• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN. Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Penduduk Pangalengan sebagian besar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBAHASAN. Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Penduduk Pangalengan sebagian besar"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Daerah Penelitian

Pangalengan merupakan salah satu sentra peternakan sapi perah di Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Penduduk Pangalengan sebagian besar berprofesi sebagai peternak sapi perah yang tergabung sebagai anggota KPBS Pangalengan. Kecamatan Pangalengan merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Bandung. Lokasi penelitian berada pada tiga desa yang termasuk Kecamatan Pangalengan, yaitu Desa Pangalengan, Margamukti dan Margamulya. Jarak antar desa cukup jauh, sehingga diperlukan waktu perjalanan cukup lama untuk menempuh satu desa ke desa lainnya, lebih rincinya dapat dilihat pada Ilustrasi 3.

Pangalengan Margamulya Tribaktimulya Pulosari Margamukti Margamekar Margaluyu Wanasuka Lamajang Pulosari Margaluyu Sukaluyu Margamekar Banjarsari Wanasuka Tribaktimulya

(2)

4.1.1. Letak Geografis dan Lahan Desa Pangalengan

Desa Pangalengan merupakan bagian wilayah Kecamatan Pangalengan, merupakan wilayah dataran tinggi karena berada pada ketinggian ±1.447,80 m dari permukaan laut. Desa Pangalengan berbatasan langsung dengan Desa Margamulya di sebelah utara, Desa Margamekar di sebelah selatan, Desa Margamukti di sebelah timur, dan Desa Pulosari di sebelah barat.

Iklim dan curah hujan Desa Pangalengan dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang sebagian besar terdiri dari daerah permukaan berombak, perbukitan dan pegunungan. Desa Pangalengan termasuk dalam iklim tropis yang memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan kemarau, dengan jumlah hari hujan terbanyak adalah 180 hari dan angka curah hujan 1.382,5 mm per tahun. Suhu rata-rata harian desa Pangalengan berkisar antara 16˚C sampai 30˚C (Monografi Desa Pangalengan, 2014).

Topografi Desa Pangalengan yang memiliki bentuk permukaan berombak, perbukitan dan pegunungan ini menyebabkan wilayah permukaan bumi Desa Pangalengan bervariasi dari daratan dan berombak. Berdasarkan karakteristik wilayah, daerah Desa Pangalengan cocok untuk pengembangan usaha pertanian sayuran dan pengembangan usahaternak sapi perah.

Desa Pangalengan memiliki luas wilayah 589,946 ha, yang digunakan untuk berbagai kepentingan. Penggunaan lahan terluas Desa Pangalengan yaitu tanah kering yang digunakan untuk ladang, pemukiman dan pekarangan. Lahan ladang yang luas digunakan oleh peternak untuk menanam rumput sebagai pakan ternak, dengan begitu peternak dapat memanfaatkan lahan yang ada, sehingga tidak perlu membeli rumput lagi dari orang lain. Keadaan tanah kering di Desa

(3)

Pangalengan ini cukup subur, sehingga peternak tidak mengalami kesulitan dalam menanam rumput untuk pakan ternak sapi perah.

Tabel 2. Penggunaan Lahan di Desa Pangalengan

No. Penggunaan Lahan Luas

...ha... 1 2 3 4 5 6 Tanah Kering Persawahan Tanah Basah Tanah Perkebunan Tanah Fasilitas Umum Tanah Hutan 305,804 - 7,559 201,3 27,983 47,3 Jumlah 589,946 Sumber : Monografi Desa Pangalengan 2014

Populasi sapi perah yang dibudidayakan oleh peternak di Desa Pangalengan ± berjumlah 790 ekor. Lokasi peternakan sapi perah di Desa Pangalengan letaknya dekat dengan pemukiman penduduk, karena disesuaikan dengan ketersediaan lahan yang ada. Kandang sapi perah pun dibangun tidak jauh dari rumah peternak, bahkan ada kandang sapi perah yang dibangun berdampingan dengan rumah tinggal peternak, alasannya untuk memudahkan peternak dalam melakukan manajemen kandangnya.

4.1.2. Matapencaharian Penduduk Desa Pangalengan

Matapencaharian pokok sebagian besar penduduk Desa Pangalengan adalah pedagang. Hal tersebut disebabkan oleh keadaan fisik Desa Pangalengan yang mendukung, karena terletak di pusat Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Desa Pangalengan juga merupakan satu-satunya desa yang memiliki

(4)

pasar tradisional, sehingga penduduk Desa Pangalengan memilih untuk berdagang karena akan mendapatkan keuntungan dari kegiatan jual-beli yang dilakukan.

Tabel 3. Matapencaharian Pokok Penduduk Desa Pangalengan No. Matapencaharian Pokok Jumlah

...orang... 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Petani Buruh Tani Pertambangan/kontruksi Pegawai Negeri Pengrajin Pedagang Peternak

Dokter dan bidan swasta Jasa lainnya Pensiunan TNI/POLRI 585 914 399 313 620 2.404 221 5 1.747 18 Jumlah 7.227

Sumber : Monografi Desa Pangalengan 2014

4.1.3. Letak Geografis dan Lahan Desa Margamukti

Desa Margamukti Kecamatan Pangalengan secara administratif termasuk wilayah Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Wilayah Desa Margamukti sebelah utara dan barat berbatasan dengan Desa Pangalengan, sebelah timur berbatasan dengan Desa Taruma Jaya, dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Banjarsari.

Wilayah Desa Margamukti terletak pada ketinggian ±1.200 m dari permukaan laut, dengan jumlah hari hujan terbanyak adalah 121 hari dan angka curah hujan 2.300 mm pertahun. Suhu Desa Margamukti berkisar antara 13˚C sampai 25˚C, merupakan suhu yang cocok untuk pengembangan usaha ternak sapi

(5)

perah. Keadaan ideal untuk pengembangan usaha ternak sapi perah adalah pada suhu berkisar antara 13oC sampai 23oC dengan ketinggian 700 m sampai 1000 m di atas permukaan laut dan kelembaban sekitar 60% sampai 70% (Akoso, 2012).

Luas wilayah Desa Margamukti yaitu 1.142,192 ha. Lahan yang luas digunakan untuk perkebunan atau ladang. Perkebunan dimanfaatkan penduduk untuk bercocok tanam berbagai jenis tanaman pertanian. Luasnya ladang yang ada digunakan penduduk untuk menanam rumput sebagai pakan ternak, sehingga menyebabkan terpenuhinya kebutuhan hijauan ternak sapi perah yang ada di daerah tersebut. Peternak di desa Margamukti jarang kekurangan pakan hijauan untuk ternak karena ladang yang luas sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan pakan hijauan ternak sehari-hari.

Tabel 4. Penggunaan Lahan di Desa Margamukti

No. Penggunaan Lahan Luas

...ha... 1 2 3 4 5 6 Permukiman Perkebunan/Ladang Kuburan Perkarangan Perkantoran

Fasilitas umum dan lain-lain

21,230 536,431 1,910 38,616 2,380 546,641 Jumlah 1.142,192 Sumber : Monografi Desa Margamukti 2014

4.1.4. Matapencaharian Penduduk Desa Margamukti

Sebagian besar penduduk Desa Margamukti bermatapencaharian sebagai buruh tani, karena keadaan fisik Desa Margamukti mendukung untuk usaha pertanian. Desa Margamukti memiliki lahan yang subur sehingga cocok untuk

(6)

ditanami berbagai jenis tanaman pertanian. Namun, karena keterbatasan pendapatan yang dimiliki penduduk Desa Margamukti menyebabkan sebagian besar dari mereka tidak memiliki lahan pertanian sendiri, sehingga matapencaharian terbesar penduduk Desa Margamukti yaitu sebagai buruh tani. Matapencaharian penduduk Desa Margamukti dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Matapencaharian Pokok Penduduk Desa Margamukti No. Matapencaharian Pokok Jumlah

...orang... 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Petani Buruh Tani Pengusaha Pegawai Negeri Pengrajin Pedagang Peternak Montir TNI POLRI Pensiunan 486 2502 2 56 57 6 1001 26 21 1 85 Jumlah 4263

Sumber : Monografi Desa Margamukti 2014

4.1.5. Letak Geografis dan Lahan Desa Margamulya

Desa Margamulya termasuk wilayah terletak pada ketinggian ±1.415,80 m dari permukaan laut, dengan koordinat bujur 107,571 dan koordinat lintang 7,172. Desa Margamulya masih termasuk dalam wilayah Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Menurut hasil pencatatan monografi Desa Margamulya (2014), batas wilayah Desa Margamulya di sebelah utara

(7)

adalah Desa Tribaktimulya, sebelah selatan dan timur adalah Desa Pangalengan dan sebelah barat adalah Desa Pulosari.

Jumlah hari hujan terbanyak Desa Margamulya adalah 180 hari dan angka curah hujan 2.350 mm per tahun. Suhu rata-rata harian Desa Margamulya berkisar antara 18˚C sampai 23˚C. Karena Desa Margamulya merupakan wilayah dataran tinggi, sehingga desa ini cocok dijadikan sebagai peternakakan sapi perah.

Desa Margamulya memiliki lahan yang luas, dengan luas wilayah yaitu 1.405,149 ha. Lahan terluas yaitu tanah perkebunan yang digunakan untuk bercocok tanam berbagai tanaman, diantaranya yaitu teh, tomat, bawang merah, cabai, wortel, dan lainnya. Selain tanah perkebunan, tanah kering yang dimiliki Desa Margamulya juga cukup luas. Tanah kering dimanfaatkan penduduk yang berprofesi peternak untuk ladang menanam rumput sebagai pakan hijauan ternak.

Tabel 6. Penggunaan Lahan di Desa Margamulya

No. Penggunaan Lahan Luas

...ha... 1 2 3 4 5 6 Tanah Kering Persawahan Tanah Basah Tanah Perkebunan Tanah Fasilitas Umum Tanah Hutan 356,314 42,505 224,058 617,997 34,475 129,800 Jumlah 1.405,149 Sumber : Monografi Desa Margamulya 2014

4.1.6. Matapencaharian Penduduk Desa Margamulya

Sama halnya seperti penduduk Desa Margamukti, sebagian besar penduduk Desa Margamulya juga bermatapencaharian sebagai buruh tani.

(8)

Ketinggian wilayah Desa Margamulya menyebabkan keadaan fisik daerah ini cocok dijadikan sebagai tempat usaha pertanian. Penduduk Desa Margamulya yang berprofesi sebagai peternak hanya berjumlah 394 orang saja, ini dikarenakan masih banyak penduduk yang belum memiliki modal untuk mendirikan usaha peternakan, karena usaha peternakan memerlukan modal yang cukup besar. Matapencaharian pokok penduduk Desa Margamulya lebih rincinya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Matapencaharian Pokok Penduduk Desa Margamulya No. Matapencaharian Pokok Jumlah

...orang... 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Petani Buruh Tani

Buruh migran perempuan Pegawai Negeri Sipil

Pengrajin, industri rumah tangga Pedagang keliling

Peternak Dokter swasta Bidan swasta

Pensiunan TNI/POLRI Pembantu rumah tangga Notaris 330 1.749 11 141 250 308 394 1 4 24 134 12 Jumlah 3.774

Sumber : Monografi Desa Margamulya 2014

4.2. Gambaran Umum KPBS Pangalengan

Wilayah kerja KPBS Pangalengan meliputi tiga Kecamatan, yaitu Kecamatan Pangalengan, Kertasari dan Pacet. KPBS untuk mempermudah pelayanan kepada peternak anggota yang tersebar di berbagai desa dalam tiga

(9)

kecamatan, maka KPBS membentuk 17 Komsariat Daerah (Komda) dan dibagi ke dalam 38 TPK, termasuk TPK Sukamenak, Cipanas, Loscimaung dan Mekarmulya yang digunakan sebagai lokasi penelitian. KPBS juga membagi TPK menjadi beberapa kelompok lagi yang disesuaikan dengan jumlah anggota yang ada di masing-masing TPK, tujuannya agar anggota koperasi mendapatkan pelayanan terbaik, sehingga dapat memberi kepuasan bagi anggota.

Jumlah anggota KBPS mengalami penurunan pada tahun 2011 sampai 2014. Hal tersebut berdampak pula terhadap penurunan populasi sapi perah dan produksi susu. Tabel 8 menunjukkan pada tahun 2013 merupakan penurunan yang paling tinggi, jumlah peternak turun sekitar 30,75%, sehingga populasi sapi turun sekitar 21%. Penurunan jumlah anggota dan populasi sapi perah berdampak terhadap penurunan produksi susu yang mencapai 27,20%.

Tabel 8. Data Jumlah Peternak dan Populasi Sapi Perah di KPBS Tahun Jumlah Peternak Populasi Sapi Produksi Susu

..Orang.. ..%.. ..Ekor.. ..%.. ..Liter.. ..%.. 2011 5.499 - 12.874 - 48.074.123,50 - 2012 5.031 8,51 10.675 17,1 44.118.384,36 8,22 2013 3.484 30,75 8.444 21,00 32.117.239,58 27,20 2014 3.421 1,81 8.055 4,61 30.609.000,00 4,70 Sumber : Data KPBS 2014

Penurunan jumlah peternak anggota KPBS tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya yaitu :

- Adanya peralihan usaha, karena harga susu tidak sebanding dengan biaya produksi bahan baku pakan yang tinggi, sehingga terkadang peternak merasa dirugikan.

(10)

- Terjadi kelangkaan daging sapi yang mengakibatkan naiknya harga daging sapi, sehingga berdampak pada meningkatnya minat penjualan sapi perah menjadi sapi pedaging.

- Suksesi (regenerasi) yang rendah dalam anggota keluarga peternak dan adanya potensi penerus yang menerima tawaran pekerjaan yang lebih potensial dan menarik dalam usaha non-peternakan.

4.3. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini sebanyak 61 orang peternak sapi perah rakyat Pangalengan yang tergabung dalam kelompok ternak Sukamenak 02, Sukamenak 04, Cipanas II 04, Loscimaung II 02, Loscimaung II 03, Mekarmulya 01, Mekarmulya 03 dan Mekarmulya 04. Berdasarkan jenis kelamin, responden terdiri dari 46 orang peternak pria dan 15 orang peternak wanita.

Tabel 9. Karakteristik Responden

No. Kategori Umur Lama Pendidikan Formal Pengalaman Skala Usaha

...tahun... ...ekor... 1 Terendah 25,00 1,00 3,00 1,00 2 Tertinggi 73,00 12,00 39,00 17,00 3 Rata-rata 49,00 6,50 21,00 9,00 4 Simpangan Baku 4,38 1,00 3,29 1,46 4.3.1. Umur Responden

Umur responden berkisar antara 25 sampai 73 tahun. Rata-rata umur peternak yang menjadi responden adalah 49 tahun. Umur responden mempengaruhi produktivitas kerja responden. Terdapat dua hubungan antara umur kerja dan produktivitas kerja, yaitu pertama adanya pandangan bahwa

(11)

kinerja merosot dengan meningkatnya umur, kedua adalah kenyataan bahwa angkatan kerja semakin lama semakin tua. Umur produktif seseorang berkisar dari umur 15 sampai 64 tahun (Wisnu dan Sutrisna, 2013).

Responden di atas umur 64 tahun sudah termasuk umur kerja tidak produktif, terlihat dari berkurangnya waktu kerja dan kontribusi yang diberikan pada usaha peternakannya. Responden di atas umur 64 tahun, dalam memilih calon induk akan lebih sulit dibandingkan responden umur di bawah 64 tahun, karena daya ingat dan ketelitian mereka yang sudah berkurang memungkinkan dipilihnya calon induk yang kurang baik. Hal ini tentu mempengaruhi output (susu) yang dihasilkan. Maka dari itu, responden mengatasinya dengan menggantikan tenaga kerja tidak produktif dengan tenaga kerja produktif, seperti bapak digantikan oleh anaknya maupun tenaga kerja keluarga lainnya.

4.3.2. Tingkat Pendidikan Responden

Responden rata-rata menempuh pendidikan formal selama 6,5 tahun. Ini menunjukkan bahwa rata-rata responden merupakan lulusan SD menuju SMP. Pendidikan responden mempengaruhi pengetahuan responden. Pendidikan mempengaruhi kinerja usaha, karena semakin tinggi pendidikan yang dimiliki, maka kemungkinan besar responden akan lebih cepat mempelajari suatu inovasi dan mengembangkan diri serta mempunyai pemikiran yang lebih luas (Fitri, 2013). Responden dengan pendidikan lebih tinggi akan menciptakan inovasi lebih banyak, sehingga dapat memberikan pengaruh baik terhadap usaha peternakannya.

Selain pendidikan formal, responden juga mendapat pendidikan non formal berupa penyuluhan maupun pelatihan. Pendidikan non formal menambah

(12)

pengetahuan dan keterampilan responden dalam mengelola usaha peternakannya. Penyuluhan yang selama ini diberikan terkait cara budidaya peternakan sapi perah, pakan, kualitas susu dan pengolahan susu, kebersihan kandang dan sapi, kesehatan hewan, pemilihan calon induk, cara pemerahan susu dan mesin perah.

Saat melakukan pemilihan calon induk, responden dengan pendidikan formal yang tinggi dan pendidikan non formal yang banyak akan lebih mudah untuk mendapatkan calon induk dengan kriteria produksi susu tinggi, karena pengetahuan mereka tentang calon induk lebih banyak dibandingkan responden yang pendidikan formalnya rendah dan tidak pernah mengikuti penyuluhan.

4.3.3. Pengalaman Responden

Rata-rata responden merupakan peternak yang sudah berpengalaman dalam bidang sapi perah selama 21 tahun. Selain umur, faktor lain yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah pengalaman kerja. Masa kerja dan produktivitas kerja berhubungan positif. Semakin banyak masa kerja, semakin tinggi pengalaman dan keterampilan yang akan mendukung pekerjaan mereka, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerjanya (Wisnu dan Sutrisna, 2013). Responden yang telah berpengalaman lama menjadi peternak lebih mengetahui kondisi usaha dan masalah-masalah yang selama ini dihadapi dalam menjalankan peternakannya, sehingga dengan begitu dapat diantisipasi terjadinya kerugian usaha. Begitupun dalam memilih calon induk, responden dengan pengalaman lama telah mengetahui calon induk dengan ciri-ciri yang baik, sehingga akan lebih mudah mendapatkan calon induk unggul. Sebaliknya, responden yang pengalamannya masih sedikit akan kesulitan mendapatkan calon induk yang baik, karena pengetahuan dan keterampilan mereka masih terbatas.

(13)

4.3.4. Skala Usaha Responden

Rata-rata skala usaha responden yaitu 9 ekor, dengan populasi sapi perah terendah yang dimiliki responden yaitu 1 ekor dan populasi tertinggi yaitu 17 ekor. Perbedaan skala usaha yang dimiliki setiap responden menyebabkan terbentuknya kelas sosial antar responden. Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat, dan tingkah laku yang sama. Kelas sosial menunjukkan perbedaan pilihan produk dan merek dalam suatu bidang tertentu (Kotler, 1988).

Responden dengan skala usaha tinggi memiliki preferensi untuk membeli calon induk lebih banyak dibandingkan dengan responden skala usaha rendah, karena modal yang dimilikinya lebih banyak, sehingga mereka ingin terus-menerus meningkatkan skala usahanya lebih banyak lagi. Selain itu, responden dengan skala usaha tinggi dapat disebut sebagai peternak sukses yang telah berpengalaman dalam memilih calon induk yang baik, sehingga lebih dipercaya oleh peternak lainnya. Kelas sosial antara responden skala usaha tinggi dan rendah pun tentu berbeda, terlihat dari banyaknya responden skala usaha tinggi yang menjadi atasan bagi responden skala usaha rendah.

4.3.5. Penghasilan Responden

Penghasilan bersih responden dalam usaha peternakan setiap bulannya rata-rata 3.550.000,- rupiah, sudah di atas Upah Minimum Kabupaten atau Kota (UMK) Kabupaten Bandung yang hanya 2.001.195,- rupiah (SK.No.560/Kep.1581-Bangsos/2014;Perdana, 2014). Ini menunjukkan bahwa usaha peternakan sapi perah merupakan usaha yang potensial apabila

(14)

manajemennya dilakukan dengan baik dan populasi sapi yang dipelihara jumlahnya banyak.

Penghasilan setiap responden berbeda tergantung dari populasi sapi laktasi yang dimilikinya. Setiap bulannya responden mendapatkan penghasilan dihitung dari banyaknya produksi susu yang disetor ke KPBS, setelah itu dikurangi dengan biaya pakan, kesehatan, potongan pinjaman bank, dan biaya lainnya. Selain itu, reponden juga banyak yang memiliki profesi sampingan non peternakan, seperti buruh tani, PNS, pegawai swasta, wirausaha, dan lainnya, itu membuat penghasilan responden bertambah.

Keadaan ekonomik akan berpengaruh besar terhadap pilihan produk. Keadaan ekonomik seseorang terdiri dari pendapatan yang dibelanjakan, tabungan dan milik kekayaan, kemampuan meminjam dan sikapnya terhadap pengeluaran lawan menabung (Kotler, 1988). Responden yang memiliki penghasilan tinggi, akan membeli calon induk dengan harga yang tinggi pula, karena semakin tinggi harga maka kualitas calon induk semakin baik. Responden yang keadaan ekonomiknya tinggi pun akan mempengaruhi gaya hidupnya, dari mulai memiliki rumah yang mewah, kendaraan pribadi, sampai memiliki banyak sapi paroan yang dititipkan ke peternak lain.

4.4. Atribut Valid Calon Induk yang Dipertimbangkan Responden

Peternak sapi perah rakyat sebagai responden tentu mempertimbangkan berbagai faktor sebelum membeli calon induk, tujuannya agar peternak mendapatkan calon induk terbaik, sehingga dapat memperoleh keuntungan dan usahanya berkelanjutan. Atribut valid yang dipertimbangkan responden dalam memilih calon induk, lebih rincinya dapat dilihat pada Tabel 10.

(15)

Tabel 10. Atribut Valid Calon Induk yang Dipertimbangkan Responden

No. Atribut yang Dipertimbangkan Jawaban "YA" Proporsi Keterangan ...orang... ...%...

1 Harga dari peternak 61 100,00 Harga

2 Keadaan tubuh 61 100,00 Kesehatan

3 Pandangan mata 60 98,36 Kesehatan

4 Kaki belakang tampak belakang 60 98,36 Eksterior 5 Kaki belakang tampak samping 60 98,36 Eksterior

6 Sudut kuku 59 96,72 Eksterior

7 Pertautan ambing depan 61 100,00 Eksterior

8 Letak puting depan 61 100,00 Eksterior

9 Panjang puting 61 100,00 Eksterior

10 Kedalaman ambing 61 100,00 Eksterior

11 Posisi puting belakang 61 100,00 Eksterior

12 Genetik 61 100,00 Genetik

13 Umur 61 100,00 Umur

Responden dalam memilih calon induk sapi perah mempertimbangkan 13 atribut valid yang tergabung ke dalam faktor harga, kesehatan, eksterior, genetik dan umur calon induk. Faktor harga yang dipertimbangkan responden dalam memilih calon induk yaitu harga dari peternak, dimana peternak sebagai sumber calon induk. Faktor kesehatan yang dipertimbangkan responden dalam memilih calon induk, yaitu keadaan tubuh dan pandangan mata. Faktor eksterior yang dipertimbangkan responden dalam memilih calon induk, yaitu kaki belakang tampak belakang dan samping, sudut kuku, pertautan ambing depan, letak puting depan, panjang puting, kedalaman ambing, dan posisi puting belakang. Faktor genetik dan umur juga merupakan faktor yang dipertimbangkan responden dalam memilih calon induk.

(16)

4.4.1. Harga dari Peternak

Tabel 10 menunjukkan bahwa seluruh responden menyetujui harga merupakan faktor yang dipertimbangkan dalam membeli calon induk. Harga menjadi bahan pertimbangan peternak, karena kemampuan finansial peternak terbatas. Peternak tidak mungkin membeli calon induk yang harganya tidak sesuai dengan keuangan yang dimilikinya. Harga menjadi respon yang mempengaruhi pilihan konsumen dalam membeli suatu barang dan konsumen tidak akan membeli barang yang tidak sesuai dengan pendapatannnya (Miller and Meiners, 2000).

Seluruh responden memilih membeli calon induk dari peternak, karena harganya lebih murah dibandingkan bandar dan lebih sesuai dengan keuangan yang dimiliki. Responden berpendapat membeli langsung ke peternak tidak perlu melalui banyak tangan, karena peternak yang menjual calon induk berperan sebagai produsen langsung, sehingga harga calon induk menjadi lebih murah dibandingkan bandar. Ini berarti terjadi saluran pemasaran langsung, yaitu suatu pemasaran produk yang terjadi secara langsung antara produsen dengan konsumen akhir. Pertukaran barang hanya terjadi pada lingkup yang terbatas dan produsen memasarkan sendiri barang yang diproduksinya (Paturochman, 2011).

Menurut pengalaman responden saat membeli calon induk, harga dara tidak bunting (siap IB) umur 15 – 18 bulan berkisar antara 8 juta – 12 juta rupiah, sedangkan harga dara bunting 1 – 8 bulan berkisar antara 9,5 juta – 17 juta rupiah. Harga pembelian calon induk dari peternak berbeda satu sama lainnya tergantung tempat pembelian dan kesepakatan harga yang dibuat antar peternak. Sapi berumur sama belum tentu harganya sama juga, karena harga yang disepakati juga tergantung dari keadaan fisik dan genetik sapi.

(17)

4.4.2. Keadaan Tubuh

Hasil wawancara menunjukkan bahwa seluruh responden mempertimbangkan keadaan tubuh calon induk sebelum membelinya. Kesehatan calon induk dapat dilihat dari keadaan tubuhnya. Responden tidak memilih calon induk yang sakit, karena dapat menimbulkan resiko kerugian pada usaha. Responden menjelaskan bahwa calon induk yang sehat memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Bulunya lembut, tipis, mengkilat, bersih, dan tidak berdiri. Sapi sehat memiliki kulit kencang, halus, licin, lentur dan lunak bila diraba, kuat dan tidak ada kerusakan atau luka, bulu halus pendek. Pada kulit yang baik akan tumbuh bulu yang halus, pendek, dan mengkilat (Edward dan Imelda, 2007). b. Kulit sehat tidak terdapat kutu, tidak rontok, bebas dari penyakit kulit dan

tidak ada parasit menempel. Calon induk yang sehat dapat dilihat dari keadaan tubuhnya yaitu tidak adanya eksternal parasit pada kulit dan bulunya, tidak ada tanda-tanda kerusakan pada bulu dan kerontokan pada bulu (Prabowo, 2010).

c. Ujung hidungnya basah. Moncong hidung yang selalu basah dan lubang hidung yang terbuka lebar memiliki kesempatan asupan oksigen yang baik bagi sapi (Akoso, 2012).

d. Pertumbuhannya bagus dan tidak ada kalinan pada tubuhnya. Sapi yang sehat nafsu makan dan minumnya baik (Akoso, 2012).

e. Tubuhnya terlihat segar. f. Telinganya ke bawah.

Sapi sakit terlihat dari bulunya yang berdiri, tidak mulus dan tidak halus, selain itu nafsu makan dan minum berkurang. Lamanya pengalaman responden

(18)

menjadi peternak, membuat responden telah bisa membedakan mana sapi sakit dan sehat jika dilihat dari keadaan tubunya.

Responden secara umum dapat mendeteksi sapi sakit yaitu dengan melihat keadaan tubuh calon induk secara kasat mata, tanpa lebih rinci memperhatikan selaput lendir dan gusi, kuku dan suhu tubuhnya. Keadaan tubuh calon induk yang sehat bisa dilihat dari selaput lendir dan gusi berwarna merah muda, kuku tidak terasa panas dan bengkak bila diraba, dan suhu tubuh 39,5 0C (Prabowo, 2010).

4.4.3. Pandangan Mata

Kesehatan calon induk dapat dilihat dari pandangan matanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 60 orang (98,36%) responden mempertimbangkan pandangan mata calon induk sebelum membelinya. Responden menjelaskan bahwa pandangan mata calon induk yang sehat apabila matanya terlihat normal, cerah, tajam dan tidak sayu. Calon induk yang sehat pandangan matanya cerah dan tajam (Prabowo, 2010). Mata besar bersinar dan kelopak mata yang bersih juga menunjukkan sapi yang sehat (Akoso, 2012).

Sapi sakit biasanya terlihat dari pandangan matanya yang sayu dan tidak cerah. Adanya kotoran di mata juga menandakan bahwa sapi tersebut sakit. Responden berdasarkan pengetahuannya telah bisa membedakan mata sapi yang sehat dan sakit.

4.4.4. Kaki Belakang Tampak Belakang

Kaki belakang tampak belakang termasuk dalam penilaian eksterior calon induk. Kaki belakang tampak belakang merupakan menunjukkan kekuatan sapi

(19)

menunjang berat badan dan produksi susunya. Kekuatan kaki sangat menentukan lama tidaknya sapi dapat bertahan dalam suatu usaha peternakan. Kaki sangat berpengaruh terhadap kondisi badan dan kekokohan sapi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 60 orang (98,36%) responden mempertimbangkan kaki belakang tampak belakang calon induk sebelum membelinya. Responden sepakat memilih kaki belakang yang paralel atau lurus, karena sapi bisa bertahan lama dan kuat menahan berat badannya, selain itu masa depan sapi lebih panjang dan pertumbuhannya baik. Kaki belakang dan depan yang baik harus lurus dan kuat, jarak antara kedua kaki belakang lebar membentuk segiempat simetris, sehingga memungkinkan perkembangan ambing yang optimal, selain itu kaki lurus juga membuat langkah sapi tegap dan tidak pincang (Akoso, 2012). Kaki tidak lurus membuat kekuatan dan daya tahan sapi tidak akan lama, ambing terhimpit, dan lebih mudah terkena penyakit dan jamur.

4.4.5. Kaki Belakang Tampak Samping

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 60 orang (98,36%) responden mempertimbangkan kaki belakang tampak samping sebelum membeli calon induk. Kaki merupakan faktor eksterior yang sangat penting dipertimbangkan dari seekor sapi karena menunjukkan kekuatan sapi saat berdiri untuk menopang berat badannya dan mempengaruhi pertumbuhan sapi juga (Akoso, 2012).

Sebanyak 52 orang responden menjelaskan bahwa kaki belakang tampak samping yang baik apabila kakinya terlihat lurus, karena kaki yang lurus membuat sapi dapat bertahan lama dan kuat menahan berat badannya, sedangkan kaki yang bengkok membuat sapi lebih mudah roboh, daya tahannya tidak akan lama dan dapat menyulitkan sapi untuk berdiri. Akan tetapi sebenarnya menurut teori

(20)

bahwa kaki belakang tampak samping yang baik apabila kakinya sedang (±1470), karena tidak terlalu lurus maupun bengkok (South Dakota, 2010).

4.4.6. Sudut Kuku

Sudut kuku merupakan faktor eksterior yang dipertimbangkan oleh 59 orang (96,72%) responden sebelum membeli calon induk. Sudut kuku berpengaruh terhadap struktur tulang sapi. Sudut kuku sapi ideal adalah 45oC (sedang) (South Dakota, 2010), namun 55 orang responden lebih memilih calon induk yang sudut kukunya sangat curam, dengan alasan sudut kuku sangat curam (65 oC) membuat pijakan sapi lebih kuat untuk berdiri lama dan dapat bertahan hingga bunting >4 kali.

4.4.7. Pertautan Ambing Depan

Menurut hasil penelitian, seluruh responden mempertimbangkan pertautan ambing depan calon induk sebelum membelinya, karena faktor eksterior ini berhubungan erat dengan produksi susu yang akan dihasilkan calon induk. Penampilan ambing sapi perah betina memiliki peranan penting. Besar ambing mengisyaratkan banyaknya air susu yang mampu ditampung di dalamnya, sehingga diharapkan dengan semakin besar ambing, produksi susu semakin banyak. Ambing besar dengan pertautan ambing kuat dan kencang membuat produksi susu seekor sapi perah semakin banyak (Akoso, 2012).

Sebanyak 27 orang responden memilih pertautan ambing lemah dan kurang, 5 orang memilih yang sedang dan 32 orang lainnya memilih yang kuat dan kencang. Pertautan ambing depan merupakan evaluasi sangat penting karena akan menilai kekuatan perlekatan ambing dan kemudahan pada saat diperah.

(21)

Pertautan ambing depan yang baik apabila ambingnya kuat dan kencang, karena produksi susu yang dapat ditampungnya akan semakin banyak (South Dakota, 2010). Tidak berbanding lurus dengan seharusnya, kebanyakan responden ternyata lebih memilih pertautan ambing depan yang lemah dan kurang, dengan alasan meskipun ambingnya terlihat kecil tetapi produksi susunya banyak.

4.4.8. Letak Puting Depan

Letak puting depan merupakan faktor eksterior yang dipertimbangkan seluruh responden sebelum membeli calon induk. Menurut hasil penelitian, sebanyak 54 orang memilih puting yang sejajar (tengah kuartir), sedangkan 7 orang lainnya memilih puting yang tidak sejajar (keluar kuartir).

Menurut responden, letak puting depan yang sejajar dapat memudahkan pemerahan dan putingnya terlihat lebih matang, sedangkan puting tidak sejajar sulit untuk diarahkan saat pemerahan, selain itu produksi susunya juga biasanya lebih sedikit. Letak puting depan menentukan sulit tidaknya menjangkau pemerahan. Puting ideal apabila letak puting depan dan belakang hampir sejajar (South Dakota, 2010).

4.4.9. Panjang Puting

Panjang puting calon induk merupakan faktor eksterior yang dipertimbangkan seluruh responden sebelum membelinya. Panjang puting menentukan waktu pemerahan dan mudah tidaknya pemerahan. Panjang puting ideal adalah sedang (± 6 cm), karena tidak terlalu panjang atau pendek (South Dakota, 2010). Pernyataan ini diperkuat dengan pendapat 25 orang responden yang memilih puting sedang dengan panjang antara 4 – 6 cm, dengan alasan

(22)

puting yang terlalu panjang kurang baik karena menjadi lebih kenyal saat diperah, sehingga mempengaruhi waktu pemerahan lebih lama. Akan tetapi sebanyak 36 orang lainnya lebih memilih puting yang panjang (7 – 11 cm), karena puting panjang lebih mudah untuk memerahnya, waktu pemerahan lebih cepat, dan pegangan tangan peternak saat memerah akan lebih kuat.

4.4.10. Kedalaman Ambing

Kedalaman ambing digambarkan sebagai posisi relatif dari dasar ambing terhadap sendi tumit dan terhadap garis horizontal (South Dakota, 2010). Seluruh responden mempertimbangkan kedalaman ambing sebelum membeli calon induk. Kedalaman ambing merupakan faktor eksterior yang menggambarkan produksi susu yang akan dihasilkan oleh calon induk nantinya. Kedalaman ambing dara masih relatif bagus (sedang atau dangkal), karena belum pernah melahirkan dan berproduksi.

Ambing yang baik apabila kedalamannya sedang karena produksi susu sesuai dengan ambing dan jauh dari resiko mastitis (South Dakota, 2010). Seiringan dengan hal itu, sebanyak 36 orang responden memilih calon induk dengan kedalaman ambing sedang, akan tetapi 25 orang lainnya memilih yang dangkal. Responden tidak memilih ambing yang kedalamannya di bawah hock karena terlalu dekat dengan lantai, sehingga kotoran dapat menempel, kuman/virus dapat masuk ke puting dan akhirnya menyebabkan penyakit mastitis. Ambing yang terlalu dalam belum tentu baik, karena semakin besar ambing maka ambing tersebut dapat menyentuh lantai, yang akhirnya dapat menyebabkan penyakit mastitis (South Dakota, 2010).

(23)

4.4.11. Posisi Puting Belakang

Posisi puting belakang menentukan mudah tidaknya dan lamanya pemerahan. Berdasarkan hasil penelitian, seluruh responden mempertimbangkan posisi puting belakang sebagai faktor eksterior sebelum membeli calon induk. Puting dan ambing merupakan satu kesatuan yang penting dalam sapi perah, karena menjadi modal utama yang akan berpengaruh terhadap produksi susu yang dihasilkan. Seluruh responden sepakat memilih posisi puting belakang yang simetris (tengah kuartir), karena memudahkan jalannya pemerahan dan mempercepat waktu pemerahan. Posisi puting yang ideal yaitu jika puting tersebut simetris atau berada di tengah kuartir (South Dakota, 2010).

4.4.12. Genetik Calon Induk

Hasil penelitian menunjukkan bahwa genetik yang mengatur sifat produksi susu merupakan faktor yang dipertimbangkan seluruh responden sebelum membeli calon induk. Calon induk dijadikan sebagai replacement stock, maka dari itu genetik yang mengatur sifat produksi susu merupakan faktor yang sangat penting karena menentukan jumlah produksi susu yang dihasilkan. Faktor genetik sangat penting karena bersifat mewaris, artinya keunggulan yang diekspresikan oleh suatu individu dapat diwariskan pada keturunannya (Dudi dan Dhalika, 2006). Sifat genetik antara sapi perah satu dengan yang lainnya tentu berbeda satu sama lain, baik dari hal produksi susunya ataupun kemampuan dalam beradaptasi terhadap lingkungan sekitarnya (Prabowo, 2010).

Genetik calon induk dipertimbangkan seluruh responden karena menentukan kualitas sapi tersebut, menambah produksi susu yang dihasilkan dan memperbaiki keturunan. Induk dengan kualitas baik (produksi susu tinggi) akan

(24)

menghasilkan keturunan yang baik pula. Pendataan harus dilakukan sejak awal pada waktu pedet lahir, dengan mencermati catatan produktivitas dan reproduktivitas induk, dengan asumsi bahwa induk sapi akan menghasilkan anak yang kurang-lebih sama atau melebihi induknya karena pengaruh dari jalur pejantan (Akoso, 2012).

4.4.13. Umur Calon Induk

Calon induk adalah sapi dara berumur antara 6 – 18 bulan, baik dalam keadaan bunting maupun tidak bunting dan belum pernah melahirkan (Akoso, 2012). Menurut hasil penelitian, seluruh responden mempertimbangkan umur calon induk sebelum memilihnya. Umur calon induk yang dipilih disesuaikan dengan keuangan dan kebutuhan responden. Umur dara siap IB yaitu kisaran 14 – 24 bulan, sedangkan umur dara bunting berbeda-beda tergantung umur saat kawin dan usia kandungannya (Akoso, 2012). Berlainan dengan pendapat Akoso, responden berpendapat walaupun sapi berumur 24 bulan atau lebih tetapi belum kawin atau sedang dalam keadaan bunting, maka sapi tersebut masih disebut sapi dara.

Responden mengatakan bahwa umur calon induk berpengaruh terhadap kedewasaan sapi, fisik dan kekuatan sapi bertahan, kekuatan janin dan kandungan sapi, dan yang paling penting berpengaruh terhadap produksi susu yang dihasilkan. Dara berumur terlalu muda belum siap untuk di IB baik dari keadaan fisiknya maupun organ reproduksinya, karena kandungannya akan lemah dan nantinya sapi akan mudah roboh bahkan tidak bisa bertahan lagi.

(25)

4.5. Preferensi Responden terhadap Calon Induk

Preferensi adalah pilihan, kecenderungan atau kesukaan (Budiono, 2005). Preferensi konsumen terhadap produk ditentukan oleh atribut yang melekat pada produk tersebut. Preferensi responden dalam penelitian ini dilihat berdasarkan sikap dan perilaku responden terhadap atribut yang melekat pada calon induk.

Seluruh responden memiliki preferensi terhadap calon induk yang sehat secara fisik (keadaan tubuh dan pandangan matanya sehat), kakinya lurus, posisi puting sejajar dan putingnya panjang. Responden ada yang memiliki preferensi untuk membeli calon induk dengan jumlah banyak karena memang tidak membesarkan pedet sendiri dan keuangan yang dimilikinya cukup, namun sebagian besar responden memiliki preferensi untuk membesarkan pedet sendiri dan hanya sekali-kali membeli calon induk untuk replacement stock. Pilihan seorang konsumen untuk membeli suatu barang lebih banyak atau lebih sedikit, atau untuk tidak membeli sama sekali, sebagian merupakan hasil dari preferensi, selain sebagai respons terhadap harga-harga berbagai barang yang tersedia (Miller and Meiners, 2000).

Preferensi responden terhadap calon induk yang dipilihnya didasarkan atas selera, persepsi, kebutuhan dan kepercayaan yang dimilikinya. Bagaimana seseorang yang termotivasi berbuat sesuatu dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi yang dihadapinya (Kotler, 1988). Seluruh responden memiliki preferensi terhadap calon induk dengan harapan produksi 20 liter ke atas, namun semakin tinggi produksi maka semakin tinggi pula harga belinya, maka dari itu tetap saja responden menyesuaikan pilihan calon induk yang dibelinya dengan keuangan yang dimiliki. Preferensi bersifat independen terhadap pendapatan dan harga (Besanko and Braeutigam, 2008).

(26)

4.6. Sikap Responden

Sikap responden pada penelitian ini diukur dengan menggunakan model multiatribut Fishbein. Sikap responden terhadap atribut yang melekat pada calon induk dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Sikap Responden terhadap Calon Induk

No Sikap Responden Jumlah Responden ...orang... ...%... 1 Sangat Negatif - - 2 Negatif - - 3 Netral 50 81,97 4 Positif 11 18,03 5 Sangat Positif - -

Tabel 11 menunjukkan sebanyak 50 orang (81,97%) responden memiliki sikap netral terhadap atribut-atribut yang melekat pada calon induk, secara terperinci atribut tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4. Nilai interpretasi tersebut dibentuk dengan model Fishbein didasarkan pada pemikiran, bahwa sikap dibentuk oleh komponen kepercayaan dan nilai evaluasi dari atribut produk (Fitri, 2013). Sikap netral menunjukkan bahwa responden tidak terlalu memperhatikan atribut-atribut tersebut sebagai faktor penentu kualitas calon induk. Responden yang bersikap netral menganggap atribut-atribut tersebut sebagai hal yang biasa saja dan tidak mempengaruhi pengambilan keputusan dalam pembelian calon induk, walaupun responden tersebut memiliki preferensi yang baik terhadap atribut calon induk tersebut.

Sikap positif ditunjukkan oleh 11 orang (18,03%) responden, sikap positif ini mengandung arti bahwa responden memiliki pandangan yang baik terhadap

(27)

atribut yang melekat pada calon induk. Hal ini menunjukkan bahwa responden percaya atribut-atribut tersebut memiliki peranan penting untuk dipertimbangkan dalam melakukan proses pembelian calon induk, karena responden menganggap atribut tersebut dapat mempengaruhi kualitas calon induk. Responden yang memiliki sikap positif secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 4.

Sikap responden merupakan faktor penting yang mempengaruhi keputusan pembelian calon induk. Sikap responden dalam memilih calon induk dipengaruhi oleh motivasi atau dorongan, dimana setiap responden memiliki motivasi yang relatif berbeda. Motivasi adalah keadaan yang diaktivasi atau digerakkan, dimana seseorang mengarahkan perilaku berdasarkan tujuan yang dalam hal ini termasuk dorongan, keinginan dan hasrat (Hurriyati, 2005). Saat membeli calon induk, ada responden yang termotivasi untuk menambah populasi sapi yang dimiliki, memperbaiki keturunan sapinya, maupun karena motivasi lainnya.

Konsep sikap sangat terkait dengan konsep kepercayaan dan perilaku (Sumarwan, 2002). Perilaku responden inilah yang akan mendorong tindakan sebelum membeli, ketika membeli, memelihara calon induk sampai kegiatan mengevaluasi calon induk yang dibeli. Perilaku responden dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologis. Responden mempunyai budaya tersendiri saat membeli calon induk. Biasanya responden membeli calon induk berdasarkan kebiasaan mengikuti kelompok referensi yang sukses. Saat ada peternak lain yang sukses mendapatkan calon induk dengan kualitas baik, maka responden pun akan membeli calon induk di tempat peternak sukses tersebut membelinya juga. Keadaan ekonomik merupakan faktor pribadi yang memiliki pengaruh besar terhadap pilihan calon induk. Keadaan ekonomik seseorang terdiri dari pendapatan yang dibelanjakan, tabungan dan milik kekayaan,

(28)

kemampuan meminjam dan sikapnya terhadap pengeluaran lawan menabung (Kotler, 1988). Motivasi, persepsi, pengetahuan, kepercayaan dan pendirian merupakan faktor psikologis yang mempengaruhi perilaku responden dalam memilih calon induk. Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama seperti motivasi, persepsi, pengetahuan serta kepercayaan dan pendirian (Kotler and Amstrong, 2012).

Perilaku responden menentukan keputusan-keputusan pembelian calon induk. Konsumen dalam melakukan keputusan pembelian akan melalui beberapa tahap, yaitu pengenalan masalah kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian (Setiadi, 2003). Keputusan membeli atau tidak membeli calon induk didasarkan adanya kebutuhan responden, dalam hal ini peternak sapi perah. Kebutuhan tersebut terbentuk atas dua rangsangan, yaitu internal dan eksternal. Kebutuhan ini dapat disebabkan oleh rangsangan internal dimana timbul suatu keinginan dalam diri konsumen yang pada akhirnya menjadi dorongan untuk membeli sesuatu (Setiadi, 2003). Rangsangan internal yang mempengaruhi kebutuhan responden terhadap calon induk berasal dari motivasi diri sendiri, yaitu kebutuhan akan replacement stock, untuk memperbaiki produktivitas usaha dan agar keberlangsungan usaha peternakannya sustainibility. Responden membeli calon induk berdasarkan rangsangan eksternal, misalnya karena ada sesama peternak yang membutuhkan uang cepat, maka mereka menjual calon induk dengan harga murah. Hal ini merangsang keinginan responden untuk membeli calon induk tersebut, ditambah jika keuangan responden mencukupi. Peternak yang bertindak sebagai produsen disini memiliki posisi tawar menawar yang pasif. Para peternak akan menjual ternaknya ketika ada kebutuhan yang mendesak, artinya tidak menjualnya pada

(29)

waktu yang tepat. Ketika ada kebutuhan mendesak, maka posisi tawar dia sangat lemah, harga berapapun yang ditentukan dia harus mau menerimanya (Paturochman, 2011).

Tahap berikutnya setelah timbul keinginan responden untuk membeli calon induk, maka responden akan mencari informasi sebanyak mungkin tentang calon induk yang akan dibelinya. Umumnya jumlah aktivitas pencarian konsumen akan meningkat bersamaan dengan konsumen berpindah dari situasi pemecahan masalah yang terbatas ke pemecahan masalah yang ekstensif (Setiadi, 2003). Informasi tersebut mulai dari sumber calon induk (peternak atau bandar yang menjual calon induk), spesifikasi calon induk, sampai harga. Selanjutnya, responden mengevaluasi pilihan calon induk dengan cara melihat calon induk dari mulai kesehatannya, keadaan fisiknya sampai genetiknya. Responden akan membandingkan calon induk satu dengan yang lainnya dari berbagai tempat pembelian. Proses evaluasi konsumen bersifat kognitif, dimana konsumen sebagai pembentuk penilaian terhadap produk terutama berdasarkan pertimbangan yang sadar dan rasional (Setiadi, 2003). Setelah itu, responden memutuskan membeli calon induk yang sesuai dengan preferensi dan keuangan. Tujuan pembelian dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti harga, manfaat produk, dan pendapatan atau modal (Setiadi, 2003). Setelah membeli, responden mengalami berbagai tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen akan mempengaruhi tingkah laku berikutnya (Setiadi, 2003). Menurut hasil penelitian, banyak responden yang mengalami ketidakpuasan setelah membeli calon induk, karena calon induk yang dibeli ternyata tidak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh penjual. Responden mencegah hal tersebut terulang lagi

(30)

dengan melibatkan ketelitian ekstra sebelum membeli calon induk agar tidak merasa kecewa lagi.

4.7. Faktor Prioritas Pertimbangan Responden

Responden telah mempertimbangkan 13 faktor valid yang melekat pada calon induk, namun terdapat faktor yang diprioritaskan responden sebelum memilih calon induk. Faktor prioritas pertimbangan responden lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Penentuan Faktor Prioritas Berdasarkan Kepercayaan dan Evaluasi Responden

ID Atribut Atribut Skor

A32 Genetik calon induk 19,16

A1 Harga di peternak 18,52

A22 Kaki belakang tampak belakang 17,75

A14 Keadaan tubuh 16,07

A15 Pandangan mata 16,07

A26 Letak puting depan 15,93

A31 Posisi puting belakang 15,74

A33 Umur calon induk 15,74

A28 Kedalaman ambing 15,61

A25 Pertautan ambing depan 12,42

A27 Panjang puting 10,38

A23 Kaki belakang tampak samping 9,96

A24 Sudut kuku 9,35

Skor kepercayaan dan evaluasi responden terhadap atribut calon induk dapat dilihat pada Tabel 12. Skor ini diambil dari skor rata-rata seluruh responden terhadap 13 atribut valid yang dipertimbangkan dalam memilih calon induk. Perhitungan dilakukan dengan model pengujian multiatribut fishbein.

(31)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor prioritas yang dipertimbangkan responden dengan skor 19,16 yaitu genetik calon induk. Namun, sebenarnya responden pun kurang mengerti apa yang dimaksud dengan genetik, karena pengetahuan mereka yang masih terbatas. Responden hanya mempercayai bahwa turunan dari induk berpengaruh penting terhadap produksi susu calon induk. Induk yang memiliki sifat produksi susu tinggi akan menurunkan sifat baiknya itu kepada anaknya, begitupun sebaliknya. Sedangkan, selama ini peternak rakyat tidak mempunyai catatan khusus (recording) mengenai keturunan sapinya, sehingga sulit untuk diketahui silsilah calon induk yang jelas, apalagi jika responden membeli calon induk tersebut dari luar daerah, maka sudah jelas tidak akan diketahui keturunannya. Melihat hal itu dengan berbagai pertimbangan yang ada, maka kurang rasional jika genetik dijadikan sebagai faktor prioritas pertimbangan responden, karena pengetahuan responden yang masih rendah tentang genetik itu sendiri dan sulitnya mengetahui keturunan calon induk yang jelas, sehingga genetik calon induk pun tidak akan dapat diprediksi.

Saat akan membeli calon induk, hal yang pertama dipertimbangkan responden adalah keuangan yang dimilikinya saat itu. Responden tidak mungkin membeli calon induk di luar batas kemampuan finansialnya. Harga menjadi respon yang mempengaruhi pilihan konsumen dalam membeli suatu barang dan konsumen tidak akan membeli barang yang tidak sesuai dengan pendapatannya (Miller and Meiners, 2000), sehingga responden yang pendapatannya tinggi akan memilih membeli calon induk yang baik dengan harga yang tinggi pula, sebaliknya responden yang pendapatannya rendah tidak mungkin membeli calon induk dengan harga yang tinggi, karena keuangannya yang terbatas. Sebelum membeli calon induk, responden membandingkan berbagai harga pembelian di

(32)

berbagai sumber calon induk, karena harga calon induk tentu berbeda dari satu sumber dan sumber lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga termurah calon induk didapatkan dari peternak, karena peternak merupakan produsen utama dan tangan pertama penghasil calon induk, sehingga tidak banyak pihak-pihak lain yang ikut terlibat untuk mengambil keuntungan. Maka dari itu, faktor prioritas yang dipertimbangkan responden dengan skor 18,52 yaitu harga di peternak, dengan alasan bahwa harga merupakan faktor utama yang pasti dipertimbangkan seluruh konsumen saat akan membeli suatu produk, begitupun responden saat akan membeli calon induk, karena disesuaikan dengan kemampuan finansial yang dimiliki responden masing-masing. Selain itu, harga di peternak diprioritaskan karena lebih murah dibandingkan bandar, maupun harga dari sumber calon induk lainnya.

Gambar

Ilustrasi 3. Peta Wilayah Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung
Tabel 2. Penggunaan Lahan di Desa Pangalengan
Tabel 3. Matapencaharian Pokok Penduduk Desa Pangalengan  No.  Matapencaharian  Pokok               Jumlah
Tabel 4. Penggunaan Lahan di Desa Margamukti
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan metode survey kepada peternak usaha pembesaran pedet sapi perah yang ada di Desa Cihanjuang Rahayu, Kecamatan Parongpong, Kabupaten

Sektor perekonomian yang paling menonjol adalah sektor pertanian yang menyerap sekitar 71% dari jumlah tenaga keja yang ada, sehingga pemerintah menetapkan wilayah ini

Penilaian faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu di tingkat peternak menunjukan jumlah pemberian pakan kosentrat, jumlah pemberian pakan

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wilson (2009) yang menyatakan bahwa seekor kuda yang sedang melakukan aktivitas latihan akan meningkat frekuensi respirasinya menjadi 30

Dengan memperbaiki atau meningkatkan efisiensi teknis dari 71% menjadi 98% (efisiensi teknis tertinggi yang dicapai oleh petani sam- pel), rata-rata produktivitas kentang

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari sesorang terhadap suatu stimulusatau objek.Sikap pada penelitian ini dilihat dari dua indikator (1)

Kejadian lain yang memperkuat pandangan bahwa penduduk setempat tidak memiliki prioritas untuk masuk kerja adalah ketika banyak penduduk setempat yang tidak diterima bekerja

Faktor Penghambat Program Jadwal Kegiatan tidak sesuai pelaksanaan sehingga serapan belanja dan kinerja sangat rendah Rekomendasi Bappeda. Predikat kinerja