• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

29

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Detaseman Kavaleri Berkuda (Denkavkud) berada di Jalan Kolonel Masturi, Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Letak Denkavkud sekitar 15 km dari pusat Kota Bandung dengan ketinggian antara 1200 s/d 1400 mdpl. Suhu lingkungan pada lokasi penelitian berkisar antara 17 − 27𝑂𝐶 dengan kelembaban udara mencapai 70%.

Denkavkud memiliki lahan seluas kurang lebih 100 Ha, yang diantaranya diperuntukkan sebagai kantor, asrama dan rumah dinas, kandang kuda, lapangan berkuda, lahan pertanian dan pastura untuk kebutuhan pakan kuda. Selain itu juga terdapat beberapa fasilitas penunjang seperti manisi (lapangan indoor) baik sebagai tempat melatih kuda.

4.2. Deskriptif Data 4.2.1. Lingkar Dada

Lingkar dada diperoleh dari hasil pengukuran dengan cara melingkari bagian dada di bagian belakang pundak dan bagian depan punggung (Ensminger, 1962). Pengukuran lingkar dada dilakukan dengan pita ukur yang memiliki ketelitian 0,1 cm. Berdasarkan hasil pengukuran lingkar dada yang dilakukan pada kuda kavaleri diperoleh hasil seperti yang ditampilkan pada Tabel 1.

(2)

Tabel 1. Lingkar Dada Kuda Kavaleri

Keterangan: Betina = 13 ekor Jantan Kebiri = 17 ekor

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa lingkar dada pada 30 ekor kuda kavaleri di Detasemen Kavaleri Berkuda Pusat Kesenjataan TNI-AD Parongpong, Lembang berkisar antara 150 hingga 185 cm dengan rataan sebesar 170,85 ± 2,83 cm pada kuda betina sedangkan pada kuda jantan berkisar antara 158 hingga 182 cm dengan rataan sebesar 173 ± 1,71 cm. Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian Yilmaz dan Ertugrul (2012), bahwa lingkar dada pada kuda Thoroughbred jantan sebesar 194,1 cm dan pada kuda betina sebesar 192,9 cm. Ukuran-ukuran tersebut berbeda pada kuda kavaleri, karena kuda kavaleri merupakan hasil persilangan kuda Thoroughbred dengan kuda lokal. Selain itu turunan Thoroughbred di Indonesia telah mengalami penurunan komposisi tubuhnya karena proses adaptasi dengan lingkungan sekitarnya sehingga menghasilkan proporsi tubuh yang lebih kecil dan status faali yang lebih tinggi dibandingkan dengan thoroughbred murni. Hal tersebut sesuai dengan pendapat McDowell (1972) yang menyatakan bahwa dalam lingkungan panas hewan akan memperlihatkan reaksi yang ditandai dengan peningkatan kegiatan

Nilai Betina Jantan Kebiri

Minimal (cm) 150 158

Maksimal (cm) 185 182

Rata-rata (cm) 170,85 173

Standar Error (cm) 2,83 1,71

(3)

proses-proses fisiologis tertentu, guna meningkatkan pembuangan panas sehingga energi yang terbentuk banyak digunakan untuk proses homeostasis.

Besar kecilnya lingkar dada dapat menggambarkan besar kecilnya berat badan seekor kuda. Menurut Ensminger (1962), lingkar dada kuda yang besar menunjukkan tempat yang luas untuk organ-organ vital, seperti: jantung dan paru-paru. Hal ini sesuai dengan pendapat Sasimowski (1987) yang menyatakan bahwa ukuran dada yang besar menunjukkan peranan organ respirasi dan sirkulasi yang lebih besar untuk proses metabolisme energi, sehingga diharapkan bahwa kuda yang mempunyai lingkar dada besar dapat menggunakan energi dengan baik pada saat aktivitas dan dapat menekan kenaikan status faali dengan baik.

4.2.2. Status Faali

1. Frekuensi Respirasi

Frekuensi respirasi diperoleh dari hasil pengukuran dengan cara menempatkan punggung tangan di atas nostril dan merasakan pergerakan udara atau hembusan nafas kuda yang dilakukan sebelum dan setelah aktivitas latihan. Frekuensi respirasi setelah aktivitas menunjukkan peningkatan, hal ini disebabkan karena aktivitas ternak membutuhkan oksigen yang lebih dibandingkan dengan dalam keadaan diam sehingga diperlukan peningkatan respirasi untuk mencukupi kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh setelah melakukan aktivitas.. Hasil pengukuran frekuensi respirasi yang dilakukan sebanyak tiga kali pada kuda kavaleri dapat dilihat pada Tabel 2.

(4)

Tabel 2. Frekuensi Respirasi Kuda Kavaleri Sebelum dan Setelah Latihan Jenis

kelamin

Sebelum Latihan Sesudah Latihan FR (cm/menit) SE KV (%) FR (cm/menit) SE KV (%) Betina 23,44 0,86 13,26 53,10 0,94 6,37 Jantan 21,80 0,74 13,97 50,80 1,05 8,56 Keterangan: n = 30 ekor FR = Frekuensi Respirasi SE = Standar Error KV = Koefisien Variasi

Tabel 2 menunjukkan bahwa rataan frekuensi respirasi pada kuda kavaleri betina sebelum latihan adalah 23,44 ± 0,86 kali/menit, lebih tinggi daripada jantan yaitu 21,80 ± 0,74 kali/menit. Data hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penyataan Hawcroft (1990) yang menyatakan respirasi normal pada kuda dewasa saat diam yaitu antara 10 - 15 hembusan permenit. Kondisi tersebut dapat terjadi karena pengaruh lingkungan yang berbeda antara lingkungan penelitian Hawcroft dengan lokasi penelitian di Denkavkud. kondisi temperatur harian pada saat penelitian berkisar antara antara 17 − 27𝑂𝐶 dengan kelembaban udara mencapai 70%. Hal ini sejalan dengan pendapat Purwanto dkk (1995) yang menyatakan bahwa temperatur dan kelembaban udara akan meningkatkan penambahan panas dalam tubuh dan menyebabkan peningkatan pengeluaran udara melalui saluran respirasi.

Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat bahwa rataan frekuensi respirasi pada kuda kavaleri betina setelah latihan terjadi peningkatan dari 23,44 ± 0,86 kali/menit menjadi 53,10 ± 0,94 kali/menit. Sedangkan untuk frekuensi respirasi kuda kavaleri jantan meningkat pula dari 21,80 ± 0,74 kali/menit menjadi 50,80 ± 1,05 kali/menit.

(5)

Perbedaan frekuensi respirasi sebelum dan setelah latihan ini disebabkan pada saat latihan kuda melakukan banyak aktivitas fisik seperti berjalan, lari derap lambat, lari derap panjang, berlari, berlari cepat, dan melompati rintangan. Aktivitas tersebut menyebabkan laju respirasi lebih tinggi dari sebelumnya dalam upaya mempertahankan panas yang relatif tetap di dalam tubuh dengan cara meningkatkan frekuensi respirasi (Johnson, 1985). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Wilson (2009) yang menyatakan bahwa seekor kuda yang sedang melakukan aktivitas latihan akan meningkat frekuensi respirasinya menjadi 30 hembusan permenit atau lebih tergantung dari aktivitas yang dilakukan.

Dari Tabel 2 tersebut didapatkan hasil frekuensi respirasi kuda betina dan jantan relatif berbeda, frekuensi respirasi betina yang lebih tinggi baik sebelum maupun setelah aktivitas latihan dibandingkan jantan. Hal tersebut dapat terjadi karena jantan lebih dapat mengendalikan frekuensi respirasi dalam peningkatan aktivitas dibandingkan dengan betina sehingga jumlah frekuensi respirasi yang dihasilkan oleh jantan lebih rendah dibandingkan dengan betina.

2. Frekuensi Denyut Jantung

Pengukuran frekuensi denyut jantung dilakukan dengan cara mendekatkan stetoskop pada bagian rongga dada sebelah kiri kuda tepatnya di antara os costae pertama dan kedua. Hasil pengukuran frekuensi denyut jantung pada kuda kavaleri sebelum dan setelah latihan yang dilakukan sebanyak tiga kali ditampilkan pada Tabel 3.

(6)

Tabel 3. Frekuensi Denyut Jantung Kuda Kavaleri Sebelum dan Setelah Latihan

Jenis kelamin

Sebelum Latihan Sesudah Latihan FDJ (denyut/menit) SE KV (%) FDJ (denyut/menit) SE KV (%) Betina 35,21 0,53 5,42 56,95 1,43 9,04 Jantan 34,96 0,42 4,95 55,25 1,14 8,48 Keterangan: n = 30 ekor

FDJ = Frekuensi Denyut Jantung SE = Standar Error

KV = Koefisien Variasi

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa rataan frekuensi denyut jantung pada kuda kavaleri betina sebelum latihan sebesar 35,21 ± 0,53 denyut/menit sedangkan pada kuda jantan sebesar 34,96 ± 0,42 denyut/menit. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hawcroft (1990) yang menyatakan bahwa kuda dalam keadaan tenang denyut jantungnya adalah 30 - 40 denyut permenit, karena kuda tersebut dalam keadaan normal atau dengan kata lain kuda tersebut tidak melakukan aktivitas apapun.

Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan frekuensi denyut jantung pada kuda kavaleri betina setelah latihan sebesar 56,95 ± 1,43 denyut/menit dan untuk kuda kavaleri jantan sebesar 55,25 ± 1,14 denyut/menit. Peningkatan tersebut masih dibawah angka rata-rata menurut pendapat Wilson (2009) yang menyatakan bahwa seekor kuda yang melakukan aktivitas latihan akan meningkat denyut jantungnya menjadi 60 denyut permenit atau lebih tergantung dari aktivitas yang dilakukan, hal tersebut dapat terjadi karena kuda kavaleri telah mampu beradaptasi dengan baik pada aktivitas yang dilakukan sehingga tidak terjadi peningkatan yang tinggi.

(7)

3. Suhu Tubuh

Pengukuran suhu tubuh dilakukan dengan menggunakan thermometer digital yang memiliki ketelitian 0,1℃. Pengukuran suhu tubuh dilakukan pada pagi hari pukul 08.00 WIB dan pada pukul 09.00 WIB dengan kisaran suhu lingkungan sekitar 17 − 27𝑂𝐶. Hasil pengukuran terhadap suhu tubuh kuda kavaleri sebelum dan setelah latihan ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Suhu Tubuh Kuda Kavaleri Sebelum dan Setelah Latihan Jenis

kelamin

Sebelum Latihan Sesudah Latihan ST (℃) SE KV (%) ST (℃) SE KV (%) Betina 37,06 0,15 1,50 38,61 0,18 1,71 Jantan 37,02 0,11 1,25 38,31 0,12 1,35 Keterangan: n = 30 ekor ST = Suhu Tubuh SE = Standar Error KV = Koefisien Variasi

Tabel 4 menunjukkan bahwa rataan suhu tubuh pada kuda kavaleri betina sebelum latihan sebesar 37,06 ± 0,15℃ dan suhu tubuh kuda kavaleri jantan sebesar 37,02 ± 0,11℃. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Frape (1986) yang menyatakan bahwa kuda yang sehat memiliki suhu tubuh diantaranya 37℃ – 37,5℃, karena kuda yang diteliti dalam keadaan normal dan memiliki kondisi kesehatan yang baik.

Sedangkan untuk rataan suhu tubuh pada kuda kavaleri betina setelah latihan sebesar 38,61 ± 0,18℃ dan suhu tubuh kuda kavaleri jantan sebesar 38,31 ± 0,12℃. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Loving (2006) yang menyatakan bahwa, kuda yang sedang latihan akan mengalami peningkatan temperatur menjadi 101 - 103OF

(8)

atau 38,3 - 39,4OC. Peningkatan suhu tubuh ini dikarenakan aktivitas yang dilakukan oleh kuda sehingga akan meningkatkan aktivitas otot dalam tubuh seperti yang dikatakan oleh Brown dan Smith (1984) bahwa aktivitas otot dalam tubuh kuda akan meningkatkan suhu tubuh. Temperatur tubuh sebelum latihan dan setelah latihan mempunyai kisaran yang relatif sama. Hal ini disebabkan karena kuda termasuk ternak homeoterm maka dengan dilakukannya aktivitas, ternak tersebut akan tetap mempertahankan kisaran suhu tubuhnya dalam keadaan normal, sesuai dengan pendapat Loving (2006) yang telah dijelaskan sebelumnya. Upaya dalam mempertahankan suhu tubuh tersebut yaitu dengan cara meningkatkan frekuensi respirasi dan frekuensi denyut jantung.

4.2.3. Korelasi Lingkar Dada dengan Status Faali

1. Korelasi Lingkar Dada dengan Status Faali pada Kuda Betina

Hasil analisis korelasi antara lingkar dada dengan status faali pada kuda kavaleri betina di Detasemen Kavaleri Berkuda (Denkavkud) Pusat Kesenjataan Kavaleri (Pussenkav) TNI-AD Parongpong Lembang Kabupaten Bandung Barat ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Analisis Korelasi Lingkar Dada dengan Status Faali (Respirasi, Denyut Jantung, dan Suhu Tubuh) Kuda Kavaleri Betina

Sebelum Latihan Setelah Latihan

LD FR FDJ ST LD FR FDJ ST

LD 1 1

FR -0,48 1 -0,28 1

FDJ 0,07 1 0,14 1

(9)

Keterangan: n = 13 ekor

LD = Lingkar Dada FR = Frekuensi Respirasi

FDJ = Frekuensi Denyut Jantung ST = Suhu Tubuh

Tabel 5 menunjukkan korelasi lingkar dada dengan frekuensi respirasi pada kuda betina sebelum latihan sebesar -0,48, sedangkan untuk korelasi lingkar dada dengan frekuensi denyut jantung sebelum latihan sebesar 0,07 dan untuk korelasi lingkar dada dengan suhu tubuh sebelum latihan sebesar -0,16. Kondisi tersebut menunjukkan hubungan lingkar dada dengan status faali dalam keadaan normal sebelum melakukan aktivitas.

Setelah aktivitas latihan korelasi lingkar dada dengan frekuensi respirasi dan suhu tubuh sebesar -0,28 dan -0,37 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan linear negatif yang sedang, yaitu besarnya lingkar dada berbanding terbalik dengan frekuensi respirasi dan suhu tubuh. Semakin besar lingkar dada, maka frekuensi respirasi dan suhu tubuh akan menurun tetapi dalam kisaran yang sedang, artinya suhu tubuh dan respirasi akan meningkat setelah melakukan aktivitas latihan namun tetap berada pada kisaran normalnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wilson (2009) yang menyatakan bahwa seekor kuda yang sedang melakukan aktivitas latihan akan meningkat frekuensi respirasinya menjadi 30 hembusan per menit atau lebih tergantung dari aktivitas yang dilakukan, sehingga besarnya lingkar dada dapat menekan peningkatan respirasi dan suhu tubuh setelah melakukan aktivitas. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa dengan semakin besarnya lingkar dada dapat menyediakan oksigen yang cukup untuk melakukan respirasi (dalam kategori sedang).

(10)

Berdasarkan Tabel 5. juga dapat dilihat bahwa korelasi lingkar dada dengan denyut jantung kuda betina setelah latihan sebesar 0,14 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan linear positif yang lemah, artinya besarnya lingkar dada berbanding lurus dengan frekuensi denyut jantung. Semakin besar lingkar dada, maka frekuensi denyut jantung akan semakin meningkat pula, namun peningkatan tersebut rendah dan dapat dikatakan tidak memiliki arti terhadap peningkatan denyut jantung. Hubungan positif yang lemah ini memiliki arti bahwa peningkatan frekuensi denyut jantung tersebut dapat dikendalikan dalam keadaan normal, karena terjadi proses vasodilatasi pada pembuluh darah yang dapat menyalurkan panas dari dalam tubuh melalui frekuensi denyut jantung yang cepat.

2. Korelasi Lingkar Dada dengan Status Faali pada Kuda Jantan Kebiri Hasil analisis korelasi antara lingkar dada dengan status faali pada kuda kavaleri jantan kebiri di Detasemen Kavaleri Berkuda (Denkavkud) Pusat Kesenjataan Kavaleri (Pussenkav) TNI-AD Parongpong Lembang Kabupaten Bandung Barat ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Analisis Korelasi Lingkar Dada dengan Status Faali (Respirasi, Denyut Jantung, dan Suhu Tubuh) Kuda Kavaleri Jantan Kebiri

Sebelum Latihan Setelah Latihan

LD FR FDJ ST LD FR FDJ ST

LD 1 1

FR -0,57 1 -0,16 1

FDJ -0,42 1 -0,22 1

(11)

Keterangan: n = 17 ekor

LD = Lingkar Dada FR = Frekuensi Respirasi

FDJ = Frekuensi Denyut Jantung ST = Suhu Tubuh

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa korelasi lingkar dada dengan frekuensi respirasi pada kuda jantan sebelum latihan sebesar -0,57, sedangkan untuk korelasi dengan frekuensi denyut jantung sebesar -0,42 dan untuk korelasi dengan suhu tubuh sebesar -0,38. Kondisi tersebut menunjukkan acuan hubungan lingkar dada dengan status faali dalam keadaan normal sebelum melakukan aktivitas.

Tabel 6 juga menunjukan bahwa korelasi lingkar dada dengan frekuensi respirasi pada kuda jantan setelah latihan sebesar -0,16, sedangkan untuk korelasi dengan frekuensi denyut jantung yaitu sebesar -0,22 dan untuk korelasi dengan suhu tubuh sebesar -0,23. Angka korelasi tersebut menunjukan bahwa antara lingkar dada dengan status faali (frekuensi respirasi, denyut jantung, dan suhu tubuh) setelah latihan memiliki hubungan linear negatif yang lemah. Semakin besar lingkar dada, maka status faali (frekuensi respirasi, denyut jantung, dan suhu tubuh) akan semakin kecil, namun terkadang dapat dikatakan tidak berkorelasi. Kenaikan angka status faali itu cukup tinggi, tetapi setelah dilakukan korelasi antara lingkar dada dengan status faali menghasilkan korelasi yang negatif lemah yang memiliki arti bahwa besarnya lingkar dada dapat menghasilkan nilai status faali yang lebih baik dan juga dapat membantu kuda dalam proses homeostatis untuk mengukur panas tubuh sehingga kuda kuda tersebut dapat menekan kenaikan dari status faali. Korelasi negatif lemah dengan ketiga status faali tersebut juga menunjukan bahwa kuda jantan

(12)

melakukan proses homeostasis melalui peningkatan frekuensi respirasi dan denyut jantung dengan seimbang, sehingga suhu tubuhnya tidak meningkat terlalu tinggi.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, terdapat perbedaan yang menarik antara hubungan linear sebelum dan setelah latihan. Korelasi lingkar dada dengan frekuensi respirasi sebelum latihan memiliki hubungan linear negatif yang kuat, dan korelasi lingkar dada dengan frekuensi denyut jantung serta suhu tubuh sebelum latihan memiliki hubungan linear negatif yang sedang. Setelah latihan hubungan antara lingkar dada dengan status faali menjadi lemah. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena setelah melakukan aktivitas latihan kuda tersebut dapat melakukan homeostatis dengan baik sehingga keadaan status faalinya dapat kembali dalam keadaan normal.

Korelasi negatif antara lingkar dada dengan status faali pada kuda jantan menandakan bahwa seleksi lingkar dada menjadi petunjuk kondisi status faali yang berakibat pula pada performa kuda tersebut. Kuda dengan lingkar dada besar, memiliki status faali yang lebih baik dibandingkan dengan kuda yang lingkar dadanya kecil (untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 2, 4 dan 6) sehingga, lingkar dada berpengaruh terhadap status faali.

Berdasarkan pembahasan mengenai korelasi lingkar dada dengan status faali pada jantan dan betina yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa kuda jantan memiliki performa status faali yang lebih baik dibandingkan dengan kuda betina, mengingat rataan angka pengukuran status faali kuda jantan lebih kecil dibandingkan kuda betina (dapat dilihat lebih rinci pada lampiran 3-6). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Padang (2005) yang menyatakan bahwa jenis

(13)

kelamin jantan memiliki performa status faali yang lebih baik dibandingkan dengan ternak betina. Selain itu juga, lingkar dada yang lebih besar akan memberikan kesempatan kepada paru-paru untuk mengembang dan mengempis secara maksimal, sehingga dalam proses inspirasi dan ekspirasi paru-paru dapat memperoleh oksigen serta mengeluarkan karbondioksida sebanyak-banyaknya, oleh karena itu kuda jantan memiliki performa status faali yang lebih baik dibandingkan dengan kuda betina, karena rataan lingkar dada pada kuda jantan lebih besar dibandingkan kuda betina. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Bandiati (1990) yang menyatakan bahwa kuda yang memiliki lingkar dada yang besar cenderung memiliki organ respirasi yang sempurna.

Perbedaan korelasi lingkar dada dengan status faali pada kuda betina dan kuda jantan kebiri juga dapat disebabkan oleh kondisi fisiologis masing-masing ternak itu sendiri dan adaptasi yang berbeda terhadap lingkungan sekitar, sehingga respon yang dihasilkan juga berbeda. Sehingga dapat dikatakan bahwa resistensi kuda betina terhadap stres dan cekaman panas lebih rendah dibandingkan kuda jantan.

Referensi

Dokumen terkait

Daya dukung lahan adalah daya atau kekuatan dari suatu lahan dengan luas dan lingkungan tertentu untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sejumlah populasi manusia

Melalui LKPD, peserta didik diminta untuk menyelesaikan masalah yaitu latihan yang berhubungan dengan lingkungan tidak sehat dan jumlah sisi, sudut, dan titik sudut pada bangun

Sesuai dengan tujuannya, melalui kebijakan tersebut diharapkan bahwa keberadaan minimarket harus sesuai dengan peraturan yang ada, dilengkapi izin usaha, serta tidak

Faktor Penghambat Program Jadwal Kegiatan tidak sesuai pelaksanaan sehingga serapan belanja dan kinerja sangat rendah Rekomendasi Bappeda. Predikat kinerja

Maka dari itu, faktor prioritas yang dipertimbangkan responden dengan skor 18,52 yaitu harga di peternak, dengan alasan bahwa harga merupakan faktor utama yang

penangkapan, dan setelah itu penyidik wajib membuatkan berita acara penangkapan. Kemudian berdasarkan kepada Pasal 122 KUHAP yang menyatakan bahwa dalam hal tersangka ditahan

Sumber dan Saluran Informasi pemuka pendapat kelompok tani sebagai responden yang diteliti dalam penelitian ini antara lain frekuensi kontak dengan penyuluh dan peneliti BPTP

2 2017 45 X5 = aktivitas usahatani pakcoy C1 = produksi bawang daun C2 = produksi wortel C3 = produksi kubis C4 = produksi kentang C5 = produksi pakcoy C1X1 = perkalian antara