• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V RANCANGAN PENELITIAN HISTORIS FAKTUAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V RANCANGAN PENELITIAN HISTORIS FAKTUAL"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

RANCANGAN PENELITIAN HISTORIS FAKTUAL 5.1 PENDAHULUAN

Bab V ini menjelaskan contoh rancangan penelitian historis, tentang pandangannya terhadap suatu masalah yang dihadapi oleh manusia dan masa ke masa yaitu “kekerasan”. Kancangan penelitian historis faktual mi terdiri dan 1)tentang tokoh, 2)naskah atau buku, 3)teks naskah. Dalam bab V ini contoh rancangan penelitian akan ditampilkan pemikiran seorang filsuf mengenai sesuatu hal yang menarik perhatian dan karya siswa Program Pasca Sarjana, Ilmu Filsafat UGM tahun 1998 oleh Krisni.

Bab V ini memberikan masukan bagi mahasiswa tentang bagaimana penelitian filsafat harus dirnulai dengan mengenal dan merumuskan sesuatu persoalan yang termasuk dalam lingkupan dan bidang filsafat. Menurut filsuf Amerika Serikat yang juga menjadi pimpinan dan Institute for Philosophical Research (Chicago) bernama Mortimer J. Adler (1902 - ) filsafat bersangkut paut dengan common expeience of mankind (pengalaman umum dan umat manusia). Kekerasan adalah salah satu bentuk kehidupan manusia yang terjadi dan masa ke masa termasuk Indonesia. Bagaimana pemikiran filsuf tentang ini berikut contoh rancangan penelitian filsafat tentang hal tersebut.

Tujuan Instruksional Khusus

1. Dapat menjelaskan rancangan penelitian model historis faktual khususnya pandangan seorang tokoh tentang suatu masalah dalam masyarakat.

2. Dapat membuat dan melaksanakan rancangan model penelitian historis faktual.

3. Dapat mengevaluasi rancangan penelitian historis faktual. 5.2 CONTOH RANCANGAN PENELITIAN HISTORIS FAKTUAL

I. Judul : Tinjauan Kritis Tentang Pembatasan Kekerasan Bagi Penguasa Negara menurut Bertrand Russell, Oleh Krisni.

II. Latar Belakang Masalah

Dalam penelitian filsafat sebagai titik tolak adalah menemukan objek material dan objek formal persoalan yang akan diteliti. Menurut Bakker dan Charris (1990) Objek material penelitian filsafat adalah pikiran salah seorang

(2)

filsuf, entah seluruh karyanya, entah hanya satu topik dalam karyanya. (Dengan modifikasi seperlunya dapat juga diselidiki salah satu kelompok atau suatu mazhab. Lebih kompleks lagi, kalau meneliti filsafat alam salah satu periode atau zaman) dan objek formal adalah pikiran tokoh itu diselidiki sebagai filsafat. Jadi tidak dipandang menurut arti sosiologis atau budaya atau politis, tetapi sejauh memberikan visi mengenai menurut hakikatnya. Dengan perkataan lain, dipelajari filsafatnya mengenai manusia, atau mengenai dunia, filsafat ketuhanan, etika, filsafat nilai, dsb.

Contoh:

Dari pengalaman hidup sehari-hari kekerasan memang bukanlah hal yang asing, kita jumpai dalam kehidupan manusia sepanjang masa. Masalah kekerasan selalu menjadi topik yang hangat dari abad ke abad, sebab kekerasan terjadi dimana pun dan kapan pun. Dari segi metalitas, kita melihat kecenderungan bahwa kekerasan di dunia telah membudaya. Masyarakat dunia dibesarkan dengan keyakinan bahwa kekerasan adalah salah satu cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan. Hal tersebut senada dengan pendapat Bertrand Russell, bahwa dorongan seseorang berbuat adalah dorongan untuk mendapatkan/ memegang kekuasaan. Adanya hasrat untuk berkuasa itulah yang menyebabkan seseorang berusaha untuk mewujudkannya, meski dengan jalan apapun termasuk dengan jalan kekerasan. Pendapat Russell itu mirip dengan pendapat Machiaveli, bahwa kekerasan dapat dilakukan oleh penguasa, untuk mengamankan kekuasaan yang ada di tangannya. Machiaveli memandang kekerasan yang dilakukan oleh penguasa negara sebagai suatu hal yang dapat dibenarkan, sedangkan Bertrand Russel justru menolak adanya kekerasan tersebut.

Pada dasarnya ada 2 jenis kategori kekerasan yaitu kekerasan fisik dan kekerasan psikis. Kekerasan fisik nampak jelas pada peristiwa perang, pembunuhan, pemerkosaan, dan lain-lain. Sedang kekerasan psikis misalnya dengan mengintimidasi. Yang jelas keduanya bermaksud untuk membuat orang menjadi takut dan akhirnya rnau menuruti kehendak peneror.

Menurut Bertrand Russell, kekuatan yang paling pokok dari hukum adalah kekuasaan negara yang sifatnya memaksa. Dengan demikian wewenang untuk melakukan paksaan fisik langsung merupakan hak istimewa penguasa negara. Agar kekuasaan yang dimiliki suatu oleh penguasa tersebut tidak menyengsarakan, maka perlu seperangkat peraturan mengenai cara penguasa

(3)

negara dalam mempergunakan hak istimewanya itu terhadap warga negaranya. Dalarn hal ini Russell melihat bahwa jalan keluar yang ditawarkan itu baru dapat dicapai dalam sistem pemerintahan yang demokratis.

5.2.1 Perumusan Masalah

Bagaimanakah pembatasan kekerasan yang ditawarkan oleh Bertrand Russell bagi penguasa negara di dalam melaksanakan pemerintahannya?

5.2.2 Keaslian Penelitian

Penelitian ini menitikberatkan pada pembatasan kekerasan bagi penguasa negara menurut Bertrand Russell. Dengan demikian memiliki ciri yang khusus dan belurn dikaji/ diteliti secara khusus dalam berbagai hasil penelitian yang telah dipelajari melalui studi kepustakaan. Diakui bahwa kajian telaah filosofis tentang Bertrand Russell telah dilakukan, namun menitik beratkan pada aspek lain, yaitu tentang kekuasaannya. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti untuk tugas akhir S-1, yang berjudul “Makna Kekuasaan Dalam Filsafat Politik Bertrand Russell”, dan penelitian yang dilakukan oleh Agus Subagyo dengan judul “Sumbangan Pemikiran Bertrand Russell terhadap Filsafat Ilmu”. 5.2.3 Faedah yang Dapat Diharapkan

Secara akademis penelitian akan bermanfaat dalam rangka: 1. Menambah dan memperkaya bahan bacaan, tentang perlindungan

hak-hak dan kewajiban warga negara, sehingga kekerasan yang dilakukan oleh penguasa negara dapat diminimalkan.

2. Menyajikan model pemerintahan demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang memungkinkan manusia mencapai kehidupan yang lebih baik.

3. Secara pribadi penelitian ini akan sangat bermanfaat dalam rangka rneningkatkan pengetahuan penelitian dan untuk memperdalam metodologi penelitian filsafat.

5.3 TUJUAN PENELITIAN

Menurut Bakker dan Charris 1990 dalam mengadakan penelitian dapat ada beberapa sasaran :

(4)

Mempelajari karya tokoh itu sendiri, agar dapat diuraikan dengan tepat dan sejelas mungkin. Mengumpulkan juga bahan yang tersebar dalam kepustakaan mengenai tokoh, filsafatnya, dan karya-karyanya. Dengan persis meneliti apa yang dikatakan oleh ngarang-pengarang mengenai tokoh itu. Menunjukkan dengan tepat kesamaan dan perbedaan dalam uraian mereka. Menjelaskan masalah-masalah yang mereka ajukan, dan usaha pemecahan yang mereka berikan.

2. Evaluasi Kritis

Maju satu langkah. Berdasarkan studi langsung mengenai pikiran tokoh yang bersangkutan, peneliti membuat perbandingan antara uraian-uraian ahli-ahli mengenai tokoh itu. Memperlihatkan kekuatan dan kelemahan mereka, ketepatan pemecahan atau kesalahan yang mereka buat. Namun tanpa mengajukan suatu pemecahan sendiri.

3. Sintesis

Berdasarkan data tersebut nomor 1 dan 2, melengkapi penelitian-penelitian yang telah diperbuat orang lain. Dengan menentukan pendapat mana yang memperkaya dan mana yang menyeleweng, disusun sintesis yang menyimpan semua unsur baik, dan menyisihkan segala unsur yang tidak sesuai. Namun sintesis ini tetap berdasarkan bahan yang telah dikumpulkan.

4. Pemahaman Baru

Dengan bertitik tolak dari segala perbedaan pendapat di antara para ahli, dan dari evaluasi kritis terhadap mereka, dan setelah meneliti kembali dengan seksama karya tokoh filsuf yang bersangkutan, membuat suatu dobrakan pikiran. Ditemukan bahan baru, atau dibuat pendekatan baru, yang membawa ke suatu pemahaman serba baru, yang berisi lebih daripada hanya sintesis semua bahan yang telah tersedia, dan mengatasi semua pemecahan.

Contoh:

1. Melakukan penelitian tentang penolakan Bertrand Russell terhadap kekerasan yang dilakukan oleh penguasa negara terhadap warga negaranya.

2. Melakukan analisis kritis tentang pembatasan kekerasan yang dilakukan oleh penguasa negara menurut Russell sebagai bahan kajian untuk melihat pembatasan kekerasan di Indonesia.

(5)

5.4 TINJAUAN PUSTAKA

Semua informasi yang mendukung penelitian supaya ditelusuri ke sumber aslinya, Encyclopedia, literatur, jurnal, internet, dan kliping majalah, koran, disertasi, skripsi yang belum diterbitkan.

Contoh: Tinjauan Pustaka

Bertrand Russell adalah seorang filsuf dan penulis yang produktif, sehingga ia niendapat julukan “orang yang paling bijak di Inggris”. Beliau turut meletakkan dasar bagi perkembangan khasanah ilmu pengetahuan di dunia dan dikenal sebagai seorang moralis dan humanis sejati yang memperjuangkan politiknya. Perjuangan beliau berupa sikap anti kekerasan, anti peperangan, dan anti bentuk-bentuk kekuasaan yang dilandasi angkara murka yang dapat menyengsarakan kehidupan manusia.

Menurut Bertrand Russell dorongan seseorang berbuat adaiah dorongan untuk mendapatkanlmemegang kekuasaan. Adanya hasrat/ keinginan untuk berkuasa itulah yang menyebabkan seseorang berusaha untuk mewujudkannya, meskipun dengan jalan apapun, termasuk dengan jalan kekerasan.

Kekerasan memang bukan hal baru bagi umat manusia dan telah ada sejak awal kehidupan manusia. Kekerasan ini dipakai manusia untuk mencari pengaruh atas kepentingan pribadi atau kelompoknya terhadap manusia atau kelompok lainnya yang tidak sepaham dalam suatu negara atau dengan negara lainnya. Sehingga sejak perang Dunia II sampai sekarang telah terjadi berbagai macam bentuk kekerasan yang dilakukan oleh manusia terhadap manusia lainnya, melalui hasil penciptaan alat-alat pembunuh yang semakin modern dan efektif (Dahier dan Candra, 1976, p. 150).

Seorang pemikir besar dari Itali, Niccolo Machiavelli (1469-1527) melihat bahwa kondisi kehidupan politik ditandai oleh adanya semacam anarki kekuasaan (bahwa rakyat tidak mengakui sepenuhnya kepemirnpinan sang penguasa) dan adanya kemerosotan moral dalam hubungan pemerintahan suatu negara. Machiavelli (tidak menekankan tentang legitimasi moral, tetapi bagaimana kekuasaan yang tidak stabil itu menjadi stabil. Sehingga tugas pemerintah adalah mempertahankan, mengembangkan dan mengekspansikan kekuatan. Oleh karena itu ia mengatakan bahwa seorang penguasa itu bukanlah personifikasi dan keutamaan-keutamaan moral. Dalam mengambil tindakan penguasa tidak bertolak dan kemauan rakyat (apakah tindakan yang diambil itu akan dinilai baik atau buruk oleh masyarakat) tetapi bertolak dan segi efisiensi secara politis.

(6)

Kekerasan dapat dimanfaatkan dan dipraktekkan oleh penguasa atas desakan keadaan dan tuntutan situasi (yang khas). Dengan demikian tujuan utama berpolitik bagi penguasa adalah mengamankan kekuasaan yang ada di tangannya. Segala usaha untuk meraih tujuan itu dibenarkan (Machiavelli, 1987, p.xxix — xxxii). Pemikiran Machiavelli tersebut tentu saja tidak dapat dilepaskan dari latar belakang kehidupannya, karena ajarannya merupakan pencerminan dan apa yang dikenalnya dalam praktek. Ia menomorsatukan kepentingan negara. Tujuannya adalah untuk mempersatukan kembali negara Itali yang pada waktu itu mengalami kekacauan dan perpecahan.

Pandangan dari Machiavelli tentang pengunaan kekerasan dalam sistem politik berbeda dengan pandangan Thomas Hobbes (1588 - 1679) dan J.J. Rousseau (1712 - 1778) tentang keberadaan kekerasan dalam diri manusia. Mereka mempunyai pandangan tentang kekerasan yang bertolak belakang (Suseno, 1987: 200 - 207). Menurut Hobbes, kekerasan merupakan keadaan alamiah manusia (state of nature) dan hanya suatu pemerintah negara yang mempergunakan kekerasan terpusat dan memiliki kekuasaanlah yang dapat mengatasi keadaan ini. Pendapatnya tersebut berdasarkan pandangannya tentang manusia sebagai “homo homini lupus” manusia adalah manusia serigala bagi yang lain, dan akibatnya perang semua melawan semua (belu omnium contra omnes). Untuk terselenggaranya perdamaian, manusia kemudian mengadakan suatu perjanjian, yang disebut sebagai perjanjian masyarakat. Sehingga muncul apa yang disebut negara. Dengan demikian menurut Hobbes, kekuasaan penguasa adalah absolut.

Sebaliknya Rousseau, berpandangan bahwa manusia dalam keadaan alamiahnya sebagai ciptaan yang polos, tidak egois dan tidak altruis. Tetapi karena peradabanlah yang telah membuat manusia menjadi binatang yang memiliki sifat menyerang seperti keadaan sekarang. Dengan demikian Hobbes berpandangan bahwa kekerasan sejak semula sudah ada pada diri manusia, sedangkan Rousseau menolaknya bahkan beranggapan peradabanlah yang membuat manusia melakukan tindakan kekerasan. Dan ia beranggapan bahwa penguasa itu berkuasa hanya sebagai wakil rakyat. Apabila penguasa tidak melakukan kemauan rakyat, maka ia dapat diganti. Jadi Rousseau justru ingin mengubah sistem pemerintahan yang absolut.

Pandangan lain tentang kekerasan disampaikan juga oleh Arthur Schopenhauer, seorang filsuf Jerman yang hidup pada tahun 1788-1860, yang mengemukakan bahwa segala sesuatu merupakan manifestasi dari kehendak

(7)

termasuk kemungkinan-kemungkinan untuk berkuasa. Kehendak itu tidak terhingga, tetapi kemungkinan-kemungkinan untuk memuaskannya terbatas. Hal itulah yang menyebabkan hidup manusia penuh frustasi, yang pada akhirnya menimbulkan berbagai macam bentuk kekerasan di muka bumi ini (Delfgaauw, 1992. p.146).

Disamping segi kehendak, faktor lain yang mendukung adanya kekerasan adalah segi mertalitas. Kita melihat kecenderungan bahwa kekerasan di dunia telah membudaya. Masyarakat dunia khususnya generasi muda dibesarkan dengan keyakinan bahwa kekerasan adalah satu cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan. Sayangnya pola suatu perbuatan kekerasan dalam kehidupan masyarakat sering tidak terdeteksi. Banyak faktor yang mempengaruhi, baik struktural maupun non-struktural yang melatarbelakangi terjadiiya suatu tindakan kekerasan (Dahler dan Chandra, 1976:151).

Bertrand Russell berpendapat, sejarah telah menunjukkan bahwa setiap kelompok manusia yang diberi kekuasaan untuk memerintah kelompol manusia lainnya akan menyalahgunakan kekuasaannya itu, jika mereka tidak diawasi dengan sanksi. Dcmokrasi dimaksudkan untuk membatasi kekuasaan yang dilakukan oleh penguasa negara, sehingga penguasa negara tidak berbuat sewenang-wenang terhadap rakyatnya (Russell, l991,p.218).

Sejalan dengan itu Bertrand Russell berusaha mengupayakan agar kekerasan yang dilakukan oleh penguasa negara dapat dibatasi. Bertrand Russell mengatakan bahwa untuk terselenggaranya perdamaian harus melihat para penguasa negara, karena terjadinya negara dimaksudkan untuk memelihara perdamaian (rasa tentram). Hal itu mengingatkan kita dengan ilustrasi yang dikemukakan oleh Bertrand Russell sebagai berikut:

“Ketika melalui sisi Gunung Thai, Konfusius melihat seorang wanita sedang menangis di dekat sebuah kuburan. Konfusius membelokkan kendaraannya dan mendekati perempun tadi. Konfusius menyuruh Tze Lu (muridnya) untuk menanyai perempuan itu. “Anda meratap seperti orang yang sedang tertimpa kemalangan bertubi-tubi!”. “ Memang benar”, jawab perempuan itu, “Suatu ketika ayah suami saya dibunuh oleh seekor hariamau di sini. Suami saya juga dibunuh, dan sekarang anak laki-laki saya telah mati dengan cara yang sama”. Sang guru (Konfusius) kemudian bertanya, mengapa anda tidak meninggalkan tempat ini?” Lalu perempuan itu menjawab, “Disini tidak ada pemerintah yang menindas”. Lalu

(8)

Sang Guru berkata, “Camkan hai anak-anakku, pemerintah yang menindas jauh lebih mengerikan daripada harimau”.

Dari ilustrasi di atas kita dapat melihat betapa besar pentingnya peran penguasa negara untuk terciptanya perdimaian.

5.5 LANDASAN TEORI

Penolakan Bertrand Russell tentang kekerasan dilatar belakangi oleh keprihatinannya tentang perlakuan sewenang-wenang yang dilakukan oleh penguasa negara terhadap rakyatnya. Padahal seorang penguasa negara justru harus melindungi hak dan kepentingan rakyat, karena terjadinya negara dimaksudkan untuk memelihara perdamaian (rasa aman dan tenteram).

Kekerasan yang dilakukan oleh seorang penguasa negara terhadap rakyatnya ini akan sangat mengerikan, karena seorang penguasa negara mempunyai kekuasaan yang begitu besar terhadap kelangsungan hidup rakyatnya. Disamping itu Bertrand Russell juga menyadari bahwa kekerasan yang dilakukan oleh penguasa negara itu tidak dapat dihilangkan sama sekali, karena biasanya dalam suatu negara ada individu-individu yang menyimpang dari norma-norma hukum. Dengan demikian kekerasan itu tidak dapat dihindarkan, tetapi adanya kekerasan itu dapat dibatasi. Disinilah Bertrand Russell menawarkan suatu jalan keluar untuk membatasi terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh penguasa negara terhadap rakyatnya, yaitu dengan model pemerintahan demokrasi.

Demokrasi merupakan faktor yang sangat penting untuk tercapainya kesejahteraan rakyat. Meskipun demikian, demokrasi bukan suatu pemecahan yang tuntas, karena pemecahan yang tuntas tidak akan tercapai apabila kita hanya membatasi diri pada masalah-masalah yang lain, seperti ekonomi, propaganda dan kondisi psikologis serta pendidikan. Walaupun bukan suatu pemecahan yang tuntas, demokrasi tetap menjadi bagian yang pokok dan pemecahan yang tuntas tersebut.

5.6 HIPOTESIS

Menurut Bakker dan Charris 1990 dirumuskan asumsi pokok yang mendasari seluruh penelitian, atau jawaban/pemecahan untuk masalah atau untuk teori, yang diperkirakan atau diharapkan oleh peneliti akan dihasilkan oleh penyelidikan ini. Hipotesis tersebut tidak boleh hanya umum saja (misalnya ada nilai filosofi “ada

(9)

perbedaan”), tetapi harus membuat pernyataan persis dan kongkrit, senada (engan apa yang telah diterangkan sebagai tujuan penelitian lebih dulu.

Contoh; hipotesis yang diajukan oleh Krisni adalah:

Kekerasan yang dilakukan oleh penguasa negara harus dibatasi dengan berbagai macam pelembagaan negara, dari dalam suatu sistem pemerintahan demokrasi.

5.7 METODOLOGI PENELITIAN

1. Diterangkan model penelitian filosolis yang mana, dipergunakan, atau diterangkan kombinasi beberapa model.

2. Diperinci pelaksanaan metode tersebut a. Bahan atau materi penelitian

Penelitian mengenai pembatasan kekerasan bagi penguasa menurut Bertrand Russell ini dilakukan dengan penelitian pustaka. Difokuskan pada karya Russell kekuasaan, sebuah Analisis Sosial baru, ditambah dengan karya-karya Russell lain yang mendukung, dan juga karya Franz Dahler tentang Asal dan Tujuan Manusia, karya Franz magnis Suseno tentang Etika Politik, serta buku-buku lain yang merupakan buku penunjang yang penting dalam penelitian ini.

b. Cara menjalankan penelitian

1) Mengumpulkan dan mendata karya-karya pokok Bertrand Russell mengenai kekerasan, 2) Mengumpulkan dan mendata karya-karya sekunder Bertrand Russell yang berhubungan dengan kekerasan, 3) Mengumpulkan dan mendata karya-karya fisuf lain yang berhubungan dengan kekerasan, 4) Mengidentifikasi dan mendeskripsikan unsur unsur pemikran filosofis yang berhubungan dengan pembatasan kekerasan menurut Bertrand Russell.

c. Analisis

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mempergunakan model penelitian historis faktual mengenai tokoh (Bakker dan Charris, 1990:61) dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Interpretasi

Peneliti menyelami karya Bertrand Russell untuk menangkap dan memahami arti yang dimaksudkan dalam pembatasan kekerasannya.

(10)

Kemudian atas dasar pemahaman itu peneliti memberikan analisis kritis terhadap pemikiran Russell.

2. Induksi dan deduksi

Semua karya Russell dipelajari sebagai suatu case study dalam menganalisis mengenai konsep kekerasannya agar dapat dibangun suatu sintesis.

3. Koherensi

Pembatasan kekerasan menurut koherensi ini diperlukan dalam rangka membuat interpretasi yang tepat mengenai pemikiran Bertrand Russell, sehingga semua unsurunsur pemikirannya dilihat menurut secara logis sistematis.

4. Refleksi peneliti pribadi

Diberikan dalam rangka untuk melihat relevansi Russell dengan konsep pembatasan kekeràsan di negara kita.

Jadwal Penelitian

a. Persiapan ... 1 bulan b. Pelaksanaan ... 3,5 bulan c. Penyelesaian ... 1,5 bulan Jumlah waktu yang diperlukan 6 bulan

Personalia Penelitian Peneliti Utama

a. Nama lengkap dengan gelar : Krisni Noor Patrianti, dra b. Pangkat/golongan : Penata Muda Tk I/lila c. Jabatan : Asisten ahli madya

d. Alamat : Perumahan Duta Wacana, Wonosalam, Sukoharjo, Ngaglik, Sleman,

Yogyakarta. Pengalaman Publikasi

Publikasi 2 - 3 tahun terakhir

“Kekerasan Suatu Tinjauan Filosofis, dalam jurnal Teologi Gema Duta Wacana, No. 50 1995”

(11)

Latihan

1. Sebutkan berbagai macam judul yang menarik untuk diteliti secara historis faktual rnengenai tokoh.

2. Mengapa penelitian historis faktual mengenai tokoh menjadi pilihan untuk diteliti.

3. Berikan contoh objek material dan objek formal penelitian historis mengenai.1tokoh.

4. Berikan contoh perumusan masalah, landasan teori dan hipotesis. 5.8 PENUTUP

Rangkuman

Objek material penelitian historis faktual mengenai tokoh adalah pikiran seorang filsuf, seluruh karyanya, atau satu topik karyanya. Dalam hal ini pemikiran Bertrand Russell. Sedang objek formal adalah pikiran filsuf yang diselidiki secara filsafat bukan secara arti sosiologis, budaya atau politis. Dalam hal ini tinjauan filsafat tentang pembatasan kekerasan bagi penguasa negara. Untuk keperluan tersebut dilakukan inventarisasi, evaluas kritis, sintesis serta pemahaman baru atas karya-karya Bertrand Russell. Dengan metodologi penelitian kepustakaan dengan menggunakan sepuluh unsur metodis dalam penelitian filsafat. Persoalan yang ingin dijawab oleh Krisni adalah bagaimana pembatasan kekuasaan bagi penguasa negara menurut Bertrand Russell.

Soal Test Formatif

1. Sebutkan perbedaan antara objek material dan objek formal dalam penelitian historis faktual mengenai tokoh.

2. Sebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam penelitian histroris faktual mengenai tokoh.

3. Buatlah contoh persoalan-persoalan yang menarik untuk diteliti yang relevan dengan masa sekarang.

4. Bagaimana metode pengumpulan untuk penelitian historis faktual mengenai tokoh. Tokoh adalah pikiran.

Umpan Balik

Petunjuk: Untuk menilai jawaban atas test formatif di atas sehingga dapat diketahui tingkat penguasaan materi bab V tentang penelitian historis faktual mengenai tokoh

(12)

tersebut adalah bila mahasiswa dapat menjelaskan dan memberikan contoh persoalan-persoalan yang menarik yang dapat diteliti secara filsafat menurut pandangan seorang filsuf secara cermat dia dapat dikualifikasi baik.

Kunci Jawaban

1. Objek material penelitian historis faktual mengenai seorang filsuf sedang objek formal adalah pikiran filsuf itu diselidiki sebagai filsafat tidak dipandang menurut arti lain.

2. Kejujuran dan objektifitas merupakan syarat mutlak dalam penelitian ini, peneliti tidak diperkenankan untuk memasukkan pikirannya ke dalam karya filsuf yang sedag diteliti.

3. Pandangan Plato tentang Cinta sejati dalam dunia Ide dan Realitas Kehidupan. 4. Cara mengumpulkan data dalam penelitian historis faktual adalah dengan studi

kepustakaan dengan menggunakan kartu catatan studi. Daftar Pustaka

Bakker, Anton dan Zubair, Achmad Charris 1990 “Metodologi Penelitian Filsafat”, Kanisius Yogyakarta.

Patrianti, Krisni Noor 1998 Usulan Proposal Penelitian Mata Kuliah Metodologi Penelitian Filsafat, Program Pasca Sarjana UGM.

Referensi

Dokumen terkait

2) Mengidentifikasi bentuk kekuasaan Jepang yang dapat ditemukan dalam karya sastra sebagai objek kajian penelitian. 3) Mengidentifikasi sikap masyarakat Bima terhadap

Menurut Suharsimi Arikonto (1989) memberi batasan subjek penelitian sebagai benda, hal atau orang tempat data untuk variabel penelitian melekat, dan yang

Klasifikasi diagnosis demam dengue dan demam berdarah dengue telah ditentukan menurut WHO, 1997.Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan jumlah

Secara teoritis, menurut Atmaja dalam penelitian Arwiny menjelaskan bahwa keterbatasan modal yang dimiliki negara berkembang dalam mencapai pembangunan dan

35 Sedangkan menurut Sugiono penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel

85 Pada penyajian data penelitian ini berupa hasil pekerjaan siswa yang disusun menurut urutan. objek

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan cerita pendek “Le dernier Amour du Prince Genghi” karya marguerite Yourcenar, maka dapat disimpulkan mengenai tiga

Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder Menurut Sugiyono (2007) data primer adalah sumber langsung yang memberikan data pada