Ruang Teater Gedung PINISI UNM, 13 Juni 2015
STRUKTUR MAKNA SIMBOLIK DALAM FENOMENA
PASCA REFORMASI: KAJIAN WACANA KRITIS
Jufri dan Achmad Tolla
Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Makassar email; jufri.lemlit@gmail.com.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan konstruksi struktur makna simbolik kosakata dalam wacana politik. Model analisis wacana kritis yang dipakai dalam penelitian ini adalah model Fairchlough, model van Dijk, dan model Bourdiue. Sumber data penelitian ini adalah teks media massa, baik cetak maupun elektronik. Data dianalisis dengan model alir Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur makna simbolik pada wacana politik direfresentasikan melalui; (1) penggunaan modalitas, meliputi modalitan ingin, akan, harus, mampu, dan mau; (2) penggunaan kata kerja; dan (3) penggunaan kata pengubung, meliputi agar, tetapi, dan karena.
Kata Kunci: makna simbolik, wacana kritis, bahasa dan ideologi
PENDAHULUAN
Wacana kritis merupakan serangkaian pengetahuan dan kenyakinan yang dikonstruksi oleh komunitas tertentu dalam wacana (politik, korupsi, dannarkoba) dengan harapan agar dapat tercapai cita-citanya. Di balik pilihan kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, danteks –tersembunyi ideologi dan kekuasaan. Salah satu kalimat yang diperjuangkan pada masa kampanye Pemilu 2014, misalnya; “tegas memperantas korupsi”. Kalimat tersebut mengajak publik untuk memberantas korupsi. Apabila haltersebut dipahami dan diyakini publik tentang kebenaran/persetujuan pernyataan itu, mereka akanmemilih partaitersebut. Hal ini berarti, ide yang ditawarkan partai tersebut berterima. Dengan demikian, pilihan bahasa kampanye yang dipertarukan kepublik sebagai medianya telah tercapai cita-cita partainya. Inilah yang dimaksud Bourdie (dalam (Jufri, 2008:51) bahwa kekuasaan maknasimbolik adalah hegemoni (ideologidankekuasaan) yang dapat dikenali dari tujuannya untuk
mendapat pengakuan. Di sampingitu, struktuk makna simbolik menurut van Dijk (2001) dan Bourdieu (dalamRusdiati, 2003) memiliki kesempatan untuk memperluas hegemoninya tanpa disadari oleh publik. Hal tersebut dapat diterima oleh akal sehat karena setiap produksi wacana dikategorikan sebagai suatu perjuangan makna simbolik melalui bahasa. Dengan demikian, penguasaan dunia makna simbolik sangat penting untuk memapankan, merebut, dan mempertahankan/melestarikan
kekuasaan.
Rekayasa maknasimbolik merupakan strategi yang dibangun oleh komunitas tertentu untuk mengontrol dunia simbolik. Rekayasa tersebut salah satunya diwujudkan melalui representasi struktur makna simbolik dalamwacana. Bahasa dalam perspektif kritis sebagai praktik sosial yang dikonstruksi oleh komunitas tertentu untuk memdominasi komunitas lain. Pandangan tersebut, senada dengan pikiran Latif dan Ibrahim (1996:18), yang menyatakan bahwa bahasa adalah
dikonstruksi dan direkonstruksi dalam kondisi tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa bahasa sebagai representasi dari hubungan sosial senantiasa membentuk subjek, strategi, dan tema wacana tertentu.
Relasi bahasa dan kekuasaan menurut Wareing (1999:19), adalah
kekuasaan seringkali ditunjukkan
melalui bahasa, bahkan kekuasaan diterapkan dan dilaksanakan melalui
bahasa.Selain itu, Santoso (2012)
menyatakan bahwa dalam wacana akan
terjadi simbol kebahasaan yang
berkuasa lebih dominan daripada
partisipan yang dikuasai. Bahasa
seringkali dimanfaatkan untuk
mendapatkan kepentingan kelompok sosial yang dominan. Hal ini terjadi karena kelompok dominan biasanya
memegang kendali. Hegemoni
(dominasi) menurut Fairchlough(1995) lebih menekankan pada teori kekuasaan dengan pemahaman bahwa kekuasan suatu komunitas yang dominan dapat menguasai komunitas yang lain. Teun Van Dijk dalam Wetherell, Taylor, dan
Yates (2001:300-301) menyatakan
bahwa hubungan top-down lebih
memdominasi hubungan bottom up secara berlawanan. Hubungan bottom up selalu menerima, tunduk, rela, dan mengalahberbagai infomasi.
Fenomena wacana` politik pasca reformasi penting dikaji karena adanya
perubahan kebijakan yang akan
diterapkan. Apakah janji politik ketika kampanye/pesta demokrasi memiliki
signifikansi atau tidak dalam
menjalankan amanah rakyat. Dalam
dunia politik, pemerintah sebagai
penguasa yang bertindak sebagai
pemegang wacana dominan senantiasa mendapat perlawanan dari oposisi yang membangun wacana tandingan. Kedua
kelompok berebut memengaruhi
melalui wacana yang dibangun. Tema-tema kesejahteraan, pemberantasan korupsi dan narkoba sebagai contoh
pemerintah berhadapan dengan
kemiskinan, keterbelakangan, makin maraknya penggun akan narkoba di berbagai strata sosialyang diwacanakan oleh oposisi. Dalam contoh ini, telah terjadi pertarungan makna simbolik untuk menguasai pikiran khalayak.
Berdasarkan fenomena wacana
politik tersebut, masalah dalam
penelitian bagaimanakah struktur
makna simbolik yang direfresentasikan dalam wacana politik. Secara umum
tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan dan mengeksplanasi representasi linguistik dalam pilihan kosakata dalam wacana politik.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Penelitian tersebut berupaya memahami arti peristiwa wacana yang terjadi di bidang politik. Penelitian dilakukan untuk memberikan gambaran secara menyeluruh dan mendalam
mengenai fenomena wacana
politik/kebijakan, wacana korupsi, dan wacana narkoba. Peneliti bertindak
sebagai instrumen utama dalam
penelitian ini (Bogdandan Biklen, 1982). Selain sebagai pengolah dan penginterpretasi data, peneliti berfungsi sebagai alat pengumpul data. Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti secara
aktif mencari dan mengumpulkan
informasi yang berkaitan dengan
masalah penelitian melalui pengamatan
dan observasi dan berupaya
mengklarifikasi yang diperoleh dalam penelitian tersebut. Untuk membantu
peneliti yang bertindak sebagai
instrumen utama, maka digunakan panduan analisis untuk menampung data penelitian.
Data penelitian dikumpulkan dengan analis dokumen Teknik analisis
dokumen digunakan untuk
mengumpulkan data dari media
massadanelekronik. Untuk melengkapi
Ruang Teater Gedung PINISI UNM, 13 Juni 2015 mengumpulkan data, digunakan teknik
baca kutip. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data dengan cara membaca wacana berita, lalu mengutip elemen-elemen wacana yang sesuai dengan data yang diperlukan.
Data yang dianalisis dalam penelitian ini berupa bentuk verbal (bahasa) dan nonverbal yang menunjukkan pertarungan simbolik pelaku sosial dalam wacana.Model analisis yang digunakan adalah model yang diperkenalkan oleh Miles dan Huberman (1987) dan Fairchlough (1995). Analisis data diawali dengan indentifikasi data, reduksi data, penyajian data, dansimpulan.
a. Tahap identifikasi data sebagai tahap penelusuran awal untuk memperoleh gambaran secara umum yang kelak diikuti dengan tahap merinci data padabagian berikutnya.
b. Tahapreduksi data mencakup pemerian aspek linguistic pertarungan simbolik dalam wacana, penafsiran praksis wacana, dan penjelasan praksis sosiokultural. Tahap pertama berupa analisis teks
bahasa dengan cara
mengidentifikasi data dan
mengaitkan dengan
masalahpenelitian. Tahap kedua menafsirkan hubungan konteks dengan praksis wacana. Tahap ketiga berupa analisis praksis sosial yang memberikan penjelasan tentang hubungan praksis wacana dengan praksis sosio kultural.
c. Tahap interpretasi mencakup kegiatan untuk menafsirkan data yang sudah diidentifikasi dengan kode yang jelas.
d. Tahap penyajian data mencakup langkah penyajian kembali hasil klasifikasi data untuk dijadikan dasar penarikan kesimpulan.
e. Tahap eksplanasi mencakup
kegiatan membahas
danmendiskusikan berbagai
pandangan, hasil emperis untuk menentukan posisihasil penelitian. f. Tahap kesimpulan mencakup
langkah perumusan generalisasi awal dari data yang memiliki keteraturan, lalu mencari data tambahan untuk menguji generalisasi awal. Jika data tambahan bertentangan dengan generalisasi awal maka generalisasi awal harus diverifikasi kembali, akan tetapi jika data tambahan mendukung generalisasi awal maka generalisiasi tersebut diangkat menjadi teori sebagai kesimpulan akhir.
HASIL PENELITIAN
Pada bagian ini disajikan hasil penelitian dan selanjutnya diinterpretasi dan dieksplanasi temuan secara mendalam dan menyeluru. Dari hasil analisis ditemukan berbagai hirarki bahasa dan berbagai bentuk baru yang tidak ditemukan sebelumnya, seperti Bourdie.Temuan tersebut dipaparkan sebagai berikut.
1. Representasi Makna Simbolik dalam Modalitas
Modalitas merupakan suatu klasifikasi proposai menurut hal yang menyungguhkan atau mengingkari kemungkinan atau kerusakan, cara pembicara menyatakan sikap terhadap suatu situasi dalam suatu komunikasi antarpribadi/antarkomunitas. Selain itu, dimaknai sebagai makna kemungkinan, keharusan, kenyataan dan sebagainya; dalam bahasa Indonesia modalitas dinyatakan dengan kata-kata seperti barangkali, harus, akan, ingin dan sebagainya.
a. Modalitas ‘Ingin’
Kata bantu adjektif ingin dimaknai sebagai suatu kehendak,, kemauan, atau berhasrat untuk melakukan suatu aktivitas berupa penghilangan program duplikasi antarkementerian yang dapat merugikan
kegiatan menjadi tujuan yang akan dicapai dalam wacana tersebut. Kata tersebut yang artinya hendak, mau, atau
berkaitan hal tersebut disajikan sebagai berikut.
Berdasarkan pada data (1)
tersebut, Jokowi sebagai Presiden
mengharapkan ke menterinya, agar
duplikasi anggaran antarmenteri
dihapus. Beliau berkomitmen dan ingin mengatakan ke publik bahwa rencana anggaran APBN 2015 yang tidak produktif, tidak efiesen, tidak efektif harus disederhakan demi ke sejahtraan rakyat. Pada hakikatnya, janji politiknya ketika ia mau jadi Presiden untuk
mensejahtrakan rakyat buka janji
belaka. Akan tetapi sudah ada upaya serius yang dilakukan Jokowi sebagai
Presiden yang berkaitan dengan
kesejahtraan rakyat. Namun demikian, sampai sekarang ditemukan data linguistik tentang salah satu modalitas yang dipakai sebagai ideologi dan
kekuatan dengan simbol ingin. Makna symbol yang dipresentasikan Jokowi ke publik adalah suatu keinginan.
b. Modalitas ‘Akan’
Kata bantu akan sebagaikata adjektif untuk menyatakan sesuatu yang hendak terjadi dan berarti tetapi belum
terjadi. Program yang baru mau
dikerjakan, seperti pusat pengembangan
infrastruktur. Program tersebut
berkaitan dengan sinerjitas berbagai kementerian untuk mewujudkan tujuan tersebut. Sesuatu yang belum terjadi, tetapi sudah ada keinginan Jokowi sebagai pemerintah RI. Mari kita
tunggu realisasinya. Data yang
berkaitan hal tersebut disajikan dalam kolom sebagai berikut.
Dari tiga data tersebut (2), (3), (4) menunjukkan ke publik bahwa program infrastruktur, Pin Emas, kembali ke
tanah dengan serangkian kunjungan ke negaraan belum terjadi. Makna symbol sebagai ide dan kekuatan Jokowi
(1) “Presiden ingin agar duplikasi-duplikasi anggaran lintas
kementerian dihilangkan karena hal ini dianggap sebagai bagian dari komitmen kabinet kerja. Program kerja kabinet Jokowi ini memang sengaja dibentuk agar lebih efisien dan efektif bagi kepentingan rakyat”.
(2) Lima pulau terpencil akan dijadikan pusat pengembangan infrastruktur. (Okezone.com. Senin, 29-10-2014), (Data 4).
(3) Dapat Pin Emas, Jokowi Jadi Warga Kehormatan Kota Manila. Pada hari kedua kunjungannya ke Manila, Filipina, Senin (9/2/2015), Presiden Jokowi akan mendapatkan pin emas dari Pemerintah Kota Manila, (Data 11), (Bentuk penghormatan). (4) Pesan KPK untuk Jokowi . Presiden Jokowi akan segera kembali
ke Tanah Air setelah melakukan serangkaian kunjungan kerja ke Malaysia, Brunei, dan Filipina.
Ruang Teater Gedung PINISI UNM, 13 Juni 2015 sebagai Presiden yang berkaitan dengan
program inprastruktur yang dipresentasikan ke masyarakat bahwa nantinya ada pusat pengembangan infrastruktur di Indoensia, sedangkan kabinet sebelumnya belum ada. Namun demikian dalam perspektif wacana kritis, semua program Jokowi dikategorikan belum terjadi karena pilihan kata modalitas digunakan adalah kata ingin. Peneliti tidak menemukan secara emperis perbedaan yang signifikan makna simbolik,
sebelum Jokowi Presiden dan sesudah Jokowi sebagai Presiden.
c. Modalitas ‘Harus’
Kata kerja bantu harus sebagaikata adjektif yang berarti patut, wajib, mesti (tidak boleh tidak) harus dikerjakan. Kalau tidak dikerjakan ada dampaknya, apakah itu sanksi teguran, hukuman dan lain sebagainya yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Sehubungan hal tersebut, data penelitian yang berkaitan hal tersebut disajikan sebagai berikut.
Modalitas Mampu
Sehubungan data tersebut, pada nomor (5) ditemukan salah satu modalitas yang digunakan Wakil Ketua DPR untuk mengingatkan Jokowi sebagai Presiden tentang polemik Kepala Polri RI. Modalitas harusdipilih Wakil Ketua DPR sebagai symbol agar Jokowi sebagai Presiden segera menyelesaikan masalah Kepala Polri. Landasan pemikiran DPR tersebut, tidak lepas dari tugas dan fungsi yang diembang POLRI sangat strategis. Oleh karena itu, ada sanksi politik yang akan diberikan ke Presiden apabila tidak mengupayakan secepat mungkin masalah tersebut.
d. Modalitas ‘Mampu’
Kata kerja bantu mampu berarti memiliki kuasa (bisa, sanggup, dapat) untuk melakukan sesuatu. Suatu konstruksi pemikiran yang ingin dipublikasikan ke publik adalah dengan doa dari komunitasnya sanggup menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi pemerintah dan tidak mengalihkan fokus kerja yang lain. Ia mengdoakan Jokowi sebagai Presiden agar tetap memusatkan perhatian pada priotiras program kerjanya yang sudah dianggap bagus oleh masyarakat. Data yang berkaitan hal tersebut, disajikan sebagai berikut.
Berdasarkandata (6) tersebut ditemukan kata kerja bantu yaitu mampu sebagai modalitas yang dipilih
Saifullah Yusuf, 100 hari kerja Jokowi. Tidak ada sesuatu yang menakjudkan atau tercengang publik dengan kinerga (5) Wakil Ketua DPR: Jangan Sampai Nawacita Jadi Dukacita. Wakil
Ketua DPR RI Taufik Kurniawan mengingatkan Presiden Joko Widodo harus segera menyelesaikan polemik pergantian kepala Polri, (Sabtu, 7 Februari 2015 | 12:09 WIB).
(6) 100 Hari Jokowi, Saifullah Yusuf: Biasa-biasa Saja. Saifullah
mendoakan Jokowi agar mampu menyelesaikan kemelut tanpa kehilangan fokus pada masalah lain.
yang telah dikerjakan dikategorikan
biasa-biasasaja. Saifullah lebih
mengandalkan hubungan vertical ke Tuhan YME dengan seraya berdoa agar Jokowi dapat menyelesaikan berbagai masalah Negara dan bangsa dan tidak melengceng dari program yang telah direncangan selama kampaye. Hal ini penting supaya publik tidak kehilangan kepercayaan dari Jokowi. Kata kerja
mendoakan Jokowi sebagai suatu
bentuk doa ke Allah swt. Istilah tersebut
dipakai Bourdie dalam Rusdiarti.
Elemennya adala heufeminasi dalam
dan elekronik. Bentuk doa merupakan hasil emperis yang belum ditemukan Bourdie dalam penelitiannya.
e. Modalitas‘Mau’
Kata kerja bantu mauberarti suatu upaya sungguh-sungguh yang
dikonstruksi oleh Jokowi sebagai
Presiden untuk melakukan program kerjanya sebagai kepala pemerintahan dan kepala Negara. Suatu kehendak pemerintah untuk mewujudkan program yang disukainya.
Pada data nomor (7) tersebut, ditemukan kata kerja bantu mau yang diperjuangkan Jokowi melalui media.
Modalitas tersebut sebagai suatu
ideologi dan kekuatan Jokowi yang merepresentasikan ke publik tentang
kesungguhan yang mengerjakan
programnya. Dibalik makna simbolik itu, diinterpretasi sebagai pengulangan janji politiknya yang akan dilaksanakan. Tetapi pada hakikatnya belum ada yang direalisasikan. Kapan dilaksanakan?, dimana tempatnya?, berapa biaya yang
dibutuhkan?, seberapa jauh
sifnifikansinya terhadap masyarakat marjinal? dan seterusnya; hal ini menjadi pertanyaan peneliti karena program tersebut sampai sekarang belum dikerjakan.
2. Kata Kerja
Kata kerja atau verba adalah
suatu kelas kata yang biasanya
berfungsi sebagai predikat; dalam
beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti ciri kala, aspek, persona, atau jumlah. Sebagian besar
verba mewakili unsur semantik
perbuatan, keadaan, atau proses; kelas ini dalam bahasa Indoensia ditandai dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata tidak dan tidak mungkin diawali dengan kata seperti sangat, lebih, dan sebagainya (Kridalaksana, 1993:226). Data linguistik yang berkaitan kata kerja tersebut disajikan sebagai berikut.
Berdasarkan data (8) tersebut,
digunakan kata kerja
‘mengundang’dimaknai memanggil
supaya datang atau mempersilahkan hadir penyidik KPK dalam persidangan
praperadilan. Pertarungan makna
(7) Mau Buka 1 Juta Ha Sawah Baru, Jokowi Harus Perhatikan Dua
Hal. Realisasi program tersebut membutuhkan waktu cukup panjang, bukan instan. Hal ini merujuk pada pengalaman pemerintahan sebelumnya.
(8) Tim kuasa hukum Komjen Pol Budi Gunawan (BG) mengundang
penyidik KPK sebagai saksi dalam lanjutan sidang praperadilan, (Okezone.com. Senin, 29-10-2014).
Ruang Teater Gedung PINISI UNM, 13 Juni 2015 simbolik antara yang dikerjakan oleh
KPK berbeda pandangan dengan Tim kuasa hukum Komjen Pol Budi Gunaman. Proses praperadilan merupakan langkah tepat untuk mengetahui bahwa sesungguhnya yang benar sesuai perundang-undangan yang
berlaku diuji di pengadilan. Kata kerja ‘mengundang’ merupakan suatu aktivitas yang dikonstruksi oleh komunitas tertentu, dengan harapan dapat tercapai tujuan
khususnya. Selain itu, hal-hal yang disangkakan itu, ingin diperkenalkan ke publik bahwa masih ada celah yang dipertarukan di berbagai kesempatan. Dalam perspektif teori kognisi sosial yang dikembangkan oleh Bourdie dikateorikan elemen eufeminisme dalam mekanisme halus dalam bentuk undangan. Suatu kekerasan makna simbolik dengan menggunakan kata kerja ‘mengundang’ untuk mendominasi pihak lain dalam wacana KPK.
3. Kata Penghubung
Kata Penghubung adalah suatu partikel yang menghubungkan dua kalimat atau lebih, yang tidak selalu muncul pada awal kalimat (Kridalaksana, 1993:164).
a. Kata penghubung “agar” Kata penghubung ‘agar’ digunakan aktor politik untuk menyampaikan pesan dan harapan. Data bahasa yang berkaitan kata penghubung tersebut disajikan sebagai berikut.
Berdasarkan data (10) aktor politik mendayagunakan kata penghubung agar untuk memberikan
pesan dan harapan kepada para TKI. Pernyataan yang disampaikan tersebut menunjukkan bahwa aktor politik (9) Menteri Kabinet Kerja sudah dilantik pada 26 Oktober. Rakyat saat ini
menunggu realisasi janji politik Presiden Joko Widodo saat kampanye."Publik menunggu apa yang akan dikerjakan oleh para menteri pilihan Jokowi itu," kata peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Rully Akbar di Kantor LSI, Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis (30/10/2014).Berdasarkan survei LSI pada 27-28 Oktober, sebanyak 74,75 persen responden menunggu kerja konkret 34 menteri Jokowi-JK. Masyarakat menunggu program-program prorakyat dari kabinet Jokowi-JK.
(10) Pesan Jokowi untuk TKI di Brunei Darussalam. Presiden Joko Widodo berpesan kepada para warga negara Indonesia yang berada di negeri orang agar saling menghormati dan menjaga kedamaian, (Senin, 9 Februari 2015 | 08:27 WIB, Data 10.)
pesan dan himbauan. Pesan dan himbauan hanya dapat diberikan oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan. Sebaliknya, pihak yang mendapatkan pesan menunjukkan posisi mereka yang berada di bawah kendali pemberi pesan. Sebagai warga negara yang baik, dalam konteks ini hendaknya para TKI yang
memperoleh pesan tersebut
mewujudkan pesan-pesan yang
diberikan. Dalam perspektif kritis, TKI tersebut termasuk pihak-pihak yang
dikendalikan oleh pemegang kekuasaan, dalam hal ini pemerintah.
b. Kata penghubung “tetapi”
Kata penghubung tetapi
digunakan untuk menyampaikan dua pernyataan yang saling bertentangan. Dalam wacana politik, kata penghubung tetapi digunakan untuk memberikan evaluasi terhadap kinerja pemerintah. Bentuk penggunaan kata penghubung ini ditunjukkan pada data berikut.
11) Survei Populi Center: Kepemimpinan Jokowi Diapresiasi, tetapi Kinerja
Kurang Memuaskan. Lembaga survei Populi Center menyatakan, kepemimpinan Presiden Joko Widodo masih diapresiasi masyarakat. Namun, pada aspek kinerja, masyarakat menyatakan tak puas, (Selasa, 10 Februari 2015 | 08:55 WIB).
Berdasarkan data (11), kata penghubung tetapi digunakan untuk
memberikan penilaian kinerja
pemerintahan Jokowi. Penggunaan kata tetapi tersebut menunjukkan adanya ketidakpuasaan pihak tertentu terhadap
pemerintah. Penggunaan kata
penghubung tetapi tersebut digunakan untuk menyamarkan kekurangan yang
terdapat dipemerintahan. Dengan
menggunakan ungkapan yang saling bertentangan aktor politik terlebih dahulu menyampaikan ungkapan yang
menunjukkan kebaikan pemerintah,
akan tetapi pernyataan tersebut diikuti dengan kekurangannya. Sasaran utama dari pernyataan tersebut akan kinerja
yang kurang baik tetapi tidak
diungkapkan secara langsung. Dengan demikian, penggunaan kata penghubung ini bersifat ideologis, yakni memberikan kritikan, evaluasi tetapi berusaha untuk tidak menyudutkan pemerintah.
c. Kata Penghubung
“karena”
Kata penghubung karena
digunakan untuk menyatakan dua
pernyataan yang memiliki hubungan
sebab. Kata penghubung karena
digunakan elit politik untuk
merefresentasikan pemarginalan
terhadap pemerintahan sebelumnya.
Bentuk penggunaan kata penghubung ini ditunjukkan pada data berikut.
(12) Jokowi Kumpulkan 110 Bupati di Bogor.Menurut Presiden, ruang fiskal yang dimiliki pemerintah sekarang ini sudah sehat karena beban yang dulu sudah dipangkas.
Berdasarkan data (12) elit politik
memberikan gambaran bahwa
pemerintahan yang dipimpinnya
memiliki kondisi fiskal yang lebih baik. Kata sambung karena didayagunakan untuk menyusun anak kalimat yang memiliki makna bahwa permasalahan
yang terjadi selama ini dikarenakan kekeliruan pemerintahan di masa lalu. Penggunaan kata sambung dan konteks ini bersifat ideologis. Elit politik berupaya mencitrakan diri sebagai pemimpin yang baik dan tepat dalam
Ruang Teater Gedung PINISI UNM, 13 Juni 2015 penggunaan kata sambung tersebut elit
berusaha menghindari kritikan, sebaliknya berusaha menunjukkan dirinya sebagai pemimpin yang berhasil.
PENUTUP
Berdasarkan paparan penelitian yang telah diuraikan pada bagian terdahulu, disimpulkan bahwa struktur makna simbolik pada wacana politik direfresentasikan melalui; (1) penggunaan modalitas, meliputi modalitan ingin, akan, harus, mampu, dan mau; (2) penggunaan kata kerja; dan (3) penggunaan kata pengubung, meliputi agar, tetapi, dan karena. Penggunaan bahasa elit politik merefresentasikan ideologi tertentu dan cara pandang tertentu yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu, masyarakat disarankan cermat dan memahami pernyataan-pernyataan elit politik.
DAFTAR PUSTAKA
BogdandanBilken. 1982. Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. Boston Allyn and Bacon Inc.
Eriyanto. 2000. Kekuasaan Otoriter: Dari Gerakan Penindasan Menuju Politik Hegemoni; Studi Atas Pidato-pidato Politik Orde Baru. Yogyakarta: Insist Press Kerja Sama dengan Pustaka Pelajar.
Fairclough, Norman. 1995. Critical Discourse Analysis. USA: Longman Publishing. Foucoult, Michel. 1997. Seks&Kekuasaan. TerjemahanRohaya S. Hidayat. Jakarta. GramediaPutakaUtama.
Jufri.2008. Analisis Wacana Kritis. Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar. Latif, Yudi dan Idi Subandy Ibrahim.
1996. “Bahasa dan Kekuasaan: Politik Wacana di Panggung Orde Baru” dalam Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim (Eds.), Bahasa dan Kekuasaan: Politik Wacana di Panggung Orde Baru (hlm. 15 45) Bandung: Mizan. Miles, Matthew B. danHuberman, A
Michael. 1987. Qualitative Data Analisys a Sourcebook of
new Methods. Sage
Publications Ltd. London. Rusdiarti, S. R. 2003. “Bahasa,
Pertarungan Simbolik, dan Kekuasaan.” Jurnal Basis, Edisi Khusus Pierre Bourdieu, No. 11 12 Tahun ke-52, November-Desember 2003. Santoso, Anang. 2012. StudiBahasaKritis: MenguatBahasaMembongkarK uasa. Bandung: PenerbitMandarMaju.
Thomas, Linda dan Shan Wareing. 1999. Bahasa, Masyarakat, dan Kekuasaan. Diterjemahkan oleh Sunoto, dkk. 2007. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. van Dijk, Teun. 2001. “Principle of
Critical Discourse Analysis” dalam Margaret Wetherell, Stephanie Taylor, and Simeon J. Yates (Eds.), Discourse Theory and Practice: A Reader (hlm.300 317). London, Thousand Oaks, New Delhi: Sage Publications.
Wettherell M, Taylor and Yates S.J. 2001.Discourse Theory dan Practice a Reader. London: Sage publications.