PENGUKURAN TEKANAN UAP CAMPURAN TERNER ISOOCTANE-ETHANOL-1-BUTANOL
DENGAN MENGGUNAKAN EBULLIOMETER Yuliawan ( 2306100005 ), Samsul Arif ( 2306100086 )
Pembimbing : 1. Prof.Dr.Ir. Gede Wibawa, M.Eng 2. Dr. Ir. Kuswandi, DEA
Laboratorium: Thermodinamika PENDAHULUAN
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 5. Tahun 2006 mengenai kebijakan energi nasional, dimana pada pasal 2 ayat II disebutkan bahwa pengurangan konsumsi minyak bumi sampai 20%, karena minyak bumi merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, dimana keberadaan jumlahnya semakin berkurang. Di samping itu, penggunaan bahan bakar minyak yang berasal dari fosil secara terus menerus sebagai sumber energi utama di dunia menyebabkan meningkatnya konsentrasi CO2 secara signifikan di atmosfir dan memberikan efek pemanasan global [Yu et al., 2003 dan Demirbas et al., 2004]. Salah satu upaya untuk mengurangi emisi yaitu dengan penambahan oxygenated compound (ether, alkohol, ester dll) pada bahan bakar. Penambahan oxygenated compound misalnya, ethanol dalam gasoline yang semakin besar maka proses pembakaran menjadi lebih sempurna karena nilai kalor ethanol lebih kecil daripada nilai kalor gasoline. Lebih rendahnya nilai kalor (heating value) ethanol daripada nilai kalor gasoline akan berdampak pada daya mesin, yaitu daya mesin berbahan bakar ethanol lebih rendah daripada daya mesin kendaraan berbahan bakar gasoline. Oleh karena itu perlu ditambahkan entrainer yang mempunyai nilai kalor yang lebih tinggi untuk meningkatkan nilai kalor bioethanol dalam hal ini digunakan 1-butanol. Adapun pengaruh kenaikan temperatur pada tekanan uap campuran akan mempengaruhi jumlah emisi yang dihasilkan. Semakin tinggi temperatur maka kalor pembakaran juga akan semakin besar. Apabila kalor pembakaran besar maka besarnya emisi gas buang juga semakin banyak. Maka dari itu diperlukan entrainer ketiga seperti 1-butanol untuk menurunkan tekanan uap campuran gasoline-ethanol.
Pengukuran tekanan uap sistem biner maupun terner dapat dilakukan dengan menggunakan ebulliometer yang juga dilengkapi dengan stirer seperti pada penelitian sebelumnya [Li, et al, 1995]. Pengukuran tekanan uap sistem biner pada campuran Ethanol-Isooctane dan 1-Butanol-Ethanol-Isooctane pada berbagai komposisi dan temperatur dengan menggunakan modifikasi ebuliometer telah dilakukan pada penelitian sebelumnya dimana dari pengukuran tersebut dilakukan korelasi dengan menggunakan parameter Wilson dan UNIQUAC. Dari hasil eksperimen yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa untuk sistem biner [(ethanol – isooctane) dan (1-butanol – isooctane)] menunjukkan terjadinya kenaikan tekanan uap pada fraksi alkohol yang rendah yaitu pada range 0 – 30 % massa, kemudian konstan pada range fraksi massa 0,4 – 0,6 dan pada fraksi alkohol yang tinggi tekanan uap semakin menurun yaitu pada range 70 - 90 % massa. Kemudian dilanjutkan dengan penelitian yang sekarang ini dilakukan yaitu untuk sistem terner dimanan tekanan uap campuran sistem terner hasil eksperimen dikorelasikan dengan hasil perhitungan menggunakan persamaan Wilson dan UNIQUAC untuk mendapatkan parameter biner dari persamaan tersebut. Selain menggunakan metode korelasi, juga digunakan metode prediksi yaitu menggunakan parameter biner dari percobaan peneliti terdahulu dan digunakan dalam perhitungan sistem terner. Selanjutnya dibandingkan antara metode korelasi dan prediksi yang memiliki harga ARD terkecil.
METODOLOGI PENELITIAN
Peralatan yang digunakan pada percobaan ini adalah ebulliometer yang dilengkapi stirrer [Li.H et al, 1995]. Peralatan penelitian yang digunakan telah dilakukan modifikasi sehingga lebih sederhana seperti ditunjukkan pada gambar 1 [Oktavian dan Amidelsi, 2008].
Gambar 1 Diagram Skematik Ebulliometer
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Isooctane dengan grade pro analysis (MERCK) kemurnian lebih dari 99,5%, ethanol dengan grade pro analysis dengan kemurnian lebih dari 98% (MERCK), serta 1-butanol dengan grade pro analysis (MERCK) kemurnian lebih dari 99,5%. Adapun tahap-tahap percobaan yang akan dilakukan yaitu menyusun peralatan ebulliometer seperti pada Gambar 3.2. Kemudian membuat campuran terner sistem ethanol-iso-oktane-1-butanol untuk berbagai dan memasukkan sampel larutan tersebut ke dalam ebulliometer cell. Selanjutnya memvakumkan alat dengan menggunakan pompa vakum, hal ini dilakukan untuk menghilangkan impuries udara dalam sistem karena dapat mempengaruhi pengukuran tekanan uap zat. Kemudian menutup valve vakum dan mematikan pompa vakum. Setelah divakumkan, mengalirkan air pendingin melalui kondensor dan menyalakan hot plate stirer untuk mengaduk larutan agar homogen. Kemudian mensetting temperatur pada suhu yang ditentukan, yaitu 29 – 37oC. Setelah itu, menyalakan regulator pemanas dan mencatat tekanan uap campuran pada manometer raksa. Setelah didapatkan data tekanan uap, kemudian menentukan parameter koefisien Wilson dan UNIQUAC untuk sistem terner. Langkah terakhir yaitu membandingkan error tekanan uap sistem terner yang diperoleh dari eksperimen dengan tekanan uap sistem terner yang diperoleh dari prediksi dengan parameter biner pada eksperimen sebelumnya dan dengan cara korelasi dengan menggunakan Wilson dan UNIQUAC.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Penambahan ethanol ke dalam isooctane menjadi campuran ethanol dengan fraksi ethanol 0.05 (berat), menyebabkan tekanan uap campuran isooctane-ethanol naik menjadi lebih besar dari tekanan uap isooctane murni. Pengaruh komposisi ethanol di dalam campuran isooctane-ethanol dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2 Pengaruh komposisi ethanol terhadap tekanan uap campuran isooctane-ethanol pada temperatur 302,05 K
Gambar 3 Pengaruh komposisi 1-butanol di dalam campuran isooctane-ethanol-1- butanol pada temperatur 302,05 K
Dari gambar 2 terlihat bahwa dengan penambahan sedikit ethanol ke dalam isooctane
akan menaikkan tekanan uap isooctane. Kenaikan tekanan uap campuran isooctane-ethanol ini
sebanding dengan peningkatan jumlah ethanol dalam campuran. Dari konsentrasi 0,05 – 0,1
(fraksi berat ethanol) terlihat kenaikan tekanan uap yang cukup drastis dan signifikan. Semakin
banyaknya komposisi ethanol yang diberikan menyebabkan peningkatan tekanan uapnya
semakin kecil.
Eksperimen sistem terner dilakukan dengan variabel perubahan jumlah komposisi
1-butanol di dalam campuran isooctane-ethanol-1-1-butanol. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh penambahan 1-butanol di dalam campuran isooctane-ethanol-1-butanol. Berdasarkan
gambar 3 di atas terlihat bahwa penambahan 1-butanol pada campuran isooctane – ethanol pada
berbagai komposisi memberikan hasil bahwa tekanan uapnya menjadi turun. Tetapi penambahan
1-butanol yang efektif yaitu pada komposisi 2,5% berat dalam campuran biner isooctane 95%
dan ethanol 5%, karena pada komposisi ini tekanan uap campuran turun secara signifikan.
Sedangkan pada pada penambahan 5% - 10% 1-butanol dalam campuran biner yang sama tidak
memberikan penurunan yang signifikan bahkan cenderung konstan.
Dari hasil korelasi untuk sistem terner antara ekperimen dan persamaan model diperoleh parameter pada tabel di bawah ini :
Tabel 1 Perhitungan Korelasi Parameter Model
Campuran Wilson a12 a21 a13 a31 a23 a32 isooctane(1) - ethanol(2) - 1-butanol(3) 3501,38 -116,47 839,12 663,61 5402,01 -1504,24 Campuran UNIQUAC u12 u21 u13 u31 u23 u32 isooctane(1) - ethanol(2) - 1-butanol(3) -43,04 256,16 535,78 -309,60 -419,39 7876,21
Selain perhitungan parameter dengan cara korelasi juga dilakukan dengan cara prediksi dari eksperimen biner yang telah dilakukan pada eksperimen sebelumnya dan hasilnya sebagai berikut :
Tabel 2 Perhitungan Prediksi Parameter Model Campuran Wilson a12 a21 a13 a31 a23 a32 isooctane(1) - ethanol(2) - 1-butanol(3) -268,80 388,53 110,78 952,94 5403,38 -141,98 Campuran UNIQUAC u12 u21 u13 u31 u23 u32 isooctane(1) - ethanol(2) - 1-butanol(3) -606.98 177.56 1710.95 -922.92 -447.20 7876.21
Berdasarkan perhitungan korelasi dan prediksi pada setiap model dapat dibuat ARD dari data eksperimen dan perhitungan yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 3 Perbandingan Harga ARD dari Model Yang Digunakan
Indikasi untuk menunjukkan model mana yang lebih baik digunakan untuk mendapatkan parameter biner pada sistem terner yaitu dengan mengetahui nilai deviasi untuk setiap model dan campuran yang dinyatakan dalam average absolute deviation. Menurut tabel di atas terlihat bahwa persamaan UNIQUAC memiliki harga % ARD yang lebih kecil dibandingkan dengan persamaan Wilson. Hal ini membuktikan bahwa persamaan UNIQUAC lebih teliti dibandingkan dengan persamaan Wilson.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil ekperimen dan pembahasan di bab sebelumnya dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1.
Validasi peralatan ebulliometer dilakukan dengan cara membandingkan data tekanan uap
murni hasil eksperimen dengan data literatur untuk tiap - tiap komponen, diperoleh harga
ARD untuk ethanol murni sebesar 1,86 % , isooctane sebesar 1,98 %, dan 1-butanol sebesar
2,26 %
2.
Penambahan 1-butanol di dalam campuran terner isooctane-ethanol-1-butanol dapat
menurunkan tekanan uap campuran tersebut, dimana pada penambahan 2,5 % berat
1-butanol pada campuran biner isooctane 95 % dan ethanol 5 % dapat menurunkan tekanan
uap sekitar 0,13 – 0,93 kPa pada range temperatur 302,5 – 310,35 K.
3.
Berdasarkan korelasi dengan menggunakan persamaan Wilson dan UNIQUAC dari data
hasil eksperimen sistem terner, persamaan Wilson memberikan harga ARD sebesar 2,76 %,
sedangkan dengan persamaan UNIQUAC didaptkan harga ARD sebesar 2,52 %.
4.
Data parameter biner sistem isooctane-ethanol, isooctane-1-butanol, ethanol-1-butanol
digunakan untuk memprediksi sistem terner isooctane-ethanol-1-butanol dengan
menggunakan persamaan Wilson dan UNIQUAC. Dari hasil prediksi, persamaan Wilson
memberikan harga ARD sebesar 8,54 % dan persamaan UNIQUAC memberikan harga
ARD sebesar 8,48 %.
Model ARD (%)
Korelasi Prediksi
Wilson 2,76 8,54