah, namun demikian begitu tipisnya praktek yang terjadi dilapangan, sehingga yang terjadi adalah kerugian besar bagi nasabah bank syari’ah, karena hak-hak sebagai nasabah bank kurang terperhatikan dan nilai-nilai perekonomian

4

M.Syafi’i Antonio dan Karnen Perwataatmdja, Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Jakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1992), h. 47

(3)

yang diyakini secara islami juga tidak mendapatkan tempat, karena sistem etika bisnis Islam berbeda dengan sistem sekuler ataupun sistem etika yang telah diusung dengan agama lain, melalui perkembangan peradaban sistem sekuler mengasumsikan sejumlah kode moralitas

yang sangat entropis.5 Karena konsep moral dari sistem etika tersebut berdiri di atas nilai-nilai

temuan manusia seperti halnya epicurianism atau kebahagiaan hanya untuk kebahagiaan itu sendiri. Sistem tersebut mengusulkan sistem perceraian antara etika dengan agama, Sedangkan kode moralitas yang di adopsi agama selain Islam lebih sering menekankan kepada pengkuburan eksistensi kehidupan manusia dimuka bumi. Dan moralitas etika Islam

menanamkan anjuran akan hubungan manusia dengan Tuhannya. 6

Dalam menjalankan bisnis Islam umat Islam dituntut melaksanakan sesuai dengan ketentuan. Aturan yang dimaksud adalah syariah, hal ini didasarkan pada satu kaidah ushul “al

aslu fi al-afal at-taqayyud bi hukmi asy-syar’i” bahwa hukum asal suatu perbuatan adalah

terikat dengan hukum syara 7 maka dalam melaksanakan suatu bisnis harus senantiasa

mematuhi dan tetap berpegang teguh pada ketentuan syariah, dengan kata lain syari’at

merupakan nilai utama yang menjadi payung strategis mau pun taktis bagi organisasi bisnis.8

Begitu kokohnya prinsip-prinsip Islam dalam mengatur bisnis tak terkecuali dalam perbankan syariah, oleh karena ada baiknya penulis memaparkan asas-asas dalam al qur’an dan hadis dianggap dan bisa dikongkritkan sebagai asas-asas perlindungan bagi hasil debitur 1) asas pelarangan riba 2) asas itikad baik 3) kesepakatan 4) keseimbangan atau keadilan 5) kebersamaan/kemitraan 6) asas tolong menolong/persaudaraan. Asas-asas ini juga sebagian besar ditemukan dalam peraturan perbankan saat ini yakni asas 1) kesepakatan 2) asas kehati-hatian 3) asas nondiskriminatif 4) asas keterbukaan, dengan demikian asas pelarangan bunga, sistem bagi hasil, keseimbangan/keadilan, kemitraan/kebersamaan serta asas tolong menolong merupakan asas khusus dimiliki yang oleh bank berdasarkan prinsip syariah yang tidak ditemukan pada bank sistem bunga.

Yang menjadi landasan filosofis pentingnya perlindungan nasabah segala ketentuan yang berlandaskan pada pengayoman, keberpihakan serta perlindungan terhadap kaum lemah, dan ketentuan ini sangat terkait dengan konsep persaudaraan dan tolong menolong dalam Islam. 9

B. Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum Nasabah Bank Syariah pada Peraturan Perundang-Undangan

b.1. Bentuk Perlindungan Hukum dari Peraturan Bank Indoneisa

Bila kita kaji secara mendalam dan seksama undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 secara ekplisit sama sekali tidak mengatur perlindungan nasabah, bagi nasabah

5

Hukum Entropia : hukum fisika yang menyatakan bahwa setiap materi karena terikat dengan ruang dan waktu akan mengalami self destruction (rusak dengan sendirinya), Tarek Al-Diwany, The

Problem with Interes, (Jakarta : Akbar Media Aksara, 2005) di kutip dari Drs Faisal Badroen dkk, Etika Bisnis dalam Islam (Jakarta : Prenada Media Goup, 2006) cet. 1, h. 67.

6

Ibid., h. 68 7

Hukum syara’ terdiri wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. 8

Johan Arifin, Fiqh Perlindungan Konsumen (Semarang, Rasail Semarang, 2007), h. 37. 9 Mulhadi, asas perlindungan nasabah berdasarkan sistem bank syariah, 2004.

(4)

debitur, beberapa pasal dari undang-undang perbankan tersebut hanya mengatur kedudukan bank maupun kedudukan penyimpan dana, perlindungan nasabah debitur sepenuhnya diserahkan kepada nasabah debitur yang bersangkutan dengan cara bersikap hati-hati dalam melakukan hubungan kontraktual dengan baik, namun dengan cara ini dianggap tidak fungsional mengingat proses dan bentuk kontrak itu sendiri bersifat baku dan kecualinya posisi tawar nasabah dalam mempengaruhi sangat kecil.

b.2. Pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Di Indonesia perhatian pemerintah terhadap perlindungan konsumen/nasabah nampak jelas pada tahun 1998 dilanjutkan dengan disahkan dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999, lahirnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan terhadap konsumen telah memberikan harapan-harapan besar bagi konsumen, hal ini dikarenakan seorang konsumen akan mempunyai landasan serta payung hukum untuk melindungi segala kepentingan-kepentingan dalam dunia usaha tidak terkecuali terhadap nasabah bank syariah, selain itu adanya undang-undang perlindungan konsumen akan semakin memudahkan pemerintah dan berbagai lembaga terkait untuk melakukan penataan, pembinaan, serta pendidikan kepada konsumen akan dapat memaksimalkan perannya dalam dunia perdagangan, bisnis, perbankan dan lain sebagainya. Sebagai konsekuensi terhadap undang-undang adalah adanya sanksi bagi pelanggarnya, dengan demikian upaya untuk lebih menjadikan seorang konsumen sebagai bagian yang patut mendapatkan perlindungan benar-benar terwujud...

Dengan diberlakukannya Undang-Undang tersebut paling tidak akan semakin membuka peluang usaha lebih kondusif dan nyaman karena akan senantiasa mendapatkan sebuah jaminan perlindungan yang maksimal. Upaya ini senada dengan ajaran syariah Islam yang senantiasa memberikan keleluasaan serta hak yang cukup kepada konsumen dan atau nasabah. Dalam dunia perekonomian peran konsumen sebagai salah satu penggerak roda ekonomi masyarakat, maupun negara sangatlah besar sekali, tanpa adanya konsumen maka ekonomi suatu bangsa tidak akan dapat berjalan bahkan perekonomian global pun akan mengalami stagnan.

Begitu besar peran dari seorang konsumen/nasabah seringkali tidak diimbangi dengan perlakuan yang adil dari pihak-pihak tertentu, terutama para produsen nakal yang hanya mengandalkan modal besar, tanpa berpegang pada prisnip etika bisnis, kurang sadar akan pentingnya suatu perlindungan terhadap hak-hak konsumen seringkali menimbulkan praktek transaksi yang hanya menguntungkan satu pihak saja yaitu penjual, oleh sebab itu, kemudian muncul wacana untuk lebih menghargai eksistensi seorang konsumen dalam sebuah pasal besar menyangkut ekonomi dengan memunculkan sebuah undang-undang perlindungan konsumen.

b.3. Pada Kemurnian Syariah

Dalam Ketentuan pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Bank Syariah, Pasal 1 ayat 7 Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, kemudian dijelaskan pada ayat 8 Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas

(5)

pembayaran. Sedangkan pada ayat 12. prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Dan ayat 16 menjelaskan makna Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa Bank Syariah dan/atau UUS yang kemudian ayat selanjutnya memberikan rincian yaitu ayat 17 Nasabah Penyimpan adalah Nasabah yang menempatkan dananya di Bank Syariah dan/atau UUS dalam bentuk simpanan berdasarkan Akad antara Bank Syariah atau UUS dan Nasabah yang bersangkutan, dan ayat 18. Nasabah Investor adalah Nasabah yang menempatkan dananya di Bank Syariah dan/atau UUS dalam bentuk Investasi berdasarkan Akad antara Bank Syariah atau UUS dan Nasabah yang bersangkutan.ayat 19. Nasabah Penerima Fasilitas adalah Nasabah yang memperoleh fasilitas dana atau yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan Prinsip Syariah.

Dari pengertian-pengertian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan perbankan syariah itu, sudah menunjukkan komitmen akan prinsip-prinsip yang dimainkan dalam perbankan syariah. Perlindungan terhadap nasabah dikuatkan lagi dalam isi undang-undang yang sekaligus sebagai asas, tujuan dan fungsi bank syariah, aktualisasi nilai dari asas, tujuan serta fungsi harus dirasakan secara nyaman oleh para nasabah bank tersebut.

KESIMPULAN

Dari uraian-uraian dan pembahasan tersebut di atas penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :

1. Perlindungan hukum bagi nasabah bank syariah adalah hal yang sangat urgen untuk kepentingan-kepentingan bagi nasabahnya, dalam rangka menciptakan kenyamanan dan kedamaian. Hal tersebut untuk meningkatkan posisi tawar nasabah, karena secara eksplisit sulit ditemukan ketentuan mengenai perlindungan nasabah dalam Undang-Undang perbankan, sebagaian besar Pasal-Pasal hanya berkonsentrasi pada aspek kepentingan perlindungan bank sehingga kedudukan nasabah sangatlah lemah baik ditinjau dari kontraktual dengan bank.

2. Bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank syariah pada Peraturan Perundang-Undangan, adalah tercermin konsistensi dan komitmen bank dalam menjalankan prinsip-prinsip yang telah diatur dalam Undang-Undang, sehingga adanya kepastian aktualisasi nilai-nilai islami yang dianut para nasabah.

(6)

BAHAN BACAAN

- Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Gransindo, 2000),

- Syazali dan Heni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung: Mandar Maju, 2000).

- Syafi’i Antonio dan Karnen Perwataatmdja, Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Jakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1992)

- Hukum Entropia : hukum fisika yang menyatakan bahwa setiap materi karena terikat dengan ruang dan waktu akan mengalami self destruction (rusak dengan sendirinya), Tarek Al-Diwany, The Problem with Interes, (Jakarta : Akbar Media Aksara, 2005) di kutip dari Drs Faisal Badroen dkk, Etika Bisnis dalam Islam (Jakarta : Prenada Media Goup, 2006) cet. 1. - Undang Nomor 8 Tahun 1999

- Undang-undang nomor 10 tahun 23 tahun 1999 - Undang-undang nomor 21 tahun 2008

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi dengan judul “Analisis Kinerja Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dalam Pembuatan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) (Analisis Kinerja Kepolisian di Samsat

Cara atau metoda tersebut tidak terlepas dari penggunaan teknologi sebagai pendukung dan mempercepat proses pembuatan suatu bangunan, agar kegiatan pembangunan dapat berjalan

Dengan fitur-fitur yang praktis kami yakin bisa memuaskan dahaga akan kerinduan masakan nusantara khususnya tengkleng solo kepada anda. Amatlah mudah dan sederhana cara untuk

Isikan Isikan nomor ujian nomor ujian, nama , nama peserta, mata pelajaran, peserta, mata pelajaran, dan tanda dan tanda tangan peserta tangan peserta pada Lembar pada

Komposisi formulasi yang dibuat berdasarkan formulasi parfum yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya , dengan adanya modifikasi bahan dan juga variasi perbandingan

Group Guidance; Islamic Communication, Interpersonal Communication Skills ____________________ Abstrak ___________________________________________________________________

Refleksi (Reflection) adalah cara berpikir tentang apa yang baru di pelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu.

Rencana yang akan dilakukan pada rencana tindakan adalah menyiapkan silabus, materi, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa, lembar observasi