• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan kumpulan dari usaha yang bergerak di bidang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan kumpulan dari usaha yang bergerak di bidang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dan Masalah

Pertanian merupakan kumpulan dari usaha yang bergerak di bidang pembudidayaan tanaman pangan atau semusim, tanaman keras, perikanan dan peternakan. Sektor perkebunan mengusahakan tanaman keras dengan komoditi kelapa sawit, kelapa, kopi, teh, tembakau, gula tebu, cengkeh dan lain-lain, sedangkan komoditi dari tanaman pangan atau semusim adalah padi, palawija dan sayur-sayuran. Tanaman keras dan tanaman pangan atau semusim dibedakan dari segi umur tanaman keras yang panjang, biasanya memiliki umur diatas sepuluh tahun dan perawatan yang tidak secara rutin dilakukan sedangkan tanaman pangan memiliki umur yang pendek hanya berkisar tiga bulan dan memerlukan perawatan yang sangat rutin1. Hasil pertanian yang dianggap mendatangkan laba besar adalah dari sektor perkebunan, karena hasil komoditi perkebunan memiliki nilai ekspor yang tinggi dalam perdagangan internasional.

Sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal di daerah perdesaan. Desa adalah satu pemerintahan yang terkecil dalam struktur pemerintahan Indonesia. Masyarakat pedesaan umumnya mempunyai mata pencaharian yang homogen yaitu bertani. Status sosial dalam struktur desa dilihat dari luas tanah yang dimiliki oleh

1

(2)

warga desa. Tingkat pendidikan tidak menjadi hal utama untuk meningkatkan status sosial bagi masyarakat pedesaan yang masih tradisional.

Sejak bentuk pemerintahan Indonesia masih bersifat kerajaan, perekonomian Indonesia sudah bergantung pada hasil pertanian khususnya sektor perkebunan, hal ini dapat dilihat dari pendapatan dari dua kerajaan nasional Indonesia pada zaman Hindu-Budha yaitu Sriwijaya dan Majapahit. Kerajaan Sriwijaya yang dikenal dengan kerajaan maritim dan Majapahit sebagai kerajaan agraris. Wilayah Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau menjadikan tingkat keadaan sosial budaya masyarakat berbeda-beda, tergantung pada kemajuan yang diterima oleh masyarakat itu sendiri.

Masyarakat Indonesia memiliki tingkat sosial dan budaya yang berbeda, Perbedaan ini karena pada masa awal kedatangan bangsa Barat, wilayah Indonesia yang berbentuk kepulauan terdiri dari beragam suku dan etnis. Perbedaan ini terdapat pada bentuk penerimaan, rentang waktu, letak geografis, dan keadaan sifat asli dari penduduk setempat. Biasanya masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir yang memiliki tingkat kebudayaan yang tinggi. tetapi masyarakat Indonesia mendapat pengaruh kebudayaan dari tempat yang sama.

Seiring dengan perjalanan sejarah yang dialami oleh bangsa Indonesia mulai dari bentuk pemerintahan bersifat kerajaan, masa penjajahan sampai Indonesia merdeka. Indonesia hampir mengalami masalah yang berakar pada persoalan yang sama yaitu masalah pertanian secara umum dan perkebunan secara khusus. Contoh dari masalah yang dialami oleh Indonesia adalah masuknya bangsa asing ke

(3)

Indonesia karena mengetahui bahwa di wilayah Indonesia memiliki kekayaan komoditi hasil pertanian yang dicari oleh masyarakat internasional, sehingga menggugah bangsa asing untuk datang langsung ke Indonesia.

Pada abad 15, agama Islam mulai berkembang di Sumatera dan Jawa dan akhirnya mencapai kepulauan Maluku. Indonesia Dalam yang terdiri atas Pulau Jawa, Madura, Bali Selatan dan Lombok Barat, dan Indonesia Luar terdiri atas Jawa Barat Daya dan Pulau-Pulau lain yang ada di Indonesia mempunyai ciri dan agroekosistem yang berbeda.2 Di Indonesia Dalam, pertanian dataran rendah banyak dijumpai sementara di Indonesia Luar lebih banyak dikerjakan perdagangan di dalam ekosistem hutan tropika. Msyarakat desa, karena perbedaan kesuburan tanah satu demi satu meninggalkn fase subsisten dan mulai melakukan perdagangan tukar menukar, mula-mula pada tingkat lokal dan berkembang ke tingkat regional3.

Bangsa asing dengan tujuan mencari rempah-rempah secara resmi mulai berdatangan ke wilayah Indonesia pada abad ke-16. Portugis dengan armada yang dipimpin oleh Vasco da Gama adalah orang asing pertama yang tiba di Indonesia tepatnya di wilayah kepulauan Maluku. Tahun 1580 armada Inggris yang dipimpin oleh Francis Drake melewati perairan Indonesia dalam perjalanannya mengelilingi dunia ke arah Barat, sedangkan bangsa Belanda yang menjajah Indonesia tiba pada akhir abad 16.

2

JAN H.M. Oudejans. Perkembangan Pertanian di Indonesia. 2006. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hlm:8

3

(4)

Seperti bangsa-bangsa asing lainnya tujuan Belanda datang ke Indonesia adalah untuk mencari keuntungan yang besar melalui hasil bumi Indonesia. untuk mencapai tujuannya ini Belanda berusaha menguasai sektor pertaniannya Indonesia khususnya perkebunan dengan mendirikan Verenigde Oost Indsche Compagnie ( VOC). Melalui VOC Belanda berusaha memonopoli perdagangan hasil kebun rakyat yang memiliki nilai ekspor, membeli dengan harga murah adalah cara Belanda. Hasil kebun yang menjadi komoditas ekspor bagi Belanda adalah cengkeh, kopi dan tebu. VOC mengalami kemunduran karena kasus korupsi yang dilakukan oleh para pejabat dan dana VOC juga digunakan untuk biaya perang dengan kaum-kaum yang melawan pemerintah Belanda.

Setelah Dewan Direktur VOC dibubarkan tahun 1796, karena mengalami kebangkrutan. Pemerintah Hindia Belanda mengambil alih kegiatan VOC yang ada di Nusantara, dan menghadapi perlawanan dari daerah-daerah yang ada di Indonesia, seperti Perang Diponegoro tahun 1821-1936 dan Perang Padri tahun...pada saat ini pemerintah Hindia Belanda mendominasi politik di Pulau Jawa pada tahun 1830 dan perekonomian di Nederlands juga sedang kacau, maka Gubernur Hindia Belanda di Batavia mulai menerapkan sistem tanam paksa (Culturestelsel) untuk tanaman yang menjadi komoditas ekspor seperti kopi, teh, nilam, lada, kapuk, gambir, pinang, gula tebu dan tembakau. Sistem tanam paksa yang diterapkan ini mengalami pertentangan di parlemen Nederlands, walaupun sistem ini memberi keuntungan bagi pemerintah Belanda.

(5)

Sistem tanam paksa ini akhirnya dihentikan oleh pemerintah Hindia Belanda setelah mendapat perdebatan dari pihak parlemen, sebagai gantinya adalah mulai diberi izin terhadap pengusaha Barat untuk mendirikan perkebunan. Para tuan tanah yang didominasi oleh kaum bangsawan mulai meneyewakan tanahnya untuk perkebunan kepada pihak pengusaha asing karena melihat banyaknya keuntungan yang didapatnya. Sejak tahun 1835 di Indonesia mulai tumbuh usaha perkebunan swasta. Para pengusaha perkebunan lebih memilih pada tanaman keras karena ini merupakan komoditas ekspor.

Seperti daerah-daerah lain yang ada di Indonesia, perekonomian utama masyarakat yang ada kabupaten Aceh Selatan bergerak di bidang pertanian dan perikanan ditinjau dari letak geografis daerah ini terletak di bibir pantai berbatasan langsung dengan Samudera Hindia di Sebelah Selatan dan Utara berada di lereng gunung Leuser.

Berdasarkan fakta sejarah, pada zaman kolonial Aceh Selatan belum menjadi sebuah kabupaten tetapi masih berada di bawah daerah Aceh Barat (west

Kust van Aceh) berupa Onder Afdeling. Namun sejak tahun 1946 kabupaten Aceh

Selatan terbentuk dengan menggabungkan 3 Onder Afdeling yaitu : 1. Onder Afdeling Tapak Tuan dengan ibunegerinya Tapak Tuan. 2. Onder Afdeling Z.A. Landschapen dengan ibunegerinya Bakongan. 3. Onder Afdeling Singkil dengan ibunegerinya Singkil.

(6)

Ketiga Onder Afdeling ini disatukan menjadi kabupaten Aceh Selatan memiliki 18 kecamatan.4 Kepala daerah kabupaten Aceh Selatan yang pertama adalah M.Sahim Hasymy.

Daerah pesisir barat Aceh sudah lama dikenal memiliki kota-kota pelabuhan yang meliputi wilayah Daya, Meulaboh, Singkil, Barus, Tiku, Pariaman, Sebedeh, Pulo Dua, Kluet, Meukek, Labuhan Haji, Manggeng, Susoh, Kuala Batee, Tapaktuan dan Samadua. Berdasarkan studi dokumen dan surat-surat kapal yang tersimpan dalam arsip-arsip bangsa Portugis dan Amerika mengenai perdagangan di pantai Barat dan Selatan Sumatera, kota-kota pelabuhan seperti yang tersebut diatas telah menjalin hubungan perdagangan dengan bangsa Portugis dan Amerika sebelum Belanda datang5. Komoditi yang diperdagangkan di pelabuhan tersebut adalah hasil pertanian berupa beras, pinang, damar, kemenyan hitam dan putih, sari wangi-wangian, tali-temali, gading gajah, emas, belerang, dan minyak tanah.

Hasil pertanian yang diperdagangkan mulai teratur sejak kedatangan dan ikut campurnya pemerintah kolonial Belanda melalui penyuluhan terhadap peningkatan program pertanian seperti pengolahan tanah, peremajaan atau reboisasi pohon kelapa, pinang, lada, karet, serta areal persawahan. Peningkatan jumlah tanaman pohon kelapa dianjurkan kepada masyarakat yang tinggal di sepanjang pantai barat dan selatan mulai dari daerah Calang, pulau Semeulu, Meulaboh, Susoh,

4

5

Sayed Mudhahar Ahmad. Ketika Pala Sedang Berbunga. 1992. Tapaktuan: Pemda Aceh Selatan. Hal: 93. terdapat juga dalam Ikhtisar sejarah pendudukan Belanda di Tapak tuan dan

(7)

Manggeng, Tapaktuan, sampai ke Singkil dan Pulau Banyak6. Tanaman kelapa selain untuk memenuhi kebutuhan hidup juga diolah untuk kebutuhan ekspor dalam bentuk kopra. Kopra merupakan ekspor paling menguntungkan dan di ekspor ke Penang dan Eropa. Selain kelapa, komoditas ekspor lain yang menguntungkan adalah daun nilam. Tanaman nilam merupakan usaha masyarakat yang dilakukan secara besar-besaran. Nilam biasanya ditanam di area pegunungan. Hasil panen nilam tidak dijual dalam bentuk asli tetapi sudah dalam bentuk minyak sulingan.

Pemerintah kolonial menganjurkan masyarakat untuk menanam pohon kelapa di sepanjang pantai dan juga tanaman lain seperti pinang, lada, dan pala. Pemerintah kolonial tidak membangun suatu sistem perkebunan milik pemerintah kolonial. Perkebunan milik perusahaan asing menanam karet dan kelapa sawit di wilayah Singkil.

Pesatnya perkembangan tanaman perkebunan yang menjadi komoditas ekspor dapat meningkatkan keuntungan tidak hanya bagi masyarakat tetapi juga keuntungan bagi pemerintah kolonial Belanda. Untuk meningkatkan dan melancarkan distribusi hasil pertanian maka pemerintah kolonial Belanda mulai membangun sarana infrastuktur berupa jalan raya dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Tindakan ini agaknya sengaja dilakukan untuk mengambil hati rakyat Aceh.7

Bentuk lain dari realisasi pertanian yang dilakukan oleh pemerintah kolonial juga diberikan dalam bentuk pinjaman modal tanpa bunga. Pemerintah kolonial

6

Sayed Mudhahar Ahmad, Ibid, hal 92

7

(8)

Belanda juga membangun perusahaan perkebunan kelapa sawit di daerah Singkil pada tahun 1937, yaitu NV Handelsveereeniging Amsterdam dan Societe Financiere, perusahaan Belgia. Walaupun tanaman jenis kelapa sawit sudah dikelola oleh perusahaan asing, namun yang menjadi komoditas ekspor utama Aceh Selatan tetap tanaman pala, kelapa dan pinang yang dikelola secara mandiri oleh masyarakat dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup, sedangkan ekspor bukan sebagai tujuan utama.

Sampai akhir abad 19, masyarakat wilayah pantai Barat dan Selatan Aceh melakukan hubungan dagang tidak dengan Belanda saja. Hubungan dagang juga dilakukan dengan Amerika dan Inggris untuk memasarkan hasil bumi wilayah ini. Bukti dari kegiatan dagang ini banyak ditemukan dalam surat-surat kapal dagang Amerika dan Inggris. Hubungan dengan kedua negara ini berlangsung dengan baik dan mulai terputus sejak Belanda menguasai Barus.8

Tanaman kopra, pinang, dan pala yang menjadi usaha pertanian rakyat Aceh Selatan tidak berada dibawah Onderneming tetapi menjadi mata pencaharian rakyat. Rakyat mengelola pertaniannya secara pribadi berdasarkan kepemilikan tanah. Rakyat yang mempunyai tanah dapat mengolah tanahnya untuk pertanian. Tanah-tanah yang ada di Aceh khususnya Aceh Selatan bukan milik raja tetapi milik rakyat. Kepemilikan tanah di Aceh memiliki hukum tersendiri tidak sama dengan wilayah lain di Nusantara walau secara sekilas kita melihatnya sama.

8

(9)

1.2 Rumusan Masalah

Periode sebagai batas waktu penelitian 1935 sampai 1950. Diawali dengan dari tahun 1935 karena pada masa ini sudah mulai ada campur tangan pemerintah kolonial dalam hal cara mengolah tanah dan tanaman pertanian serta mulai didirikan perusahaan asing. Sedangkan tahun 1950 adalah batasan akhir dari penelitian ini karena sampai pada masa ini banyak terjadi peristiwa penting, seperti pergantian kekuasaan dari pemerintah kolonial Belanda ke Jepang serta kemerdekaan Indonesia.

Untuk memudahkan penelitian ini, maka masalah yang diajukan lebih disederhanakan sebagai berikut:

1. Bagaimana keadaan sosial budaya masyarakat Aceh Selatan?

2. Apa jenis tanaman yang dibudidayakan oleh masyarakat Aceh Selatan? 3. Mengapa tanaman ini yang dibudidayakan oleh masyarakat Aceh

Selatan?

4. Bagaimana perkembangan (pasang surut) perkebunan rakyat di Aceh Selatan. Periode 1935-1950?

(10)

1.3 Tujuan Dan Manfaat

Penelitian ini sudah tentu mempunyai tujuan dan mamfaat yang sangat besar tidak hanya bagi yang memiliki kepentingan tertentu tetapi juga akan menjadi satu wawasan baru bagi masyarakat banyak.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan: 1. Keadaan sosial budaya masyarakat Aceh Selatan

2. Jenis tanaman yang dibudidayakan oleh mayarakat Aceh Selatan. 3. Alasan tanaman ini yang dibudidayakan oleh masyarakat Aceh Selatan. 4. Mengetahui perkembangan perkebunan rakyat di Aceh Selatan. Periode

1935-1950.

Sehubungan dengan tujuan penelitian yang tertulis diatas maka akan memberikan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai tambahan referensi jika kedepannya ada yang melanjutkan penelitian ini.

2. Menjadi satu informasi penting bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakt Aceh Selatan pada khususnya.

(11)

1.4 Tinjauan Pustaka

Literatur yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan berupa buku dan makalah yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti dan dapat membantu dalam penelitian ini.

Buku pertama yang digunakan adalah Ketika Pala Mulai Berbunga ditulis oleh mantan Bupati Aceh Selatan bapak Drs.H.Sayed Mudhahar Ahmad. Buku ini merupakan seraut wajah Aceh selatan berisi tentang kondisi geografis, sejarah Aceh Selatan, sumber daya yang dimiliki serta bagaimana sumber mata pencaharian dari masyarakat. Buku ini diterbitkan pada tahun 1992 ketika beliau menjabat sebagai bupati.

Buku karangan dari James C.Scoot dengan judul Moral Ekonomi Petani, dipakai dalam penelitian ini sebagai bahan perbandingan yang memiliki sedikit kesamaam terhadap masalah yang akan dikaji. Dalam buku ini menceritakan tentang kondisi para petani yang berada di Asia Tenggara, yang setidaknya memiliki kesamaan etos kerja masyarakat Aceh Selatan.

Selain itu buku yang berjudul Perkembangan Pertanian Indonesia juga menjadi literatur dalam penulisan proposal ini. Dalam buku ini menuliskan sejarah awal perkembangan pertanian Indonesia mulai dari zaman kerajaan sampai pada masa kemerdekaan Indonesia. Buku ini juga membahas tentang tanaman yang dikembangkan di Indonesia. Buku ini ditulis oleh JAN H.M. Oudejans seorang ahli pertanian dari Belanda.

(12)

1.5 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penulisan dalam bentuk ilmiah yang tentu saja memerlukan metode untuk suatu hasil yang lebih baik. Metode sejarah yang digunakan untuk menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan pada masa lampau9. Metode merupakan aturan-aturan yang dirancang untuk membantu dengan efektif dalam mendapatkan kebenaran suatu sejarah. Metode sejarah bersifat ilmiah jika dengan ilmiah dimaksudkan mampu untuk menentukan fakta yang dapat dibuktikan dan dengan fakta diperoleh hasil pemeriksaan yang kritis terhadap dokumen sejarah dan bukannya suatu unsur daripada aktualitas yang lampau10.

Tahap pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tahap Heuristik yaitu: mengumpulkan informasi mengenai bahan yang berhubungan dengan penelitian ini, antara lain data-data berupa laporan hasil produksi yang ada pada waktu itu dengan menggunakan literatur dari buku-buku, dokumen-dokumen yang didapat dari badan arsip daerah kabuten Aceh Selatan, situs internet dan wawancara dengan informan yang memiliki informasi mengenai masalah yang dikaji serta telah memenuhi syarat sebagai seorang informan. Dari data dan sumber yang telah terkumpul selanjutnya melakukan kritik terhadap data yang terkumpul, dan langkah ini disebut dengan Kritik Sumber (intern dan ekstern). Kemudian Interpretasi yang menafsirkan sumber-sumber yang terkumpul agar menjadi fakta sejarah yang valid.

9

Louis Gotschalk. Understanding History, Mengerti Sejarah, Terjemahan Nugroho Notosusanto, 1985. Jakarta: UI Press. Hal. 32

10

(13)

Dan langkah yang terakhir adalah Historiografi yaitu tulisan sejarah yang sistematis dan kronologis.

Metode diatas dilakukan oleh peneliti untuk dapat menghasilkan satu tulisan yang ilmiah, sehingga tulisan ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa dengan telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler

Dari latar belakang yang diutarakan diatas maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui implementasi strategi pembelajaran metakognitif dalam meningkatkan

(ah, jika jumlah modal usaha yang anda miliki tidak menapai angka itu, maka anda masih bisa tetap berbisnis elpiji dengan menjadi sub agen atau pangkalan agen. Sub agen

Kelimpahan mikroplastik dari setiap zona di tiga stasiun, tiga transek, dan dua kedalaman yang diamati menunjukkan bahwa zona 1 memiliki kelimpahan mikroplastik tertinggi

Adapun yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini ialah informan yang secara langsung menjatuhkan talak terhadap istrinya karena adanya intervensi dari

Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik

disampaikan guru, dan diskusi, siswa dapat mempraktikkan gerak spesifik menahan (menggunakan kaki bagian dalam, dan kaki bagian luar) pada permainan sepak bola

Hasil analisis data menjelaskan bahwa responden pasien yang menyatakan kualitas keperawatan onkologi: kenyamanan baik sebesar 68% terhadap perawat dengan tingkat