IDENTIFIKASI PARASETAMOL DALAM JAMU GEMUK
SEHAT UNTUK PRIA DAN WANITA SECARA
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
TUGAS AKHIR
Oleh:
ELLIYA SISWANTI
NIM 062410016
PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMSTERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
IDENTIFIKASI PARASETAMOL DALAM JAMU GEMUK SEHAT UNTUK PRIA DAN WANITA SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya
Pada Program III Analis Farmasi dan Makanan
Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Oleh :
ELLIYA SISWANTI
NIM 062410016
Medan, Juni 2009
Disetujui Oleh : Dosen Pembimbing,
Drs. Panal Sitorus, M,Si., Apt.
NIP 130 872 283
Disahkan Oleh : Dekan,
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Adapun judul dari tugas akhir ini adalah : “Identifikasi Parasetamol dalam Jamu Gemuk Sehat Untuk Pria Dan Wanita Secara Kromatografi Lapis Tipis” yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi dorongan, bantuan dan dukungan moril maupun secara spiritual kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik dan pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ayahanda Abu Sidiq, Sag dan Ibunda Rasibah tercinta yang telah memberikan
do’a restu dan motivasi hingga laporan Tugas Akhir ini selesai.
2. Kakanda Haniah dan adinda Elva, Syaukani, Syafriadi dan Fadilah yang telah
memberikan doa restu dan motivasi hingga laporan ini selesai.
3. Bapak Prof. Dr. H. Sumadio Hadisahputra Apt. Selaku Dekan Farmasi.
4. Bapak Drs. Panal Sitorus, M.Si. Apt. Selaku Dosen pembimbing pada
penyelesaian Tugas Akhir ini yang memberikan panduan dan penuh
kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan kajian ini.
5. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc. Apt., Selaku koordinator
program Studi Diploma III Analis Farmasi.
6. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf Program Studi Diploma III Analis
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
7. Rekan- rekan satu kelompok pada masa praktik kerja lapangan di Balai Besar
8. Buat kakanda Bahrul Amri, Amd dan Muhammad Junaidi Hakim Nasution,
yang telah memberikan dorongan dan motivasi hingga laporan ini selesai.
9. Semua rekan- rekan Mahasiswa Analis Farmasi dan Makanan Angkatan 2006
yang telah memberikan saran dan dukungan dalam menyelesaikan laporan.
Penulis menyadari sepenuhnya penulisan tugas ini masih belum sempurna,
oleh karena itu segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang.
Dan akhirnya atas bimbingan, dorongan dan bantuan yang telah diberikan
dari semua pihak, penulis mengucapkan terima kasih serta semoga penulisan tugas
akhir ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT memberikan Rahmat
dan Berkah-Nya atas bantuan yang diberikan kepada penulis. Amin.
Medan, Juni 2009
Penulis
DAFTAR ISI
2.4 Simplisia yang terdapat dalam Jamu………. 8
2.5 Obat Analgetik……….. 10
2.5.1 Parasetamol……….. 10
2.5.2 Sifat Zat Berkhasiat………. 11
2.6 Identifikasi Parasetamol………. 12
2.7.1 Kromatografi Lapis Tipis……….. 12
2.7.2 Kromatografi Kertas………. 14
2.7.3 Kromatografi kolom………. 14
2.7.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi……… 14
2.7.5 Kromatografi Gas………. 15
BAB III METODOLOGI ... 16
3.1. Alat……… 16
3.2. Bahan………. 16
3.3. Komposisi……… 16
3.4. Khasiat dan kegunaan……… 16
3.5. Prosedur………. 16
3.5.1.Identifikasi Parasetamol dalam Jamu Secara Kromatografi Lapis Tipis……….. 16
3.6. Identifikasi………... 17
3.7. Persyaratan………. 18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
4.1. Hasil Kromatografi Lapis Tipis……….. 19
4.1.1. Dengan Fase Gerak Sikloheksana : Kloroform : Metanol : Asam Asetat Glasial 60:30:5:5) ……… 19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa perlu terus
dilestariakan dan dikembangkan untuk menunjang pembangunan kesehatan
sekaligus untuk meningkatkan perekonomian rakyat. Produksi, dan penggunaan
obat tradisional di Indonesia memperlihatkan kecendrungan terus meningkat, baik
jenis maupun volumenya. Perkembangan ini telah mendorong pertumbuhan usaha
di bidang obat tradisional, mulai dari usaha budidaya tanaman obat, usaha
industry obat tradisional, penjaja dan penyeduh obat tradisional atau jamu.
Bersamaan itu upaya pemanfaatan obat tradisional dalam pelayanan kesehatan
formal juga terus digalakkan melalui berbagai kegiatan uji klinik kearah
pengembangan fito farmaka (Ditjen POM, 1999).
Meningkatkan produksi, peredaran dan penggunaan obat tradisional, di sisi
lain dicemari oleh beredarnya obat tradisional yang tidak terdaftar, obat
tradisional yang mengandung bahan kimia obat atau mengandung bahan-bahan
berbahaya lainnya serta obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu.
Peredaran dan penggunaan obat tradisional seperti ini selain sangat
membahayakan kesehatan/jiwa konsumen juga merusak citra obat tradisional
secara keseluruhan.
Guna melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan obat tradisional
yang tidak terdaftar atau tidak memenuhi syarat , ditempuh berbagai langkah
pengusaha, termasuk informasi mengenai peraturan perundangan-undangan yang
berlaku di bidang obat tradisional (Ditjen POM, 1999).
1.2 Tujuan dan Manfaat
1.2.1 Tujuan
- Untuk mengetahui apakah jamu yang diuji memenuhi persyaratan atau
tidak memenuhi persyaratan.
- Untuk mengetahui hasil pengujian bahan kimia obat dari jamu di
laboratorium obat tradisional BPOM Medan.
1.2.2 Manfaat
- Untuk menambah pengetahuan tentang pengujian- pengujian yang
dilakukan untuk menjamin mutu dan keamanan dari sediaan obat
tradisional.
- Untuk menambah pengalaman kerja di laboratorium pengawasan
mutu dan keamanan obat tradisional.
- Untuk menambah pengetahuan tentang sistem pengawasan mutu dan
keamanan pada laboratorium obat tradisional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obat Tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan
tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman. Obat tradisional dibuat atau diramu dari bahan tumbuh-tumbuhan,
bahan hewan, sediaan sarian (galenik), atau campuran bahan-bahan tersebut. Obat
tradisional secara turun-temurun telah digunakan untuk kesehatan berdasarkan
pengalaman. Obat tradisional telah digunakan oleh berbagai aspek masyarakat
mulai dari tingkat ekonomi atas sampai tingkat bawah, karena obat tradisional
mudah didapat, harganya yang cukup terjangkau dan berkhasiat untuk
pengobatan, perawatan dan pencegahan penyakit (Ditjen POM, 1994).
Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat
tradisional haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya mengikutkan pengawasan
menyeluruh yang bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang senantiasa
memenuhi persyaratan yang berlaku. Keamanan dan mutu obat tradisional
tergantung dari bahan baku, bangunan, prosedur, dan pelaksanaan pembuatan,
peralatan yang digunakan, pengemasan termasuk bahan serta personalia yang
terlibat dalam pembuatan obat tradisional (Dirjen POM, 1994).
Bahan-bahan ramuan obat tradisional seperti bahan tumbuh-tumbuhan,
pengaruh serta khasiat sebagai obat, dalam pengertian umum kefarmasian
bahan yang digunakan sebagai simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang
dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan
kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang dikeringkan (Dirjen POM, 1999).
Menurut Material Medika (MMI, 1995), simplisia dapat digolongkan
dalam tiga kategori, yaitu:
1. Simplisia nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman
atau eksudat tanaman. Eksudat adalah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya
dan belum berupa zat kimia.
2. Simplisia hewani
Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan atau bagian hewan
zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat-zat kimia murni.
3. Simplisia pelikan (mineral)
Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa bahan-bahan pelican (mineral)
yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa
zat kimia.
Zat kimia berkhasiat (obat) tidak diperbolehkan digunakan dalam
campuran obat tradisional karena obat tradisional diperjual belikan secara bebas.
Dengan sendirinya apabila zat berkhasiat (obat) ini dicampurkan dengan ramuan
2.2 Tanaman Obat
Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat ini sudah lama dimiliki oleh
nenek moyang kita dan hingga saat ini telah banyak yang terbukti secara ilmiah.
Dan Pemanfaatan tanaman obat Indonesia akan terus meningkat mengingat
kuatnya keterkaitan bangsa Indonesia terhadap tradisi kebudayaan memakai jamu.
Bagian-bagian yang digunakan sebagai bahan obat yang disebut simplisia.
Simplisia:
a. Kulit (cortex)
Kortek adalah kulit bagian terluar dari tanaman tingkat tinggi yang
berkayu.
b. Kayu (lignum)
Simplisia kayu merupakan pemanfaatan bagian dari batang atau cabang.
c. Daun (folium)
Folium merupakan jenis simplisia yang paling umum digunakan sebagai
bahan baku ramuan obat tradisional maupun minyak atsiri.
d. Herba
Simplisia herba pada umumnya berupa produk tanaman obat dari jenis
herba yang bersifat herbaceous.
e. Bunga (flos)
Bunga sebagai simplisia dapat berupa bunga tungga atau majemuk, bagian
f. Akar (radix)
Akar tanaman yang sering dimanfaatkan untuk bahan obat dapat berasal
dari jenis tanaman yang umumnya berbatang lunak dan memiliki
kandungan air yang tinggi.
g. Umbi (bulbus)
Bulbus atau bulbi adalah produk berupa potongan rajangan umbi lapis,
umbi akar, atau umbi batang. Bentuk ukuran umbi bermacam-macam
tergantung dari jenis tanamannya.
h. Rimpang (rhizoma)
Rhizoma atau rimpang adalah produk tanaman obat berupa
potongan-potongan atau irisan rimpang.
i. Buah (fructus)
Simplisia buah ada yang lunak dan ada pula yang keras. Buah yang lunak
akan menghasilkan simplisia dengan bentuk dan warna yang sangat
berbeda, khususnya bila buah masih dalam keadaan segar.
j. Kulit buah (perikarpium)
Sama halnya dengan simplisia buah, simplisia kulit buah pun ada yang
lunak, keras bahkan adapula yang ulet dengan bentuk bervariasi.
k. Biji (semen)
Semen (biji-bijian) diambil dari buah yang telah masak sehingga
umumnya sangat keras. Bentuk dan ukuran simplisia biji pun bermacam-
2.3 Bentuk sediaan Obat Tradisional
Obat tradisional tersedia dalam berbagai bentuk yang dapat diminum atau
ditempelkan pada permukaan pada permukaan kulit. Tetapi tidak tersedia dalam
bentuk suntikan atau aerosol. Dalam bentuk sediaan obat- obat tradisional ini
dapat berbentuk serbuk yang menyerupai bentuk sediaan obat modren, kapsul,
tablet, larutan, ataupun pil (BPHN, 1993).
2.3.1 Larutan
Larutan terjadi apabila suatu zat padat bersinggungan dengan suatu cairan,
maka padat tadi terbagi secara molekuler dalam cairan tersebut. Zat cair atau
cairan biasanya ditimbang dalam botol yang digunakan sebagai wadah yang
diberikan. Cara melarutkan zat cair ada dua cara yakni zat-zat yang agak sukar
larut dilarutkan dengan pemanasan (Anief, 2000).
2.3.2 Serbuk
Serbuk adalah campuran homogen dua atau lebih obat yang disebukkan.
Pada pembuatan serbuk kasar, terutama serbuk nabati, digerus terlebih dahulu
sampai derajat halus tertentu setelah itu dikeringkan pada suhu tidak lebih 500C.
Serbuk obat yang mengandung bagian yang mudah menguap dikeringkan
dengan pertolongan bahan pengering yang cocok, setelah itu diserbuk dengan
jalan digiling, ditumbuk dan digerus sampai diperoleh serbuk yang mempunyai
derajat halus serbuk (Anief, 2000).
2.3.3 Tablet
Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak, berbentuk rata
dengan atau tanpa zat tambahan. Zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat
pembasah. Contohnya yaitu tablet antalgin (Anief, 2002).
2.3.4 Pil
Pil adalah suatu sediaan yang berbentuk bulat seperti kelereng
mengandung satu atau lebih bahan obat. Berat pil berkisar antara 100 mg sampai
500 mg. untuk membuat pil diperlukan zat tambahan seperti zat pengisi untuk
memperbesar volume, zat pengikat dan pembasah dan bila perlu ditambah
penyalut (Anief, 2002).
2.3.5 Kapsul
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras
atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat
juga terbuat dari pati dan bahan lain yang sesuai.
Ukuran cangkang kapsul keras bervariasi dari nomor paling kecil (5)
sampai nomor paling besar (000), dan ada juga kapsul gelatin keras ukuran 0
dengan bentuk memanjang ( dikenal sebangai usuran OE), yang memberikan
kapasitas isi yang lebih besar tanpa peningkatan diameter. Contohnya kapsul
pacekap (Farmakope IV, 1995).
2.4Simplisia yang terdapat dalam jamu
- Coriandri Fruktus
Ketumbar adalah Coriandrum sativum suku Apiaceae
Ketumbar berkhasiat untuk meredakan pusing, muntah- muntah, influensa,
wasir, radang lambung, campak, masuk angin, terkena darah tinggi, dan
- Myristicae semen
Buah pala adalah myristica fragrans suku Myristicaceae
Mengandung minyak atsiri, zat samak, dan zat pati.
Buah pala berkhasiat sebagai obat diare, kembung, mual serta untuk
menetapkan daya cerna dan selera makan, yang kaya akan vitamin C,
kalsium, dan posfor.
Senyawa kimia buah pala tersebut terdapat dikulit, daging, biji pala
hingga bunganya.
- Piperis Nigri Fruktus
Lada hitam adalah piper nigrum suku Piperaceae
Mengandung saponim, flavonoid, minyak atsiri, kavisin, resin, amilum.
Lada hitam berkhasiat untuk memperlancar menstruasi, meredakan
serangan asma, meringankan gejala ramatik, mengatasi perut kembung
serta menyembuhkan sakit kepala.
- Andrographis Herba
Tanaman sambiloto adalah Andrograpis Peniculata suku Acanthaceae.
Mengandung flavinoid, alkane, keton, aldehid, dan beberapa mineral
seperti kalium, kalsium, dan natrium. Tanaman ini berkhasiat sebagai
antiradang , analgetik, dan penawar racun.
- Curcumae Rhizoma
Temulawak adalah Curcuma Xanthorrhiza suku Zingiberaceae.
Mengandung pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri. Temulawak berkhasiat
2.5 Obat Analgetik
Analgetik atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau
menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Tjay, 2002).
Nyeri adalah perasaan sensonis dan emosionis yang tidak nyaman,
berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat
mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau
memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindari sensasi rangsangan nyeri. Nyeri
merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri
berbeda-beda bagi setiap orang (Tjay, 2002).
2.5.1 Parasetamol
Asetaminofen (parasetamol) atau derivat- asetaninilida ini adalah
merupakan metabolit fenasetin yang dahulu banyak digunakan sebagai
analgetikum, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik dari peredaran karena efek
sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen). Khasiatnya analgetis dan antipiretis,
tetapi tidak antiradang. Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai anti nyeri
yang paling aman, juga swamedikasi (pengobatan mandiri). Resopsinya dari usus
cepat dan fraktis tuntas, secara rektal lebih lambat. Asetaminofen di Indonesia
lebih dikenal dengan parasetamol (Tjay, 2002).
Efek samping tidak jarang terjadi antara lain reaksi hipersensitivitas dan
kelaian darah. Pada penggunaan kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan
hati, pada dosis di atas 6 g mengakibatkan necrose hati yang tidak reversible.
2.5.2 Sifat Zat Berkhasiat
1. Sinonim : 4–Hidroksiasetanilida
- Rumus molekul : C8H9NO2
- Berat molekul : 151,16
2. Sifat Kimia (chairul, 2006).
1. Campuran 100 mg zat dengan 1 ml HCl p, didihkan 3 menit, kemudian
tambahkan 10 ml air, dinginkan tidak terjadi endapan, tambahkan 1 tetes
K2Cr2O7 0,1 N maka akan terbentuk warna ungu yang tidak berubah
menjadi merah.
2. Larutkan zat tambah beberapa tetes HCl 10%, dinginkan di es, tambahkan
beberapa tetes NaNO2 1%, tambahkan beberapa tetes larutan 1% α naftol
dalam NaOH 10% maka akan terbentuk warna merah atau jingga merah.
3. Larutan zat ditambahkan FeCl3 menghasilkan warna biru ungu.
3. Sifat fisika (Famakope Indonesia Edisi IV, 1995)
1. Pemberian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.
2. Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1
N : mudah larut dalam etanol.
3. Jarak lembur : Antara 1680 dan 1720.
2.6 Identifikasi Parasetamol
Cara Identifikasi parasetamol dapat dilakukan secara fisika dan kimia.
1. Cara kimia
- Dengan penambahan HCl, dan K2Cr2O7 0,1 N.
- Dengan penambahan HCl 10%, NaNO2 1% dan 1% α naftol dalam NaOH
- Larutan zat ditambahkan FeCl3.
2. Cara Fisika
Dilakukan dengan cara pemisahan senyawa, yang dilakukan dengan:
- Kromatografi yakni membandingkan harga Rf zat dengan baku
pembanding.
2.7 Kromatografi
Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan
tertentu. Cara yang asli telah ditengahkan pada tahun 1903 oleh TSWETT, ia telah
menggunakan untuk pemisahan senyawa- senyawa yang berwarna dan nama
kromatografi diambil dari senyawa yang berwarna. (Sastrohamidjojo, 1985).
2.7.1Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk keperluan yang luas dalam
pemisahan- pemisahan. Disamping menghasilkan pemisahan yang baik, juga
membutuhkan waktu yang lebih cepat.
Plat kromatografi dibuat dengan cara, penjerap padat yang berbentuk
bubukan halus dibuat menjadi halus dibuat menjadi bubur(slurry) dengan air
(kurang umum dengan zat cair organik yang mudah menguap) dan dibentang
diatas plat gelas. Plat yang telah dilapisi dipanaskan atau diaktifkan dengan jalan
memanaskannya pada suhu kira-kira 1000C selama 30 menit. Pemilihan pertama
dari pelarut adalah bagaimana sifat kelarutannya, tetapi sering lebih baik untuk
memilih suatu pelarut yang tergantung dari pada kekutan elusi, yang dimaksud
kekuatan dari zat elusi adalah daya penyerapan pada penyerap. Biasa penyerap-
penyerap yang polar seperti alumina dan silika gel, maka kekuatan penyerapan
Senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan pada lapiasan tipis
diidentifikasi dengan melihat florosensi dalam sinar ultraviolet. Dan mencari
harga Rf , faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi
lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf, yaitu:
1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya.
3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.
4. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fasa gerak.
5. Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.
6. Teknik percobaan.
7. Jumlah cuplikan yang digunakan.
8. Suhu.
9. Kesetimbangan
Alat untuk kromatografi lapis tipis yaitu lempengan kaca, dengan tebal
serba rata dan unsuran yang sesuai, umumnya 20 × 20 cm.
2.7.2 Kromatografi Kertas
Berbagai jenis pemisahan yang sederhana dengan kromatografi kertas
telah dikerjakan dimana proses dikenal sebagai “analisa kapiler”. Kromatografi
kertas menggunakan satu zat padat menyokok fasa tetap yaitu bubuk selulosa,
digunakan kertas kering. Pelarut bergerak melalui serat-serat dari kertas oleh gaya
kapiler dan menggerakan komponen-komponen dari campuran pada jarak dalam
2.7.3 Kromatografi Kolom
Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran Karena gaya tarik bumi
(grafitasi) atau system bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang
dilengkapi kran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran
pelarut. Ukuran kolom dan banyaknya penyerap yang dipakai ditentukan oleh
bobot campuran yang akan dipisahkan (Gritter, 1991).
2.7.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau biasa disebut juga dengan
HPLC (Hight Performance Liguid Chromatografhy) dikembangkan pada akhir
tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan tehnik
pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa
tetentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain: farmasi,
lingkungannya, bioteknologi, polimer, industry makanan.
Kegunaan maupun zwit umum KCKT adalah untuk pemisahan senyawa
organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidakmurnian
(impurities); analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non-volatil);
penetuan molekul-molekul netral, ionic, maupun zwitter ion: osolasi dan
pemurnian senyawa; pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama;
pemisahan senywa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace element), dalam
jumlah banyak dan dalam skala proses industry (Sudjadi, 2007).
2.7.5 Kromatografi Gas
Kromatografi Gas (KG) merupakan fase gerak berupa gas lembam seperti
helium, nitrogen, argon, atau bahkan hydrogen yang bergerak dengan tekanan
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat
- Erlenmeyer, Corong pisah, Beaker glass, Corong, Gelas ukur, Chamber,
Labu ukur 10 ml, UV 254, Plat KLT, Syiring, Sprayer, Kertas indikator.
3.2 Bahan
- Jamu Gemuk Sehat Untuk Pria Dan Wanita, Air, Baku Pembanding
Parasetamol, Sikloheksana, Kloroform, Metanol, Etanol, Asam asetat
glacia.
3.3 Komposisi
- Myristicae Semen 10%, Curcumae Rhizoma 30%, Piperis nigri fruktus
20%, Coriandri fructus 20%, Andrografhidis Herba 20%.
3.4 Khasiat dan kegunaan
Berdasarkan bahan-bahan pilihan hasil alam Indonesia yang diramu secara teliti
dan bersih bebas dari bakteri serta punya aroma yang khas, sehingga bisa dijamin
kualitasnya untuk menyembuhkan : maag, masuk angin, menambah selera makan,
membuat enak tidur, menambah daya tahan tubuh, sangat cocok untuk wanita
yang habis bersalin, dll.
3.5 Prosedur
3.5.1 Identifikasi Parasetamol dalam jamu secara kromatografi lapis tipis
a. Larutan uji
- Tambahkan 50 ml air dan beberapa tetes Natrium bikarbonat 8%
hingga PH 7.
- Kemudian Kocok selama ± 30 menit dan saring kedalam corong
pisah.
- Selanjutnya diasamkan dengan H2SO4 3 N hingga 1, kemudian
ekstraksi 4 kali, setiap kali dengan 20 ml eter.
- Setelah itu kumpulkan ekstrak dan diuapkan hingga kering,
larutkan dengan 5 ml etanol (A).
- Dengan cara yang sama ekstraksi cuplikan yang telah ditambahkan
50 mg Parasetamol BPFI (B)
b. Larutan Baku
Buat larutan baku parasetamol BPFI 0,1% b/v dalam methanol (C)
3.6Identifikasi
- Cara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Larutan A, B dan C ditotolkan secara terpisah dan lakukan KLT sebagai
berikut:
FD : Silika Gel GF 254
FG : i. Sikloheksana–kloroform–metanol–asam asetat
glacial (60 : 30 : 5 : 5).
ii. Kloroform – metanol (90: 10)
Penjenuhan : Dengan kertas saring.
Volume penotolan : Larutan A, B dan C masing- masing 15 ml
Penampak bercak : Cahaya ultraviolet 254 nm bercak berwarna
biru gelap.
3.7 Persyaratan
Jamu tidak boleh mengandung Parasetamol.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Kromatografi Lapis Tipis
4.1.1 Dengan Fase Gerak Sikloheksana:Kloroform:Asam Asetat Glacial
(60 : 30 : 5: 5)
Hasil kromatogram Lampiran 1
Harga Rf :
Baku Parasetamol =
= 0,03
Sampel + Baku =
= 0,03
Sampel Jamu =
4.1.2 Kloroform–Metanol (90 : 10)
Hasil kromatogram Lampiran 2.
Harga Rf :
Baku Parasetamol
=
= 0,5
Sampel + Baku
=
= 0,54
Sampel Jamu
=
= 0,3
4.2 Pembahasan
Dari hasil pengujian kromatografi lapis tipis Harga Rf menunjukan sampel
mengandung Parasetamol karena harga Rf Baku Parasetamol sama atau hampir
sama dengan harga Rf Sampel Jamu dengan menggunakan 2 eluen atau FG yakni
dengan fase gerak sikloheksana : kloroform : metanol : asam asetat glacial : (60 :
30 : 5 : 5). Didapat Harga Rf : Baku Parasetamol = 0,03 sedangkan Sampel +
Baku = 0, 03 dan Sampel Jamu = 0,08. Dengan fase gerak kloroform : metanol
(90 : 10) didapat harga Rf : parasetamol = 0,5 sedangkan Sampel + Jamu = 0,54
dan Sampel Jamu = 0,3.
Dari hasil ini maka jamu ini mengandung BKO atau bahan kimia obat
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada pemeriksaan jamu gemuk sehat untuk pria dan wanita tidak
memenuhi syarat karena mengandung Parasetamol.
5.2 Saran
Diharapkan agar pada Praktek Kerja Lapangan selanjutnya dilakukan
pengujian kembali terhadap jamu gemuk sehat untuk pria dan wanita dan
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. ( 2000). Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek. Cetakan ke- 9. Yogyakarta: Gajah Mada University- Press, Halaman 32 – 80.
Chairul, Muchlisyam, Siti Nurbaya, Masfria, Chairul Anwar, Tuti Roida Pardede, Nurmadjuzita. (2006). Kimia Farmasi Kwalitatif. Universitas Sumatera Utara, Medan: Halaman 52.
Cheppy, S., dan Hemani.(2001). Budidaya Tanaman Obat Komersil. Jakarta: penerbit Penebar Swadaya.
Depkes RI, (1995). Farmakope Indonasia. Edisi IV. Departemen Kesehatan, Jakarta: Halaman 114.
Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid IV 1995. Jakarta: Penerbit Departemen Kesehatan RI.
Dirjen POM. (1994). Petunjuk Pelaksanaan Cara Pembuatan Obat Tradisional
Yang Baik (CPOTB). Jakarta: Penerbit Departemen Kesehatan RI.
Dirjen POM. (1986). Pengujian Bahan Kimia Sintetik Dalam Obat Tradisional. Jakarta: Penerbit Departemen Kesehatan RI.
Gritter, R.J. (1991). Pengantar Kromatografi. Edisi II, Bandung: Penerbit ITB. Halaman 13-160.
Kanzung, G.B. (2005). Farmakologi Dasar Dan Klinik. Edisi III, Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Halaman 429.
Sastrohamidjojo, H. (1985). Kromatografi. Edisi I, Yogyakarta: Penerbit Liberty. Halaman 1-38.
Tjay, T.h. (2002). Obat- Obat Penting Khasiat Penggunaan dan Efek-efek
Sampingnya. Edisi IV, Cetakan I, Jakarta: PT. Efek Media Komputido