• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sentralistik Kekuasaan di Nagori Tiga Ras Periode

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sentralistik Kekuasaan di Nagori Tiga Ras Periode"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Sentralistik Kekuasaan di Nagori Tiga

Ras Periode 2008-2015

NOVELLI GIRSANG

Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan, Jl. Dr. Sofyan No.1 Medan, 20155, Telepon/ HP: 087768472150,

Email: novelligirsang@yahoo.com

Diterima tanggal 9 Juni 2015/Disetujui tanggal 14 Agustus 2015

This study tries to observehow the political relations between Panguluas an executive agency-with Maujana Nagorias a legislative agency at the level of Nagori. Precisely political relation of pangulu and Maujana in Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Sima-lungun 2008-2015 Period. It focus on discussing about what thecauses of thepower centralized in Nagori Tiga Ras.The findings of the study is there are six important things tobe themain cause of power centralizedin Nagori Tiga Ras. First, the lack of human resources; Second, the-lack of Maujana Nagori’s understanding about their responsibilities; Third, the difficulty of ad-just ment to the new regulations; Forth, maujanaNagori’ssalaries is low; Fifth,the strong cul-ture of family and; Sixth, the influences feudal cultural. This research method is qualitative re-search with descriptive method, where thedescriptive rere-searchis ameans usedtosolve theexisting problems based on facts and data available. Data collection techniques performed by the me-thod of direct interview.

Keywords Political relation, Power, Centralization.

Pendahuluan

Negara Indonesia merupakan negara kesa-tuan, dimana didalam negara kesatuan dapat dibagi menjadi dua bentuk, yang pertama ia-lah negara kesatuan dalam sistem sentralisasi yaitu segala urusan negara diatur langsung oleh pemerintahan pusat dan daerah tinggal melaksanakan dan yang kedua ialah negara kesatuan dalam sistem desentralisasi yaitu daerah diberi kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri.1

Kekuasaan merupakan masalah sentral yang terdapat didalam setiap negara, hal ini dika-renakan negara merupakan pelembagaan ma-syarakat politik (Polity) paling besar dan

1

Christine S.T, Kansil, C.S.T. Sistem Pemerinta-han Indonesia. (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 32.

memiliki kekuasaan yang otoritatif.2 Sehing-ga didalam neSehing-gara demokrasi untuk meng-hindari terjadinya pemusatan kekuasaan ma-ka perlu dilakuma-kan pembagian kekuasaan (distribution of power).

Era reformasi telah membawa perubahan da-lam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa. Dimana sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menu-rut Undang-Undang dasar 1945 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menye-lenggarakan Otonomi Daerah.3 Dimana

2

Kacung Maridjan. Sistem Politik Indonesia Kon-solidasi Demokrasi Pasca Orde Baru. (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 17.

3

Widjaja. Pemerintahan Desa/Marga Berdasar-kan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 ten-tang Pemerintahan Daerah. Jakarta: PT RajaGra-findo Persada, 2001). hal. 1.

(2)

nomi daerah itu sendiri bertujuan untuk mempercepat pembangunan daerah dan guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Penyelenggaraan pemerintahan di desa diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indo-nesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa yang ditetapkan pada tanggal 30 Desember 2005. Dalam Peraturan Pemerintah dije-laskan susunan organisasi pemerintahan de-sa, yakni Pemerintahan Desa terdiri dari Pe-merintah Desa dan Badan Perwakilan Desa (BPD) untuk mengatur dan mengurus kepen-tingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa atau sebutan lain merupakan satu kesa-tuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk menga-tur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat is-tiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintahan desa me-rupakan pemerintahan terkecil dari penye-lenggaraan pemerintahan daerah, pemerinta-han berhubungan langsung dengan masyara-kat desa, oleh karena itu hubungan yang san-gat menentukan dari berjalannya pemerinta-han daerah ditentukan oleh pemerintapemerinta-han de-sa yaitu kepala dede-sa dan Badan Permusyawa-ratan Desa (BPD) sebagai bagian dari peme-rintahan di desa. Diharapkan dengan adanya pemerintahan didesa ini dapat lebih peka ter-hadap permasalahan yang ada didalam ma-syarakat desa. Kepala desa beserta Badan Permusyawaratan Desa berhak untuk menga-tur masyarakatnya dalam bentuk Peramenga-turan Desa yang telah disepakati bersama- sama masyarakat desa.

Badan Perwakilan Desa adalah lembaga le-gislasi dan pengawasan dalam hal pelaksa-naan peraturan desa, anggaran pendapatan dan belanja desa dan keputusan kepala Desa. BPD berkedudukan sejajar dan menjadi mitra pemerintah desa. BPD merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelengga-raan pemerintahan desa. BPD merupakan lembaga baru di desa pada era otonomi dae-rah di Indonesia. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasar-kan keterwakilan wilayah yang ditetapberdasar-kan dengan cara musyawarah dan mufakat.

Ang-gota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/ diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpi-nan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.

Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan kekuasaan anta-ra Kepala Desa dengan BPD dalam melaksa-nakan penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Dimana pola relasi kekuasaan yang sejajar sebagaimana telah diatur dalam undang-undang, dalam pelaksanaannya diwarnai oleh praktek-praktek hubungan kerja yang kurang harmonis dan menunjukkan kecenderungan terjadinya dominasi Kepala Desa. Wujud konkret dari terjadinya hubungan yang tidak harmonis antara Kepala Desa dengan BPD terlihat dalam proses-proses penyusunan dan penetapan peraturan desa, penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD), pelaksanaan peraturan desa dan pelaksanaan pertanggungjawaban Kepala Desa.

Hubungan kekuasaan elit Pemerintahan Desa yaitu Kepala Desa dengan BPD menunjuk-kan hanya sebatas pada penetapan peraturan desa. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa menjadi otoritas Kepala Desa. BPD (Kekua-saan Legislatif di desa) hanya sebagai lem-baga yang memberikan nasehat terhadap Ke-pala Desa. Dalam hal ini terjadi hegemoni Kepala Desa terhadap BPD yakni dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lain-nya, dengan atau tanpa ancaman kekerasan sehingga ide-ide yang didiktekan oleh ke-lompok dominan terhadap keke-lompok yang didominasi diterima sebagai sesuatu yang wajar yang bersifat moral, intelektual serta budaya.

Dalam suatu hubungan kekuasaan (power re-lationship) selalu ada pihak yang lebih kuat dari pihak lain4. Jadi, selalu ada hubungan tidak seimbang atau asimetris. Dalam melak-sanakan pengelolaan Pemerintahan Desa,

4

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal. 63.

(3)

kuasaan Kepala Desa terlihat lebih menonjol dibandingkan dengan Badan Permusyawara-tan Desa. Dominasi kekuasaan Kepala Desa terlihat dalam pembuatan keputusan atau pe-raturan desa. Dominasi ini terjadi karena adanya persepsi yang salah dan cenderung menyimpang akan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini mengindikasikan adanya pembagian kekua-saan yang tidak merata antara kekuakekua-saan Ke-pala Desa (eksekutif) dengan Badan Permu-syawaratan Desa sebagai lembaga legislatif dalam Pemerintahan Desa.

Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Parda-mean, Kabupaten Simalungun merupakan salah satu wilayah dimana sistem pemerintahan yang diwarnai dengan praktik-praktik yang tidak sesuai juga terjadi. Berda-sarkan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Nagori, istilah desa disebut dengan Nagori, Kepala Desa di-ganti nama dengan Pangulu, sedangkan Ba-dan Permusyawaratan Desa disebut dengan Maujana nagori.

Dalam menjalankan pemerintahan desa Ba-dan Permusyawaratan Desa (lembaga legisla-tif) berkedudukan sejajar dengan kepala desa (lembaga eksekutif). Namun jika dilihat fakta yang ada malah sebaliknya Badan Permu-syawaratan Desa memiliki posisi dibawah Kepala Desa. Tugas yang seharusnya menja-di bagian Badan Permusyawaratan Desa kini telah diambil alih oleh Kepala Desa. Kekua-saan Pangulu yang dominan dalam pemerin-tahan nagori memperlihatkan adanya kekua-saan yang tidak merata dalam struktur peme-rintahan nagori di Nagori Tiga Ras. Sebagai lembaga legislatif di desa, Maujana nagori hanya sebagai lembaga yang memberikan nasehat terhadap Pangulu sedangkan penge-lolaan Pemerintahan nagori lebih banyak di-lakukan oleh Pangulu. Kehadiran maujana nagori sebagai penyeimbang kekuasaan ataupun terwujudnya sistem check and balances dalam kenyataannya hingga saat ini belum dapat terwujud. Berdasarkan latar belakang tersebut akan dibahas faktor penye-bab terjadinya sentralistik kekuasaan di Nagori Tiga Ras.

Metode

Studi ini dilakukan dengan pendekatan politik lokal. Fokusnya membahas tentang faktor penyebab terjadinya sentralistik kekuasaan di Nagori Tiga Ras. Penelitian ini bersifat diskriptif-kualitatif. Pengumpulan data dengan teknik penelitian lapangan yakni wawancara mendalam. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.

Penyelenggaraan Pemerintahan Nagori Tiga Ras

Dalam perda kabupaten simalungun no.13 tahun 2006 tentang pemerintahan nagori dis-ebutkan bahwa “desa” diganti dengan nama “nagori”, “kepala desa” diganti menjadi “pangulu” dengan perangkat nagori yang diganti menjadi “tungkot nagori” yang terdiri dari sekretaris nagori, kaur (yang terdiri dari kaur pembangunan, kaur keuangan, dan kaur pemerintahan), dan kepala dusun yang diganti menjadi “gamot” serta Badan Permu-syawaratan Desa yang diganti nama menjadi “maujana nagori” sebagai unsur penyeleng-garaan pemerintahan nagori. Dalam hal ini pangulu sebagai pimpinan pemerintahan ber-sama dengan maujana nagori sebagai mitra kerja yang sejajar dalam melaksanakan pe-merintahan nagori. Penggunaan istilah ini merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintahan Kabupaten Simalungun untuk menunjukkan ciri khas dari Kabupaten Simalungun dan juga untuk menjaga keutuhan budaya simalungun.5

Pangulu Nagori Tiga Ras merupakan pangu-lu yang dilantik pada periode 2008 hingga 2014 dengan masa jabatan 6 (enam) tahun menggantikan pangulu sebelumnya yang ti-dak mencalonkan kembali. Namun dikarena-kan kendala pemilihan presiden dan legislatif yang baru-baru ini, maka bupati kabupaten simalungun membuat kebijakan bahwa selu-ruh pangulu di kabupaten simalungun diang-kat sebagai pelaksana selama satu tahun hingga 2015.6

5

Wawancara dengan BPMPN Kabupaten Simalungun, April 2015, di Hapoltakan.

6

Wawancara dengan Pangulu, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

(4)

Pemilihan pangulu di kabupaten Simalungun tidak dilakukan secara serentak disetiap na-gori, hal ini berdampak terhadap sistem pe-milihan umum yang tidak teratur, sebagian nagori ada telah 3 (tiga) kali bahkan 4 (em-pat) kali memberlakukan pemilihan umum terhadap pangulu namun ada juga yang ma-sih 2 (dua) kali. Nagori Tiga Ras mama-sih dua kali melakukan sistem pemilihan umum da-lam menetukan pangulu, yakni yang dimulai pada periode 2003 sampai dengan periode 2008 dan pangulu yang sekarang menjabat yang dilantik pada 2008 sampai dengan 2014.

Pemerintah nagori memiliki peranan yang signifikan sebagai pemerintahan terkecil dari penyelenggaraan pemerintahan daerah, pe-merintah nagori berhubungan langsung den-gan masyarakat nagori, oleh karena itu hu-bungan yang sangat menentukan dari berja-lannya pemerintahan daerah ditentukan oleh pemerintahan nagori yaitu pangulu dan maujana nagori sebagai bagian dari pemerin-tahan di nagori.

Pangulu Nagori Tiga Ras tidak memiliki visi dan misi tertulis guna menjadi acuan dalam melaksanakan program-program yang akan dilaksanakan dalam waktu-waktu tertentu, dan terkait tugasnya dalam hal surat menyu-rat. Dalam penyelenggaraan pemerintahan nagori pangulu dibantu oleh tungkot nagori yang terdiri dari sekretaris nagori, kaur (yang terdiri kaur pemerintahan, kaur keuangan dan kaur pembangunan), dan gamot serta bekerja sama dengan mitra kerjanya yakni maujana nagori. Secara umum pemerintah nagori di Nagori Tiga Ras melakukan sebagian dari tugas utamanya yakni dalam melayani ma-syarakat dalam hal administrasi/ surat-menyurat. Dalam hal surat-menyurat di Na-gori Tiga Ras dapat dikatakan berjalan den-gan baik dan dari masyarakat sendiri belum ada yang mengkritik ataupun mengeluh ter-hadap pelayanan surat-menyurat didalam pemerintahan. Meskipun tidak terdapat kan-tor nagori di Nagori Tiga Ras namun tidak menjadi suatu masalah terhadap sistem ad-ministrasi di nagori tersebut. Hal ini dikare-nakan adanya kerja sama yang baik antara pangulu dengan sekretaris nagori dalam mengurus surat-menyurat. Masyarakat yang ingin mengurus surat kepada pemerintah nagori dapat langsung datang ke rumah

se-kretaris nagori dan setelah surat selesai dike-tik oleh sekretaris nagori maka sekretaris nagori sendiri yang mengantar surat tersebut ke rumah pangulu untuk ditanda tangani. Se-hingga butuh satu hari untuk mengurus surat tersebut. Namun dalam hal surat- menyurat cenderung tidak dipersulit oleh pemerintah nagori ataupun dilakukan pungutan atau se-jenisnya, hal ini dikarenakan masih kentalnya kekeluargaan di nagori tersebut.7

Disamping tugas pemerintah nagori untuk melayani masyarakat dalam hal surat-menyurat, kinerja pangulu yang nyata ialah mengumpulkan pungutan seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dalam melakukan tu-gas ini pemerintah nagori sangat baik dalam pelaksanaannya dengan memberdayakan gamot dalam mengutip tagihan Pajak Bumi dan Bangunan. Setiap gamot memiliki tang-gung jawab dalam memungut tagihan Pajak Bumi dan Bangunan dari masyarakat di du-sun masing-masing. Dalam melakukan tang-gung jawabnya gamot dibantu oleh kaur pe-merintahan jika ada kesulitan ataupun masa-lah dalam penagihan Pajak Bumi dan Ban-gunan.

Dalam penagihan Pajak Bumi dan Bangunan pangulu memberikan jangka waktu untuk gamot dalam menyelesaikan tugasnya dalam melakukan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan. Hal ini dilakukan agar penyetoran ke kantor bupati dapat dilakukan tepat waktu. Jika seluruh Pajak Bumi dan Bangunan telah terkumpul, maka pangulu bersama dengan sekretaris nagori bersama-sama menyetor Pa-jak Bumi dan Bangunan dan slip bukti pem-bayaran Pajak Bumi dan Bangunan akan di-berikan kepada masyarakat sesuai dengan nama yang tertera di slip pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.

Disamping itu, mengarahkan gotong royong juga merupakan salah satu tugas pemerintah nagori dalam mewujudkan keharmonisan dan kekeluargaan masyarakat nagori. Dalam proses pelaksanaan gotong royong, sama se-perti dalam proses pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan dimana pangulu bekerja sama dengan gamot. Pangulu hanya

7

Wawancara dengan Gamot Labuhan, Gamot Saragih Ras, dan Sekretaris, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

(5)

kan kepada setiap gamot bahwa akan diada-kan gotong royong dengan menentudiada-kan wak-tu dan tempat dan biasanya pemberitahuan ini disampaikan hanya melalui handphone. Setelah gamot menerima pesan tersebut, ke-mudian gamot dari setiap dusun mengu-mumkan kepada masyarakat di dusun mas-ing-masing bahwa akan diadakan gotong royong. Dalam pelaksanaan gotong royong sendiri tampak respon yang baik dari masya-rakat di Nagori Tiga Ras, dimana pada hari yang ditentukan mayoritas masyarakat da-tang untuk bergotong royong dengan mem-bawa peralatan yang telah ditentukan. Meskipun sebagian masyarakat memberikan respon yang kurang baik terhadap program tersebut, dan pada umumnya yang memberi-kan respon yang kurang baik ialah masyara-kat yang berusia lebih tua dari pemerintah di nagori tersebut.

Sistem pemerintahan nagori merupakan sistem pembagian kekuasaan serta hubungan antara lembaga-lembaga nagori yang menjalankan kekuasaannya dalam rangka kepentingan rakyat. Prinsip Montesqiue yang menegaskan bahwa dengan adanya pemisahan kekuasaan akan menjamin kemerdekaan individu terhadap tindakan sewenang-wenang para penguasa. Sistem pemerintahan akan berjalan dengan baik jika tata kerja antara perangkat-perangkatnya khususnya relasi antara legislatif dan eksekutif dapat berjalan dengan baik.

Pangulu sebagai pemimpin penyelenggaraan Pemerintahan Nagori, memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat serta kondisi sosial- budaya masya-rakat setempat. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya serta dalam pengembangan prinsip-prinsip demokrasi maka hadir mauja-na mauja-nagori sebagai mitra kerja pangulu dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangu-nan. Selain itu maujana nagori sebagai wakil rakyat juga diharapkan dapat menampung aspirasi masyarakat agar masyarakat dapat merasakan peranan nyata maujana nagori. Sebagai wakil masyarakat, seharusnya ma-syarakat memiliki peranan andil penting da-lam menentukan wakil mereka dada-lam peme-rintahan Nagori. Sesuai dengan Perda No.13 tahun 2006 tentang nagori dijelaskan

bahwa-sanya anggota maujana nagori dipilih dengan musyawarah mufakat yang didampingi oleh pangulu dibantu sekretaris nagori dengan di-hadiri oleh para calon anggota maujana nago-ri, tungkat nagonago-ri, lembaga kemasyarakatan, dan pemuka-pemuka masyarakat. Namun pada kenyataannya dalam pelaksanaannya peraturan yang ada tidak diacuhkan. Dalam penentuan maujana nagori dilakukan oleh Pangulu dengan cara menghunjuk tanpa me-libatkan masyarakat di Nagori tersebut.8 Dalam praktik ini, pangulu telah mengabaikan kewajibannya sebagai pemerintah nagori seperti yang telah disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005 tentang desa yang terkait dengan memelihara ketentraman dan keterlibatan masyarakat karena tujuan utama dari pemisahan kekuasaan antara eksekutif dengan legislatif ialah untuk menciptakan kehidupan yang demokratis melalui pemberian tempat bagi adanya partisipasi warga nagori.

Maujana nagori berbeda dengan BPD, dimana maujana nagori lebih condong untuk mengurus adat dan maujana nagori merupakan asosiasi dari partua maujana. 9 Hal ini tampak dari BPD yang hanya memiliki fungsi formal yakni bekerja untuk pemerintahan dan mempertanggungjawab-kannya kepada Pemko, sedangkan maujana nagori bukan hanya memiliki fungsi formal itu saja namun juga memiliki fungsi informal yakni sebagai relawan seperti ketua adat.10 Di Nagori Tiga Ras Pangulu sebagai pimpinan pemerintahan memiliki kekuasaan tertinggi didalam nagori seperti yang disebutkan oleh para gamot, maujana nagori dan masyarakat bahwasanya pangulu memiliki wewenang untuk memilih dan mengangkat gamot dan juga maujana nagori. Dalam hal ini tampak bahwasanya pangulu memiliki kuasa untuk menentukan masa depannya sendiri seperti yang dikatakan oleh gamot saragih ras bahwa pangulu memilih

8

Wawancara dengan Masyarakat (Malau, Silalahi), Gamot (Labuhan, Parbalohan, Saragih Ras), Ketua Adat, Maujana Nagori.

9

Wawancara dengan Sekretaris Nagori, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

10

Wawancara dengan Ketua Maujana Nagori, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

(6)

orang-orang dekatnya dan yang bisa diajak bekerja sama untuk menjadi gamot dan maujana nagori dan juga pangulu memiliki wewenang untuk memberhentikan dan mengganti gamot maupun maujana nagori.11 Ini merupakan wewenang pangulu yang me-nunjukkan bahwa pangulu memiliki posisi yang mampu mengendalikan orang lain (subordinat agent).

Dalam konteks berlangsungnya otonomi dae-rah, kabupaten simalungun, termasuk keca-matan Dolok Pardamean dan nagori Tiga Ras sebagai bagian dari wilayah administrasinya membentuk lembaga maujana nagori. Mau-jana Nagori sendiri dibentuk pada tahun 2009 untuk masa kerja enam tahun hingga tahun 2015. Berbeda dengan penetapan Maujana Nagori sesuai dengan Perda No. 13 tahun 2006 tentang Nagori Pasal 104 dilakukan melalui musyawarah mufakat, di Nagori Tiga Ras sendiri maujana nagori dipilih dan di-angkat oleh Pangulu sama seperti pada saat berlakunya UU no. 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa. Pengangkatan maujana nagori sepenuhnya menjadi wewenang dari Pangulu.12 Hal ini menunjukkan bahwa BPD (maujana nagori dalam kabupaten simalun-gun) yang lahir sebagai kritik terhadap LMD, lahirnya BPD menjadi arena demokrasi per-wakilan yang lebih baik, dimana LMD dipi-lih langsung oleh Lurah belum dapat terwu-jud dengan baik.

Pembentukan Maujana nagori di nagori Tiga ras dilakukan beberapa bulan setelah pelanti-kan Pangulu. Para calon tersebut idealnya merupakan pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh pemuka masyara-kat lainnya tidak dihiraukan sama sekali. Namun, pada kenyataannya yang menjadi anggota maujana nagori justru diisi oleh orang-orang atau kroni pangulu untuk kepen-tingan politik pangulu agar dapat menjaga, memperkuat serta melanggengkan kekuasaan pangulu. Dampaknya maujana nagori hanya sebagai lembaga konspirasi bukan sebagai lembaga kontrol. Dengan dipilihnya maujana nagori atas wewenang pemerintah nagori berdampak pada kinerja maujana nagori yang dapat mengabaikan kepentingan politik

11

Wawancara dengan Gamot Saragih Ras, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

12

Ibid.

syarakat dan tidak mencerminkan nilai-nilai demokrasi dalam praktik pemerintahan yang dijalankan oleh pemerintahan nagori. Mauja-na Mauja-nagori yang diharapakan dapat menjadi sebuah lembaga yang mampu menjadi media agregasi dan artikulasi kepentingan politik masyarakat tidak dapat diwujudkan. Oleh se-bab itu posisi pangulu sebagai pimpinan pe-merintahan menjadikan pangulu sebagai pu-sat kekuasaan di nagori.13

Setelah terpilih, maka diperoleh struktur ke-pengurusan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras sebagai berikut: Ketua Maujana Nagori taborlima Sidauruk, wakil ketua Sihar Sitio, sekretaris Dirga Siallagan, anggota maujana nagori: Jainson Tindaon, Rahmat Sitio, Hamdan Sitio, Marojahan Sidauruk, Sahat Napitu, Bonar Sitio. Anggota Maujana Nago-ri yang terpilih ini rata-rata berlatarbelakang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA).14 Rata-rata anggota Maujana Nagori mengetahui tugas dan memahami posisinya sebagai mitra pangulu, wadah penampung aspirasi masyarakat, pembuat peraturan na-gori, dan mengawasi jalannya pemerintahan nagori. Namun dipihak lain ketika diperta-nyakan pekerjaan nyata yang mereka lakukan selama ini, mayoritas mengatakan bertani dan hampir tidak ada pekerjaan yang mereka lakukan yang berkaitan dengan jabatan me-reka sebagai Maujana Nagori.

Dalam pemilihan maujana nagori di Nagori Tiga Ras terdapat kejanggalan, disamping pengangkatan maujana nagori yang tidak di-dampingi masyarakat, maujana nagori yang seharusnya terdiri dari tokoh-tokoh adat, to-koh agama dan toto-koh masyarakat malah di-abaikan dan yang diangkat menjadi maujana nagori terdiri dari orang-orang dekat dengan pangulu, berusia 30-an, dan bahkan yang menjadi ketua maujana nagori di nagori ter-sebut masih 3 (tiga) tahun berdomisili didae-rah tersebut.15 Hal ini menunjukkan bahwa pembagian kekuasaan yang dilakukan untuk

13

Wawancara dengan seorang masyarakat Nagori Tiga Ras, Bapak Malau, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

14

Wawancara dengan sekretaris Maujana Nagori, Dirga Siallagan, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

15

Wawancara dengan masyarakat Nagori Tiga RAs, Bapak Silalahi, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

(7)

menghindari pemerintahan yang sentralistik serta sistem check and balances yang diberlakukan untuk mencegah dominasi kelompok dengan hadirnya lembaga maujana nagori di tingkat nagori di Kabupaten Simalungun belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Bukan hanya dalam pemilihan anggota maujana nagori saja yang mengalami kegagalan. Namun anggota-anggota maujana nagori juga telah gagal dalam memilih ketu-anya secara lebih bertanggung jawab, dimana ketua maujana yang lebih condong mengurus mengenai adat tidak pantas bekerja sebagai penjaga pondok-pondok ditepi pantai. Seha-rusnya maujana nagori dapat menjaga nama baik agar lebih dihormati masyarakat.16 Ini menunjukkan kegagalan masyarakat sebagai pengontrol jalannya pemerintahan nagori, dimana status nagori yang berada dibawah kabupaten/kota yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat. Sehingga dengan kata lain proses yang terjadi di nagori lebih ditekankan pada dinamika internal nagori dibanding dengan instruksi dari hierarki pemerintah yang diatasnya dalam hal ini kabupaten/kota.

Lahirnya lembaga Maujana Nagori sebagai parlemen nagori yang mengontrol check and balances agar tidak terjadi sentral kekuasaan seperti pada masa orde baru sekaligus diha-rapkan merupakan wahana bagi rakyat untuk terlibat dalam penyelenggaraan urusan publik dalam proses pengambilan kebijakan-kebijakan nagori.17

Dalam konstelasi politik di tingkat nagori, adanya maujana nagori sebagai lembaga yang mengawasi eksekutif sering dipandang sebagai gangguan atas kemapanan yang telah ada ataupun dapat dipandang sebagai penghambat bagi pangulu untuk menunjukkan kemampuannya karena tidak memiliki kekuasaan mutlak lagi untuk melakukan segala keinginannya. Secara kul-tural, pangulu boleh jadi belum siap karena

16

Wawancara dengan masyarakat Nagori Tiga Ras, Bapak Malau, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

17

Wawancara dengan Kabid BPMPN Kabupaten Simalungun, April 2015, di Hapoltakan.

sekian lama semasa orde baru tidak pernah diawasi, mengingat ketua LMD/ LKMD di-rangkap oleh pangulu. Dengan kelahiran maujana nagori, struktur nagori tidak lagi menempatkan pangulu sebagai penguasa sen-tral tanpa adanya pengontrol. Dalam menyi-kapinya, pangulu dapat mempertahankan kekuasaannya lewat prinsip yang lebih cerdas dan soft yang disebut dengan hegemoni dengan memainkan beberapa stra-tegi dengan maksud “menjinakkan” maujana nagori, sehingga maujana nagori tidak men-jadi penghalang gerak bagi eksekutif nagori, yang pada gilirannya cenderung menuju se-buah pola kolusi atau kolaborasi yang mela-hirkan konsentrasi kekuasaan politik.18 Sedari semula pemilihan anggota maujana nagori dilaksanakan secara tidak transparan, sehingga memungkinkan kelompok tertentu menguasai komposisi keanggotaan maujana nagori. Dalam hal ini anggota maujana nago-ri dipilih dan diangkat oleh pangulu serta pangulu juga berhak memecat dan mengganti maujana nagori.19 Ditambah lagi maujana tidak memiliki hak untuk ditinggikan, disamping nasib mereka yang tergantung kepada pangulu, honor mereka juga tergantung kepada pangulu. Dimana dari sisi fungsi informal maujana nagori yang hadir sebagai relawan yang tidak memperoleh gaji namun hanya memperoleh honor saja, dan bisa saja suatu saat maujana nagori tidak memperoleh honor dari pangulu.20 Ini menunjukkan maujana nagori berada diba-wah wewenang pangulu sepenuhnya serta pola relasi antara pangulu dan maujana nago-ri akhirnya tidak berjalan sebagaimana mes-tinya. Melihat posisi maujana nagori yang berada dibawah wewenang pangulu, maujana nagori yang berfungsi sebagai pengawas ki-nerja pangulu harus bersikap arif untuk tidak melakukan kritik secara keras maupun tinda-kan frontal terhadap pangulu.

Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam praktik sistem check and balances di Nagori

18

Wawancara dengan Tokoh adat, Bapak Sinaga, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

19

Wawancara dengan Gamot Labuhan, Samarud-din Sitio, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

20

Wawancara dengan Gamot Parbalohan dan ketua maujana nagori, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

(8)

Tiga Ras sendiri tidak ada. Check and balances yang merupakan upaya untuk membagi kekuasaan dengan tujuan untuk mencegah dominasi suatu kelompok. Check digunakan untuk menyeimbangkan kekuasaan, dimana ketika salah satu cabang kekuasaan mengambil terlalu banyak kekuasaan atau lebih mendominasi maka cabang kekuasaan lain akan membatasi dengan tindakan. Hal ini dapat terlihat dari sikap maujana nagori sebagai pengontrol kekuasaan di nagori sama sekali tidak melakukan tindakan tegas terhadap pemerintah nagori yang telah mendominasi kekuasaan, bukan hanya kelompok masyarakat Nagori Tiga Ras sendiri yang didominasi oleh pemerintah tetapi juga tungkot nagori beserta maujana nagori. Sistem pemerintahan di Nagori Tiga Ras tidak berjalan dengan baik dikarenakan tata kerja antar lembaga didalamnya yang tidak baik.21 Dalam hal ini terjadinya kekurang harmonisan dalam pelaksanaan tugas antara pangulu dengan maujana nagori, dikarenakan sikap anggota maujana nagori di Nagori Tiga Ras yang lebih lunak dan menahan diri da-lam membuat berbagai keputusan nagori. Dalam mempertahankan kekuasaannya pangulu Nagori Tiga Ras menggunakan prinsip dari Gramsci yang memandang bahwa kekuasaan dapat diperjuangkan dan dipertahankan lewat satu prinsip yang lebih cerdas dan soft yang disebut dengan hegemoni. Hal ini dapat dilihat dari sikap pangulu yang menerima baik keluhan masyarakat dan juga masukan dari maujana nagori, disini pangulu memperoleh nilai plus. Namun disisi lain pangulu hanya menerima keluhan dan masukan namun tidak ada tindakan yang signifikan dengan berbagai alasan dilakukan oleh pangulu agar masyarakat tetap berpihak kepadanya dan menerima alasannya.22 Meskipun demikian, maujana nagori tidak mengambil tindakan yang tegas, dengan alasan untuk menghindari terjadinya konflik yang tidak diinginkan, te-rutama yang dapat menimbulkan perpecahan. Karena bisa saja tindakan tegas dari maujana

21

Wawancara dengan masyarakat, Bapak Sinaga, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

22

Wawancara dengan maujana nagori dan tokoh agama, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

nagori dapat berakibat fatal bagi diri mereka khususnya, seperti pengurangan honor atau penyetopan honor, atau bahkan pemecatan maujana nagori.23

Sikap maujana nagori yang lunak tersebut menimbulkan pandangan yang kurang baik dari masyarakat karena maujana dianggap pasif dalam merespon program-program yang diusulkan oleh pangulu. Padahal maujana nagori memiliki hak untuk menyetujui atau tidak program-program ataupun kebijakan nagori yang dibuat oleh pemerintah nagori. Hal ini membuat masyarakat Nagori Tiga Ras pesimis terhadap maujana nagori, dan menjadi alasan juga mengapa masyarakat tidak pernah menyampaikan keluhan maupun aspirasi kepada maujana nagori. Bahkan, secara ter-buka masyarakat menyatakan bahwa Nagori Tiga Ras sebelum ada maujana nagori dan setelah ada maujana nagori tidak ada perbe-daan sama sekali. Dengan kata lain kehadiran maujana nagori bagi masyarakat Nagori Tiga Ras tidak ada manfaatnya sama sekali. 24 Dalam menjalankan pemerintahan Nagori ti-dak terdapat hubungan kerja sama antara pangulu dengan tungkat nagorinya, karena pangulu lebih banyak berperan dan tidak ada pendelegasian tugas kepada para kaurnya. Seolah-olah pangulu berjalan sendiri dengan melakukan berbagai tindakan yang mengaki-batkan keresahan pada para tungkat nago-rinya. Sebagai misalnya salah satu tungkat nagori yang kurang sejalan dengan pangulu, pangulu mengusulkan kepada maujana nago-ri untuk memberhentikan dengan alasan tidak aktif.25 Tindakan ini membuktikan bahwa-sanya pangulu sebagai pemimpin Nagori ti-dak mampu membina para tungkatnya, se-hingga dalam pemerintahan nagori terjadi ke-timpangan. Hal ini dikarenakan pangulu da-lam menjalankan tugasya berjalan sendiri tanpa adanya dukungan dari tungkat nagori.

23

Wawancara dengan ketua maujana nagori dan maujana nagori, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras .

24

Wawancara dengan maujana nagori dan ma-syarakat, Bapak Malau, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

25

Wawancara dengan Tokoh adat, Bapak Sinaga, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

(9)

Faktor Penyebab Sentralistik Kekuasaan

Sentralistik kekuasaan terjadi tidak hanya terjadi di tingkat pusat saja, namun terjadi juga hingga tingkat terendah dari pemerintahan yakni desa yang diselenggarakan oleh kepala desa sebagai lembaga eksekutif dan BPD sebagai lembaga legislatif. Dalam Perda kabupaten simalun-gun no.13 tahun 2006 tentang nagori dis-ebutkan bahwa hubungan pangulu dengan maujana nagori merupakan hubungan kemi-traan. Secara politik dapat dikatakan bahwa kedua institusi ini mempunyai daya tawar yang seimbang ataupun sejajar dalam pem-buatan kebijakan.

Pangulu sebagai pimpinan pemerintahan di Nagori Tiga Ras memiliki kekuasaan tertinggi didalam nagori seperti yang disebutkan oleh para gamot, maujana nagori dan masyarakat bahwasanya pangulu memiliki wewenang untuk memilih dan mengangkat gamot dan juga maujana nagori. Dalam hal ini tampak bahwasanya pangulu memiliki kuasa untuk menentukan masa depannya sendiri seperti yang dikatakan oleh gamot saragih ras bahwa pangulu memilih orang-orang dekatnya dan yang bisa diajak bekerja sama untuk menjadi gamot dan maujana nagori dan juga pangulu memiliki wewenang untuk memberhentikan dan mengganti gamot maupun maujana nagori.26 Ini merupakan wewenang pangulu yang me-nunjukkan bahwa pangulu memiliki posisi yang mampu mengendalikan orang lain (subordinat agent).

Realita politik menunjukkan fenomena yang melenceng dari keharusan legalistik, kenya-taan empirik menunjukkan bahwa meka-nisme check and balances tidak bisa berjalan karena posisi pangulu yang berada diatas maujana nagori. Keberadaan maujana nagori belum dapat secara signifikan mempengaruhi atau menimbulkan perubahan performa ad-mistrasi dan politik pangulu.

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya sentralistik kekuasaan di Nagori Tiga Ras, diantaranya: Pertama, Rendahnya kualitas sumber daya manusia terutama tingkat

26

Wawancara dengan Gamot Saragih Ras, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

sumber daya manusia didalam kedua lemba-ga tersebut masih rendah. Dari penelitian yang dilakukan mayoritas anggota maujana berpendidikan tingkat SMA. Namun jika di-tinjau dari cara berpikir atau kualitas anggo-tanya bisa dikatakan masih terbelakang dan cenderung pasif.27

Kedua, Partisipasi para anggota maujana na-gori dalam menjalankan tugas masih rendah. Meskipun sosialisasi telah dilakukan oleh aparatur pemerintahan kabupaten, namun anggota maujana nagori tidak memiliki po-tensi untuk merealisasikan tugas dan fung-sinya. Mereka tidak mengerti apa yang harus mereka lakukan sebagai hak dan kewajiban mereka sebagai maujana nagori. Persoalan rendahnya partisipasi berkaitan dengan bu-daya masyarakat setempat. Meskipun refor-masi telah merambah sampai ke nagori-nagori namun budaya feodal pada tokoh-tokoh yang berpengaruh masih kuat. Pangulu nagori Tiga Ras merupakan keturunan dari orang yang disegani dan dihormati di Nagori tersebut. Ayah pangulu yang merupakan ke-pala sekolah yang dalam pandangan tradi-sional dianggap sangat berjasa, memiliki pengetahuan yang tinggi dan baik untuk diti-ru. Disamping itu ayah dari ayah pangulu ataupun kakek pangulu nagori Tiga Ras yang sekarang merupakan seorang pangulu juga sebelumnya. Sehingga dalam pandangan ma-syarakat keturunan dari seorang pangulu akan lebih paham dan lebih mengerti menge-nai pemerintahan dan pantas sebagai panutan bagi semua masyarakat.28

Ketiga, Pemerintah nagori dalam hal ini pan-gulu dalam pelaksanaan tugas pemerintahan nagori masih bertumpu pada UU no. 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa yang me-nyatakan kepala desa (pangulu) memiliki ke-kuasaan yang lebih besar dibanding lembaga lain di desa (nagori). Masalah antara maujana nagori dengan pangulu muncul dikarenakan maujana nagori dihunjuk langsung oleh pan-gulu, sehingga baik dalam rapat peraturan nagori, rapat ADD ataupun rapat yang lain-nya maujana nagori seakan tidak berkutik

27

Wawancara dengan Gamot Saragih Ras, Arnold Togar Sitio, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

28

Wawancara dengan mantan Kaur pembangu-nan, Bapak Silalahi, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

(10)

tuk memberikan pendapat, karena tetap saja yang sah adalah pendapat pangulu. Bahkan ketika maujana nagori memberi kritik atau-pun saran kepada pangulu, maka sang pangu-lu menyatakan “kok jadi aku pulak yang ab-ang kritik”?.29 Kritik ini merupakan trik pan-gulu untuk meminggirkan maujana dan agar sang pangulu tidak dapat dijatuhkan. Menu-rut persepsi pangulu, dikarenakan maujana nagori dihunjuk langsung oleh pangulu, seha-rusnya yang mendapat kritik ataupun saran itu ialah maujana nagori bukan pangulu. Se-hingga wajar jika pangulu memiliki posisi dominan dalam pemerintahan. Melihat kon-disi seperti ini, maka meskipun memiliki per-sepsi yang berbeda ataupun bertentangan dengan pangulu, maujana nagori tidak mau mengambil sikap tegas untuk menolak na-mun sebaliknya hanya tunduk dan patuh pada peraturan pangulu. Sehingga jika diperhati-kan sekilas hubungan antara maujana nagori dan pangulu baik-baik saja tanpa ada konflik, namun dibalik itu semua ada tekanan dari pangulu yang memaksa bahwa maujana na-gori harus sejalan dan berkolaborasi dengan pangulu.

Keempat, Secara finansial honor/ gaji anggo-ta maujana nagori masih rendah dan belum jelas, sehingga mempengaruhi kinerja mau-jana nagori. Dalam perda no.13 tahun 2006 tentang nagori disebutkan bahwasanya mau-jana nagori memperoleh tunjangan sesuai dengan kemampuan keuangan nagori. Den-gan mengacu pada peraturan tersebut pada nagori yang miskin imbalan bagi para mau-jana nagori kurang menarik, dan bisa saja ti-dak memperoleh tunjangan sama sekali.30 Se-hingga mengakibatkan para anggota maujana nagori bersifat pasif dalam menjalankan fungsi dan tugasnya ataupun tidak memiliki motivasi yang tinggi untuk memperbaiki kinerjanya dan cenderung lebih meng-utamakan pekerjaan mereka dalam bertani sebai pekerjaan pokok mereka.

Kelima, Nagori Tiga Ras mayoritas menganut budaya batak yang masih kental dengan kekeluargaan. Adanya sebutan

29

Wawancara dengan maujana nagori, Rahmat Sitio, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

30

Wawancara dengan ketua maujana nagori, Ta-borliman Sidauruk, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

tondong sebagai Tuhan nataridah (Tuhan yang terlihat) menjadi salah satu alasan ma-syarakat untuk tidak mengkritik pangulu maupun maujana nagori secara tegas. Karena jika mereka melawan ataupun mengkritik tondongnya, mereka meyakini akan mendapat murka dari Tuhan. Hal ini dikare-nakan nagori Tiga Ras masih nagori yang tradisional yang masih primitif, disamping itu juga masyarakat Nagori Tiga Ras mayoritas masih memiliki ikatan kekeluar-gaan. Sehingga kekeluargaan inilah yang di-jaga oleh masyarakat disana dan menjadi ala-san bagi mereka untuk lebih memilih diam terhadap pemerintahan yang ada. 31

Keenam, pengaruh sistem feodal yang pernah berlaku di simalungun menempah kepriba-dian masyarakat simalungun yang ambisius terhadap kekuasaan. Dimana orang yang memiliki kekuasaan akan merasa paling berkuasa dan hidup merajai orang lain dan sebaliknya orang yang tidak memiliki apa-apa baik itu kekuasaan ataupun harta akan menjadi orang yang tunduk kepada orang yang berkuasa. Mungkin inilah pengaruh perbudakan pada masa kerajaan dulu. 32 Hal inilah yang terjadi di Nagori Tiga Ras, dimana pangulu sebagai pimpinan pemerintahan di Nagori tersebut merasa memiliki kekuasaan yang tertinggi dan memiliki wewenang dalam segala urusan nagori, sehingga dia mengambil andil keseluruhan didalam urusan nagori.

Penutup

Sentralistik kekuasaan merupakan masalah yang sangat serius dalam sistem pemerintahan tidak terkecuali dalam sistem pemerintahan hingga tingkat terendah. Dalam hal ini sentralistik kekuasaan juga terjadi di Nagori Tiga Ras, dimana eksekutif lebih mendominasi. Terdapat enam faktor penyebab terjadinya sentralistik kekuasaan di Nagori Tiga Ras yaitu: pertama, rendahnya SDM, rendahnya pemahaman maujana nago-ri terhadap tanggung jawabnya, sulitnya pe-nyesuaian diri terhadap perubahan perun-dang-undangan, honor maujana nagori yang

31

Wawancara dengan masyarakat Tiga Ras, Ba-pak malau, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

32

Wawancara dengan BPMPN Kabupaten Simalungun, April 2015, di Hapoltakan.

(11)

rendah, kentalnya budaya kekeluargaan, pen-garuh budaya feodal.

Daftar Pustaka

C.S.T, Christine S.T, Kansil,. 2008. Sistem Peme-rintahan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara Maridjan, Kacung. 2010. Sistem Politik Indonesia

Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde Baru. Jakarta: Kencana.

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Poli-tik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Widjaja, 2001. Pemerintahan Desa/Marga Ber-dasarkan Undang-Undang Nomor 22 Ta-hun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Undang-Undang Nomor 313 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Daerah.

Wawancara dengan Pangulu, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

Wawancara dengan Sekretaris Nagori, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

Wawancara dengan Masyarakat (Malau, Silalahi), Gamot (Labuhan, Parbalohan, Saragih Ras), Ketua Adat, Maujana Nagori. Wawancara dengan Bapak Taborliman Sidauruk

(Ketua Maujana Nagori), Maret 2015 di Nagori Tiga Ras.

Wawancara dengan Bapak Rifa (Kabag. BPMPN Kab. Simalungun), April 2015 di Kantor Bupati Kab. Simalungun.

Wawancara dengan masyarakat Nagori Tiga RAs, Bapak Silalahi, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

Wawancara dengan Kabid BPMPN Kabupaten Simalungun, April 2015, di Hapoltakan. Wawancara dengan Tokoh adat, Bapak Sinaga,

Maret 2015, di Nagori Tiga Ras.

Wawancara dengan Gamot Labuhan, Samaruddin Sitio, Maret 2015, di Nagori Tiga Ras. Wawancara dengan Bapak Rahmat Sitio

(Anggota Maujana Nagori), Maret 2015 di Nagori Tiga Ras.

Wawancara dengan Bapak Royen Silalahi (Mantan Kaur Pembangunan), Maret 2015 di Nagori Tiga Ras.

Wawancara dengan Bapak Arnold Togar Sitio (Gamot Saragih Ras), Maret 2015, di Na-gori Tiga Ras.

Wawancara dengan Bapak Kartua Malau (Masyarakat), Maret 2015 di Nagori Tiga Ras.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini mengidentifikasi perilaku mahasiswa Program Profesi Ners tahap akhir di Fakultas Keperawatan USU. Jenis penelitian ini bersifat kuantitatif dengan

Pengaruh eksternal berupa latar belakang keluarga dan pendidikan kewirausahaan merupakan salah satu bentuk pembelajaran sosial yang didapat oleh siswa dimana

enforcement by “authorities” formed by treaty regimes, and by non-authorities (including enforcement individual states and by the international community).. It is also found that

Dari analisis diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa solusi yang dilakukan sekolah dalam menghadapi hambatan implementasi pendidikan akhlak pada siswa adalah

SKRIPSI PENTINGNYA INFORMASI PENJUALAN UNTUK

Barambai merupakan daerah lahan gambut yang memiliki potensi sumberdaya air yang baik.Tetapi,sungai yang menjadi sumber air bersih masyarakat tercampur

Kompleksitas permasalahan diatas telah mendorong Jurusan Politik dan Pemerintahan FISIPOL UGM dan KPU Kabupaten Sleman untuk melakukan kajian terhadap aspek literasi politik

WPM digunakan untuk mempermudah user untuk memberikan pembobotan terhadap kriteria yang memiliki nilai yang hampir sama dan pada aplikasi pendukung ini WPM akan