TINJAUAN PUSTAKA
Ciri Umum dan Kondisi FisikKota Pekanbaru
Kota Pekanbaru merupakan Ibukota provinsi Riau dengan luas
632,26 km 2 . Secara geografis Kota Pekanbaru terletak anatara 101’14’-101’34’ bujur Timur dan 0’25’ -0’45 Lintang Utara. Dengan ketinggian permukaan laut
berkisar 5-50 meter. Kota Pekanbaru mempunyai iklim tropis dengan suhu udara
maksimum berkisar antara 32,4oC-33,8oC dengan suhu udara minimum berkisar antara 23,0oC-24,2oC. Curah hujan antara 73,9-584,1 mm perbulan. Kelembaban maksimum berkisar antara 85,5%-93,2% dan kelembaban maksimum berkisar
antara 68,0%-83%. Struktur tanah pada umumnya terdiri dari jenis alluvial dan
berpasir, sedangkan untuk pinggiran kota pada umumnya terdiri dari jenis tanah
organol dan humus yang merupakan rawa-rawa yang bersifat asam, sangat kerosif
untuk besi (BPS Kota Pekanbaru, 2013).
Kota Pekanbaru mempunyai 96 sekolah menegah pertama dengan
perincian 36 gedung sekolah milik pemerintah dan 60 gedung sekolah milik
swasta. Rincian sebaran SMP di Kota Pekanbaru akan di sajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Jumlah Sekolah Menengah Pertama di Kota Pekanbaru.
No Kecamatan SMP Negeri SMP Swasta
Lahan Gambut
Tanah gambut selalu terbentuk di tempat yang kondisinya jenuh air, atau
tergenang. Misalnya di cekungan-cekungan daerah pelembahan, rawa bekas
danau, atau di daerahdepresi/basin di dataran pantai di antara dua sungai besar,
dimana bahan organik dalamjumlah banyak dihasilkan oleh tumbuhan alami yang
telah beradaptasi dengan lingkunganjenuh air. Lingkungan jenuh air dan
tergenang mencegah penghancuran dan mineralisasi bahan organik, yang pada
waktunya membentuk timbunan bahan organik yang merupakangambut topogen,
atau gambut air tanah. Oleh karena tempatnya rendah, gambut ini sering
menerima banjir dari terrain di sekitarnya yang lebih tinggi. Bahan mineral yang
terbawa air tanah dan banjir musiman, serta unsur hara tanaman ikut memperkaya
gambut topogen ini(wahyunto,2003).
Sifat dan karakteristik fisika lahan gambut ditentukan oleh dekomposisi
bahan itu sendiri. Kerapatan lindak atau bobot isi (bulk density : BD) gambut
umumnya berkisar antara 0,05 sampai 0,40 gram/cm3. Nilai kerapatan lindak ini
sangat ditentukan oleh tingkatpelapukan/ dekomposisi bahan organik, dan
kandungan mineralnya (Kyuma, 1987). Hasil kajian porositas gambut yang
dihitung berdasarkan kerapatan lindak dan bobot jenis adalah berkisar antara
75-95%. Oleh karena lahan gambut jenuh air dan ’longgar’ dengan BD rendah
(0,05–0,40 g/cm3), gambut mempunyai daya dukung beban atau daya tumpu
(bearing capacity) yang rendah. Akibat dari sifat ini jika tanah gambut dibuka dan
mengalami pengeringan karena drainase, gambut akan ’kempes’ dan diwujudkan
Gambut mempunyai daya menahan air yang sangat besar. Dalam keadaan
jenuh, kandungan air tanah gambut dapat mencapai 4,5–30 kali bobot keringnya.
Sifat lain yang merugikan adalah bila tanah gambut mengalami pengeringan yang
berlebihan, oleh karena terlampau kering, koloid gambut menjadi rusak. Terjadi
gejala kering tak balik (irreversible drying), gambut berubah seperti arang, dan
tak mampu lagi untuk menyerap hara dan menahan air yaitu sifat-sifat yang
merugikan untuk pertumbuhan tanaman dan vegetasi. Sebagai akibat pembukaan,
lahan gambut dapat mengalami penurunan ketebalannya. Kedalaman muka air
berpengaruh terhadap kandungan air di lapisan gambut permukaan. Semakin
dalam muka air maka kandungan air dalam lapisan ini cenderung lebih rendah
(Robet et al., 2011). Bagi makrofauna yang hidup di bawah permukaan tanah,
penurunan kejenuhan air umumnya justru menguntungkan karena hal ini berarti
meningkatnya porositas tanah dan sirkulasi udara di bawah permukaan tanah
(Banas & Gos, 2004).
Lahan Gambut Provinsi Riau
Luas seluruh lahan gambut di propinsi Riau adalah seluas 4.043.602 hektar
terdapat hampir di semua wilayah propinsi. Namun yang paling dominan, terdapat
pada wilayah kabupaten yang berada di pantai timur propinsi. Lahan gambut
umumnya menempati landform kubah gambut (peat dome), yaitumengisi
cekungan/ depresi di sepanjang dan di antara sungai-sungai besar seperti
sungaiIndragiri, Kampar, Siak, dan Rokan, dengan sungai lain yang lebih kecil.
Penggunaan lahanpada saat itu umumnya hutan rawa, sedangkan yang dipakai
Pada kondisi tahun 2002, telah terjadi perubahan komposisi lahan gambut.
Lahan gambut-sangat dalam yang semula (tahun 1990) sangat luas sekitar 2,07 juta
ha (51,1 %), dewasa ini (tahun 2002) masih tetap paling luas, namun luasnya telah
menyusut menjadi sekitar 1,61 juta ha (39,7 %). Wilayah lahan gambut-sedang yang
semula masih 32,8 % (1,32 juta ha), kini tinggal menjadi 23,5 % (0,952 juta ha).
Sebaliknya gambut-dalam yang semula 14,2 % (0,575 juta ha), dewasa ini telah
bertambah luas menjadi 20,5 % (0,827 juta ha). Wilayah gambut-dangkal menjadi
bertambah sangat luas, yaitu semula hanya 1,9 % (0,076 juta ha), dewasa ini telah
bertambah menjadi 14,2 % (0,573 juta ha). Disamping itu, telah teridentifikasi lahan
gambut-sangat dangkal (dengan ketebalan lapisan gambut < 0,5 meter), seluas 2,1 %
atau 85, 6 ribu ha.(wahyunto,2003).
Famili Termitidae dijumpai dengan proporsi yang jauh lebih kecil (17%).
Anggota-anggota famili ini merupakan kelompok rayap pemakan kayu, tanah dan
serasah (Donovan et al., 2007). Sebagian besar anggota famili ini bersarang di
dalam tanah atau membuat gundukan (busut) di atas permukaan tanah dan
sebagian kecil membuat sarang arboreal (Collins, 1984).
Rayap
Rayap merupakan serangga sosial dengan sistem kasta polimorfik,
pemakan selulosa dan tinggal di dalam sarang atau termitarium yang
dibangunanya. Serangga ini memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil (Borror,
Triplehorn & Johnson, 1992), sepintas mirip semut, dijumpai di banyak tempat,
dihutan, pekarangan, kebun, dan bahkan di dalam batang kayu basah, tetapi ada
juga yang hidup di dalam kayu kering. Makanan utamanya adalah kayu dan
Rayap merupakan serangga yang termasuk ordo isoptera. Serangga
inibersifat sosial dengan sistem kasta yang berkembang baik. Ciri-ciri kelompok
iniadalah memiliki dua pasang sayap mirip membran berukuran sama,
yangmenempel pada bagian toraks dan bagian mulut pengunyah (Nicholas, 1987).
Rayap dalam aktivitas dan distribusinya dipengaruhi oleh beberapa faktor
lingkungan diantaranya suhu, kelembaban dan curah hujan. Suhu memiliki
peranan penting dalam aktivitas dan perkembangan rayap. Sebagian besar
serangga memiliki suhu optimum berkisar antara 15–38%. Kelembaban cukup
memiliki peranan dalam aktivitas jelajah rayap. Rayap tanah seperti Coptotermes,
Macrotermes, Odontotermes memerlukan kelembaban yang tinggi (75–90%).
Curah hujan memiliki peran dalam hal perkembangbiakan eksternal dan
merangsang keluarnya kasta reproduksi keluar dari tanah. Laron tidak akan keluar
bila curah hujan rendah (Nandika et al. 2003).
Pola perilaku adalah kriptobiotik atau sifat selalu menyembunyikan diri,
mereka hidup di dalam tanah dan bila akan invasi mencari objek makanan juga
menerobos di bagian dalam, dan bila terpaksa harus berjalan di permukaan yang
terbuka mereka membentuk pipa pelindung dari bahan atau humus. Sifat
trofalaksis merupakan ciri khas diantara individu-individu dalam koloni rayap.
Masing-masing individu sering mengadakan hubungan dalam bentuk menjilat,
mencium dan menggosokkan tubuhnya satu dengan yang lainnya. Sifat ini
diinterpretasikan sebagai cara untuk memperoleh protozoa flagellata bagi
individu yang baru saja berganti kulit (eksidis).Sifat ini juga diperlukan agar
Setiap koloni rayap mengembangkan karakteristik tersendiri berupa bau yang
khas untuk membedakannya dengan koloni yang lain. Rayap dapat menemukan
sumber makanan karena mereka mampu untuk menerima dan menafsirkan setiap
rangsangan bau yang esensial bagi kehidupannya. Bau yang dapat dideteksi rayap
berhubungan dengan sifat kimiawi feromonnya sendiri. Sifat kanibal terutama
menonjol pada keadaan yang sulit misalnya kekurangan air dan makanan, sehingga
hanya individu yang kuat saja yang dipertahankan, yaitu dengan membunuh serta
memakan rayap-rayap yang tidak produktif lagi (karena sakit, sudah tua atau juga
mungkin karena malas), baik reproduktif, prajurit maupun kasta pekerja. Kanibalisme
berfungsi untuk mempertahankan prinsip efisiensi dan konservasi energi, dan
berperan dalam pengaturan homoestatika (keseimbangan kehidupan) koloni rayap
(Tarumingkeng, 2000).
Koloni Rayap
Masyarakat rayap terdiri atas kelompok-kelompok yang disebut kasta.
Masing-masing kasta mempunyai tugas sendiri-sendiri yang dilakukan dengan
tekun selama hidup mereka, demi untuk kepentingan kesejahteraan, keamanan dan
kelangsungan hidup seluruh masyarakat (Hasan, 1984). Setiap koloni rayap
terdapat tiga kasta yang menurut fungsinya masing-masing diberi nama kasta
pekerja, kasta prajurit, dan kasta reproduktif (reproduktif primer dan reproduktif
suplementer). Pembentukan kasta pekerja, serdadu, ratu atau raja dari nimfa muda
dikendalikan secara alami oleh bahan kimia yang disebut feromon
(Nandika et al.,2003). Feromon adalah hormon yang dikeluarkan dari kelenjar
endrokrin, tetapi berbeda dengan hormon, feromon menyebar ke luar tubuh dan
Pembentukan Koloni rayap secara isolasi dapat terjadi dimana system
sarang Kalotermitidae (rayap kayu kering) tidak tertur dan tidak memiliki bilik
khusus buat ratu yang merupakan poros komunikasi. Lorong-lorong maupun
sel-sel yang terdapat di dalam sarang terpencar-pencar sehingga memungkin
terisolasinya sebagian dari penduduk. Penduduk yang terisolasi ini kemudian
membentuk koloni baru dengan menjadikan reproduktif ssuplementer sebagai ratu
baru (Hasan, 1984).
Kasta pekerja merupakan inti dari koloni, tidak kurang dari 80% populasi
dalam koloni merupakan individu –individu pekerja. Bentuknya seperti serangga
muda (nimfa), bewarna pucat dengan kepala hypognath tanpa mata facet.
Fungsinya mencari makanan, menyuapi dan membersihkan reproduktif dan
prajurit, merawat telur, membuat sarang dan memeliharanya serta membunuh dan
memakan rayap yang tidak produktif lagi baik reproduktif, prajurit ataupun kasta
pekerja sendiri (Nandika et al.,2003). Sifat kanibalismeberfungsi untuk
mempertahakan prinsip efisiensi dan konservasi energy, dan berperan dalam
mengatur keseimbangan koloni (Taruningkeng,1993). Menurut Hurt dan Garratt
(1967), rayap pekerja ini mandul, tanpa sayap, buta dengan warna tubuh lebih
muda dan sedikit lebih pendek.
Kasta prajurit mudah dikenal karena ukuran kepalanya besar dengan
sklerotisasi yang nyata. Anggota –anggotanya mempunyai mendibel atau rostum
yang besar dan kuat berbentuk gunting sesuai dengan fungsinya sebagai pelindung
koloni dari gangguan luar. Sekali mendibel menjepit musuhnya, biasanya gigitan
tidak akan terlepas walaupun rayap harus mati (Pranggodo et al., 1983). Kasta
koloni (raja dan ratu). Fungsi kasta ini adalah menghasilkan telur. Seekor ratu
menghasilkan 100 telur setiap hari bila koloninya sudah berumur lima tahun
(Pearce 1997 ) dan mampu hidup selama enam sampai dua puluh tahun (Nandika
et al.,1991).
Kasta reproduktif terdiri dari individu-individu seksual yaitu betina (ratu)
dan jantan (raja). Kasta ini terbagi atas dua bagian yaitu kasta reproduktif
suplemen (sekunder) dan kasta reproduktif primer (laron). Kasta reproduktif
supleman (sekunder) terdiri atas jantan dan betina yang keduanya tidak memiliki
sayap, bilapun ada sayap berukuran kecil dan relatif tidak berfungsi. Kasta
reproduktif sekunder ini terbentuk dengan tujuan sebagai cadangan ratu primer
bila suatu saat ratu primer mati atau sakit. Kasta reproduktif primer (laron)
memiliki ciri khusus diantaranya memilki sayap . Ukuran dan bentuk pada bagian
sayap depan dan belakang sama. Ratu rayap dapat berumur mencapai 20 tahun
bahkan 50 tahun lebih lama dibandingkan dengan umur raja. Ukuran badan sang
Ratu lebih besar dibandingkan Raja pada bagian abdomen (Prasetyo & Yusuf
2005), hal ini karena pertumbuhan ovari, usus, dan penambahan lemak tubuh
akibat kapasitas telur yan meningkat (Borror 1992).
Rayap Pada Lahan Gambut
Pembukaan hutan rawa gambut dan pengalihgunaan lahannya umumnya
didahului dengan pembuatan parit-parit. Keberadaan parit-parit ini dapat
memberikan dampak yang signifikan terhadap karakteristik hidrologis lahan
gambut, yaitu antara lain terjadinya penurunan muka air. Hal ini menyebabkan
lahan gambut tidak lagi tergenang dan lapisan permukaan menjadi lebih berpori
menjadi lebih sesuai sebagai habitat makrofauna tanah, seperti antara lain rayap
tanah (subterranean termites), yaitu rayap yang bersarang di bawah permukaan
tanah (Fazzly et al., 2005).
Kehadiran rayap pada lahan gambut dapat memberikan dampak
lingkungan yang patut diperhitungkan. Hal ini mengingat rayap memainkan
peranan kunci dalam eksosistem, yaitu sebagai pembentuk struktur tanah, vegetasi
serta daur materi melalui proses dekomposisi (Bignell & Eggleton, 2000).Pada
penelitian (Purnasari, 2013) famili Rhinotermitidae merupakan famili yang paling
banyak dijumpai dalam (83%) baik pada kebun kelapa sawit maupun pada kebun
pekarangan. Wang et al. (2003) menyebutkan bahwa spesies-spesies anggota
Rhinotermitidae memang lebih sering dijumpai di luar hutan alam atau di kawasan
hutan alam yang telah dialihfungsikan menjadi areal perkebunan dan pemukiman.
Famili Rhinotermitidae merupakan kelompok rayap pemakan kayu (Eggleton,
2000) dan mempunyai habitat di dalam tanah atau di dalam kayu mati (Collins,
1983). Subfamili dari Rhinotermitidae yang ditemukan dalam penelitian ini adalah
Rhinotermitinae dan Coptotermitinae.Menurut Lavelle et al. (1997), cara
penggunaan lahan akan mempengaruhi keanekaragaman dan biomassa
makrofauna tanah secara umum. Sedangkan Jones et al. (2003), misalnya,
menyebutkan bahwa tipe dan intensitas penggunaan lahan sangat berpengaruh
terhadap keanekaragaman dan biomassa rayap
Rayap Perusak Gedung
Rayap merupakan faktor perusak kayu dan bangunan yang paling
mengganggu. Rayap mampu merusak komponen bangunan gedung, bahkan juga
serta barang-barang yang disimpan. Untuk mencapai sasarannya rayap tanah dapat
menembus tembok yang tebalnya beberapa centimeter, menghancurkan plastik,
kabel bahkan bentuk konstruksi bangunan seperti : slab dan basement serta
penghalang fisik lainnya (Nandika et al. 2003).
Tarumingkeng (2003) menyatakan jenis-jens rayap perusak kayu di
Indonesia termasuk dalam family Kalotermitidae, Rhinotermitidae dan termitidae:
1. Famili Kalotermitidae
Jenis –jenis rayap ini merupakan jenis rayap yang paling primitif
koloninya tidak terdapat kasta pekerja. Tugas mengumpulkan makanan dan
merawat saranng dilakukana oleh larva dan nimfa yang telah tua. Cara hidupnya
dibagi atas tiga golongan :
a. Rayap kayu lembab (Glyptotermes spp).
b. Rayap pohon (Neotermes spp).
c. Rayap kayu kering (Cryptotermes spp).
2. Famili Rhinotermitidae
Famili ini mempunyai sarang dibawah atau diatas tanah. Jenis –jenis
yang terpenting adalah Coptotermes curvignatus dan Coptotermes travian.
Organisasi dari family ini sedikit lebih maju dari family Kalotermitidae.
3. Famili Termitidae
Famili ini memiliki organisasi yang lebih sempurna dari family
kalotermitidae. Rayap ini kebanyakan hidup di dalam tanah. Genus yang terkenal
antara lain Ondototermes, Microtermes, macrotermes. Namun diantara rayap –
rayap itu yang paling penting menimbulkan masalah pada bangunan gedung
bangunan sangat ditunjang oleh daya jelajahnya yang tinggi baik pada arah jelajah
horizontal maupun vertikal; mampu membuat sarang antara (secondary nest) pada
tempat-tempat yang secara tidak langsung bersinggungan dengan tanah, dan
ukuran populasinya tinggi. Namun beruntung, dibandingkan dengan rayap lain
misalnya Schedorhinotermes javanicus, Macrotermes gilvus maupun Microtermes
inspiratus, sebarab rayap C. curvignathus jauh lebih terbatas dan diduga pola
spasialnya berbeda (Rismayadi,1999). Menurut Rismayadi (2003) rayap tanah
Coptotermes juga dapat menyerang kayu sasaranya sejauh 90 meter dari
sarangnya yang terdapat di kedalaman tanah 30-60 cm dibawah permukaan tanah
bahkan lebih dalam lagi dengan liang-liang selebar 6 cm.
Perinsipnya makanan dari golongan rayap ini adalah bahan-bahan yang
mengandung selulosa seperti bamabu, kertas kain dan berbagai jaringan tanaman
lainya . kerusakan uang timbul akibat serangan rayap disebut sarang lebah (honey
com demage) yaitu berupa saluran yang berlapis-lapis dan tidak beraturan
(Harris,1971).
Cara Penyerangan
Rayap juga dapat membuat lubang di atas pondasi, terus ke atas hingga
mencapai kuda-kuda dan di seluruh permukaan tembok. Adapun mekanisme
rayap menyerang bangunan antara lain :
1. Menyerang melalui kayu yang berhubungan langsung dengan tanah.
2. Masuk melalui retakan-retakan atau rongga pada dinding dan pondasi.
3. Membuat liang-liang kembara di atas permukaan kayu, beton, pipa dan
4. Menembus objek-objek penghalang seperti plastik, logam tipis, dan
lain-lainwalaupun objek tersebut bukan makanannya.
(Jusmalinda,1994)
Rayap kayu kering mempunyai kemampuan hidup pada kayu-kayu kering
dalam rumah, bangunan atau gedung-gedung, mereka tidak membangun sarang -
sarang atau terowongan-terowongan pada tempat terbuka sehingga sulit untuk
diketahui. Pada kayu yang diserang terjadi lubang dan lorong-lorong yang saling
berhubungan. Kayu yang diserang menjadi keropos dan menyebabkan
ronggarongga tak teratur dalam kayu, dengan meninggalkan lapisan yang tipis
pada permukaan kayu sehingga dari luar tidak nampak serangannya, tetapi dengan
tekanan sedikit saja kayu akan rusak. Tanda serangan yang kelihatan adalah
keluarnya ekskremen berupa butir-butir kecil berdiameter 0,6 - 0,8 mm, berwarna
kecoklatan yang dikeluarkan dari lubang serangan dalam jumlah yang besar
(Nandika et al. 2003).
Rayap kayu kering mampu menyerang bangunan melalui laron (kasta
reproduktif) yang terbang keluar dari sarangnya dan hinggap di kayu yang tidak
terlindungi. Di kayu tersebut, laron akan menetap dan berkembang biak untuk
membangun koloni baru. Serangan rayap kayu kering umumnya tidak terbatas
pada kayu struktur bangunan (kuda-kuda, kaso, gording, reng dan lain-lain) tetapi
juga seringkali menyerang barang-barang mebel (meja, kursi, dipan, kitchen set,
dan lain-lain), kusen, jendela dan pintu, tetapi tidak menyerang barang
berlignoselulosa lainnya seperti kertas atau buku, kain karpet, dan lain-lain
Apabila rayap mampu mencapai sasarannya, serta faktor biotik dan abiotik
mendukung perkembangannya maka rayap akan dengan mudah memperluas
serangannnya. Jangkauan serangan sampai bagian-bagian yang tinggi dengan
membuat sarang di dalam bangunan yang jauh dari tanah dan memanfaatkan
sumber-sumber kelembaban yang tersedia dalam bangunan tersebut. Kondisi ini
berlaku pada rayap tanah Coptotermes curvignathus yang hidupnya mutlak
tergantung dari adanya air dan tanah sebagai kebutuhan penting untuk kehidupan
rayap (Nandika et al. 2003).
Aktivitas makan rayap pada suatu jenis kayu tergantung faktor luar yaitu
jenis kayu. Pada tahap awal, kompenen kimia kayu merangsang saraf perasa
gustatory rayap yaitu pada waktu rayap mulai makan. Kedua adalah tingkat
ambang rasa rayap itu sendiri. Dengan demikian tingkat kesukaan makan rayap
pada beberapa jenis kayu tergantung pada jenis-jenis kayu dan jenis rayap itu
sendiri. Perbedaan sifat kayu dan ambang rasa rayap menimbulkan perbedaan
aktivitas makan setiap jenis rayap pada berbagai jenis kayu (Supriana,1983).
Kerugian Serangan Rayap di Indonesia
Indonesiamengenal rayap sebagai serangga perusak kayu dan bangunan
gedung yang paling penting. Seranganya pada kayu kontruksi bangunan dan
bahan lignoselulosa lainnya telah dilaporkan hampir di seluruh provinsi di
Indonesia. Bahkan kerugian ekonomis yang terjadi akibat seranganya pada
bangunan gedung terus meningkatkan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000
kerugian tersebut dipekirakan mencapai Rp. 3,73 trilyun (Nandika et al. 2003).
Sejalan dengan meluasnya pembukaan wilayah hutan, reklamasi lahan,
serangan rayap pada bangunan gedung, tanaman pertanian, perkebunan dan
kehutanan cenderung terus meningkat.
Penelitian tentang kerugian ekonomis akibat serangan rayap di Indonesia
telah banyak dilakukan. Penelitian tentang dampak kerugian yang disebabkan
rayap dan intensitas seranganya telah dilakukan sejak tahun 1980-an. Seperti yang
diungkapkan Rudi (1999) dalam Romaida (2002) bahwa kerugian untuk
kotamadya Bandung mencapai 1,35 milyar pertahun. Menurut Safaruddin (1994)
kerugian ekonomis akibat serangan rayap di Jakarta Barat dan Jakarta Timur berkisar
Rp 67,57 milyar.
Organisme yang paling banyak ditemukan menimbulkan keruskana pada kayu
khususnya bangunan adalah rayap tanah . genus Coptotermes merupakan hama
isopteran yang sangat destruktif menyerang kayu dan bahan berkayu di dunia
(Takematset al., 2006) dan berbagai spesies rayap ini di temukan di Indonesia seperti
di Pulau Jawa, Sulawesi dan Sumatera. Kerugian akibat serangan rayap pada
bangunan/ rumah masyarakat di Indonesia diperkirakan telah mencapai 1.67 triliyun
per tahun (Rakhmawati,1996). Di samping itu, data yang dikemukan oleh
Supriana (1983) menunjukkan bahwa kerugian dengan adanya serangan rayap