Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
PROSPEK PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KARO
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
LUHUT HAMONANGAN 050501124
EKONOMI PEMBANGUNAN
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
ABSTRACT
The main purpose of this research is to analyze the prospect agriculture development of Karo Regency North Sumatera. Productivity of agriculture is important to increase the growth of economy. The result sector of agriculture observed by volume of export and the value still increase. Data employed in this research are data primer and sekunder from 1999 –2008. The method used by analyze descritip. The result shows that the region which in Kawasan Agribisnis Holtikultura Sumatera (KAHS) have a competitive potential in international trade, especially commodity of vegetables.
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
ABSTRAK
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan Kehadirat Tuhan Yesus Kristus sebagai
sumber segala hikmat yang telah melimpahkan berkat dan karunianya sejak masa
awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan, sehingga penulis mampu menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Adapun guna penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera
Utara, Adapun Skripsi ini berjudul “ Prospek Pembangunan Sektor Pertanian di
Kabupaten Karo “ dimana isi dan materi skripsi ini didasarkan pada studi lapangan
dan literatur dengan menganalisis data-data primer dan sekunder yang diperoleh dari
para petani di Kecamatan Tiga Panah, Kecamatan Kabanjahe, Kecamatan Simpang
Empat, dan Kecamatan Berastagi serta di masing-masing Kantor Kecamatan.
Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu, memberikan bimbingan, saran, dan dorongan moril baik
selama masa perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi, antara lain :
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Arifin Siregar, MSp sebagai dosen wali saya yang telah
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
4. Bapak Prof. Dr Sya’ad Afifuddin, SE, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan arahan-arahan selama masa perkuliahan dan
meluangkan waktu dalam memberikan masukan, saran, dan bimbingan guna
penyelesaian skripsi ini mulai dari awal penulisan hingga selesainya skripsi
ini.
5. Bapak Dr. Sirojuzilam, SE selaku dosen penguji I yang telah memberikan
saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.
6. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, Msi selaku dosen penguji II yang telah
memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan
skripsi ini.
7. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.
8. Seluruh petani di Kecamatan Tiga Panah, Kabanjahe, Simpang Empat dan
Berastagi Kabupaten Karo yang telah bersedia di wawancarai dalam
pengambilan data primer skripsi ini.
9. Seluruh staf di Kantor Kecamatan Tiga Panah, Kabanjahe, Simpang Empat
dan Berastagi Kabupaten Karo yang telah banyak membantu dalam
memberikan data yang berhubungan dengan skripsi ini. Seluruh staf pegawai
Badan Pusat Statistik Tingkat I Sumatera Utara dan Badan Pusat Statistik
Kabupaten Karo yang telah banyak membantu dalam memperoleh data yang
berhubungan dengan skripsi ini.
10.Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta Albert Manalu dan Rince Ria
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
banyak kesalahan, memberikan nasihat serta motivasi baik moril maupun
materi, juga kepada Saudara-saudariku tercinta (Kak Tiur Nismawati, adik
saya Daniel Andreo dan Veronica Adelina) yang telah banyak memberikan
motivasi dan sabar menghadapi saya.
11.Kepada sahabat-sahabat EP’ 05 terspesial Punguan EPOS dan kelompok PA
saya, anak-anak mukondo, MP4, anak-anak PORKIS, teman-teman satu atap
dan seluruh angkatan di Ekonomi Pembangunan atas kebersamaan kita selama
ini dan juga motivasi serta bantuan ide yang diberikan oleh (B’Viktor,
B’Sepin, Lisna, Manchon, Sonder, Lae Franky, Ito Fitri), sahabat dan teman
lama yang telah memberikan doa dan semangat dalam proses penyelesaian
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.
Medan, 11 Maret 2009
Penulis
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.5. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi 2.1.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ... 8
2.1.2. Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi ... 10
2.2. Peranan Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi ... 13
2.2.1. Kontribusi Ekonomi Sektor Pertanian ... 13
2.2.2. Keterkaitan Ekonomi Terhadap Sektor Pertanian... 16
2.2.3. Keterkaitan Pertanian dengan Industri Pengolahan ... 16
2.2.4. Pertanian Sebagai Sektor Pemimpin ... 18
2.3. Pembangunan Pertanian 2.3.1. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian ... 19
2.3.2. Syarat-syarat Pembangunan Pertanian ... 24
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
2.3.4. Tujuan Pembangunan Pertanian ... 32
2.4. Ekspor 2.4.1. Teori Mengenai Ekspor ... 32
2.4.2. Ekspor Hasil Pertanian ... 33
2.5. Pengeluaran Pemerintah 2.5.1. Teori Pengeluaran Pemerintah ... 36
2.5.2. Klasifikasi Pengeluaran Pemerintah ... 39
2.5.3. Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pertanian... 41
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian ... 43
3.2. Jenis dan Sumber Data ... 43
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 44
3.4. Metode Analisis ... 45
3.5. Defenisi Operasional... 45
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Dekriptif Daerah Penelitian 4.1.1. Geografis Daerah ... 46
4.1.2. Kondisi Iklim dan Topografi ... 47
4.1.3. Kondisi Demografi ... 48
4.1.4. Potensi Wilayah ... 49
4.2. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Karo ... 49
4.3. Perkembangan Sektor Pertanian Kabupaten Karo ... 55
4.3.1. Gambaran Sektor Kehutanan Kabupaten Karo... 65
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
4.5. Program-program Pembangunan Sektor Pertanian ... 76
4.5.1. Program Pengembangan Agribisnis ... 76
4.5.2. Pengembangan Agribisnis Melalui Pendekatan Kawasan .. 77
4.5.3. Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan ... 81
4.5.4. Program Peningkatan Ketahanan Pangan... 82
4.5.5. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani ... 83
4.5.6. Program Pengembangan Pertanian Organik ... 88
4.6. Langkah Strategis Memanfaatkan Keunggulan Komparatif ... 90
4.7. Perkembangan Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian ... 91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 93
5.2 Saran ... 94
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara pertanian yang artinya pertanian memegang peranan
penting dari keseluruhan perekonomian Indonesia. Hal ini ditunjukkan dari
banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja dan bergantung pada
sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian ini memberi
arti bahwa di masa yang akan datang sektor ini masih perlu terus dikembangkan.
Sektor ini telah menyumbang penerimaan devisa 26,45% dan PDRB (Produk
Domestik Regional Bruto) sebesar 24,69% pada tahun 2005.Sektor pertanian juga
merupakan faktor penting khususnya bagi sektor industri sebagai penyedia bahan
baku.
Sekarang ini sektor pertanian tidak dipandang sebagai sektor yang pasif yang
mengikuti sektor industri, tetapi sebaliknya. Pembangunan pertanian didorong dari
segi penawaran dan dari segi fungsi produksi melalui penelitian-penelitian,
pengembangan, teknologi pertanian yang terus-menerus, pembangunan prasarana
sosial dan ekonomi di pedesaan dan investasi oleh negara dalam jumlah besar.
Pertanian kini dianggap sektor pemimpin (leading sektor) yang diharapkan
mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya.
Keberhasilan suatu pembangunan pertanian diperlukan beberapa syarat atau
pra-kondisi yang untuk tiap-tiap daerah berbeda-beda. Pra-kondisi itu meliputi
bidang-bidang teknis, ekonomis, sosial budaya dan lain-lain. Di Jepang pra kondisi
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
digunakan untuk mengembangkan sektor industri. A.T. Mosher dalam bukunya
Getting Agrculture Moving (1965) - yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia – telah menganalisa syarat-syarat pembangunan pertanian di banyak negara
dan menggolong–golongkannya menjadi syarat mutlak dan syarat pelancar. Menurut
Mosher ada lima syarat yang mutlak harus ada dalam mendukung pembangunan
pertanian. Apabila salah satu syarat tersebut tidak ada, maka terhentilah
pembangunan pertanian; pertanian dapat berjalan terus tetapi statis.
Syarat–syarat mutlak itu menurut Mosher adalah:
1. Adanya pasar untuk hasil–hasil usaha pertanian.
2. Teknologi yang senantiasa berkembang.
3. Tersedianya bahan–bahan dan alat–alat produksi secara lokal.
4. Adanya perangsang produksi bagi petani.
5. Tersedianya pengangkutan yang lancar dan berkelanjutan.
Disamping syarat–syarat mutlak itu Mosher juga menjelaskan syarat–syarat pelancar
yang dapat mendorong pembangunan pertanian, yaitu:
1. Pembangunan pendidikan.
2. Kredit produksi.
3. Kegiatan gotong royong petani.
4. Perbaikan dan perluasan tanah pertanian.
5. Perencanaan nasional pembangunan pertanian.
Saat krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997, yang dampaknya terlihat
pada tahun 1998 dimana secara langsung mempengaruhi struktur perekonomian
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
tumbuh sebesar 2,48 persen sehingga sektor pertanian menjadi salah satu tumpuan
yang positif untuk perbaikan ekonomi.
Sumatera Utara sebagai salah satu propinsi di Indonesia dimana sektor pertanian
merupakan penyumbang nilai tambah yang potensial bagi PDRB Sumatera Utara.
Dan jika berbicara mengenai kesempatan kerja, maka sebagian besar penduduk
Sumatera Utara bekerja pada sektor pertanian sebesar 66,88 %, pada sektor industri
sebesar 4,77 %, pada sektor perdagangan sebesar 8,57 % dan sektor lain-lain sebesar
7,93 %. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor utama dalam
perekonomian Sumatera Utara.
Melihat pentingnya sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi, tiap-tiap daerah
meningkatkan pembangunan di sektor ini seperti di daerah Kabupaten Karo. Sektor
ini merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Kabupaten Karo hingga saat ini.
Peranan sektor ini terhadap PDRB Karo dalam harga berlaku tercatat sebesar 67,57%
pada tahun 2000 dan 59,58% pada tahun 2006, sedangkan dalam harga konstan tahun
2000 ialah 65,40% dan 59,53% pada tahun 2006. Hal tersebut dapat dipahami karena
Kabupaten Karo adalah daerah pertanian dataran tinggi. Adapun jenis tanaman yang
dibudidayakan di Kabupaten Karo ialah jenis tanaman umbi–umbian, sayur–sayuran,
buah–buahan dan tanaman padi.
Dari jenis tanaman umbi–umbian, tanaman jagung adalah tanaman yang
paling dominan dimana pada tahun 2006 produksi jagung sebesar 171.016 ton dengan
luas panen sebesar 50.182 Ha. Hal ini menjadikan Kabupaten Karo sebagai penghasil
jagung terbesar kedua setelah Kabupaten Simalungun yaitu 204.196 ton dengan luas
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
umbi–umbian di Karo. Kabupaten Karo juga cukup terkenal sebagai penghasil
sayur–sayuran di Provinsi Sumatera Utara bahkan termasuk dalam komoditi ekspor
sejak tahun 2000 sampai dengan sekarang. Jenis sayur–sayuran yang dihasilkan dari
Kabupaten Karo ialah bawang, kentang, sawi, kubis, wortel, tomat, dan buncis . Jenis
tanaman lainnya yang juga cukup banyak dihasilkan petani di Kabupaten Karo adalah
tanaman buah–buahan seperti jeruk, alpukat, mangga, sawo, durian, pepaya, dan
nenas.
Sebagai gambaran dari keberhasilan pembangunan pertanian yakni, volume
dan nilai ekspor hasil pertanian terus meningkat. Berdasarkan keunggulan kompetitif
dalam perdagangan internasional, produk hasil pertanian merupakan andalan negara
Indonesia dan bahkan Sumatera Utara mengingat corak kehidupannya masih bersifat
agrikultur. Hal ini menjadi keunggulan bagi Kabupaten Karo yang memiliki potensi
khususnya komoditi tanaman muda atau sayur-sayuran. Nilai FOB ekspor hasil
pertanian Sumatera Utara mengalami pertumbuhan 14,38% pada tahun 2003, 49,88%
tahun 2004, dan tahun 2005 sebesar 18,73%. Realisasi ekspor Kabuapen Karo pada
umumnya meningkat setiap tahunnya, namun ada beberapa komoditi yang tidak lagi
diekspor yang dulunya masih termasuk komoditi yang memiliki prospek. Hal ini
menjadi tugas berat bagi pemerintah untuk membenahi kembali yang pernah dicapai.
Ketika diambil kebijaksanaan untuk mengekspor hasil pertanian bukan berarti
mengabaikan permintaan dalam negeri namun dilakukan peningkatan jumlah
produksi dan yang terpenting adalah daya saing produk agar dapat menghadapi era
glogalisasi dan liberalisme perdagangan. Kualitas produk tentu harus tetap dijaga dan
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
Seperti yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, Kabupaten Karo termasuk
dalam Kawasan Agribisnis Holtikultura Sumatera (KAHS). Secara regional dalam
Kawasan Agribisnis Holtikultura Sumatera (KAHS) masih sulit diciptakan
keseimbangan keseimbangan antara produksi atau penawaran yang dihasilkan di
sentra-sentra produksi dengan permintaaan di pusat-pusat konsumsi sehingga harga
produk holtikultura cenderung sangat fluktuatif. Salah satu kebijakan yang dianggap
relevan dalam merespon berbagai perubahan tersebut adalah pengembangan
agribisnis dengan pendekatan kawasan.
Pemerintah juga mempunyai peranan dalam upaya pembangunan pertanian baik
dalam kebijaksanaan pertanian, perencanaan pertanian dan pembangunan pertanian.
Beberapa program pemerintah dalam membantu peningkatan produksi petani yang
telah berjalan seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Kredit
Usaha Rakyat (KUR), Koperasi, khususnya dalam Pengembangan Usaha Agribisnis
Pedesaan (PUAP) yang dicanangkan pemerintah dalam membantu para petani agar
dapat lebih mandiri telah berjalan dalam kurun waktu lima tahun terakhir telah
memberi dampak yang besar terhadap kesejahteraan para petani dan menjadikan
posisi tawar petani lebih baik. Sekarang ini sejauh mana program-program
pemerintah tersebut dapat teroptimalisasi khususnya dalam menghadapi ksisis global
yang terjadi pada saat ini. Hal ini tidak lepas dari peran para petani sendiri yang
tergabung dalam organisasi-organisasi tersebut.
Pembiayaan sektor pertanian dan pengairan selalu menempati ”tiga besar” dalam
alokasi anggaran pembangunan selama PJP-I dan PJP-II. Anggaran pembangunan
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
Adanya program proyek pembangunan sektor pertanian memperluas kesempatan
kerja non petani seperti pembangunan jalan, bangunan-bangunan irigasi serta
penyuluhan-penyuluhan dan organisasi-organisasi petani yang memperkenalkan
penemuan baru. Maka pengeluaran pemerintah tersebut merupakan investasi yang
betujuan untuk kekuatan dan ketahanan ekonomi di sektor pertanian pada masa yang
akan datang.
Dalam pembangunan pertanian, berbagai usaha pengembangan produktivitas
dilakukan, dimana usaha pokok mutlak dilakukan dengan intensifikasi pertanian
melalui pengadaan sarana produksi yang optimal. Sarana produksi ini mencakup
bibit/benih, pupuk dan pestisida. Semua sarana produksi ini memiliki peranan penting
dan sangat mempengaruhi dalam proses produksi. Pemerintah harus mampu
membantu petani dalam menyediakan dan menyalurkan sarana tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dalam bentuk skripsi dengan judul ”Prospek Pembangunan Sektor Pertanian di
Kabupaten Karo”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka permasalahan
yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah prospek pembangunan sektor pertanian Kabupaten Karo dalam
mencapai pembangunan ekonomi Kabupaten Karo.
2. Apakah ada pengaruh pembangunan sektor pertanian Kabupaten Karo
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
3. Bagaimana pengaruh kebijakan sektor pertanian terhadap posisi tawar petani
di Kabupaten Karo.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui seberapa besar prospek pembangunan sektor pertanian
Kabupaten Karo dalam mencapai pembangunan ekonomi Kabupaten Karo.
2. Untuk mengetahui pengaruh pembangunan sektor pertanian Kabupaten Karo
terhadap tingkat kesejahteraan masyarakakat Kabupaten Karo.
3. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan pemerintah terhadap posisi tawar
petani di Kabupaten Karo.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa
Fakultas Ekonomi terutama Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin
melakukan penelitian selanjutnya.
2. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam
disiplin ilmu yang penulis tekuni.
3. Sebagai masukan atau bahan kajian bagi kalangan akademis dan peneliti yang
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi
2.1.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian
yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah
dan kesejahteraan meningkat. Setiap periode kemampuan suatu negara untuk
menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan ini disebabkan karena
factor-faktor produksi akan selalu mengalami peningkatan dalam jumlah dan kualitas.
Menurut Kuznets (Todaro, 2000:163), perumbuhan ekonomi adalah kenaikan
kapasitas dalam jangka pajang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan
berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri atau
dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi,
institusional (kelembagaan), dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang
ada. Adapun komponen yang terkandung dalam defenisi diatas adalah sebagai
berikut:
• Kenaikan output secara berkesinambungan adalah manifestasi atau
perwujudan dari apa yang disebut pertumbuhan ekonomi sedangkan
kemampuan ekonomi menyediakan berbagai jenis barang itu sendiri
merupakan tanda kematangan ekonomi (economy maturity) di suatu negara
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
• Perkembangan teknologi merupakan dasar atau prakondisi bagi
berlangsungnya suatu pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan, tetapi
tidak cukup itu saja masih dibutuhkan faktor-faktor lain.
• Guna mewujudkan potensi pertumbuhan yang terkandung di dalam teknologi,
maka perlu diadakan serangkaian penyesuaian kelembagaan, sikap dan
teknologi. (Todaro, 2000:144).
Ada tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa, yaitu:
1. Akumulasi modal, meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang
ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan modal atau sumber daya manusia.
2. Pertumbuhan penduduk, yang berapa tahun selanjutnya akan memperbanyak
jumlah angkatan kerja.
3. Kemajuan teknologi.
Petumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting dalam
melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara.
Dimana pertumbuhan ekonomi ini menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian
akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu.
Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan
faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya
akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimilki oleh
masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
Perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan bila seluruh balas jasa riil terhadap
penggunaan faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun
sebelumnya ( Hera Susanti , dkk, 1995, hal : 23). Isilah pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan ekonomi sebenarnya mempunyai arti yang berbeda, dimana
kedua-duanya menerangkan mengenai perkembangan ekonomi yang berlaku. Pertumbuhan
selalu digunakan sebagai ungkapan umum yang menggambarkan tingkat
perkembangan suatu negara yang diukur melalui pertambahan (persentase
pertambahan) dari pendapatan nasional riil. Sedangkan istilah pembangunan ekonomi
biasanya dikaitkan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang.
2.1.2. Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi
1. Teori David Ricardo
David Ricardo mengungkapkan pandangannya mengenai pembangunan ekonomi
dengan cara yang tidak sitematis dalam bukunya The Principles of Political Ecnomy
and Taxation. David Ricardo mengungkapkan bahwa faktor yang penting dalam
pertumbuhan ekonomi adalah buruh, pemupukan modal, dan perdagangan luar
negeri. Seperti ahli ekonomi modern, teori Ricardo menekankan pentingnya tabungan
bagi pembentukkan modal. Dibanding pajak, Ricardo lebih menyetujui pemupukan
modal melalui tabungan.
Tabungan dapat dibentuk melalui penghematan pengeluaran, memproduksi lebih
banyak, dan dengan meningkatkan keuntungan serta mengurangi harga barang.
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
kegiatan penanaman modal berikutnya. Selain itu, Ricardo juga memberikan tekanan
khusus pada perdagangan luar negeri sebagai sarana memperbaiki perekonomian,
sebab perdagangan luar negeri akan menyebabkan pemanfaatan sumber daya secara
maksimum dan meningkatkan pendapatan.
2. Teori Keynes
Teori Keynes didasarkan pada adanya pengangguran siklis yang terjadi akibat depresi
ekonomi. Menurut Keynes pengangguran merupakan akibat dari kurangnya
permintaan efektif, dan untuk mengatasinya Keynes menyarankan agar memperbesar
pengeluaran konsumsi dan non konsumsi. Dalam hal ini maka Keynes menganjurkan
adanya campur tangan pemerintah melalui kebijakan fiskal dan kebijakan moneter
yang dapat mempengaruhi permintaan.
Dalam teorinya, Keynes menganggap tabungan sebagai sifat sosial yang buruk karena
kelebihan tabungan menyebabkan terjadi kelebihan supply sehingga produsen dapat
merugi yang akhirnya dapat menyebabkan terjadinya PHK besar-besaran yang
menciptakan suatu kondisi ekonomi yang buruk. Oleh karena itu maka Keynes
merasa pemerintah perlu mempengaruhi tingkat suku bunga yang berkorelasi
langsung dengan jumlah uang beredar yang dapat meningkatkan permintaan
3. Teori Harord-Domar
Teori ini dikembangkan secara terpisah dalam periode yang bersamaan oleh E.S.
Domar dan R.F. Harord. Keduanya melihat pentingnya investasi terhadap
pertumbuhan ekonomi, sebab investasi akan meningkatkan stok barang modal yang
memungkinkan peningkatan output. Sumber dana domestik untuk keperluan investasi
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
4. Teori Schumpeter
Schumpeter berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh
komponen kewirausahawan. Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha yang
mempunyai kemampuan dan keberanian mengaplikasikan penemuan-penemuan baru
dalam aktivitas produksi.
Dalam teori ini kemajuan perekonomian kapitalis disebabkan karena diberinya
keleluasaan untuk para entrepreneurship. Sayangnya keleluasaan tersebut cenderung
menjadi monopoli kekuatan pasar. Monopoli inilah yang akhirnya memunculkan
masalah-masalah non ekonomi, terutama sosial politik, yang akhirnya
menghancurkan sistem kapitalis itu sendiri.
5. Teori Neo-Klasik
Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori-teori Neo-Klasik sebelumnya, yang
dikembangkan oleh Solow. Teori ini terfokus pada pembahasan pertumbuhan
ekonomi dimana akumulasi stok barang modal dan keterkaitannya dengan keputusan
masyarakat untuk menabung atau melakukan investasi.
Teori ini menggambarkan suatu tingkat output tertentu dapat dicapai dengan
menggunakan berbagai kombinasi atau gabungan modal dan tenaga kerja. Oleh sebab
itu dengan tenaga kerja yang tetap akan tetapi dengan tambahan modal maka output
akan dapat ditingkatkan. Hal ini umumnya berlaku pada industri padat modal dan
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
2.2. Peranan Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi 2.2.1. Kontribusi Ekonomi Sektor Pertanian
Mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1974), pertanian di negara-negara
sedang berkembang merupakan suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam
empat bentuk kontribusinya pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional
yaitu sebagai berikut:
a. Kontribusi Produk
Dalam hipotesisnya, Kuznets melihat bagaimana keterkaitan antara pangsa output
dari sektor pertanian di dalam pertumbuhan relatif dari produk-produk netto pertanian
dan non pertanian. Dalam suatu perekonomian yang sedang berkembang dimana
pendapatan meningkat, pertumbuhan output di sektor pertanian dapat diharapkan
lebih rendah dibandingkan pertumbuhan output di sektor non pertanian dikarenakan
oleh tiga alasan. Pertama, elastisitas pendapatan dari permintaan makanan dan
produk-produk pertanian lainnya pada umunya lebih kecil dibandingkan dengan
pendapatan dari permintaan produk-produk non pertanian sesuai efek Engel.
Kedua, sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian,
petani-petani menjadi semakin tergantung pada input-input yang dibeli dari
sektor-sektor ekonomi non pertanian, ini disebut efek perubahan struktural sumber daya dari
pertanian. Ketiga, karena permintaan terhadap jasa-jasa pemasaran di luar permintaan
terhadap produk-produk pertanian meningkat, pengeluaran pangsa petani untuk
makanan pada harga eceran menurun seiring waktu (disebut efek urbasisasi).
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
Negara Indonesia dengan populasi peratanian yang tinggi memiliki potensi
pertumbuhan pasar dalam negeri bagi sektor-sektor non pertanian, khususnya
industri. Pengeluaran petani untuk produk-produk industri baik barang-barang
konsumsi maupun barang-barang produsen memperlihatkan suatu aspek dari
kontribusi pasar sektor pertanian terhadap pembangunan ekonomi.
Terdapat dua faktor penting yang dianggap sebagai prasyarat sektor pertanian lewat
kontribusi pasarnya terhadap deversifikasi dan pertumbuhan. Pertama, dampak dari
keterbukaan ekonomi dimana pasar domestik tidak hanya diisi oleh barang-barang
buatan dalam negeri tetapi juga dari luar negeri. Dalam suatu sistem ekonomi tertutup
kebutuhan petani akan barang-barang non makanan harus dipenuhi oleh industri
dalam negeri. Jadi secara teoritis (dengan asumsi bahwa faktor-faktor lain
mendukung), efek dari pertumbuhan pasar domestik dari pertumbuhan pasar
domestik terhadap perkembangan dan pertumbuhan industri domestik lebih terjamin
daripada dalam suatu sistem ekonomi terbuka. Sedangkan dalam sistem ekonomi
terbuka, industri dalam negeri menghadapi persaingan dari barang impor. Dengan
kata lain, pertumbuhan konsumsi yang tinggi dari petani tidak menjamin adanya
pertumbuhan yang tinggi di sektor-sektor non pertanian dalam negeri.
Kedua, teknologi yang digunakan di sektor pertanian menentukan tinggi rendahnya
tingkat mekanisasi atau modernisasi sektor tersebut. Permintaan terhadap
barang-barang produksi dari sektor pertanian tradisional lebih kecil dibandingkan permintaan
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
c. Kontribusi Faktor-faktor Produksi
Faktor produksi yang dapat dialihkan dari sektor pertanian ke sektor-sektor non
pertanian tanpa harus mengurangi produktivitas di sektor pertanian adalah tenaga
kerja. Secara teoritis banyaknya tenaga kerja di sektor pertanian tidak akan menurun
sampai suatu titik dimana laju pertumbuhan tenaga kerja di sektor non pertanian
melewati tingkat pertumbuhan tenaga kerja (titik balik).
d. Kontribusi Devisa
Kontribusi sektor pertanian suatu negara terhadap pendapatan devisa adalah lewat
pertumbuhan ekspor dan pengurangan impor negara tersebut atas komoditi-komoditi
pertanian. Kontribusi sektor itu terhadap ekspor juga bersifat tidak langsung,
misalnya lewat peningkatan ekspor atau pengurangan impor produk-produk berbasis
pertanian, seperti makanan, minuman, tekstil dan produk-produknya, barang-barang
dari kulit, ban mobil, obat-obatan dan lain-lain.
Namun peranan sektor pertanian sebagai sumber pendapatan devisa dapat berlawanan
dengan perannya sebagai kontributor terhadap pasar domestik. Suplai dari pertanian
ke pasar domestik bisa kecil karena sebagian besar dari hasil produksi sektor tersebut
diekspor. Dengan kata lain usaha untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri bisa
menjadi suatu faktor penghambat bagi pertumbuhan ekspor. Untuk menghindari
gejala trde-off ini, maka ada dua hal yang perlu dilakukan di sektor pertanian, yakni
menambah kapasitas produksi di satu pihak dan meningkatkan daya saing
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
2.2.2. Keterkaitan Terhadap Sektor Pertanian
Keterkaitan produksi antara sektor pertanian dengan sektor-sektor lain dapat
dianalisis dengan memakai metodologi input-output (I-O). Keterkaitan produksi
menunjukkan ketergantungan dalam proses produksi antara satu sektor dengan sektor
lain.
Dalam bentuk keterkaitan ekonomi, sektor pertanian mempunyai tiga fungsi
utama. Pertama, sebagai sumber investasi di sektor-sektor non pertanian. Surplus
uang di sektor pertanian menjadi sumber dana investasi di sektor-sektor lain. Kedua,
sebagai sumber bahan baku atau input bagi sektor-sektor lain, khususnya agroindustri
dan sektor perdagangan. Ketiga, melalui peningkatan permintaan di pasar output
dimana output pertanian sebagai sumber diversifikasi produksi di sektor-sektor
ekonomi lainnya. Berdasarkan uraian ini dapat diprediksi apabila sektor pertanian
mengalami stagnasi, kerugian yang dihadapi ekonomi domestik akan sangat besar
akibat industri dan sektor lain yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan
pertanian juga mengalami stagnasi karena tiga fungsi dari pertanian tersebut.
2.2.3. Keterkaitan Pertanian dengan Industri Pengolahan
Ada beberapa alasan kenapa sektor pertanian yang kuat sangat esensial dalam
proses industrialisasi di negara Indonesia, yakni:
1. Sektor pertanian yang kuat berarti ketahanan pangan terjamin, dan ini
merupakan salah prasyarat penting agar proses industrialisasi pada khususnya dan
pembangunan ekonomi pada umumnya bisa terus berlangsung. Ketahanan pangan
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
2. Dari sisi permintaan agregat, pembangunan pertanian yang baik membuat
tingkat pendapatan riil perkapita di sektor tersebut tinggi merupakan salah satu
sumber permintaan terhadap barang-barang non makanan, terutama produk-produk
industri. Ini merupakan keterkaitan konsumsi atau peningkatan pendapatan di
sektor pertanian membuat permintaan akhir terhadap output di sektor industri juga
meningkat.
3. Dari sisi penawaran agregat, pembangunan di pertanian merupakan salah satu
sumber input bagi industri pengolahan.
4. Masih dari sisi penawaran agregat, pembangunan di pertanian dapat
menghasilkan surplus uang (MS) di sektor tersebut yang bisa menjadi sumber
investasi di sektor lain, terutama industri pengolahan. Ini disebut keterkaitan
investasi, pertumbuhan output pertanian menghasilkan dana investasi bagi
sektor-sektor lain.
Pembahasan teori mengenai keterkaitan ekonomi antar pertanian dan industri, dan
studi-studi kasus di negara-negara Afrika, Asia, dan Amerika Latin yang
membuktikan betapa pentingnya pertanian bagi pertumbuhan produksi di industri.
Studi tersebut menunjukkan bahwaketerkaitan antar kedua sektor tersebut didominasi
oleh efek keterkaitan pendapatan, bukan efek keterkaitan produksi, dan sangat sedikit
bukti mengenai keterkaitan investasi. Oleh karena itu pertanian memerankan suatu
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
2.2.4. Pertanian sebagai Sektor Pemimpin
Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional tidak hanya diukur
dari kontribusinya terhadap pertumbuhan PDB atau pendapatan nasional, kesempatan
kerja, dan salah satu sumber pendapatan devisa negara, tetapi potensinya juga harus
dilihat sebagai salah satu motor penggerak pertumbuhan output dan diversifikasi
produksi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Dalam hal ini pertanian disebut sektor
“pemimpin”. Artinya semakin besar ketergantungan dari pada pertumbuhan output di
sektor-sektor ekonomi lain terhadap pertumbuhan output di sektor pertanian semakin
besar pula peran peran pertanian sebagai sektor pemimpin.
Konsep dasar dari pentingnya pertanian sebagai sektor pemimpin di dalam
pembangunan ekonomi nasional dapat dilihat dalam pernyataan dari Simatupang dan
Syafa’at (2000) sebagai berikut: Sektor andalan perekonomian adalah sektor yang
memiliki ketangguhan dan kemampuan tinggi. Sektor andalan merupakan tulang punggung (backbone) dan mesin penggerak perekonomian (engine of growth) sehingga dapat pula disebut sebagai sektor kunci atau sektor pemimpin (leading sector) perekonomian nasional.
Menurut mereka ada lima syarat yang harus dilihat sebagai kriteria dalam
mengevaluasi pertanian sebagai sektor kunci dalam perekonomian nasional. Kelima
syarat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Strategis, dalam arti esensial dan besar kontribusinya dalam mewujudkan
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
(PDB), kesempatan kerja, peningkatan devisa negara, pembangunan ekonomi
daerah, dan sebagainya.
2. Tangguh, yang berarti unggul dalam persaingan baik dalam negeri maupun di
pasar global dan mampu menghadapi gejolak ekonomi, politik maupun alam.
Pertanian sebagai sektor andalan harus memiliki keunggulan kompetitif, berbasis
pada kemampuan sendiri (domestik) atau kemandirian dan dapat menyesuaikan
terhadap perubahan lingkungan strategis (sosial, ekonomi, politik, alam).
3. Artikulatif, yang artinya pertanian sebagai sektor andalan harus memiliki
kemampuan besar sebagai dinamisator dan fasilitator bagi pertumbuhan output di
sektor-sektor ekonomi lainnya dalam suatu spektrum yang luas.
4. Progresif, yang berarti pertanian dapat tumbuh secara berkelanjutan tanpa
menimbukan efek-efek negatif terhadap kualitas lingkungan hidup. Hanya jika
output pertanian tumbuh positif dan berkelanjutan, sektor tersebut dapat berfungsi
sebagai motor pertumbuhan bagi perekonomian nasional.
5. Responsif, yang berarti pertanian sebagai sektor andalan mampu memberi respons
yang cepat dan besar terhadap setiap kebijaksanaan pemerintah.
2.3. Pembangunan Pertanian
2.3.1. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian
Paradigma dalam pembangunan pembangunan pertanian pada masa
mendatang ini dan yang perlu mendapatkan perhatian para perencana dan pelaksana
pembangunan pertanian adalah sebagai berikut:
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
Para perencana dan pelaksana pembangunan pertanian di daerah perlu diberikan
wewenang yang lebih luas dalam merencanakan daerahnya, karena mereka lebih
mengetahui potensi dan kendala daerahnya. Karena aparat perencana di daerah ini
umumnya relatif masih lemah, maka bantuan tenaga ahli perguruan tinggi sebaiknya
perlu dilibatkan. Untuk menguatkan pendapat ini tampaknya peranan instansi di
daerah sudah waktunya mulai diperbesar. Misalnya paket Kebijaksanaan Penerintah
Tanggal 23 Oktober 1993 tentang ekspor-impor, tarif bea masuk dan tata niaga
impor, penanaman modal, perizinan, dan AMDAL.
b. Pendekatan Komoditas ke Sumber Daya
Para perencana dan pelaksana pembangunan pertanian sekarang sebaiknya tidak
boleh lagi berpikir parsial tetapi harus berpikir holistik. Pendekatannya bukan
bagaimana semata-semata produksi komoditas pertanian tertentu harus dicapai
(misalnya pendekatan target produksi) tetapi harus pula memikirkan pengaruh
kenaikan produksi tersebut ke aspek kehidupan lainnya misalnya bagaimana
pengolahannya, pemasarannya, pengaruhnya terhadap eksistensi komoditas lain,
multiplier effect-nya terhadap smber daya setempat dan sebagainya. Oleh karena itu
pendekatan sumber daya ini pada sasarannya diarahkan pada bagaimana optimalisasi
pemanfaatan sumber daya agar pembangunan pertanian dapat berhasil bersamaan
dengan pembangunan sektor ekonomi yang lain. Berdasarkan konsep ini, maka
pendekatan agribisnis perlu dikembangkan. Dengan dibentuknya Badan Agribisnis di
Departemen Pertanian diharapkan pendekatan agribisnis ini dapat dikembangkan
dengan baik. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya ini baik itu inefisiensi di bidang
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
c. Berasal Dari Peningkatan Pendapatan Petani ke Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan
Pendapatan petani kecil juga berasal dari kegiatan non pertanian dan karena
pendapatan masyarakat pedesaan sebagian besar juga didasarkan pada pendapatan
yang berkaitan dengan kegiatan di sektor pertanian dan sejenisnya, maka orientasi
pembangunan pertanian tidak lagi memperhatikan petani saja tetapi juga perlu
memperhatikan mesyarakat pedesaan secara luas. Karena petani di pedesaan
khususnya petani kecil sangat bergantung dari pendapatan di sektor non pertanian
sehingga kaitan keberhasilan sektor pertanian dan sektor non pertanian di pedesaan
menjadi sangat kental, maka memperhatikan petani tanpa memperhatikan masyarakat
di sekitarnya adalah kurang seperti yang diharapkan.
d. Berasal Dari Pendekatan Skala Subsistensi ke Skala Komersil
Pembangunan pertanian perlu memperhatikan skala usaha. Petani kecil perlu
diarahkan berusaha tani pada skala usaha yang menguntungkan (Soekartawi, 1989c,
1991c). Membahas pengertian sakala ekonomi, baik skala usaha besar seperti Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau
perusahaan swasta berskala besar, maupun skala usaha kecil seperti kebanyakan
usaha tani rakyat di Imdonesia, tentu tidak terlepas dari kaidah efisiensi. Secara
makro , pengertian efisiensi dikaitkan dengan efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomi.
Sedangkan secara mikro, efisiensi dapat dibedakan menjadi efisiensi antar sektor
yaitu bagaimana sumber daya pertanian dan non pertanian dapat dialokasikan
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
mengalokasikan sumber daya yang optimal dalam sektor pertanian itu sendiri
(Johnson, 1998).
e. Dari Pendekatan Padat Karya ke Penggunaan Alat atau Mesin
Selama ini perlunya penggunaan pendekatan padat karya selalu dijadikan alasan
dalam kegiatan agribisnis agar kegiatan tersebut dapat menyerap tenaga kerja. Namun
tidak disadari bahwa padat karya saja tanpa menggunakan alat atau mesin, maka
agribisnis tersebut tidak akan menghasilkan produk yang mempunyai keunggulan
komparatif. Oleh karena itu perlu dicari bagaimana alat dan mesin yang dipakai dan
sekaligus masih mampu menyerap tenaga kerja. Teknologi yang dipilih tentunya
harus mempunyai persyaratan tertentu dan tidak asal alat atau mesin, yang diharapkan
adalah teknologi yang memenuhi beberapa hal seperti: mampu menghemat sumber
daya, mampu menghemat penggunaan sarana produksi, mampu meningkatakan
produktivitas kerja, dan mampu memperbaiki efisiensi pemasaran.
f. Dari Pendekatan Komoditi Primer ke Komoditi yang Mempunyai Nilai tambah Tinggi
Salah satu cara untuk menigkatkan nilai tambah adalah melaksanakan diversifikasi.
Untuk itu aspek diversifikasi menjadi penting, apakah itu diversifikasi horizontal atau
vertikal. Para perencana dan pelaksana pembangunan pertanian perlu bekerka keras
untuk menganjurkan komoditi apa yang mempunyai nilai tambah lebih itu. Perlu
diingat karena produk pertanian itu spesifik, maka perwilayahan komoditi yang
disesuaikan dengan daya dukung sumber daya yang ada.
Diversifikasi vertikal dapat diartikan sebagai upaya penganekaragaman produk
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
dasarnya adalah penganekaragaman usaha tani dengan cara mengintrodusir berbagai
cabang usaha tani agar produknya mempunyai nilai tambah yang tinggi.
g. Dari Pendekatan “Tarik Tambang” ke “Dorong Gelombang”
PERHEPI (1989a&b) pernah melontarkan gagasan pendekatan ini. Selama PJP-I teori
“tarik tambang” ini populer sekali, yaitu investasi diarahkan di daerah yang
mempunyai potensi, dikembangkan sehingga muncul daerah tertentu yang
berkembang cepat tetapi daerah lain tertinggal. Model ini akhirnya justru ditengarai
memperlebar ketimpangan dan karena pendekatan tersebut, perlu diikuti dengan
kebijakan investasi “dorong gelombang” yang maksudnya daerah tertinggal perlu
didorong untuk berkembang agar dapat mengikuti daerah yang lebih maju. Dengan
cara investasi dorong gelombang diharapkan pendapatan masyarakat antar daerah
atau antar lapisan masyarakat menjadi lebih baik. Dengan pendekatan ini, maka setiap
tempat baik itu daerah yang mempunyai potensi tinggi, sedang atau kurang,
memperoleh kesempatan yang sama untuk dikembangkan bersama-bersama.
h. Dari Pendekatan Peran Pemerintah yang Dominan ke Peran Masyarakat yang Lebih Besar
Partisipasi masyarakat perlu terus ditingkatkan pada proyek-proyek pembangunan
pertanian pada masa mendatang. Bila pendekatan ini berhasil, maka beban
pemerintah dalam pembangunan akan semakin berkurang.
Jika diperhatikan, maka terlihat bahwa memang diperlukan reorientasi pendekatan
pembangunan pertanian. Perubahan dari agraris menjadi industri sudah kian menjadi
kenyataan. Konsep perubahan ini telah banyak diulas oleh peneliti-peneliti, antara
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
karena konsekuensi logis dari derasnya industrialisasi. Pengalaman di negara maju
pun serupa, hanya saja yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai perubahan yang
terjadi ini menjadi pembangunan di masing-masing sektor menjadi stagnasi. Oleh
karena itu diperlukan upaya-upaya khusus untuk mengantisipasinya. Reorientasi
pembangunan pertanian yang didasarkan pada paradigma pembangunan ini perlu
dilakukan secara bertahap dan berencana.
2.3.2. Syarat-syarat Pembangunan Pertanian
Untuk keberhasilan suatu pembangunan pertanian diperlukan beberapa syarat
atau pra-kondisi yang untuk tiap-tiap negara atau daerah berbeda-beda. Pra-kondisi
ini meliputi bidang-bidang teknis, ekonomis, social budaya dan lain-lain. Tetapi
sector industry secara simultan memproduksi sarana-sarana produksi serta alat-alat
untuk meningkatkan produksi pertanian. Peningkatan hasil-hasil produksi pertanian
mendapat pasaran baik di kota. Pemerintah disamping mengadakan
investasi-investasi dalam prasarana berupa jalan-jalan ekonomi dan bangunan-bangunan irigasi
memberikan pula penyuluhan-penyuluhan kepada petani dan organisasi-organisasi
petani mengenai berbagai penemuan teknologi baru. Dengan demikian maka iklim
yang baik diciptakan untuk merangsang kegiatan membangun seluruh sector
pertanian.
Dalam buku A.T Mosher analisa lebih mendalam atas sepuluh syarat-syarat
mutlak dan syarat-syarat pelancar berdasarkan pengalaman pembangunan pertanian
di negara kita, membawa kita pada kesimpulan bahwa sebenaranya iklim
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
dengan pelaksanaan Repelita mulai 1969/1970 yang secara tegas member prioritas
pada sektor pertanian.
2.3.3. Pendekatan-pendekatan Pembangunan Pertanian
Ada beberapa pendekatan yang dilakukan dalam upaya pelaksanaan
pembangunan pertanian, yakni:
a) Program Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) Sektor Pertanian
Bagi Negara-negara sedang berkembang, pembangunan pertanian pada abad-21
bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan juga harus
mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang akan menunjang sistem
tersebut. Peningkatan sumber daya manusia disini tidak dibatasi maknanya dalam
artian peningkatan produktivitas mereka saja, namun yang tidak kalah penting adalah
untuk meningkatkan kemampuan para petani agar dapat lebih berperan dalam
berbagai proses pembangunan.
Selama ini masalah produktivitas pertanian di negara-negara sedang berkembang
selalu didekati dengan pendekatan ekonomi. Berbagai program, misalnya program
kredit bagi petani, telah diciptakan oleh pemerintah negara-negara yang sedang
berkembang untuk mendorong petani agar meningkatkan produktivitas mereka. Akan
tetapi, program-program itu belum mampu memecahkan masalah tersebut secara
tuntas. Produktivitas petani tetap rendah, dan kalaupun meningkat maka peningkatan
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
Hal ini menyebabkan orang meragukan pendapat yang menyederhanakan masalah
produktivitas hanya sebagai masalah insentif. Di samping merupakan masalah
insentif ekonomi, masalah rendahnya produktivitas juga merupakan masalah
kurangnya insentif politik dalam artian tersumbatnya partisipasi petani dalam proses
pengambilan keputusan yang menyangkut pembangunan nasional pada umunya, dan
pembangunan pertanian disebabkan oleh tidak adanya suatu organisasi yang
memiliki kekuatan politik untuk memperjuangkan kepentingan petani di forum
nasional, di negara-negara yang sedang berkembang. Di samping itu, rendahnya
produktivitas juga disebabkan oleh adanya ketimpangan dalam pemilikan tanah.
Atas dasar pertimbangan di atas, maka peningkatan sumber daya manusia dalam
sektor pertanian tidak hanya diarahkan pada peningkatan produktivitas petani, namun
harus diarahkan pula pada peningkatan partisipasi politik petani dalam setiap proses
pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka, melalui organisasi
petani yang mandiri. Dengan kata lain, suatu sistem pertanian yang berkelanjutan
harus didukung sebuah organisasi petani yang mandiri dan mempunyai kekuatan
politik yang dapat memperjuangkan aspirasi kaum tani. Hal ini berarti bahwa
pembangunan harus pula mengemban misi mendemokratisasikan lingkungan sosial,
politik, dan ekonomi nasional pada umunya, khususnya pada tingkat masyarakat
pertanian. Dalam kaitannya dengan demokratisasi sistem politik, sosial, dan ekonomi
tersebut, maka land reform merupakan bagian integeral dari suatu model
pembangunan pertanian pada abad-21.
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
Peranan pemerintah dalam pembangunan pertanian menyangkut hal-hal sebagai
berikut:
1. Kebijaksanaan Pertanian
Kebijaksanaan pertanian yang lebih spesfik meliputi berbagai bidang yang penting
diantaranya adalah:
a) Kebijaksanaan harga
Kebijaksanaan harga ini merupakan kebijaksanaan terpenting di banyak negara dan
biasanya digabung dengan kebijaksaan pendapatan sehingga disebut kebijaksanaan
harga dan pendapatan (price and income policy). Segi harga dari kebijaksanaan itu
bertujuan untuk mengadakan stabilisasi harga, sedangkan dari segi pendapatannya
bertujuan agar pendapatan petani tidak terlalu berfluktuasi dari musim ke musim dan
dari tahun ke tahun. Kebijaksanaan harga dapat mengandung suatu pemberian suatu
penyangga (support) atas harga-harga hasil pertanian supaya tidak terlalu merugikan
petani atau langsung mengandung sejumlah subsidi tertentu bagi petani. Secara
teoritis kebijaksanaan harga dapat dipakai mencapai tiga tujuan yaitu:
1. Stabilisasi harga hasil-hasil pertanian terutama pada tingkat petani
2. Meningkatkan pendapatan petani melalui perbaikan dasar tukar (term of
trade)
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
b) Kebijaksanan pemasaran
Untuk melindungi petani produsen, pemerintah dapat mengeluarkan
kebijaksanaan-kebijaksanaan khusus dalam kelembagaan perdagangan dengan tujuan yang sama,
tetapi dengan tekanan pada perubahan mata rantai pemasaran dari produsen ke
konsumen, dengan tujuan utama untuk memperkuat daya saing petani. Masalah yang
dihadapi di negara kita adalah kurangnya kegairahan berproduksi pada tingkat petani,
tidak ada keinginan untuk mengadakan penanaman baru dan usaha-usaha lain untuk
menaikkan produksi karena persentase harga yang diterima oleh petani relatif rendah
dibandingkan dengan bagian yang diterima golongan-golongan lain. Badan-badan
pemasaran yang dibentuk dimaksudkan untuk memberikan jaminan harga minimum
yang stabil pada petani.
c) Kebijaksanaan struktural
Kebijaksanaan struktural dalam pertanian dimaksudkan untuk memperbaiki struktur
produksi misalnya luas pemilikan tanah, pengenalan dan pengusahaan alat-alat
pertanian yang baru dan perbaikan prasarana pertanian pada umumnya baik prasarana
fisik maupun sosial ekonomi. Kebijaksanaan struktural ini hanya dapat terlaksana
dengan kerjasama yang erat dari beberapa lembaga pemerintah. Perubahan struktur
yang dimaksud disini tidak mudah mencapainya dan biasanya memakan waktu yang
lama karena sifat usaha tani yang tidak saja merupakan unit usaha ekonomi tetapi
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
2. Diversifikasi Pertanian
Pada dasarnya yang dimaksud dengan diversifikasi atau penganekaragaman pertanian
adalah usaha untuk mengganti atau meningkatkan hasil pertanian yang monokoultur
(satu jenis tanaman) ke arah pertanian yang bersifat multikultur (banyak macam).
Diversifikasi yang demikian disebut diversifikasi horizontal. Disamping itu dikenal
pula diversifikasi vertical yaitu usaha untuk memajukan industri-industri pengolahan
hasil-hasil pertanian yang bersangkutan.
Salah satu pertimbangan utama dari usaha diversifikasi adalah stabilisasi dalam
pendapatan pertanian dan menghindarkan ketergantunagan pada satu atau dua jenis
komoditi saja. Keputusan untuk mengadakan diversifikasi harus didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan harapan harga, permintaan, dan penawaran. Keputusan
untuk mengadakan diversifikasi memerlukan perhitungan untung-rugi yang tidak
mudah. Keuntungan-keuntungan yang mungkin didapat dari diversifikasi dapat
dibagi empat yaitu dari segi permintaan, penawaran, nutrisi, dan tujuan
pembangunan. Dari segi permintaan, kenaikan dapat diharapkan baik dalam negeri
maupun luar negeri selama tanaman diversifikasi benar-benar mempunyai elastisitas
pendapatanyang lebih besar. Dari segi penawaran, diversifikasi dapat mendatangkan
kenaikan pendapatan pada petani karena sistem tumpang sari atau pertanian
campuran semuanya dapat dilakukan pada tanah yang sama. Juga bagi pemerintah
diversifikasi dapat mengurangi beban untuk mengadakan pengawasan produksi atas
komoditi yang berlebihan. Pada waktu yang bersamaan produksi tanaman-tanaman
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
penduduk dapat naik. Akhirnya dari segi tujuan pembangunan pembangunan
ekonomi keseluruhan, diversifikasi sangat bermanfaat.
3. Perencanaan Pembangunan
Perencanaan pertanian adalah proses memutuskan apa yang hendak dilakukan oleh
pemerintah mengenai tiap kebijaksanaan dan kegiatan yang mempengaruhi
pembangunan pertanian selama jangka waktu tertentu. Perencanaan pertanian yang
dilakukan pemerintah adalah menyangkut rencana kebijaksanaan produksi yang
berhubungan dengan kebijaksanaan pertanian serta perencanaan nasional bidang
pertanian dengan memperhatikan kondisi daerah.
b) Agribisnis dan Agroindustri
Agribisnis mampu dipakai sebagai salah satu pendekatan dari pembangunan
pertanian di Indonesia yang disebabkan karena peran agribisnis yang mampu
meningkatkan pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja, ekspor, pertumbuhan
industry yang lain, dan meningkatkan nilai tambah. Disamping itu juga memiliki
keterkaitan tehadap pengembangan sumber daya manusia (SDM), pembangunan
berwawasan lingkungan, serta wilayah pembangunan pertanian.
Agroindustri adalah suatu satu cabang industri yang mempunyai kaitan erat dan
langsung dengan pertanian. Apabila pertanian diartikan sebagai proses yang
menghasilkan produk petanian di tingkat primer, maka kaitannya dengan industri
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
Beberapa pengelompokan peranan agroindustri dalam proses pembangunan nasional
dapat diuraikan sebagai berikut: (Soeharjo, 1991)
1. Agrobisnis sebagai pioner yang didukung oleh sektor pertanian;
2. Agroindustri sebagai pendorong ekspor hasil pertanian;
3. Agroindustri untuk subsitusi impor;
4. Pemanfaatan potensi permintaan keluarga tani;
5. Penyesuaian peawaran sektor pertanian;
6. Pengembangan agroindustri sebagai penampung diversifikasi dan transformasi
struktur perekonomian;
7. Agroindustri penggerak pembangunan desa.
c) Orientasi Ekspor Sektor Pertanian
Dalam setiap perencanaan tentang pembangunan, pertanian selalu ditekankan baik
oleh pemerintah maupun pakar ekonomi pertanian di negara-negara berkembang.
Salah satu alasan adalah sektor pertanian harus mampu menyumbang devisa negara.
Selain itu terdapat suatu asumsi bahwa ekspor dapat meningkatkan kehidupan petani.
Namun dalam era liberisasi ekonomi, masalahnya tidak sesederhana yang
digambarkan di atas. Kuatnya teori atau logika yang mendasari pendapat bahwa
sektor pertanian harus mampu menyumbang devisa, menurut Vandana Shiva (1996)
dapat mengarah pada suatu keharusan bagi negara-negara yang sedang berkembang
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
2.3.4. Tujuan Pembangunan Pertanian
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dijelaskan bahwa pembangunan
pertanian diarahakan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien, dan tangguh.
Pengertian maju, efisien, dan tangguh dalam ekonomi pertanian mencakup
konsep-konsep mikro dan makro yaitu bagi sektor pertanian sendiri maupun dalam
hubungannya dengan sektor-sektor lain di luar pertanian, misalnya industri,
transportasi, perdagangan, dan keuangan.
Selanjutnya pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan hasil dan mutu
produksi, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, peternak, nelayan,
memperluas lapangan kerja dan kesempatan kerja, menunjang pembangunan industri
serta meningkatkan ekspor. Untuk itu semua dilanjutkan dan ditingkatkan
usaha-usaha diversifikasi, intensifikasi, dan enkstensifikasi, serta rehabilitasi tanah-tanah
kritis.
2.4. Ekspor
2.4.1. Teori Mengenai Ekspor
Ekspor adalah barang-barang atau komoditi yang diperdagangkan di luar negeri dan
mengharapkan pembayaran dalam valuta asing juta Dollar US. Ekspor merupakan
salah satu elemen Neraca Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran yang
selalu diikuti dengan perkembangan impor yakni barang-barang atau komoditi dari
luar negeri yang diperdagangkan di dalam negeri.
Aktivitas ekspor maupun impor timbul karena adanya perbedaan produktivitas
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
menguntungkan. Perdagangan internasional memungkinkan spesialisasi dan
pembagian kerja yang lebih efisisen disbanding dengan hanya mengandalkan
produktivitas domestik saja. Diversifikasi atau keanekaragaman kondisi produksi
merupakan alasan mendasar setiap negara untuk terlibat dalam perdagangan
internasional. Sementara alasan yang paling utama dalam perdagangan internasional
adalah prinsip keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh Ricardo. Prinsip
tersebut mengatakan bahwa perdagangan antar dua wilayah secara absolut lebih
produktif atau kurang poduktif dibanding wilayah lain pada suatu komoditi.
Keunggulan yang besar akan diperoleh bila suatu negara berspesialisasi pada
bidang yang mempunyai keunggulan komparatif, mengekspor produk tersebut dan
menukarkannya dengan produk negara lain yang di negaranya mempunyai
keunggulan komparatif. Prinsip keunggulan komparatif juga dapat diterapkan pada
banyak barang atau banyak negara.
2.4.2. Ekspor Hasil Pertanian
Setelah krisis minyak melanda perekonomian dunia pada dekade 1970-1980an, maka
pemerintah Indoesia berusaha untuk keluar dari krisis tersebut. Berbagai cara telah
dilakukan diantaranya melalui kebijaksanaan yang lebih dikenal dengan istilah
deregulasi dan debirokratisasi. Di bidang industri (khususnya industri yang
berorientasi ekspor) juga dilaksanakan penyesuaian-penyesuaian yaitu dari strategi
industri substitusi impor menuju strategi industri yang berorientasi pada pasar global.
Setelah dikeluarkan kebijaksanaan di kegiatan perbankan, maka seterusnya
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
oleh pemerintah. Hasilnya dapat dilihat dari naiknya nilai ekspor dan bergesernya
posisi ekspor minyak dan gas (migas) yang semula mendominasi nilai ekspor
Indonesia digantikan oleh ekspor migas sejak tahun 1986/1987. Ekspor
non-migas yang cemerlang sejak tahun 1986/1987 terus diikuti dengan terus menaiknya
jumlah nilai ekspor yang berasal dari produk pertanian.
Seperti dijelaskan sebelumnya, volume dan nilai ekspor hasil pertanian terus
meningkat. Bila ekspor hasil pertanian diperinci menurut subsektor, maka ekspor
hasil perkebunan menduduki urutan pertama yang diikuti ekspor hasil perikanan,
tanaman pangan dan peternakan.
Beberapa variabel penting yang erat berpengaruh terhadap masa depan ekspor
hasil pertanian adalah:
a) Situasi ekonomi internasional. Akibat situasi yang kurang stabil di Timur Tengah
dan Eropa mendorong pasar dunia beralih ke kawasan Asia Pasifik.
b) Proteksionisme dari negara-negara maju. Karena volume ekspor Indonesia untuk
tiap komoditi adalah relatif kecil, maka pemerintah perlu berhati-hati dalam
mengantisipasi gejala proteksionisme negara-negara maju.
c) Perubahan kebijaksanaan organisasi perdagangan dunia seperti ICO (kopi), ICCO
(cacao), termasuk pemanfaatan perundingan GATT dan sebagainya.
d) Sistem globalisasi yang timbul karena pengaruh semakin majunya teknologi
informasi cenderung memperpendek jarak antar suatu bangsa dan lainnya, antara
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
adalah perlunya profesionalisme dan meningkatkan daya saing produk-produk
dalam negeri.
Disamping masalah-masalah internasional yang mempengaruhi peluang ekspor hasil
pertanian, maka variabel yang berasal dari dalam negeri juga tidak kalah pentingnya,
antara lain:
1) Situasi politik dan keamanan yang stabil. Kondisi politik dan keamanan yang
stabil akan mendorong situasi yang kondusif untuk melakukan ekspor.
2) Produktivitas nasional yang semakin baik. Bila produktivitas nasional meningkat
maka produksi meningkat dan peluang ekspor dimungkinkan terus meningkatkan.
3) Deregulasi dan debirokratisasi. Sektor-sektor ekonomi yang belum tersentuh oleh
kebijaksanaan ini masih memungkinkan untuk memberikan peluang meningkatkan
ekspor.
2.5. Pengeluaran Pemerintah
2.5.1. Teori Pengeluaran Pemerintah
Teori makro mengenai pengeluaran pemerintah dikemukakan oleh para ahli ekonomi
dan dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu:
a. Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Model ini dikembangkan oleh W.W. Rostow dan R.A. Musgrave yang
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
yang dibedakan atas tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal
perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi
besar sebab pada tahap ini pemerintah darus menyediakan prasarana, seperti
pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi, dan sebagainya. Pada tahap menegah
pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi agar data tinggal landas, namun pada tahap ini peranan
investasi swasta sudah semakin penting.
Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah, hal ini berkaitan dengan
peranan swasta yang semakin besar banyak menimbulkan kegagalan pasar sehingga
pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih
banyak dan kualitas yang lebih baik.
Musgrave berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta
dalam persentase terhadap GNP semakin besar dan persentase investasi pemerintah
dalam persentase GNP akan semakin kecil. Teori perkembangan peranan pemerintah
yang dikemukakan oleh Musgrave dan Rostow adalah suatu pandangan yang
ditimbulkan dari pengamatan berdasarkan pembangunan ekonomi yang dialami oleh
banyak negara, tetapi tidak didasarkan oleh suatu teori tertentu. Selain itu tidak jelas
apakah tahap petumbuhan ekonomi terjadi dalam tahap demi tahap atau beberapa
tahap dapat terjadi secara simultan.
b. Hukum Wagner
Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
negara-negara Eropa, Amerika, dan Jepang pada abad-19. Wagner mengemukakan
pendapatnya dalam bentuk suatu hukum, akan tetapi dalam pandangan tersebut tidak
dijelaskan apa yang dimaksud dengan pertumbuhan pengeluaran pemerintah dan
GNP, apakah dalam pengertian pertumbuhan secara relatif ataukah absolut. Apabila
yang dimaksud Wagner adalah perkembangan pengeluaran pemerintah secara relatif
sebagaimana teori Musgrave, maka hukum Wagner adalah sebagai berikut: Dalam
suatu perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat.
Wagner menyadari bahwa dengan bertumbuhnya perekonomian hubungan antara
industri dengan industri, hubungan industri dengan masyarakat dan sebagainya
semakin rumit dan kompleks. Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa peranan
pemerintah menjadi semakin besar, yang terutama disebabkan karena pemerintah
harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum pendidikan,
rekreasi, kebudayaan dan sebagainya.
Kelemahan hukum Wagner adalah hukum tersebut tidak didasarkan pada suatu teori
mengenai pemilihan barang-barang publik. Wagner mendasarkan pandangannya
dengan suatu teori yang disebut teori organisasi mengenai pemerintah (organic theory
of the state) yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak,
terlepas dari anggota masyarakat lainnya.
c. Teori Peacock dan Wiseman
Peacock dan Wiseman mengemukakan pendapat lain dalam menerangkan perilaku
Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009
penerimaan-pengeluaran”. Pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya
dengan mengandalkan penerimaan dari pajak. Padahal masyarakat tidak menyukai
pembayaran pajak yang kian besar. Menurut kedua ahli ini, perkembangan ekonomi
menyebabkan pungutan pajak meningkat meskipun tarif pajaknya mungkin tidak
berubah , pada gilirannya mengakibatkan pengeluaran pemerintah meningkat pula.
Dalam keadaan normal, kenaikan pendapatan nasional menaikkan pula baik
penerimaan maupun pengeluaran pemerintah. Apabila keadaan normal terganggu,
katakanlah karena perang atau eksternalitas lain, maka pemerintah terpaksa harus
memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan dimaksud. Konsekuensinya,
timbil tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak lebih besar. Pungutan pajak
yang lebih besar menyebabkan dana swasta untuk investasi dan modal kerja menjadi
berkurang. Efek ini disebut efek penggantian (displacement effect). Ponsulat yang
berkenaan dengan efek ini menyatakan gangguan sosial dan perekonomian
menyebabkan aktivitas swasta digantikan oleh aktivitas pemerintah.
Pengatasan gangguan acapkali tidak cukup dibiayai semata-mata dengan pajak
sehingga pemerintah mungkin harus meminjam dana dari luar negeri. Setelah
gangguan teratasi, muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga.
Pengeluaran pemerintah pun kian membengkak karena kewajiban baru tersebut.
Akibat lebih lanjut ialah pajak tidak turun kembali ke tingkat semula meskipun
ganguan telah usai.
Jika pada saat terjadi gangguan sosial dalam perekonomian timbul efek penggantian,
maka sesudah gangguan berakhir timbul pula efek lain yang disebut efek inspeksi