• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hidronefrosis.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hidronefrosis.docx"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

HIDRONEFROSIS

PENDAHULUAN

Hidronefrosis adalah pembengkakan ginjal yang terjadi sebagai akibat akumulasi urin di saluran kemih bagian atas. Hal ini biasanya disebabkan karena adanya penyumbatan di suatu tempat di sepanjang saluran kemih.

Obstruksi lintas air kemih menyebabkan gerak alir kemih tertahan (retensi). Hal ini dapat terjadi di sepanjang lintasan dari hulu pada pielum sampai ke muara pada uretra. Gangguan penyumbatan ini bisa disebabkan oleh kelainan mekanik di dalam lumen, pada dinding, atau desakan dari luar terhadap dinding lintasan atau disebabkan kelainan dinamik (neuromuskuler) yang masing-masing bisa karena kelainan bawaan atau didapat. Selanjutnya penyumbatan ini bisa menyumbat sempurna (total) atau tidak sempurna (subtotal) dengan masing-masing penyebab bisa muncul mendadak, menahun, atau berulang.

Kasus hidronefrosis semakin sering didapati. Di Amerika Serikat, insidensinya mencapai 3,1 %, 2,9 % pada wanita dan 3,3 % pada pria. Penyebabnya dapat bermacam-macam dimana obstruksi merupakan penyebab yang tersering.

(2)

Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah (dan lingkungan dalam tubuh) dengan mengekskresikan zat terlarut dan air secara selektif. Apabila kedua ginjal karena suatu hal gagal menjalankan fungsinya, akan terjadi kematian dalam waktu 3 sampai 4 minggu. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus diikuti dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai disepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air diekskresikan keluar tubuh dalam urine melalui system pengumpul urine (Price & Wilson, 2007).

Ginjal terletak di rongga peritoneal, didepan costa sebelas dan dua belas dan tiga otot besar, transverses abdominis, kuadratus lumborum, dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kelenjar adrenal terletak di atas kutub masing-masing ginjal (Price & Wilson, 2007).

Ginjal terlindung dengan baik dari trauma langsung, di sebelah posterior dilindungi oleh iga dan otot-otot yang meliputi iga, sedangkan di anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. Bila ginjal mengalami cedera, maka hampir selalu terjadi akibat kekuatan yang mengenai iga kedua belas, yang berputar ke dalam dan menjepit ginjal di antara iga itu sendiri dengan korpus vertebra lumbalis. Perlindungan yang sempurna terhadap cedera langsung ini menyebabkan ginjal dengan sendirinya sukar untuk diraba dan juga sulit dicapai sewaktu pembedahan. Ginjal kiri yang berukuran normal, biasanya tidak teraba pada waktu pemeriksaan fisik karena dua pertiga atas permukaan anterior ginjal tertutup oleh limpa. Namun, kutub bawah ginjal kanan yang berukuran normal, dapat diraba secara bimanual. Kedua ginjal yang membesar secara mencolok atau tergeser dari tempatnya dapat diketahui dengan palpasi, walaupun hal ini lebih mudah dilakukan di sebelah kanan (Price & Wilson, 2007).

1. Struktur Makroskopik Ginjal

Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12-13 cm (4,7-5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar 150 gram. Ukurannya tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh. Perbedaan panjang dari kutub ke kutub kedua ginjal (dibandingkan dengan pasangannya) yang lebih dari 1,5 cm (0,6 inci) atau perubahan bentuk merupakan tanda yang paling penting karena sebagian besar manifestasi penyakit ginjal adalah perubahan struktur (Price & Wilson, 2007).

Permukaan anterior dan posterior kutub atas dan bawah serta tepi lateral ginjal berbentuk cembung serta tepi medialnya berbentuk cekung karena adanya hilus. Beberapa struktur yang masuk atau keluar ginjal melalui hilus adalah arteria dan vena

(3)

renalis, saraf, pembuluh limfatik, dan ureter. Ginjal diliputi oleh suatu kapsula fibrosa tipis mengkilat, yang berikatan longgar dengan jaringan di bawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal. Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda, korteks di bagian luar dan medulla di bagian dalam. Medulla terbagi-bagi menjadi baji segitiga yang disebut pyramid. piramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolumna bertini. Piramid-piramid tersebut tampak bercorak karena tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papilla (apeks) dari tiap pyramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari persatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul. Setiap duktus papilaris masuk ke dalam suatu perluasan ujung pelvis ginjal berbentuk seperti cawan yang disebut kaliks minor. Beberapa kaliks bersatu membentuk kaliks mayor, yang selanjutnya bersatu sehingga membentuk pelvis ginjal. Pelvis ginjal merupakan reservoir utama sistem pengumpul ginjal. Ureter menghubungkan pelvis ginjal dengan vesika urinaria (Price & Wilson, 2007).

(4)

Arteria renalis berasal dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis II. Aorta terletak di sebelah kiri garis tengah sehingga arteria renalis kanan lebih panjang dari arteria renalis kiri. Setiap arteria renalis bercabang sewaktu masuk ke dalam hilus ginjal (Price & Wilson, 2007).

Vena renalis menyalurkan darah dari masing-masing ginjal ke dalam vena kava inferior yang terletak di sebelah kanan dari garis tengah. Akibatnya vena renalis kiri kira-kira dua kali lebih panjang dari vena renalis kanan. Gambaran anatomis ini menyebabkan ahli bedah transplantasi biasanya lebih suka memilih ginjal kiri donor yang kemudian diputar dan ditempatkan pada pelvis kanan resipien. Ada sedikit kesulitan bila arteria renalis pendek dan beranastomosis dengan arteria iliaka interna. Namun, vena renalis harus lebih panjang, karena ditanamkan langsung ke dalam vena iliaka eksterna (Price & Wilson, 2007).

Saat arteria renalis masuk ke dalam hilus, arteria tersebut bercabang menjadi arteria interlobaris yang berjalan di antara pyramid, selanjutnya membentuk percabangan arkuata yang melengkung melintasi basis pyramid-piramid tersebut. Arteria arkuata kemudian membentuk arteriol-arteriol interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteriola interlobularis ini selanjutnya membentuk arteriola aferen (Price & Wilson, 2007).

(5)

Masing-masing arteriol aferen akan menyuplai darah ke rumbai-rumbai kapiler yang disebut glomerulus. Kapiler glomerulus bersatu membentuk arteriol eferen yang kemudian bercabang-cabang membentuk system jaringan portal yang mengelilingi tubulus dan kadang-kadang disebut kapiler peritubular (Price & Wilson, 2007).

DEFINISI HIDRONEFROSIS

Hidronefrosis mengacu pada pelebaran pelvis dan kaliks ginjal, disertai atrofi ginjal dan atrofi parenkim, akibat obstruksi aliran keluar urine. Hidronefrosis bukan merupakan suatu penyakit, namun merupakan suatu terminologi yang menjelaskan tentang adanya suatu penyakit yang bisa menyebabkan pelebaran ginjal. Hidronefrosis bisa terjadi pada satu atau kedua ginjal yang menyebabkan aliran urine menjadi lemah dan mengganggu fungsi dari ginjal itu sendiri (Robbins & Kumar, 2008).

Hidronefrosis bisa terjadi unilateral maupun bilateral. Hidronefrosis unilateral disebabkan karena kelainan di atas vesika urinaria dan hidronefrosis bilateral diakibatkan oleh kelainan pada vesika urinaria dan organ di bawahnya (Emil & Jack, 2004).

Atrofi hidronefrotik sudah sering ditemukan. Organ sekretori yang lain (glandula submaxilaris) ketika terjadi obstruksi maka akan berhenti melakukan fungsinya. Beda halnya dengan ginjal, walaupun terjadi obstruksi proses ekskresi urin tetap terjadi (Emil & Jack, 2004).

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Hidronefrosis disebabkan adanya obstruksi. Obstruksi dapat terjadi mendadak atau perlahan, dan dapat terletak di semua tingkat saluran kemih, dari uretra sampai pelvis ginjal. Penyebab tersering adalah sebagai berikut :

1. Kelainan Kongenital

Stenosis Ureteropelvic Junction :

Hidronefrosis yang disebabkan oleh kelainan kongenital berupa stenosis UPJ adalah kelainan obstruksi yang paling banyak dijumpai pada masa kanak. Kelainan yang terjadi adalah halangan aliran urine dari pelvis renalis ke dalam ureter. Pengeluaran urine dari pelvis ke ureter menjadi tidak efisien sehingga terjadi dilatasi yang progresif pada pielum dan sistem kalises. Mula-mula otot pelvis

(6)

renalis mengalami hipertrofi kemudian terjadi penurunan GFR, dan pada akhirnya terjadi penurunan fungsi ginjal (Purnomo, 2009).

Dengan melakukan USG pada ibu hamil, obstruksi UPJ dapat ditemukan waktu antenatal, sehingga dapat dilakukan drainase urine in utero, guna mencegah terjadinya kerusakan parenkim ginjal. Obstruksi UPJ lebih banyak dijumpai pada anak laki-laki. Sisi kiri lebih sering, dan kejadian yang mengenai kedua ginjal terdapat 10-40% dari seluruh kasus stenosis UPJ (Purnomo, 2009).

Etiologi yang pasti dari penyakit ini adalah belum jelas. Diduga karena faktor intrinsik dan ekstrinsik dari luar ureter. Pada perkembangan embrio ureter mengalami fase solid dan selanjutnya mengalami kanalisasi. Proses rekanalisasi terjadi mulai ureter bagian tengah menuju ujung-ujung ureter (distal dan proksimal). Kegagalan proses kanalisasi dapat terjadi pada ureter proksimal/UPJ sehingga menyebabkan terjadinya obstruksi UPJ. Dari pengamatan melalui mikroskop elektron ternyata meskipun orientasi sel-sel otot polos tampak normal, tetapi didapatkan banyak serat-serat kolagen di sekitar otot polos tersebut. Hal ini menyebabkan kontraksi otot polos dan pengosongan UPJ tak efisien. Selain itu, adanya lipatan mukosa yang menyerupai klep pada UPJ dapat merupakan penyebab obstruksi di tempat ini (Purnomo, 2009).

Faktor ekstrinsik penyebab dari obstruksi ini diantaranya adalah karena ureter proksimal disilang oleh pembuluh darah asesoria atau aberent yang menuju kutub bawah ginjal. Pembuluh darah ini akan menekan ureter proksimal sehingga terjadi gangguan pengosongan pelvis yang dapat menyebabkan hidronefrosis (Purnomo, 2009).

Pada pasien bayi dan anak, keluhan yang sering disampaikan oleh ibunya adalah berupa gangguan perkembangan, tak mau makan, nyeri pinggang, atau hematuria. Pasien dewasa muda, mereka sering mengeluh terjadinya episode nyeri pinggang pada saat diuresis, antara lain sehabis minum banyak. Kadang-kadang dapat terjadi sepsis atau timbulnya batu saluran kemih. Selain itu, ginjal mudah mengalami trauma karena hidronefrosis (Purnomo, 2009).

(7)

Refluks Vesiko-Ureter

Pengaruh refluks pada ginjal adalah peningkatan tekanan di ureter dan pielum, serta infeksi. Tekanan yang meningkat menyebabkan dilatasi ureter (hidroureter), pielum, dan kaliks (hidronefrosis) dan hipotrofi parenkim ginjal karena tekanan. Refluks mengakibatkan ureter melebar dan berliku, menipisnya korteks ginjal, dan aliran urine terganggu (Wim de Jong, 2004).

Pasien mengeluh adanya episode ISK atau gejala pielonefritis. Pada keadaan yang lebih berat, terjadi uremia dan hipertensi. Pada neonatus, gejala dan tanda yang dijumpai adalah distress pernapasan, muntah, gangguan pertumbuhan, gagal ginjal, teraba massa di daerah pinggang, atau asites urine. Anak yang lebih tua akan menunjukkan gejala ISK atau LUTS (urgensi, frekuensi, disuria), enuresis nokturna dan diurna (Purnomo, 2009).

Pemeriksaan USG urologi dilakukan untuk menilai keadaan ginjal, ureter, dan buli-buli. Pada ginjal, ditentukan adanya hidronefrosis dan penderajatannya. Kemudian diperhatikan ada tidaknya dilatasi ureter. Pada anak perempuan, adanya dilatasi ureter pada hidronefrosis biasanya menunjukkan adanya VUR, sedangkan pada anak laki-laki, ureter yang tidak dilatasi pada hidronefrosis mencurigakan adanya suatu obstruksi pada ureteropelvic junction (Purnomo, 2009).

Derajat refluks ditentukan berdasarkan atas penemuan adanya gambaran pengisian urine secara retrograde dan dilatasi sistem saluran kemih sebelah atas pada pemeriksaan voiding cystourethrography (VCUG) pada saat fase miksi.

(8)

I. Refluks belum samapi ke pelvis renalis, urin mengalir sampai ke ureter saja. Pelvis renalis tampak masih normal, dengan ujung kalises yang masih tajam.

II. Refluks sudah mencapai sistem pelvikalises, urin mengalir hingga ke ureter, pelvis renalis, dan kalises. Pelvis renalis masih normal dengan ujung kalises yang masih tajam.

III. Urine mengalir hingga ke ureter, pelvis renalis, dan kalises. Pelvis renalis mengalami dilatasi ringan dan ujung kalises mulai tumpul.

IV. Urine mengalir hingga ke ureter, pelvis renalis, dan kalises. Pelvis renalis mengalami dilatasi sedang dan penumpukan derajat sedang di ujung kalises.

V. Urine mengalir hingga ke ureter, pelvis renalis, dan kalises. Pelvis renalis mengalami dilatasi berat, ureter berkelok-kelok, dan penumpukan derajat berat di ujung kalises (Purnomo, 2009).

Penatalaksanaan VUR disesuaikan dengan usia pasien dan derajat VUR. Pada usia < 1 tahun dilakukan terapi konservatif. Pada usia 1-5 tahun derajat I-III dilakukan terapi konservatif dan derajat IV-V dilakukan pembedahan. Pada usia > 5 tahun umumnya dilakukan pembedahan (Purnomo, 2009).

Duplikasi Ureter

Anomali ini adalah anomali saluran kemih sebelah atas yang paling sering dijumpai, yaitu + 1:125 dari bayi lahir hidup. Secara konvensional kelainan duplikasi ini dibedakan atas duplikasi tak lengkap dan duplikasi lengkap. Dikatakan duplikasi tak lengkap jika terdapat dua pelvis ureter yang keduanya saling bertemu sebelum bermuara pada buli-buli, sedangkan duplikasi lengkap jika kedua pelvis ureter ini bermuara pada tempat yang berlainan (Purnomo, 2009). Jika kedua ureter duplikasi bermuara di atas buli-buli, kelainan ini disebut sebagai ureter Y (Y type ureter), sedang jika kedua ureter duplikasi bermuara menjadi satu pada ureter intramural di dalam buli-buli, keadaan ini dikenal sebagai ureter jenis V (V type ureter). Duplikasi tak lengkap terjadi karena tunas ureter mengadakan percabangan setelah muncul dari duktus mesonefrik dan sebelum bertemu dengan jaringan metanefrik. Tipe ini biasanya tak menimbulkan keluhan klinis, hanya saja aliran ureter pada saluran yang satu akan menimbulkan refluks pada ureter yang

(9)

lain (refluks uretero-ureter). Keadaan ini dikenal sebagai fenomena Yo-Yo dan dapat menimbulkan hidronefrosis dan hidroureter (Purnomo, 2009).

Jika terdapat dua tunas ureter yang muncul dari duktus mesonefrik, menghasilkan dua buah ureter yang masing-masing bertemu dengan metanefrik menghasilkan duplikasi lengkap. Kedua buah tunas ureter merangsang pertumbuhan pada dua buah segmen ginjal yang berbeda, yakni segmen kranial dan kaudal. Menurut Weighert dan Meyer yang dinyatakan dalam hokum Weighert-Meyer, ureter yang menyalurkan urine dari segmen ginjal kaudal. Oleh karena itu ureter dari ginjal kutub atas lebih panjang, bermuara ektopik, dan seringkali mengalami obstruksi. Ureter pada bagian ini tak jarang mengalami dilatasi kistik di sebelah terminal sehingga membentuk suatu ureterokel. Ureter dari kutub ginjal sebelah kaudal bermuara lebih lateral pada dinding buli-buli dan lebih pendek sehingga sering menimbulkan refluks vesiko ureter (VUR) (Purnomo, 2009).

Pemeriksaan PIV dapat menunjukkan adanya duplikasi ureter yang lengkap atau tidak. Jika terdapat menyempitan muara ureter dari ginjal kutub atas mungkin terjadi hidronefrosis atau bahkan non-visualized pada ginjal kutub atas, sedangkan pelvikalises ginjal kutub bawah masih tampak dan terdorong kearah kaudal, sehingga tampak sebagai dropping lily. Pemeriksaan sintigrafi 99mTc-DMSA dapat menilai ketebalan parenkim ginjal (Purnomo, 2009)

Tindakan yang dilakukan terhadap duplikasi ureter ini tergantung pada keluhan, kelainan anatomi, dan penyulit yang terjadi. Pada hidronefrosis akibat fenomena Yo-Yo mungkin perlu dilakukan pieloplasti dengan membuang salah satu ureter. Pada duplikasi ureter lengkap, jika salah satu kutub ginjal rusak dilakukan heminefrektomi, yaitu membuang kutub ginjal yang rusak dengan mempertahan yang masih baik. Namun jika fungsi masih baik, dilakukan neoimplantasi ureter dengan memindahkan muara ureter ke buli-buli (Purnomo, 2009).

(10)

Ureterokel

Ureterokel adalah sirkulasi atau dilatasi kistik terminal ureter. Letak mungkin berada dalam buli-buli (intravesikel) atau mungkin ektopik di luar muara ureter yang normal, antara lain terletak di leher buli-buli atau uretra. Ureterokel yang letaknya intravesikel biasanya adalah satu-satunya ureter pada sisi itu, sedangkan ureterokel ektopik pada umumnya berasal dari duplikasi yang menyalurkan urine dari ginjal kutub atas. Bentuk ektopik ternyata lebih sering dijumpai daripada ureterokel intravesika. Kelainan ini tujuh kali lebih banyak didapatkan pada wanita dan 10 % anomali ini mengenai kedua sisi. Diduga terjadinya anomali ini adalah akibat dari keterlambatan atau ketidaksempurnaan kanalisasi tunas ureter pada saat embrio (Purnomo, 2009).

Ureterokel yang cukup besar akan mendorong muara ureter yang di sebelah kontralateral dan menyebabkan obstruksi leher buli. Manifestasi klinis yang ditimbulkannya berupa infeksi saluran kemih, obstruksi leher buli dan inkontinensia urine. Kadang pada bayi wanita tampak adanya prolaps ureterokel pada uretra. Tak jarang timbul batu pada ureter distal akibat obstruksi (Purnomo, 2009).

(11)

Pemeriksaan PIV menunjukkan adanya dilatasi kistik atau filling defect pada buli-buli dengan ujung akhir ureter memberikan gambaran seperti kepala kobra (cobra head). Seringkali bentukan filling defect itu didiagnosisbanding dengan batu non opak atau bekuan darah pada buli. Dengan USG dapat dibuktikan bahwa filling defect itu adalah bentukan kistik dari ureterokel. Tak jarang pada PIV dapat ditemukan adanya hidronefrosis atau adanya duplikasi sistem pielo-ureter. Pendesakan ureterokel pada muara ureter kontralateral menimbulkan refluks vesiko-ureter sehingga perlu dilakukan pemeriksaan reflux study atau voiding cystouretrography (VCUG) (Purnomo, 2009).

Kadang-kadang insisi pada ureterokel sudah cukup adekuat, tetapi seringkali masih dibutuhkan operasi terbuka untuk menyelesaikan masalah yang terjadi akibat letak ureter yang abnormal. Jika keadaan ginjal masih cukup baik selain insisi ureterokel, diteruskan dengan neo-implantasi ureter, dan rekonstruksi buli-buli, tetapi jika kutub ginjal mengalami kerusakan diperlukan heminefrektomi dan uterektomi (Purnomo, 2009).

Stenosis Vesicoureter Junction

Jika stenosis ureter terletak di dalam dinding kandung kemih, disebut stenosis intravesikel; jika stenosis itu meluas sampai bagian proksimal dari dinding disebut stenosis jukstavesikel. Kelainan ini dapat menyebabkan terjadinya obstruksi dan mengakibatkan hidroureter dan hidronefrosis dan biasanya disertai infeksi serta gangguan faal ginjal (Wim de Jong, 2004).

(12)

Kista Ginjal

Kista ginjal dapat disebabkan oleh anomali kongenital ataupun kelainan yang didapat. Kista ginjal dibedakan dalam beberapa bentuk, yaitu (1) ginjal multikistik displastik, (2) ginjal polikistik, dan (3) kista ginjal soliter. Di antara bentuk-bentuk kista ginjal ini, ginjal polikistik adalah yang paling fulminan dan berkembang secara progresif menuju kerusakan kedua buah ginjal (Purnomo, 2009).

Ginjal multikistik displasia secara embriologis terjadi karena kegagalan dalam pertemuan antara sistem collecting dengan nefron. Biasanya kelainan ini mengenai satu ginjal dengan ditandai oleh adanya kista yang multipel pada ginjal. Pada palpasi bimanual, teraba massa berbentuk irreguler dan berlobus-lobus. Ureter biasanya mengalami atretik. Kista ini biasanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan USG berupa massa kistik multipel. Dilaporkan bahwa kelainan ini dapat mengalami degenerasi maligna. Ginjal polikistik terdapat dalam dua bentuk, yakni bentuk dewasa dan anak-anak. Keduanya merupakan kelainan herediter autosomal, yaitu pada dewasa merupakan autosomal dominan, sedangkan pada anak-anak merupakan autosomal resesif. Kedua bentuk ini ditandai dengan kerusakan kedua ginjal dengan adanya infiltrat kista-kista dari beberapa ukuran ke dalam parenkim ginjal, sehingga fungsi ginjal menjadi sangat menurun. Pada bayi biasanya pasien juga mengalami hipoplasia paru dan pasien meninggal karena gagal napas dan gagal ginjal (Purnomo, 2009).

Jika kista ini menjadi besar, dapat menekan parenkim ginjal sehingga merusak parenkim yang normal. Karena letak dan besarnya, kista dapat menekan ureter sehingga dapat menyebabkan hidronefrosis. Kista diliputi oleh dinding tipis dan berisi cairan jernih. Kista ini dapat mengalami kalsifikasi dan di dalamnya dapat

(13)

berisi cairan hemorragis. Adanya cairan hemorragis ini perlu diwaspadai kemungkinan adanya proses keganasan pada dindingnya.

Keluhan yang disampaikan pasien adalah nyeri pinggang akibat massa kista ginjal yang cukup besar atau adanya hidronefrosis akibat penekanan pada ureter. Kista dapat mengalami infeksi, sehingga pasien menunjukkan tanda-tanda infeksi sistemik. Karena letaknya di permukaan, kista ini mudah sekali terkena trauma dari luar sehingga mengakibatkan perdarahan di dalam kista yang dirasakan sebagai nyeri yang sangat. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan IVP, USG ginjal, maupun CT scan (Purnomo, 2009).

2. Didapat

Benda Asing :

Kalkulus, papilla nekrotik.  Tumor :

Hipertrofi prostat jinak, karsinoma prostat, tumor kandung kemih (papiloma dan karsinoma), penyakit keganasan (limfoma retroperitoneum, karsinoma serviks atau uterus). Obstruksi parsial atau intermiten dapat disebabkan oleh batu renal yang terbentuk di pielum ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya. Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau berkas jaringan parut akibat abses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran tersebut. Pada pria lansia, penyebab tersering adalah obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat pembesaran prostat. Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik, sehingga tekanan di ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal saja yang rusak (Robbins & Kumar, 2008).

Pembesaran prostat, baik karena jinak maupun ganas menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan

(14)

mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam keadaan gagal ginjal.

Peradangan :

Prostatitis, ureteritis, uretritis, fibrosis retroperitoneum.  Neurogenik :

Kerusakan medulla spinalis disertai paralisis kandung kemih. Terdapat dua mekanisme yang bisa menyebabkan hidronefrosis pada neuropathic bladder, yang pertama efek dari trigonum yang terlalu meregang karena terlalu banyak residu urine mengakibatkan trigonum menjadi tidak bisa berkontraksi lagi dan selanjutnya mengakibatkan tekanan pada vesika meningkat dan meningkatkan pula tekanan pada ginjal. Sebelum vesika meregang dan tidak bisa berkontraksi, terjadi kontraksi yang terus menerus dari trigonum dan menyebabkan trigonum menjadi hipertrofi, terjadi trabekulasi pada dinding vesika, dan menyebabkan taut ureterovesikal menjadi kaku. Kekakuan ini kemudian menyebabkan refluks urin sehingga lama kelamaan akan terjadi hidronefrosis (Emil & Jack, 2004).

Kehamilan Normal :

Hidronefrosis bersifat ringan dan reversible. Hidronefrosis juga dapat terjadi pada kehamilan akibat pembesaran uterus. Hidronefrosis pada kehamilan bisa terjadi bilateral tapi lebih sering terjadi pada ginjal kanan dengan perbandingan 14 : 4 pasien, dan paling banyak terjadi pada trimester tiga (Robbins & Kumar, 2008).

(15)

Obstruksi bilateral total menyebabkan anuria, yang menyebabkan pasien segera berobat. Apabila obstruksi terletak di bawah kandung kemih, gejala dominan adalah keluhan peregangan kandung kemih. Sayangnya, hidronefrosis unilateral dapat tetap asimptomatik dalam jangka lama, kecuali apabila ginjal yang lain tidak berfungsi karena suatu sebab. Ginjal yang membesar sering ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan fisik rutin. Kadang-kadang penyebab dasar hidronefrosis, seperti kalkulus ginjal atau tumor obstruktif, menimbulkan gejala yang secara tidak langsung menimbulkan perhatian ke hidronefrosis. Dihilangkannya obstruksi dalam beberapa minggu biasanya memungkinkan pemulihan total fungsi; namun seiring dengan waktu perubahan menjadi ireversibel (Robbins & Kumar, 2008).

MORFOLOGI

Hidronefrosis bilateral (serta hidronefrosis unilateral apabila ginjal yang lain sudah rusak atau tidak ada) menyebabkan gagal ginjal. Sebaliknya, pada kelainan unilateral ditemukan beragam kelainan morfologik, yang berbeda-beda sesuai derajat dan kecepatan obstruksi. Pada obstruksi subtotal atau intermiten, ginjal mungkin sangat membesar (panjang dalam kisaran 20 cm) dan organ mungkin terdiri atas hanya sistem pelvikaliks yang sangat melebar. Parenkim ginjal itu sendiri tertekan dan mengalami atrofi, disertai obliterasi papilla dan menggepengnya pyramid. Selain itu, bila obstruksi mendadak dan total maka filtrasi glomerulus terganggu secara dini dan akibatnya fungsi ginjal mungkin berhenti saat dilatasi masih relatif ringan. Bergantung pada ketinggian obstruksi, satu atau kedua ureter juga dapat melebar (hidroureter) (Robbins & Kumar, 2008).

Secara mikroskopis, lesi awal memperlihatkan pelebaran tubulus diikuti oleh atrofi dan digantikannya epitel tubulus oleh jaringan parut sementara glomerulus relatif tidak terpengaruh. Akhirnya, pada kasus yang parah glomerulus juga menjadi atrofik dan menghilang, mengubah keseluruhan ginjal menjadi jaringan fibrosis tipis. Pada kasus nonkomplikata, reaksi peradangan minimal. Namun, sering terjadi penyulit pielonefritis (Robbins & Kumar, 2008).

GEJALA KLINIS

Gejala klinis dari hidronefrosis sebenarnya tergantung dari penyebab hidronefrosis itu sendiri. Namun, gejala yang paling sering ditemukan adalah gejala obstruksi, seperti pada hipertrofi prostat yang bisa menyebabkan retensi urine. Adapun gejala yang terjadi adalah :

(16)

 Rasa sakit di panggul dan punggung  Disuria (nyeri pada saat miksi)  Menggigil

 Demam  Nyeri tekan

 Piuria : adanya sel leukosit dalam jumlah tertentu di dalam urine. Secara makroskopis terlihat urine keruh seperti susu atau pus akibat leukosit di dalam urine yang sangat banyak.

 Hematuria : didapatkannya sel darah merah dalam urine. Secara makroskopis dapat dilihat urine berwarna merah (Purnomo, 2009).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan USG tampak adanya hidronefrosis, pelebaran sistem kalises, serta penipisan parenkim ginjal. Sedangkan pemeriksaan IVP pada Obstruksi UPJ menunjukkan adanya pelebaran pelvis renalis dan sistem kalises ginjal yang berhenti pada pieloureter dan seringkali bayangan pielum tak terlihat dengan jelas sehingga perlu pembuatan foto tunda (delayed photo).

Gambaran radiologis dari hidronefrosis terbagi berdasarkan gradenya. Ada 4 grade hidronefrosis, antara lain :

1) Hidronefrosis Derajat 1. Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks. Kaliks berbentuk

blunting alias tumpul.

2) Hidronefrosis Derajat 2. Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor. Kaliks berbentuk

flattening alias mendatar.

3) Hidronefrosis Derajat 3. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Tanpa adanya penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing alias menonjol.

4) Hidronefrosis Derajat 4. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Serta adanya penipisan korteks calices berbentuk ballooning alias menggembung.

(17)

Stadium Hidronefrosis

Pielografi intra vena (PIV) atau Intravenous Pyelography (IVP) bisa juga dijadikan alat bantu diagnosis hidronefrosis serta sekaligus mendeteksi penyebab dari hidronefrosis tersebut, misalnya seperti batu ginjal, tumor, dan lain-lain. Bahan kontras yang dipakai biasanya adalah iodium dosis 300 mg/kgBB atau 1 ml/kgBB. Teknik pelaksanaannya adalah pertama-tama dibuat foto polos abdomen (sebagai kontrol), setelah itu bahan kontras disuntikkan secara intravena, dan dibuat foto serial beberapa menit hingga satu jam dan foto setelah miksi. Jika terdapat keterlambatan fungsi ginjal, pengambilan foto diulangi setelah jam ke-2, jam ke-6, atau jam ke-12 (Purnomo, 2009).

CT-Scan dan MRI juga bisa digunakan untuk mendiagnosis hidronefrosis dan bisa menggambarkan dengan detail penyebab serta gambaran ginjal, namun biaya pemeriksaan relatif mahal (Purnomo, 2009).

(18)

TERAPI

Penatalaksanaan hidronefrosis bergantung pada penyebab dari hidronefrosis itu sendiri seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Tatalaksana bedah untuk stenosis UPJ, yaitu pielopati yang dapat dikerjakan secara perkutan atau secara terbuka dengan melakukan pileoplasty (operasi rekonstruksi pada pelvis ginjal) secara Anderson Hynes. Sebelum tindakan operasi terbuka mungkin perlu dilakukan nefrostomi secara perkutan untuk memberi kesempatan pada ginjal memulihkan fungsinya. Jika fungsi ginjal sangat jelek dan ginjal lain masih baik, perlu dipertimbangkan nefrektomi (Purnomo, 2009).

Prosedur pielopasty dipopulerkan dan dimodifikasi oleh Anderson & Hynes, dan dapat dengan mudah diterapkan atau dimodifikasi untuk merekonstruksi sebagian besar penghalang UPJ. Ini adalah fleksibilitas yang membuatnya paling populer dari semua prosedur. Bila dibandingkan dengan prosedur flap, pyeloplasty hanya dipotong-potong dan memungkinkan eksisi daerah anatomis yang mengalami striktur. Selain itu, pemanfaatannya tidak tergantung pada penyisipan hether ureter tinggi atau normal. Salah satu dari beberapa skenario dimana pyeloplasty dipotong-potong tidak memberikan hasil yang baik adalah ketika ada striktur ureter proksimal yang panjang, terkait dengan panggul intrarenal yang buruk diakses. Setelah mengekspos ureter proksimal dan pelvis ginjal untuk mengidentifikasi obstruksi UPJ, perawatan harus dilakukan untuk menangani jaringan periureteral sebagai atraumatik yang mungkin terjadi. Hal ini penting dalam membebaskan pembuluh darah di saluran kemih. Jahitan harus ditempatkan pada aspek medial dan lateral pelvis ginjal, dan pada aspek lateral

(19)

ureter, dengan daerah yang akan ditranseksi. Hal ini akan menjaga orientasi yang tepat. Daerah UPJ kemudian dipotong dan aspek lateral ureter dispatulasi. Aspek unggul dari pelvis ginjal ditutup dengan aspek yang paling tergantung dimana anastomosis saluran kemih dilakukan. Puncak ureter dispatulasi kemudian dianastomosis ke aspek yang paling rendah dari pelvis ginjal, sementara bagian medial ureter dijahit dengan aspek unggul dari UPJ. Anastomosis harus dilakukan dengan jahitan serap ditempatkan ketebalan penuh melalui dinding saluran kemih dan pelvis ginjal, dalam mode interrupted atau running (Purnomo, 2009).

Pieloplasti

Untuk kelainan kongenital yang lain seperti duplikasi pelvis-ureter, tindakan yang dilakukan tergantung dari keluhan, kelainan anatomi, dan penyulit yang terjadi. Jika sudah terjadi hidronefrosis tindakan yang dilakukan sama seperti UPJ, yaitu pieloplasti ditambah dengan mengangkat salah satu ureter. Untuk ureterokel bisa dilakukan insisi kista yang menyebabkan sumbatan. Kelainan yang didapat, yaitu seperti batu ginjal maka batu diambil, begitu seterusnya untuk kelainan yang lain (Purnomo, 2009).

(20)

KOMPLIKASI

Apapun penyebabnya adanya akumulasi urin di pielum ginjal akan menyebabkan distensi pielum dan kaliks ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi. Ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap, maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofi kompensatori), akhirnya fungsi renal yang mengalami atrofi terganggu (Robbins & Kumar, 2008).

Pada awalnya, obstruksi pada ginjal maupun saluran di bawahnya akan menyebabkan stasis urine dan urine akan terkumpul di dalam pielum, namun cairan ini bisa terserap oleh saluran limfatik. Hal ini dibuktikan dengan menyuntikkan Phenolsulfonphtalein (PSP) di dalam ginjal yang mengalami obstruksi. Beberapa jam kemudian cairan ini terserap dan dikeluarkan melalui ginjal yang satunya. Jika terjadi peningkatan tekanan intrapelvik yang cepat akan terjadi mekanisme kompensasi dimana produksi urine dihentikan (Emil & Jack, 2004).

PROGNOSIS

Kegagalan fungsi dari unilateral hidronefrosis jauh lebih cepat dan lebih besar dibandingkan dengan bilateral hidronefrosis jika dilihat dari urogram, sehingga akan lebih cepat terjadi gagal ginjal dan walaupun dilakukan operasi akan tetap tidak bisa berfungsi dengan baik. Studi eksperimental memperlihatkan perbaikan fungsi setelah pengangkatan penyebab obstruksi terjadi dalam waktu 4 minggu. Tercatat dalam dua kasus, perbaikan fungsi terjadi setelah 56 dan 69 hari setelah pengangkatan sumber obstruksi. Bagaimanapun, kehilangan fungsi yang irreversibel bisa terjadi dalam waktu 7 hari disebabkan karena dilatasi dan nekrosis dari proksimal tubulus karena hidronefrosis yang progresif (Emil & Jack, 2004).

KESIMPULAN

Hidronefrosis adalah pembengkakan ginjal yang terjadi sebagai akibat akumulasi urin di saluran kemih bagian atas. Hal ini biasanya disebabkan adanya penyumbatan (obstruksi) di suatu tempat di sepanjang saluran kemih. Obstruksi dapat terjadi mendadak atau perlahan, dan dapat terletak di semua tingkat saluran kemih, dari uretra sampai pelvis ginjal. Penyebab tersering adalah kelainan kongenital dan yang didapat. Gejala klinisnya dapat berupa rasa sakit di panggul dan punggung, disuria, menggigil, demam, nyeri tekan, piuria, dan hematuria. Penatalaksanaan yang dilakukan sesuai dengan penyebabnya dan dapat dilakukan pieloplasty atau jika ginjal telah jatuh dalam keadaan yang buruk maka dilakukan nefrektomi.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Emil Tanagho, Jack McAninch. 2004. Smith General Urology 6th. Singapore : McGraw-Hill. Moore, Keith L, et al. 2002. Anatomi Klinik Dasar. Jakarta : Hipokrates.

Price & Wilson. 2007. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC. Purnomo, Basuki. 2009. Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto.

Robbins & Kumar. 2008. Buku Ajar Patologi. Jakarta : EGC.

Sadler, T.W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman. Jakarta : EGC. Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Kedua. Jakarta : EGC.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kaitan ini, apa yang dilakukan setiap warga dan secara bersama-sama mengawal kesepakatan untuk menjaga kebersihan Penglipuran, menjadi sebuah system early warning baik

Analis regresi sederhana adalah suatu teknik yang digunakan untuk membangun suatu persamaan yang menghubungkan antara variabel dependen (Y) dengan variabel Independen (X)

PERHATIAN: Pemilihan sarung tangan spesifik untuk aplikasi tertentu dan lama pemakaiannya di tempat kerja harus juga memperhitungkan seluruh faktor di tempat kerja, seperti

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan penyaluran tenaga kerja di Bursa Kerja Khusus (BKK) SMK Negeri 1 Pemalang yang meliputi proses penerimaan data tenaga

Setelah cahaya yang dikeluarkan untuk ruangan tersebut mencukupi dan tidak di butuhkan lagi seperti ketika pagi hari kita tidak perlu menekan tombol off pada

Koleksi bintil akar dari tanaman kedele asal berbagai daerah penamana kedele, Penelitian ini dilakukan guna memperoleh Isolat bakteri Rhizobium yang dapat bersimbiose dengan

Evaluasi dan pelaporan dilakukan setelah kegiatan oleh Quality Assurance berkoordinasi dengan bagian terkait (internal audit). Monitoring