• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MANAJEMEN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

91

Volume 11 Nomor 2 Tahun 2020

M

ANAJEMEN

P

ENDIDIKAN

S

EKOLAH

M

ENENGAH

A

TAS

/S

EKOLAH

M

ENENGAH

K

EJURUAN DI

P

ROVINSI

N

USA

T

ENGGARA

T

IMUR

Wehelmina Lodia Kause

1

, Sirilus M. Lelan

2 1;2;

Bappelitbangda Provinsi Nusa Tenggara Timur kause.well@gmail.com

Abstrak

Kajian ini bertujuan mendeskripsikan proses manajemen pendidikan Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan yang meliputi perencanaan pendidikan, pengorganisasian pendidikan, penggerakan pendidikan dan pengawasan pendidikan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah deskripsi kualitatif dengan pengambilan informan secara purposive sampling. Teknik pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam, focus discussion group (FGD) dan studi dokumenter. Hasil dari kajian ini menunjukkan bahwa perencanaan analisis kebutuhan guru belum didukung dengan data yang lengkap, pengorganisasian Nusa Tenggara Timur terlampau besar, penggerakan berupa motivasi guru Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan di Provinsi Nusa Tenggara Timur cukup tinggi serta pengawasan masih terbatas baik dari aspek kuantitas maupun kualitas.

Kata Kunci: Perencanaan, Pengorganisasian, Penggerakan, Pengawasan

Abstract

This study aims to describe the educational management of high schools / vocational high schools in the province of East Nusa Tenggara. The research method used is a qualitative description by taking informants by purposive sampling. The data collection technique was carried out by means of in-depth interviews, focus discussion groups (FGD) and documentary studies. The results of this study indicate that the planning of teacher needs analysis has not been supported by complete data, the organization of East Nusa Tenggara is too large, the mobilization in the form of high school / vocational high school teacher motivation in East Nusa Tenggara Province is quite high and supervision is still limited in terms of quantity. and quality.

Keywords: Planning, Organizing, Actuating, Controlling

I. P

ENDAHULUAN

Salah satu keberhasilan di bidang pendidikan tidak terlepas dari manajemen. Manajemen pendidikan memberikan gambaran mutu pendidikan dari segi sumberdaya manusia termasuk guru.

Guru memiliki fungsi, peran dan kedudukan strategis untuk mengerahkan seluruh daya dan

kemampuannya meningkatkan kualitas

pengelolaan proses belajar mengajar yang pada gilirannya akan menghasilkan output yang berkualitas. Namun dalam perkembangannya, fungsi, peran dan kedudukan guru belum berjalan sebagaimana mestinya.

Tidak meratanya penyebaran guru, sebenarnya bukan saja merepotkan pemerintah, tetapi juga guru. Di daerah-daerah yang kekurangan guru, bisa saja beban mengajar guru menjadi sangat berat. Di daerah luar Jawa, terlebih daerah terpencil dan terluar, seorang guru di

satuan pendidikan mungkin saja terpaksa mengajar beberapa mata pelajaran karena terbatasnya jumlah guru. Namun di daerah yang padat, guru jusrtru kekurangan jammengajar sehingga beban kerja minimalnya tidak terpenuhi. Kondisi yang demikian bisa berakibat pada tidak diterimanya tunjangan profesi (Sujati, 2011).

Menyikapi berbagai persoalan berbagai persoalan di bidang pendidikan, pemerintah terus melakukan berbagai pembenahan yang berorientasi perubahan secara terencana, bertahap dan terintegrasi dari berbagai komponen strategis pengelolaan pendidikan melalui perubahan landasan hukum dan regulasi dengan menerapkan desentralisasi. Kebijakan desentralisasi pendidikan dimanifestasikan dalam UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Implementasi UU Nomor 23 tahun 2014 khususnya di bidang pendidikan berkonsekuensi pada pengalihan guru-guru SMA/SMK dari

Copyright® 2020. Owned by Author(s), Published by Administratio. This is an open-acces article under CC-BY- SA License

(2)

92

kab/kota ke Provinsi menyimpan sejumah persoalan yang perlu dibenahi.

Sejumlah persoalan yang menjadi perhatian serius Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sebagian besar guru berstatus honorer/komite belum memiliki data base yang tersistem secara baik. Distribusi dan dan penempatan guru yang belum merata, kualifikasi dan kompetensi guru masih rendah , kekurangan guru untuk mata pelajaran tertentu. Rentang kendali manajemen pasca pengalihan dari kabupaten/kota semakin jauh dengan kondisi geografis Nusa Tenggara Timur yang berpulau-pulau menyebabkan pelayanan pendidikan belum maksimal. Peran dan fungsi pengorganisasian Dinas Pendidikan Provinsi NTT beserta 11 UPT yang tersebar di kabupaten/kota daratan dan kepulauan belum berjalan efektif. Persoalan lainnya adalah rendahnya kompetensi pengawas dalam melaksanakan pengawasan, minimnya pengawas sekolah handal yang berlatar belakang mata pelajaran yang linear dengan bidang penawasannya dan jumlah pengawas yang tidak sebanding dengan sekolah binaan yang letaknya berjauhan.

Masalah-masalah yang dihadapi Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur di bidang pendidikan merupakan masalah manajemen pendidikan yang belum dibenahi secara baik. Masih lemahnya manajemen pendidikan perlu mendapat perhatian prioritas untuk membenahi masalah-masalah pendidikan yang dihadapi Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur saat ini. Untuk itu, diperlukan sebuah kajian manajemen personalia dalam mengelola guru SMA/SMK di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebab guru menjadi ujung tombak pendidikan.

Beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan Nasruji (2017) tentang Studi Kasus dari Pola Manajemen Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu (SMA-IT) Ulil Albab Kota Batam berbeda dari kajian ini. Unsur pembedanya adalah kajian Nasruji focus pada (a) kurikulum atau pembelajaran; (b) kesiswaan; (c) kepegawaian; (d) ) sarana dan prasarana; (e) keuangan (f). lingkungan masyarakat Sedangkan kajian ini menampilkan manajemen dari aspek perencanaan analisis kebutuhan guru berbasis data, pengorganisasian Dinas pendidikan dan pengawasan atas kinerja sekolah dan guru.

Perbedaan yang sama pula atas kajian yang dilakukan Suwandi (2011) dengan judul Kajian Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Pada Pendidikan Menengah dengan tujuan: 1) gambaran pelaksanaan manajemen berbasis sekolah (MBS) pada pendidikan menengah; 2) kendala-kendala yang dihadapi pihak sekolah dalam pelaksanaan MBS; dan 3) saran-saran atau masukan pihak sekolah agar pelaksanaan MBS berjalan dengan baik. Penelitian ini menggunakan desain penelitian

pengembangan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik kuesioner (angket), observasi, dokumentasi, wawancara dan focus

group discussions).

Kajian lainnya yang dilakukan Hadi (2020) dengan judul Manajemen Personalia Pada Pendidikan Menengah. Kajian ini fokus pada perencanaan kebutuhan personil, rekrutmen, seleksi, pengembangan staf. Kajian ini meskipun memiliki kesamaan pada aspek perencanaan kebutuhan guru akan tetapi tidak meneliti tentang pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan. Teori atau konsep yang menjadi acuan dari kajian ini adalah manajemen pendidikan mengacu pada grand theory manajemen sebagaimana dikemukakan beberapa ahli antara lain menurut Terry (dalam Nurzaman, 2014) manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri atas tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.

Seanjutnya, mengacu pada pendapat Terry (dalam Gunawan & Benty, 2017) maka proses manajemen pendidikan adalah : (1) perencanaan pendidikan; (2) pengorganisasian pendidikan; penggerakan pendidikan dan (4) pengawasan pendidikan.

Perencanaan pendidikan menurut Gunawan dan Benty (2017) adalah suatu penerapan yang rasional dari analisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efisian serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakatnya. Salah satu prinsip perencanaan adalah perencanaan disusun dengan data, perencanaan tanpa data tidak memiliki kekuatan yang dapat diandalkan (Gunawan & Benty, 2017)

Pengorganisasian menurut Herujito (dalam Gunawan & Benty, 2017) merupakan proses penyesuaian struktur organisasi dengan tujuan, sumberdaya dan lingkungannya.

Penggerakan merupakan salah satu fungsi manajemen yang berhubungan dengan aktifitas manajerial dalam pelaksanaan tugas. Penggerakan (actuating) menurut Kurniadin & Machali (2012) adalah tindakan untuk memulai, memprakarsai, memotivasi, komunikasi dan bentuk-bentuk lain dalam rangka mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu guna mencapai tujuan organisasi.

Menurut Terry (dalam Gunawan & Benty, 2017) pengawasan kepada anggota organisasi bertujuan mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana.

(3)

93

Berdasarkan pengertian para ahli tentang manajemen pendidikan maka pengkajian ini akan fokus pada perencanaan sumberdaya guru, pengorganisasian Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Timur, penggerakan dengan aspek motivasi guru dan pengawasan atas hasil pekerjaan yang direncanakan.

II. M

ETODE

P

ENELITIAN

Kajian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini akan menghasilkan informasi yang deskriptif yaitu memberikan gambaran yang menyeluruh dan jelas terhadap pengelolaan personalia guru SMA/SMK di Provinsi NTT yang diteliti. Hasil penelitian ini akan bersifat deskriptif.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi serta dokumentasi sebagaimana dikemukakan Cresswell bahwa cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data dalam suatu penelitian adalah dengan langkah-langkah pengumpulan data meliputi observasi dan wawancara baik yang terstruktur maupun tidak serta dokumentasi (Creswell, 2010).

Jenis data yang dibutuhkan dalam kajian ini meliputi data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan langsung dan wawancara mendalam dengan berbagai informan.

Penentuan informan secara purposive. sampling. Dengan teknik ini diharapkan peneliti dapat memperoleh informan yang sesuai, bahwa informan harus melebur dengan budaya yang terkait dengan peristiwa yang akan diteliti, harus terlibat langsung dengan peristiwa yang diteliti, maupun meluangkan waktu untuk memberi informasi dan bukan individu yang memberikan jawaban analitis. Informan dalam kajian ini berasal dari Dinas Pendidikan Provinsi NTT, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi NTT, UPT Dinas Pendidikan Provinsi NTT dan guru SMA/SMK Provinsi NTT.

Data yang dihimpun di masing-masing lokasi, baik melalui teknik dokumentasi, wawancara mendalam, dan observasi yang disusun secara sistematis dengan cara mengorganisasikan data yang dikelompokkan/ diklasifikasikan menurut aspek-aspek penelitian untuk masing-masing lokasi penelitian. Kemudian semua data hasil olahan masing-masing aspek dan lokasi penelitian kemudian diintergasikan menjadi satu kesatuan data penelitian tentang pengelolaan guru SMA/SMK di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Setelah data penelitian diolah dan diklasifikasikan menurut aspek-aspek penelitian, kemudian dilakukan analisis data secara deskriptif. Untuk pengelolaan personalia dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan, analisis secara deskriptif dimaksudkan untuk mendekripsikan apa adanya

tentang isi atau substansi kebijakan, pernyatan atau pandangan, dan situsi-situasi objektif mengenai pengelolaan personalia guru SMA/SMK di Provinsi Nusa Tenggara Timur selanjutnya mengenai faktor penghambat dan pendukung pengelolaan personalia guru SMA/SMK di Provinsi NTT dan dideskripsikan apa adanya.

Proses analisis data menurut Miles & Huberman (1984) bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display dan

clusion drawing/verification

III. H

ASIL DAN

P

EMBAHASAN

Manajemen Pendidikan Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Berdasarkan data Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Timur, jumlah guru SMA /SMK di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 17.632 orang. Sebagian besar guru didominasi guru honorer/komite (10.066 orang atau 75%) dan selebihnya berstatus PNS (7.566 atau 25%). Guru-guru tersebut ditempatkan di sekolah negeri sebanyak 6.465 dan swasta sebanyak 1.101 orang (tabel 1).

Tabel 1. Jumlah Guru SMA/SMK di Provinsi NTT

Jenjang

Pendidikan Guru PNS Guru Honorer/ Komite Jumlah Guru

SMA 4.987 6.654 11.641

SMK 2.579 3.412 5.991

Jumlah 7.566 10.066 17.632

Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi NTT (2019)

Guru SMA/SMK di Provinsi Nusa Tenggara Timur menyebar di seluruh kabupaten kota di Nusa Tenggara Timur dan ditempakan di sejumlah sekolah negeri maupun swasta (Gambar 2).

Gambar 1.

Distribusi Guru pada SMA/SMK Negeri dan Swasta Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Timur

(2019) SMA SMK NEGERI 4.188 2.277 SWASTA 799 302 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000

(4)

94

Jumlah guru PNS di SMA Negeri sebanyak 4.188 orang sebagian kecil di SMA Swasta sebanyak 799 orang. Guru PNS yang ditempatkan di SMK Negeri sebanyak 2.277 orang dan di SMK Swasta sebanyak 302 orang.

Jumlah guru SMA/SMK di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 17.632 orang tersebar di 543 sekolah atau satu SMA melayani 5 – 10 desa / kelurahan. Jumlah SMK sebanyak 292 atau satu SMK melayani 5 – 10 desa/kelurahan. Ratio siswa : guru SMA adalah 1: 20 dan SMK adalah 1: 15. Secara persebarannya, kebanyakan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih terpusat pada ibukota kabupaten.

Tabel 2 Kondisi Guru, siswa dan sekolah di Provinsi NTT

Jenjang Pendidi kan

Guru Siswa Seko lah Ratio Siswa: guru SMA 11.641 175.796 543 1:20 SMK 5.991 69.820 292 1: 15 Total 17.632 245.616 835

Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi NTT (2019)

Tabel 2 menunjukkan bahwa guru SMA sebanyak 11.641 ditempatkan di 509 sekolah yang memiliki siswa sebanyak 175.796 orang. Selebihnya guru yang ditempatkan di SMK sebanyak 5.991 tersebar di 274 sekolah dengan jumlah siswa sebanyak 69.820 orang.

Jika ditinjau dari kualifikasi akademik guru SMA/SMK di Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki jenjang pendidikan terendah SMA hingga tertinggi doktoral (Tabel 3).

Tabel 3 Kualifikasi Akademik Guru SMA/SMK di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Sekolah SMA D1 D2 D3 S1 S2 S3 Total SMA 116 10 11 302 10.992 207 3 SMK 117 9 34 383 5.329 119 - Total 233 19 45 685 16.321 326 3 17.632

Jumlah Guru yang belum Sarjana 982 Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi NTT (2019)

Data pada tabel 3 menunjukkan lebih dari sebagian besar guru berpendidikan sarjana (S1) atau 94% dan hanya sebagian kecil yang belum berpendidikan sarjana sebanyak 982 orang (6%).

Guru yang berpendidikan sarjana (S1) sebanyak 16.361 orang. Sedangkan yang belum sarjana sebanyak 982 orang. Adapun rincian guru

yang belum berpendidikan sarjana yaitu secara berurutan berpendidikan D3 sebanyak 685 orang, D2 sebanyak 45 orang, dan D1 sebanyak 19 orang. Sedangkan guru yang berpendidikan di atas Sarjana (S1) adalah yang berpendidikan magister (S2) sebanyak 326 dan Doktor (S2) sebanyak 3 orang.

Klasifikasi jenjang pendidikan guru SMA pada umumnya berpendidikan S1 sebanyak 10.992 secara berurutan guru D3 sebanyak 302 orang, S2 sebanyak 207 orang, SMA sebanyak 116 orang, D1 10 orang dan S3 sebanyak 3 orang.

Guru SMK pada umumnya didominasi berpendidikan S1 sebanyak 5.329. selanjutanya secara berurutan guru yang berpendidikan D3 sebanyak 383 orang, S2 sebanyak 119 orang, SMA sebanyak 117 orang, D2 sebanyak 34 orang dan D1 sebanyak 9 orang.

Berdasarkan ketentuan wajib sertifikasi bagi guru, maka guru SMA/SMK di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang bersertifikasi pendidik sebanyak 34.05% sedangkan yang belum bersertifikat sebanyak 65.95% (table 4.9).

Data tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah guru yang belum bersertifikasi sebanyak 11.714 orang (65.95%) sedangkan yang sudah bersertifikat sebanyak 5.029 ( 34.05%) Berdasarkan data yang dikeluarkan Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Timur menunjukkan bahwa guru SMA yang sudah bersertifikat hanya sebanyak 3.427 (30.90%) dan selebihnya sebanyak 7.663 belum bersertifikat (69.10%).

Tabel 4 Profil Guru Belum Bersertifikasi Jen

jang Jumlah Guru Jumlah Berdasarkan Guru Sertifikasi Presentase Guru Yang Belum Sertifikasi Belum Sudah SMA 11.090 7.663 3.427 69,10% SMK 5.653 4.051 1.602 71.66%

Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi NTT (2019)

Hasil uji kompetensi guru SMA di Provinsi NTT tahun 2018 sebesar 54.3 % dan secara nasional 61.74%. Uji kompetensi guru SMK di Provinsi NTT tahun 2018 sebesar 52.39% atau secara nasional 58.3%. sedangkan hasil uji kompetensi untuk guru SMK didominasi guru yang memiliki nilai 51-75 sebanyak 2.328 orang guru, nilai 26-50 sebanyak 2003 orang guru hanya sebagian kecil guru SMK yang memiliki nilai 76-100 sebanyak 142 orang dan nilai 1-25 sebanyak 25 orang.

Tabel 4. Jumlah Pengawas SMA/SMK Pengawas Rumpun Mata Pelajaran SMA

MIPA BHS PS ORK SBD BK

38 26 44 2 1 4

(5)

95

Pengawas Rumpun Mata Pelajaran SMK

MIPA BHS PS ORK SBD BK TI BM PA R, dll

5 9 8 - - 3 3 7 7

Jumlah :48

Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi NTT (2019) Keterangan:

MIPA=Matematika/IPA, BHS=Bahasa, IPS=Ilmu Penget .Sosial,ORK=Olah raga dan kesehatan, SBD= Seni dan Budaya, BK=Bimbingan Kounseling, TI = Teknik dan Industri, BM =Bisnis dan Manajemen, Par =Pariwisata dll

Perencanaan

Salah satu unsur penting yang akan dibahas dalam manajemen pendidikan SMA/SMK yang adalah perencanaan. Perencanaan merupakan langkah awal dalam fungsi atau proses manajemen pendidikan untuk menetapkan kebutuhan guru yang meliputi rekruitmen, distribusi, kualitas guru .

Perencanaan harus rasional dan sistematis untuk menentukan kebutuhan guru di waktu yang akan datang. Oleh karena itu diperlukan data sebab perencanaan tanpa data tidak akan memiliki kekuatan yang dapat diandalkan (Gunawan & Benty, 2017).

Data guru SMA/SMK yang bersumber dari Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan data hasil rekapan guru yang dialihkan dari kabupaten/kota ke Provinsi NTT pada bulan Oktober 2016. Data tersebut menjadi dasar penetapan SK Gubernur.

Pendataan guru SMS/SMK di Provinsi Nusa Tenggara Timur dilakukan secara manual dan belum tersistem dengan baik. Data yang ada merupakan data yang belum valid. Masih banyak guru kontrak/komite yang belum masuk data base berdampak pada perencanaan penganggaran sehingga guru yang belum terdata tidak memperoleh pengakuan dan hak-haknya tidak dapat diakomodir Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Pendataan guru SMA/SMK di Provinsi Nusa Tenggara Timur selain dilakukan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Timur, para guru kontrak/komite juga melakukan input data secara online di Dapodikmen Kementerian Pendidikan yang diakses langsung dari sekolah. Hal menyebabkan data guru kontrak/komite telah tersistem dengan baik di Dapodikmen Kementerian Pendidikan dibandingkan di Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Selain guru honorer/komite yang belum lengkap terdapat pula Guru Garis Depan (GGD) dan Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan Terluar dan Tertinggal (SM3T) yang proses penerimaannya menggunakan alokasi formasi CPNS Daerah akan tetapi proses seleksinya dikoordinasikan oleh Kementerian Pendidikan. Keberadaan guru GGD dan SM3T yang menyebar di hampir seluruh

kabupaten /kota juga belum didata secara lengkap di Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Teggara Timur.

Untuk mengatasi masalah kekurangan guru, distribusi dan kuaifikasi guru maka diperlukan perencanaan pendidikan yang baik melalui tahapan forecasting (peramalan) untuk proyeksi analisis kebutuhan guru sehingga dapat memperkirakan jumlah guru yang dibutuhkan, distribusi dan kualifikasi.

Analisis kebutuhan guru dilakukan berdasarkan jumlah rombongan belajar (rombel), struktur kurikulum, beban kerja guru. Misalnya satu rombel 5 jam /minggu untuk mata pelajaran matematika. Apabila jumlah rombel 10 maka diperlukan 50 jam perguru dimana setiap guru dibebankan 24 jam perminggu maka kebutuhan guru matematika sebanyak 2 (dua) orang.

Memperhatikan dasar penyusunan

perencanaan analisis kebutuhan guru yang membutuhkan data jumlah rombel, struktur kurikulum, beban kerja guru akan menjadi permasalahan tersendiri jika menggunakan data yang tidak valid. Sebab perencanaan harus disusun berdasarkan data. Pentingnya data dalam perencanaan analisis kebutuhan guru dan penyebaran guru menjadi mutlak diperlukan sebab menurut Gunawan & Benty (2017) perencanaan disusun dengan data, perencanaan tanpa data tidak memiliki kekuatan yang diandalkan. Perencanaan sebagai kegiatan rasional, artinya melalui proses pemikiran yang didasarkan pada data yang riil dan

analisis yang logis, yang dapat

dipertanggungjawabkan dan tidak didasarkan pada ramalan yang intuisif.

Pentingnya data dalam perencanaan analisis kebutuhan guru dan penyebaran guru menjadi mutlak diperlukan sebab perencanaan disusun dengan data, perencanaan tanpa data tidak memiliki kekuatan yang diandalkan (Gunawan & Benty, 2017). Perencanaan sebagai kegiatan rasional, artinya melalui proses pemikiran yang didasarkan pada data yang riil dan analisis yang logis, yang dapat dipertanggungjawabkan dan tidak didasarkan pada ramalan yang intuisif.

Hasil kajian menunjukkan bahwa sebagian besar (94%) guru berpendidikan sarjana (S1) mengindikasikan bahwa hampir sebagian besar telah memenuhi syarat kualifikasi sebagaimana yang distandarkan dalam Permendikbud Nomor 16 tahun 2007 bahwa guru SMA harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D4) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu dan diperoleh dari program yang terakreditasi.

Meskipun standard kualifikasi guru SMA/SMK hamper sebagian besar telah memenuhi standard namun sebagian kecil belum memenuhi standard pendidikan menyebabkan adanya guru yang mengajar tidak sesuai dengan mata pelajaran yang

(6)

96

diajarkan sesuai kualifikasi keilmuannya. Hal ini mengindikasikan perlunya penambahan guru dengan kualifikasi mata pelajaran tertentu.

Menurut Supriyadi (2017) permasalahan perekrutmen tenaga pendidik dan kependidikan yang sering ada adalah masalah perencanaan yang kurang matang, menyebabkan terjadinya diskualifikasi dan ketidakefektifan tujuan sekolah, banyak pekerjaan yang seharusnya dilakukan beberapa orang ternyata dikerjakans endirian. Hal ini disebabkan kurangnya tenaga ahli dibidang-bidang pekerjaan tertentu, dan ketidaksesuaian penempatan personil sesuai tugas dan fungsinya.

Seorang guru wajib memiliki sertifikat menurut PP Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru, bahwa sertifikat diperoleh melalui program pendidikan profesi diselenggarakan perguruan tinggi terakreditasi yang diselenggarakan. Pemerintah, Masyarakat, yang ditetapkan Pemerintah.

Jika dilihat dari standard guru yang wajib bersertifikat adalah guru yang memenuhi standard kualifikasi pendidikan DIV atau S1 maka idealnya sebagian besar guru SMA/SMK di Provinsi NTT sudahbersertifikat.

Hanya sebagian kecil guru SMA/SMK yang bersertifikat (34.05%) menunjukkan bahwa hanya sedikit guru yang memperoleh pengakuan yang diberikan pemerintah sebagai guru professional dan sebagian besar guru dianggap belum profesional.

Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kualifikasi akademik minimum sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV), guru juga harus menguasai kompetensi (pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian), memiliki sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Kompetensi profesional adalah kemampuan pendidik dalam penguasaan materi pembelajaran

secara luas dan mendalam yang

memungkinkannya membimbing peserta didik memperoleh kompetensi yang ditetapkan. Untuk dapat menetapkan bahwa seorang pendidik sudah memenuhi standard profesional maka pendidik yang bersangkutan harus mengikuti uji sertifikasi guru.

Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenagakependidikan, orangtua/wali peserta didik dan masyarakat. Kompetensi kepribadian adalah

kepribadian pendidik yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.

Guru yang professional harusmemenuhi standard kualifikasi pendidikan, bersertifikat serta uji kompetensi merupakan syarat mutlak yang bertujuan menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional ; meningkatkan proses dan mutu hasi lpendidikan; meningkatkan martabat guru dan meningkatkan profesionalitas guru.

Profesionalisme guru baik dari aspek kualifikasi pendidikan, pengakuanmaupun uji kompetensi menjadi persoalan penting dan krusial, kenyataannya bahwa meskipun sebagian besar guru SMA/SMK di NTT telah memenuhi kualikasi pendidikan akan tetapi profesionalisme guru masih belum memenuhi harapan.

Beberapa temuan menunjukan hasil yang tidak konsisten sebagaimana penelitian yang dilakukan Koswara dalam (Muhamad et al., 2014) dengan hasil bahwa program sertifikasi mampu meningkatkan profesionalisme dan mutu pengajaran guru.

Riset dari Purba (2010) juga memperlihatkan bahwa guru mampu berkinerja dengan baik setelah lolos uji sertifikasi. Penelitian Walujati (2013) juga menunjukkan sertifikasi guru dan variabel gaya kepemimpinan tranformasional, motivasi guru dan budaya organisasi secara simultan mampu meningkatkan kinerja guru.

Sebaliknya temuan-temuan penelitian yang tidak mendukung program sertifikasi sebagaimana studi dari Ridwan (2010) yang menunjukkan sertifikasi memiliki pengaruh yang rendah terhadap kinerja guru.

Analisis perbandingan kinerja guru sebelum dan sesudah lulus sertifikasi memperlihatkan rata-rata kinerja guru pasca sertifikasi justru me- ngalami penurunan dibandingkan sebelum sertifikasi.

Demikian pula temuan penelitian Nurcholis menunjukkan sertifikasi secara langsung belum berdampak signifikan terhadap peningkatkan kinerja guru. Kesejahteraan seharusnya memperoleh prioritas perhatian untuk mempertinggi kinerja guru. Temuan-temuan penelitian program sertifikasi dan kinerja guru yang tidak konsisten me- merlukan penelitianlanjutan. Fakta menunjukkan pembayaran tunjangan sertifikasi pada tingkat daerah tersendat karena faktor administrasi (Nurcholis, 2011).

Penempatan/mutasi guru SMA/SMK di Provinsi NTT merupakan bagian dari perencanaan analisis kebutuhan guru yang sedang dilakukan PemerintahProvinsi NTT meskipun masih diperhadapkan pada beberapakendala.

(7)

97

Adanya keengganan guru untuk di mutasi dengan berbagai alasan perkawinan, keluarga, kesehatan, lokasi yang tidakdiinginkan, dll yang seharusnya tidakterjadi.

Jika dilihat dari perspektif aturan maka UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) pasal 73 menyebutkan bahwa PNS dapat dimutasi antar kabupaten/kota dalam provinsi ditetapkan Gubernur setelah mendapat pertimbangan BKN. Mutasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip larangan konflik kepentingan.

Pemerintah Provinsi NTT perlu

mempertimbangkan mutasi guru secara rasional agar tidak menimbulkan masalah diwaktu yang akan datang. Pertimbangan rasional hendaknya didasarkan atas data dan fakta yang dianggap representative sehingga mutasi guru pada tempat yang tepat didasari alasan kemampuan kerja, rasa tanggungjawab dan kesenangan.

Status perkawinan pegawai juga perlu diperhatikan. Pegawai yang masih lajang memiliki kesempatan yang luas untuk ditempatkan diberbagai daerah yang terpencil sedangkan yang sudah menikah cendrung terkekang.

Menurut Nitisemito (dalam Gunawan & Benty, 2017) dengan adanya mutasi pegawai diharapkan dapat melaksanakan pekerjaan dengan efektif dan efisien serta dapat meningkatkan kinerja. Meskipun demikian perlu diperhatikan pegawai dapat memiliki presepsi yang keliru dengan asumsi bahwa mutasi sebagai hukuman. Hal berdampak menurunya efektifitas dan efisiensi serta kinerja pegawai.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 41 ayat 2 menjelaskan bahwa pengangkatan, penempatan dan penyebaran pendidik dan tenaga kependidikan diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan formal. Penyebaran tenaga pendidik dilakukan sebagai upaya pemerataan dan mutu tenaga pengajar.

Mutasi perlu mempertimbangkan penyebaran dan kebutuhan guru agar mengurangi kesenjangan jumlah guru antara sekolah satu dengan lainnya. Pada sekolah-sekolah tertentu memiliki jumlah guru berlebihan sedangkan sekolah lainnya justru kekurangan. Maka mutasi dianggap sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Perencanaan untuk pelatihan bagi guru dalam rangka pengembangan profesi guru sudah diprogramkan dalam program tahun 2017. Program pelatihan bagi guru antara lain pelatihan kompetensi tenaga pendidik seperti pendampingan operator guru untuk pelaksanaan UNBK, bimtek/pelatihan paket perlengkapan laboratorium, bimtek kurikulum maupun magang merupakan pembelajaran yang disediakan PemerintahProvinsi NTT dalam rangka meningkatkan kinerja guru.

Program/kegiatan diklat oleh guru misalnya guru –guru SMA Negeri 1 Kupang mengikuti diklat setiap tahun melalui program In House Training.

Program/kegiatan diklat yang dilaksanakan Dinas Pendidikan Provinsi NTT merupakan salah satu bentuk pengembangan kapasitas guru namun jika dilihat dari program / kegiatandiklat yang

dilaksanakan belum mengakomodir

pengembangan keprofesionalisme guru untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas.

Guru golongan III/dkeatas dituntut melakukan PTK secara mandiri oleh karena itu pentingnya diklat bagi guru dalam menunjang kepangkatan guru-guru ketingkatan yang lebih tinggi.

Diklat ini merupakan satu upaya menfasilitasi guru untuk meningkatkan profesionalitas mereka yang dapat ditempuh melalui pengajuan jabatan fungsional.

Jabatan fungsional guru berkaitan tugas dan tanggungjawab serta memiliki kewenangan untuk melakukan kegiatan mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi peserta didik untuk jenjang pendidikan anak usia dini, baik pada jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, maupun pendidikan menengah. (KemenPAN: 2009).

Perencanaan pengelolaan guru SMA/SMK di Provinsi NTT yang sedang dilakukan Dinas Pendidikan sebagai perangkat daerah yang berwenang mengelola guru adalah sebuah tindakan perencanaan SDM.

Perencanaan SDM guru penting dan sudah tepat dilakukan Pemerintah Provinsi NTT. Menurut pendapat Siagian, 1993, bahwa perencanaan SDM merupakan langkah-langkah yang tepat untuk menempati berbagai kedudukan, jabatan dan pekerjaan.

Perencanaan pengelolaan personalia guru akan menghasilkan rencana (plan) untuk memperjelas konsekuensi dari tindakan yang dapat dilakukan PemerintahProvinsi NTT dalam menghadapi masa transisi pengalihan pengelolaan guru dari kabupaten/kota ke provinsi (Silalahi, 2015) bahwa satu perencanaan memiliki satu dokumen memuat pernyataan tentang tujuan dan cara yang ingin dicapai dan dituju untuk masa yang akan datang atau hasil akhir yang ingin dicapai.

Pengorganisasian

Struktur organisasi Dinas Pendidikan Provinsi NTT menspesifikasikan pembagian kegiatan kerja nampak dalam pembagian kerja pada bidang yang mengelola guru yaitu Bidang Pembinaan SMA dan BidangPembinaan SMK serta Bidang Pembinaan Ketenagaan. Selain itu, dalam rangka pemenuhan kebutuhan urusan pendidikan menengah (SMA/SMK) maka dibentuk 11 UPT yang tersebar di daratan Timor dan semua kabupaten kepulauan.

(8)

98

Pembentukan UPT Dinas Pendidikan Provinsi NTT di 11 kabupaten/kota berdasarkan pertimbangan wilayah NTT yang berpulau-pulau meskipun dari sisi criteria hamper sebagian besar tidak memenuhi criteria jumlah sekolah yang ditetapkan yaitu 150 sekolah.

Pengklasifikasian UPT berdasarkan Permendagri Nomor 12 tahun 2017 yang mengklasifikasikan UPT klas A mewadahi beban kerja berat dan kelas B untuk beban kerja ringan. Pemenuhankriteria dan indicator pembentukan UPT denganklasifikasiklas A sebanyak 150 sekolah, kelas B sebanyak 100-149 sekolah.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa pengelolaan personalia guru terpusat di Dinas Pendidikan Provinsi NTT belum dilimpahkan ke UPT-UPT namun yang menjadi kendala adalah sumberdaya baik itu SDM, sarana prasarana di UPT-UPT belum memadai.

Rentang kendali keprovinsi yang semakin jauh dengan kondisi geografis NTT yang bercirikan kepulauan menyebabkan pelayanan personalia yang terpusat di DinasProvinsi NTT menjadi tidak efektif. Masalah rentang kendali menurut Gunawan & Benty (2017) belum ada kesepakatan angka ideal tertentu, namun sejumlah pakar memang mengakui adanya tingkatan dalam organisasi merupakan variable kontingensi yang dapat mempengaruhi angka ini. Ketika seorang manajer naik dalam hierarki organisasi akan menghadapi beragam masalah dan kerumitan serta tidak terstruktur oleh sebab itu para pejabat puncak semestinya mempunya irentang kendali yang lebih kecil dari pada manajer-manajer menengah.

Pelimpahan kewenangan kepada ke UPT-UPT tentunya harus sesuai dengan pembagian kerja yang mencerminkan sejauhmana pekerjaan dispesialisasi. Harus diakui bahwa masih terbatasnya SDM di UPT menjadi masalah tersendiri oleh karena itu Dinas Pendidikan Provinsi NTT melakukan inventarisir kebutuhan-kebutuhan yang dapat dilimpahkan ke UT.

Pelimpahan tugas, wewenang dan tanggung jawab ke UPT-UPT bila SDM memiliki SDM yang mampu dan pengalaman dalam pengambilan keputusan. Secara konseptual, menurut Gunawan & Benty (2017) Budaya organisasi yang terbuka memungkin para manager memiliki pengaruh terhadap yang terjadi. Pelaksanaan strategi- organisasi yang efektif tergantung pada keterlibatan dan fleksibilitas para manager dalam mengambil keputusan.

Pengorganisasian Dinas Pendidikan Provinsi NTT sesuai dengan tujuan organisasi masih diperhadapkan pada kendala pembagian kerja yang masih dominan di Dinas Pendidikan Provinsi NTT menyebabkan adanya peningkatan atau volume kerja yang semakin tinggi dengan

tanggungjawab yang semakin bertambah sedangkan sumberdaya yang dimilikipu nterbatas.

Hakekat spesialisasi kerja ialah seluruh pekerjaan tidak hanya dikerjakan satu individu melainkan di bagi menjadi langkah-langkah dan setiap langkah dikerjakan oleh orang yang berbeda (Benty & Gunawan, 2017). Artinya bahwa setiap organisasi mengspesifikasikan diri untuk mengerjakan bagian kegiatan, bukan keseluruhan dari kegiatan.

Terpusatnya pembagian kerja (the vision

labour) di Dinas Pendidikan Provinsi NTT dapat

menyebabkan kurang efektifnya peran dan fungsi UPT serta menurun produktivitasnya.

Hal menarik bahwa pengambilan keputusan di level bawah yaitu pihak sekolah selalu berkoordinasi dengan UPT maupun Dinas Pendidikan Provinsi NTT.

Pengambilankeputusan di tingkat sekolah adalah dalam hal pengelolaan peserta didik akan tetapi untuk pengelolaan personalia guru tidak memungkinkan di tingkat sekolah. Kewenangan pengelolaan personalia guru terpusat di Dinas Pendidikan Provinsi NTT akan tetapi perlu secara structural keberadaan UPT menjadi penting sebagai pelaksana teknis yang merencanakan dan melaksanakan kegiatan SMA/SMK berdasarkan ketentuan dan prosedur yang berlaku perlu dilibatkan.

Adanya pemahaman bahwa demi kelancaran kepentingan yang mendesak maka komunikasi antara kepala sekolah dengan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Timur dianggap lebih efektif.

Sekolah yang berada di Kota Kupang memiliki rentang kendali yang dekat dan tugas, wewenang dan tanggungjawab yang terpusat di Dinas Pendidikan Provinsi NTT menyebabkan guru memberikan laporan secara langsung ke Dinas Pendidikan Provinsi NTT .

Penggerakan

Guru sebagai pendidik professional sangat menentukkan keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan. Seorang pimpinan wajib memdorong yang mampu dan memberikan kesadaran maupun kemauan bagi guru yang bekerja sesuai tujuan organisasi.

Motivasi terhadap guru menjadi penting dilakukan oleh kepala sekolah sebagai upaya menginginkan yang terbaik dengan segala daya dan tindakan.

Upaya dan tindakan yang dilakukan berupa arahan, uang transport seadanya sebagaimana dilakukan kepala sekolah SMAN 3 Kupang.

Meskipun kepala sekolah menyadari bahwa banyak hambatan yang dihadapi dalam memotivasi para guru terutama dalam memotivasi dalam hal disiplin para guru bahkan siswa sehingga

(9)

99

diharapkan adanya motivasi dari orangtua terhadap siswa.

Hal penting dari keberhasilan motivasi adalah jika kepala sekolah mengenali motivasi setiap guru. Setiap guru pasti memiliki motivasi untuk bekerja dan di tempat kerja. Motivasi setiap orang berbeda-beda ada yang memiliki motivasi rendah, ada juga yang memiliki motivasi tinggi.

Motivasi sebagai dorongan bagi guru dengan cara tertentu untuk memenuhi kebutuhan atau keinginannya. Pemenuhan kebutuhan menjadi inti dari motivasi sebagaimana pendapat Robbin (dalam Kaswan, 2016) kebutuhan diartikan sebagai “some internal state that makes certain

outcomes appear attractive”. Pada awalnya ada

kebutuhan yang ingin dipenuhi atau yang belum terpuaskan. Untuk itu muncul dorongan bag iindividu untuk memenuhi atau memuaskan kebutuhan tersebut.

Dorongan merupakan kata kunci motivasi nampak sebagai akibat dari keinginan untuk memenuhi kebutuhan yang tak terpuaskan. Insentif bagi guru SMA/SMK merupakan motivasi sehingga ketika insentif tidak diperoleh mendatangkan kekecewaan tersendiri. Menurut Maslow (dalam Kaswan, 2016) bahwa kebutuhan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa pemberian insentif yang tidak terpenuhi menyebabkan adanya pertentangan antara kenyataan saat masih bersatus guru kabupaten/kota yang mendapat insentif namun setelah dialihkan insentif tidak diperoleh akan menunjukkan perilaku kecewa

Persoalan pemenuhan tuntutan kebutuhan guru SMA/SMK berupa pemberian insentif menjadi persoalan yang sedang dihadapi Pemerintah Provinsi NTT saat ini.

Pemberian insentif menjadi hal yang penting dalam memotivasi para guru. Tidak adanya pemberian insentif dari Pemerintah Provinsi NTT dapat berdampak pada kurangnya komitmen guru. Pandangan ini sesuai dengan pendapa Kaswan, 2016 bahwa kebanyakan karyawan percaya bahwa mereka yang bekerja keras dan menghasilkan lebih

banyak sudah sepatutnya mendapat

penghargaan/imbalan. Jika karyawan melihat bahwa gaji/upah tidak didistribusikan atas dasar jasa/kontribusi, mereka akan cendrung kurang komitmen terhadap organisasi, mengurangi tingkat usahanya dan mencari kesempatan kerja di tempat lain (Kaswan, 2016).

Pemberian insentif akan membantu guru membantu memenuhi kebutuhan guru setidaknya memenuhi kebutuhan makan, minum, dll. Maslow dalam hierarki kebutuhan pertama yang paling mendasar dan esensial adalah kebutuhan fisiologis harus terpenuhi seperti makan, minum, pakaian,

tidur, seks. Kadang-kadang kebutuhan ini disebut

biological needs dalam lingkungan kerja modern

(Silalahi, 2015).

Menurut Maslow dan Aldelfer (dalam Silalahi, 2015) imbalan terbukti memotivasi terutama bagi orang yang memiliki kebutuhan kuat terhadap tingkatan yang rendah (kebutuhan fisiologis dan rasa aman). Bagi orang-orang ini (imbalan finansial) bisa ditukar dengan makanan, tempat tinggal dan kebutuhan hidup lainnya. Dengan nmenggunakan hirarki kebutuhan, imbalan bisa juga berfungsi memuaskan kebutuhan sosial, harga diri dan aktualisasi. Jika imbalan-imbalan memiliki kapasitas memenuhi aneka kebutuhan maka imbalan memiliki potensi yang baik sebagai motivator.

Pengawasan

Pengawasan merupakan proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan.

Pengawasan dilakukan seorang atasan terhadap bawahannya tidak hanya untuk pencapaian tujuan organisasi. Tetapi yang lebih penting adalah bagaimana seorang bawahan bisa melaksanakan pekerjaan sesuai prosedur yang berlaku tanpa melanggar peraturan-peraturan dalam suatu instansi (Baihaqi, 2016).

Pengawasan dilakukan oleh guru dan wali kelas terhadap siswa dengan tujuan kegiatan belajar mengajar dapat berjalan denganbaik dan terarah serta sesuai dengan tujuan. Pengawasan seperti itulah yang dilakukan di SMA/SMK salah satu contoh adalah yang dilakukan di SMAN 3 Kupang

Selain guru, diperlukan tenaga kependidikan yang memadai yang memerlukan pembinaan dan pengembangan seperti tenaga pengawas.

Pengawas merupakan tenaga kependidikan memiliki peranan penting dalam membina kemampuan profesional tenaga pendidik dan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja sekolah. Pengawas berperan sebagai konsultan pendidikan dan juga sebagai pendamping bagi guru dan kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan. Kehadiran pengawas harus menjadi agen dan pelopor dalam inovasi pendidikan di sekolah binaannya.

Kinerja pengawas terlihat dari kemajuan yang dicapai oleh sekolah binaannya. Dalam hal ini, mutu pendidikan di sekolah yang dibinanya tergantung kepada kemampuan profesional tenaga pengawas.

Pengawas sekolah dapat menjadi supervisor baik secara akademik maupun manajerial. Sebagai supervisor akademik, pengawas sekolah wajib membantu agar mampu meningkatkan mutu proses pembelajaran. Sebagai supervisor

(10)

100

manajerial, pengawas wajib membantu kepala sekolah untuk mencapai tujuan yang efektif.

Pengawas sekolah memiliki tugas pokok pembinaan dan pengawasan oleh karena itu seorang pengawas harus memiliki kualifikasi dan kompetensi. Persoalan pengawas di Provinsi NTT adalah masalah kualitas pengawas masih memiliki komptensi rendah dan sebagian besar belum memiliki sertifikat.

Kompetensipengawas yang rendah khususnya kompetensi supervise akademik, manajerial dan penelitian dan pengembangan. Pengawas di Provinsi NTT hamper sebagian diangkat tidak berdasarkan regulasi.

Rendahnya kompetensi pengawas dapat berdampak pada layanan professional yang dilakukan pengawas untuk meningkatkan proses dan hasilbelajarterutamakompetensi supervise akademik.

Kompetensi supervise akademik sangat berkaitan dengan aspek pembelajaran tetapi tidak berorientasi langsung pada peserta didik. Supervisi diarahkan untuk memelihara dan mengembangkan proses pembelajaran di sekolah. Jika sekiranya pengawas memiliki kompetensi supervise akademik yang rendah tentunya akan berdampak pada peran dan fungsi pengawas menjadi tidak optimal.

Pengawasan ekternal dilakukan oleh pengawas SMA/SMK di sekolah-sekolah binaan dalam bentuk laporan ke UPT. Menurut Herujito, 2006 bahwa pengawasan dapat dilakukan dengan cara melalui laporan tertulis (Benty & Gunawan, 2017) Pengawasan dengan cara melalui laporan inilah yang dilakukan pengawas binaan kepada UPT yang secara teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja Kota Kupang, Kabupaten Kupang dan TTS.

Pengawasan terhadap guru SMA/SMK di Provinsi NTT adalah pengawasan yang dilakukan baik secara internal. Pengawasan yang dilaksanakan intern secara terus menerus oleh guru dan wali kelas terhadap siswa sedangkan pengawasan yang dilakukanDinas Pendidikan maupun UPT mengalamibanyakkendala.

Permasalahan pengawasan yang belum berjalan secara baik disebabkan oleh karena kondisi geografis Provinsi Nusa Tenggara Timur yang berkarakteristik kepulauan sehingga rentang kendali jauh, adanya keterbatasan anggaran dan sarana prasarana.

Pengawasan yang dilakukan UPT dan Dinas Pendidikan belum efektif karena masih bersifat pasif berdasarkan laporan pengawas sekolah padahal jumlah pengawas terbatas dengan kompetensi masih rendah tentunya akan mempengaruhi tingkat pengukuran keefektifan kinerja guru serta mengawasi jalannya proses kegiatan belajar mengajar agar tercapainya tujuan

yang telah ditetapkan. Lemahnya pengawasan dapat menyebabkan adanya penyimpangan antara yang direncanakan dengan yang dilaksanakan.

Seorang pengawas harus memenuhi standard

pengawas sebagaimana disyaratkan

dalamPeraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah bahwa terdapat 6 (enam) kompetensi minimal yang wajib dimiliki seorang pengawas yaitu kompetensi kepribadian, supervise manajerial, supervise akademik, evaluasi pendidikan, penelitian dan pengembangan serta kompetensi sosial.

Fungsi pengawasan dalam pendidikan yang dilakukan pengawas sangat penting sebagai supervisi akademik yang berkaitan dengan aspek pembinaan dan pengembangan kemampuan profesional guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran dan bimbingan di sekolah.

Selain sebagai supervisi akademik pengawas juga sebagai supervisi manajerial yang berkenaan dengan aspek pengelolaan sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan keefektifan sekolah. Sasaran supervise manajerial adalah membantu kepala sekolah dan staf sekolah lainnya dalam mengelola administrasi pendidikan.

IV. P

ENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian menujukkan perencanaan analisis kebutuhan guru SMA/SMK di Provinsi Nusa tenggara Timur belum berbasis data yang valid. Pengorganisasian Dinas Pendidikan Provinsi terlampau besar dan keberadaan UPT-UPT di kabupaten/kota NTT belum menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal. Penggerakan guru dalam bentuk motivasi cukup tinggi meskipun belum memperoleh insentif terutama guru honorer/komite. Pengawasan oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah yang memiliki keterbatasan jumlah maupun kualitas.

Saran

Diperlukan sistem perencanaan kebutuhan guru berbasis data yang terstruktur dengan cara integrasi data base melalui sistem informasi berbasis komputer antara Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Tenggra Timur dengan Dapodikmen Kemendikbud.

Optimalisasi peran dan fungsi UPT-UPT melalui koordinasi dan ketersediaan SDM yang memadai, pengelolaan penganggaran sendiri serta menyediakan sarana prasarana pendukung lainnya. Perlunya penambahan UPT yang didasari pertimbangan teritori/kepulauan memerlukan penelitian lanjutan. Pemerintah Provinsi NTT harus mempertimbangkan pemberian insentif bagi guru SMA/SMK di Provinsi NTT. Pengawasan dilakukan secara sistematis dan peningkatan

(11)

101

pengawadan preventif. Pengawasan sistematis dengan melibatkan kepala sekolah, guru, pengawas, masyarakat, stakeholder dan lembaga independen lainnya. Sedangkan pengawasan preventif dilakukan Dinas Pendidikan Provinsi NTT dan UPT dalam kegiatan tertentu seperti Ujian Nasional ataupun kondisi insidentil tertentu sepertipersoalan-persoalan yang berkembang yang tidak dapat diselesaikan secara baik di tingkat bawah.

V. D

AFTAR

P

USTAKA

Baihaqi. (2016). Pengawasan Sebagai Fungsi Manajemen Perpustakaan dan Hubungannya Dengan Disiplin Pustakawan. Libria, 8(1),

130.

https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/libria/article/view/1 227/0

Creswell, J. W. (2010). Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. Pustaka Setia.

Gunawan, I., & Benty, N. D. D. (2017). Manajemen Pendidikan Suatu Pengantar Praktik. Penerbit Alfabeta Bandung.

Hadi, S. (2020). Manajemen Personalia Pada Pendidikan Menengah. Al Amin : Kajian Pendidikan Dan Sosial Kemasyarakatan,

5(01), 1–13.

http://ejournal.kopertais4.or.id/sasambo/i ndex.php/alamin/article/view/3876/2768 Kurniadin, D., & Machali. (2012). Manajemen

Pendidikan Konsep dan Prinsip Pengelolaan Pendidikan. Ar-Ruzz Media.

Miles, M., & Huberman, A. (1984). Analisis Data Kualitatif. In Penerbit Universitas Indonesia. Penerbit Universitas Indonesia.

Muhamad, Z., Darmawan, A., & Sutrisno, E. (2014). Motivasi Kerja, Sertifikasi, Kesejahteraan dan Kinerja Guru. Persona :Jurnal Psikologi

Indonesia, 3(02), 148–155.

https://doi.org/2615-5168

Nasruji. (2017). Manajemen Pendidikan (Studi Kasus Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu Ulil Albab di Batam). Historia : Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah,

2(2), 52–62.

https://www.journal.unrika.ac.id/index.php /journalhistoria/article/view/1670/1218 Nurcholis, O. (2011). Analisis Pengaruh program

Sertifikasi Guru Terhadap Kesejahteraan dan Kinerja Guru di Lingkungan Kementerian Agama Kota Jakarta Pusat. Universitas Lampung.

Nurzaman K. (2014). Manajemen Personalia. Bandung Pustaka Setia.

Purba, D. (2010). Pengaruh Program Sertifikasi Terhadap Kinerja Guru di Jawa Barat. Ridwan, E. (2010). Dampak Sertifikasi Terhadap

Kinerja Guru di Jawa Barat. Lembaga Penelitian Universitas Pendidikan Indonesia,

55.

Silalahi, U. (2015). Asas-Asas Manajemen. Refika Aditama Bandung.

Sujati. (2011). http://prosiding.upgris.ac.id.

Universitas PGRI Semarang.

http://prosiding.upgris.ac.id/index.php/pgs d2015/pgsd2015/paper/viewFile/569/524 Supriyadi. (2017). Manajemen Rekrutmen Guru Pendidikan agama Islam di Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu. Hadratul Madaniyah, 4(II Desember), 29. https://doi.org/2655-1993

Suwandi. (2011). Kajian Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Pada Pendidikan Menengah. Pendidikan Dan Kebudayaan, 17(4), 419–432. https://doi.org/10.24832 Walujati. (2013). Analisis Pengaruh Sertifikasi

Guru, Gaya Kepemimpinan Transmasional, Motivasi Terhadap Kinerja Guru Sekolah dasar di Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dasar Sukun Kota Malang. Universitas Merdeka Malang.

Peraturan _Peraturan :

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

(12)

Gambar

Tabel 1.  Jumlah Guru SMA/SMK di Provinsi  NTT  Jenjang  Pendidikan  Guru PNS   Guru  Honorer/ Komite  Jumlah Guru   SMA  4.987  6.654  11.641  SMK  2.579  3.412  5.991  Jumlah  7.566  10.066  17.632
Tabel 2  Kondisi Guru, siswa dan sekolah di  Provinsi NTT

Referensi

Dokumen terkait

Usulan Teknis dinyatakan memenuhi syarat (lulus) apabila mendapat nilai minimal 70 (tujuh puluh), peserta yang dinyatakan lulus akan dilanjutkan pada proses penilaian penawaran

[r]

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan buku teks pelajaran Kimia SMA/MA Kelas XI yang paling banyak digunakan di Kota Bandung pada materi

[r]

(4) UPT Rumah Sakit Umum Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipimpin oleh seorang Direktur yang merupakan pejabat fungsional dokter atau dokter gigi yang diberi tugas

PPK masing-masing satker melakukan pengisian capaian output dalam aplikasi SAS dengan berpedoman kepada Manual Modul Capaian Output yang disertakan satu paket dengan

Fakta-fakta yang disintesis ialah: gelar yang disandang citralekha , besaran pasak-pasak yang diterima citralekha , letak penyebutan citralekha di dalam prasasti,

Penentuan Juara / Pemenang adalah atlet terakhir atau ke 4 (empat) yang memperoleh Waktu terbaik yang menginjak / melewati garis finish dengan sepatu roda dan tidak