• Tidak ada hasil yang ditemukan

USAHA PETERNAKAN AYAM BURAS SISTEM KANDANG KURUNG (STUDY KASUS DI PERDESAAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "USAHA PETERNAKAN AYAM BURAS SISTEM KANDANG KURUNG (STUDY KASUS DI PERDESAAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

USAHA PETERNAKAN AYAM BURAS SISTEM KANDANG

KURUNG (STUDY KASUS DI PERDESAAN KABUPATEN

GUNUNGKIDUL)

(Native Chicken Farming in Cage System: A Case Study

in Rural District of Gunungkidul)

SUPRIADI,E.WINARTI danW.SUWITO

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, Jl. Rajawali No. 28 Demangan Baru, Yogyakarta

ABSTRACT

Occurrence of avian influenza attacked 2,123 head of poultry in the whole province of DIY in the year 2007, one of the regions was Gunungkidul District Playen District. This disaster making native chicken farmer traumatized to raise chicken in a free-range system. This activity was cage system chicken farming demonstration that was done at the Gembuk Hamlet, Getas Village, District Playen, Gunungkidul district, from May to December 2010, involving 10 farmers who got 10 breeder hens and one native rooster each. The results showed that only seven farmers completed the demonstration program. From these farmers, during five-months raising breeders can increase the population of more than 125 heads, but based on economic analysis has not shown an efficient business with R/C of 0.35. Similarly, the consumption egg production demonstrations had not shown the maximum results. However, these demonstration activities has been able to convince farmers that the raising native chicken in cage system and with good feeding and giving regular vaccination can spare the chicken from the avian influenza disease.

Key Words: Demonstration, Native Chicken, Production

ABSTRAK

Kejadian flu burung yang menyerang unggas untuk seluruh propinsi DIY sebanyak 2.123 ekor, pada tahun 2007, salah satu kasusnya terjadi di wilayah Kabupaten Gunungkidul khususnya di wilayah kecamatan Playen, sehingga menjadikan petani peternak ayam buras mengalami trauma untuk memelihara ayam buras karena takut tertular penyakit flu burung dan takut rugi kalau ayamnya banyak yang mati. Kegiatan ini merupakan kegiatan demonstrasi budidaya ayam buras yang di lakukan di Dusun Gembuk, Desa Getas, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Desember 2010 dengan melibatkan 10 peternak yang masing-masing peternak ditempatkan 10 ekor ayam buras betina dan 1 ekor ayam buras jantan. Hasil yang diperoleh bahwa demonstrasi produksi ayam buras potong pada 7 orang peternak pemeliharaan selama 5 bulan dapat meningkatkan populasi sebanyak 125 ekor, namun berdasarkan analisa ekonomi belum menunjukan usaha yang efisien dengan R/C sebesar 0,35. Begitu pula pada demonstrasi produksi telur konsumsi belum menunjukkan hasil yang maksimal. Namun demikian kegiatan demonstrasi ini sudah dapat meyakinkan petani bahwa pemeliharaan ayam buras dengan sistem kandang kurung dan dengan pemberian pakan yang baik serta pemberian vaksinasi yang teratur dapat terhindar dari penyakit flu burung

Kata Kunci: Demonstrasi, Ayam buras, Produksi

PENDAHULUAN

Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Ibukota Wonosari, terletak 39 km disebelah tenggara Kota Yogyakarta, secara geografis terletak

antara 110 o21 – 110 o5’ BT dan 7o 46 – 8o 9’ LS. Luas wilayah 148.536 ha atau 46,63% dari luas Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. (http://via-melia.blog.friendster.com). Kondisi agroekosistem di Gunungkidul umumnya lahan kering dengan kondisi yang cukup beragam dan umumnya merupakan lahan marginal

(2)

dengan permasalahan yang relatif kompleks baik ditinjau dari keadaan agroekologi (bentuk lahan, tanah dan iklim, vegetasi) dan kondisi sosial ekonomi masyarakat (WORLD BANK, 1991, PUSLITTANAK, 1994, ANONIMUS, 1997; 2003).

Selama 2007 terjadi kasus flu burung yang menyerang unggas untuk seluruh propinsi DIY sebanyak 2.123 ekor, pada 2008 menurun tinggal 444 ekor unggas. (http://www. gunungkidulkab.go.id). Kejadian ini juga terjadi di wilayah Kabupaten Gunungkidul hkususnya di wilayah kecamatan Playen sehingga menjadikan petani peternak ayam buras mengalami trauma yang berkepanjangan untuk memelihara ayam karena kalau memelihara ayam takut tertular penyakit flu burung dan takut rugi kalau ayamnya banyak yang mati. Berdasarkan masalah tersebut dilakukan demonstrasi budidaya ayam buras yang baik dengan cara sistem kandang kurung dan vaksinasi yang teratur. Demonstrasi ayam buras di wilayah Gunungkidul bertolak pada tiga staregi pengembangan usahatani yaitu: (1) menentukan metode pemecahan masalah yang diamati, (2) menentukan model usaha pertanian terpadu yang tepat guna, dan (3) menentukan pola pelestarian pengembangannya, dengan demikian pengembangan ayam buras sudah masuk ke dalam tiga pokok permasalahan tersebut.

Budidaya ayam buras, beberapa ahli peternakan mengatakan bahwa produksi telur ayam buras yang tidak mengerami telurnya pada kondisi pedesaan, adalah sekitar 132 butir per tahunnya; induk mengeram dan setelah menetas anak dipisahkan dari induknya berproduksi sekitar 115 butir per tahun, sedangkan ayam mengeram dan mengasuh anaknya sampai lepas sapih, produksi telurnya hanya 52 butir per tahun. ANONIMUS (1995).

MATERI DAN METODE

Kegiatan ini merupakan kegiatan demonstrasi Farming System Analysis (FSA) yaitu salah satu kegiatan dari program (Farmer Empowerment through Agriculture Technology and Information) FEATI yang ada di BPTP Yogyakarta. Wujud dari kegiatan ini adalah usaha optimalisasi sistem agribisnis/usahatani integrasi ternak-tanaman di lahan kering

beriklim kering yang dituangkan dalam Demonstrasi budidaya ayam buras sistem kandang kurung pada 10 orang peternak. Masing-masing peternak mendapatkan 10 ekor betina dan 1 ekor jantan, demonstrasi ini dilakukan di Kelompok Tani “Lumbung Sari”, Dusun Gembuk, Desa Getas, Kecamatan Playen, Kabupaten Gungkidul. Dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Bulan Desember 2010, kandang yang digunakan adalah kandang kombinasi antara kandang cage (battery) dan kandang lantai litter yang dilengkapi dengan halaman kandang (Renge). Pakan yang diberikan adalah konsentrat ayam buras dengan protein 14%.

Pelaksanaan demonstrasi bertujuan untuk menguji, memantapkan, dan mengembangkan rakitan teknologi sistem agribisnis/usahatani tanaman berintegrasi dengan ternak yang sesuai dalam skala operasional. Pengamatan dalam demonstrasi dilaksanakan secara terus menerus melalui monitoring secara reguler (Farm Record Keeping) untuk mencatat perubahan dan perkembangan terhadap aspek teknis maupun sosial ekonomi.

Untuk melengkapi kegiatan demonstrasi dilakukan pengamatan dengan menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu suatu metode untuk mengkaji kondisi, usahatani khususnya tentang budidaya ayam buras. Pengkajian deskriptif bertujuan untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian atau memberikan gambaran hubungan antar fenomena, (NAZIR, 1988 dalam MANTI, 2003).

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik wilayah demonstrasi.

Desa Getas, kecamatan Playen, kabupaten Gunugkidul terletak sekitar 37 Km di sebelah Timur kota Yogyakarta dan sekitar 4 Km di sebelah Barat kota Wonosari. Dari aksesibilitas, desa ini sangat mudah dijangkau karena terletak di tepi jalan raya yang menghubungkan antara Kabupaten Gunungkidul dengan Kabupaten Bantul. Kondisi jalan desa yang sebagian besar sudah diperkeras dengan aspal ataupun batu menjadikan seluruh wilayah di desa ini dapat dijangkau kendaraan roda empat sekalipun musim penghujan.

(3)

Pada umumnya jenis tanah di Kecamatan Playen hampir sama yaitu masuk ke dalam kelas taksonomi Lithic Rhodustalfs (ANONIMUS, 1997;1998), dengan ketinggian wilayah antara 50 – 100 meter dpl, pH tanah berkisar antara 6,5 – 7,5 dengan curah hujan rata-rata sekitar 2.055 mm per tahun masuk ke dalam kelas C;C4 dengan rata-rata hari hujan 9 hari per bulan. Pola curah hujan bulanan memperlihatkan bahwa musim kemarau dimulai bulan Juni sampai dengan bulan Oktober.

Demonstrasi budidaya ayam buras sistem kandang kurung

Pembuatan kandang kurung

Kandang dibuat sesuai dengan kepadatan ayam yang diperlukan, pada kegiatan demonstrasi ini kandang yang dibuat adalah kandang perpaduan antara kandang lantai cage (battery) atau kandang panggung yang terbuat dari bambu untuk tidur ayam dan halaman kandang atau range dengan lantai langsung tanah yang dikelilingi dengan pagar, dengan ukuran untuk kadang battery adalah 1). Untuk anak ayam dalam indukan setiap meter persegi 30 ekor. 2). Untuk ayam dara (grower) sebelum memasuki masa bertelur, per meter persegi 14 – 16 ekor, kemudian dikurangi sesuai dengan peningkatan umur dan ukuran tubuh. 3). Untuk ayam yang siap dan telah memasuki masa bertelur (layer) adalah 6 ekor per meter persegi, sedangkan untuk halaman kandang (range) disesuaikan dengan

ketersediaan lahan dan dikelilingi dengan pagar yang terbuat dari bambu setinggi 2,5 sampai dengan 3 meter.

Selain kandang kurung untuk ayam yang sehat, dibuatkan pula kandang yang lebih kecil namun terpisah dari kandang besar. Kandang ini berfungsi sebagai kandang karantina (isolasi) untuk ayam-ayam yang menunjukkan gejala sakit, luka karena saling patuk (kanibal), atau untuk ayam yang terserang penyakit tertentu. Penempatan ayam pada kandang isolasi ini perlu diperhatikan faktor penyebabnya, sehingga tidak menempatkan ayam yang luka karena saling patuk dengan ayam yang terkena penyakit kolera atau lainnya yang dapat menular. Dengan adanya kandang isolasi ini diharapkan penyebaran penyakit tidak terlalu cepat menular ke ayam yang lain atau dapat dicegah sedini mungkin. Produktivitas ayam buras

Produktivitas ayam buras dibagi ke dalam dua kategori yaitu produksi ayam potong dan produksi telur konsumsi. Hasil kegiatan demonstrasi pada produksi ayam potong tertera pada Tabel 1. Demonstrasi ini baru berjalan selama 5 bulan dengan kronologis kegiatan sebagai berikut: Pengadaan ayam betina sebanyak 70 ekor dan 7 ekor pejantan yang ditempatkan pada 7 orang petani dilakukan pada bulan Agustus. Kemudian mulai bertelur pada akhir Agustus, dan mulai ada yang menetas pada akhir bulan September hingga Desember.

Tabel 1. Data petani pemelihara ayam buras dalam usaha produksi ayam potong. Desa Getas, Playen, Gunungkidul 2010

Jumlah awal Jumlah kematian Pertambahan anak Nama petani pemelihara Panggiyo 10 1 4 1 29 Sarwiji 10 1 - 1 15 Slamet 10 1 5 1 35 Sutijan 10 1 - - 10 Sumarlan 10 1 - - 9 Lasimin 10 1 5 1 4 Tujiran 10 1 2 1 23 Total 70 7 16 5 125

(4)

Selama demonstrasi berjalan sudah menunjukkan adanya perkembangan dan peningkatan populasi dengan mendapatkan anak ayam sebanyak 125 ekor, sehingga jumlah populasi ayam dalam kegiatan demonstrasi ini menjadi 202 ekor. Jumlah kematian sangat tinggi yaitu sebanyak 21 ekor atau 10% dari jumlah anak yang menetas hidup.

Kegiatan demonstrasi yang ke dua adalah kelompok yang menghasilkan/menjual telur ayam konsumsi, anggota kelompok ini terdiri dari 4 orang petani dengan jumlah awal ayam sebanyak 40 ekor betina dan 4 ekor pejantan . Kronologis kegiatan sama dengan demonstrasi produksi ayam buras potong, hasil yang dicapai hingga bulan Desember adalah sebanyak 232 butir telur, seperti tertera pada Tabel 2 di bawah ini dengan harga telur ayam

buras konsumsi sebesar Rp1.200,- setiap butirnya.

Analisa biaya

Penerimaan usaha atas biaya variabel sistem produksi ayam buras potong dengan menggunakan pakan konsentrat pada populasi ayam buras sebanyak 77 ekor yang dipelihara oleh 7 orang peternak ditunjukkan dalam Tabel 3.

Hasil analisis finansial besarnya biaya yang dikeluarkan (biaya variabel) sebesar Rp 1.420.625,- biaya variabel terdiri dari biaya eksplisit berupa pembelian pakan konsentrat dan obat-obatan dan biaya implisit berupa curahan tenaga kerja yang digunakan untuk

Tabel 2. Data petani pemelihara ayam buras dalam usaha penjualan telur ayam buras. Desa Getas, Playen, Gunungkidul 2010

Jumlah awal Jumlah kematian Penjualan telur Nama ♀ ♂ ♀ ♂ Sutardi 10 1 - 1 2 Warto 10 1 - - 140 Wismo 10 1 - - 40 Sumarlan 10 1 2 1 50 Total 40 4 2 2 232

Tabel 3. Analisi ekonomi produksi ayam buras potong, Desa Getas, Playen, Gunungkidul 2010 (pada 5 bulan pemeliharaan).

No Uraian Harga satuan Volume Jumlah (Rp)

A Biaya investasi 3.395.000 Bibit ayam 35.000 77 2.695.000 Kandang (5 tahun) 500.000/5 7 700.000 B Biaya variabel 1.420.625 1 Biaya eksplisit Pakan konsentrat (kg) 1750 577,5 1.010.625 Obat (paket) 5.000 7 35.000 2 Biaya implisit

Tenaga kerja (1 j/hari ) 20.000 18 375.000

C Penerimaan 1.875.000

Ayam buras potong (umur ± 3 bulan) 15000 125 1.875.000

D Keuntungan (C - B) 454.375

(5)

membersihkan kandang dan memberi pakan dan minum rata-rata 1 jam/hari untuk 7 kandang kurung. Penerimaan hasil dari jumlah ayam potong yang menetas sampai umur 3 – 4 bulan sebanyak 125 ekor dengan kisaran harga dari Rp 10.000,- sampai dengan Rp 20.000,- , mendapatkan penerimaan sebanyak Rp 1.875.000,-. Harga ini merupakan harga terendah karena penjualan sebetulnya akan dilakukan setelah ayam berumur antara 5 – 6 bulan dengan harga berkisar antara Rp 35.000,- sampai dengan Rp 45.000,- per ekor. Tingkat efisiensi usahatani ternak ayam buras ditinjau dari penerimaan atas biaya variabel R/C sebesar 0,32. Rendahnya tingkat efisiensi disebabkan kecilnya sekala usaha dan tersebarnya pemeliharaan di 7 orang peternak, sehingga belum dapat dikatakan sebagai usaha peternakan ayam buras, karena memang kegiatan ini merupakan demplot usaha peternakan ayam buras dengan output berupa ayam buras potong.

Dari data tersebut diatas dapat disimpulkan sementara bahwa usaha peternakan ayam buras di perdesaan dapat dikembangkan secara baik dengan sistem kandang kurung untuk meminimalkan serangan penyakit dan menekan jumlah kematian, namun perlu dengan sekala usaha yang

memadai agar efisiensi usaha dapat tercapai dengan keuntungan yang lebih besar.

Analisis ekonomi pada demonstrasi produksi telur ayam buras konsumsi dapat dilihat pada Tebel 4 dibawah ini. Demontrasi ini hanya dilakukan oleh 4 orang peternak dengan pemberian pakan dan sistem perkandangan sama dengan yang dilakukan pada demonstrasi produksi ayam buras potong hanya bedanya pada produk yang dijual, kalau pada demonstrasi produksi ayam buras potong yang diproduksi dan yang dijual adalah berupa ayam dengan kisar umur antara 5 – 6 bulan, sedangkan pada demonstrasi produksi telur ayam buras konsumsi yang diproduksi dan yang dijual adalah berupa telur ayam buras konsumsi. Dari Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa angka keuntungan yang negatif sebesar Rp 506.600,- atas biaya variabel dikarenakan produksi telur masih rendah yaitu sebanyak 232 butir selama 150 hari pemeliharaan pada jumlah induk 44 ekor. Merujuk pada Tabel 2 ternyata belum semua induk bertelur, induk ayam yang dipelihara oleh Bapak Sutardi selama 150 hari hanya bertelur 2 butir, tetapi induk ayam yang dipelihara oleh Bapak Warto semua induk sudah bertelur dengan rata-rata perinduk 14 butir. ANONIMUS., (1995) melaporkan bahwa produksi telur ayam buras Tabel 4. Analisis ekonomi produksi telur ayam buras konsumsi, Desa Getas, Playen, Gunungkidul 2010.

(Pada 5 bulan pemeliharaan)

No Uraian Harga satuan Volume Jumlah (Rp)

A Biaya tetap/investasi 1.940.000 Bibit ayam 35.000 44 1.540.000 Kandang (5 tahun) 500.000/5 4 400.000 B Biaya variabel 785.000 1 Biaya eksplisit Pakan konsentrat (kg) 1750 330 577.500 Obat (paket) 5.000 4 20.000 2 Biaya implisit

Tenaga kerja (0,5 j/hari) 20.00 9,375 187.500

C Penerimaan 278.400

Telur ayam buras 1.200 232 278 400

D Keuntungan (C-B) 506.600

(6)

pada kondisi pedesaan yang tidak mengerami telurnya, adalah sekitar 132 butir per ekor per tahun, sehingga produksi ini masih sangat jauh dikarenakan ayamnya baru pertama kali bertelur dan belum stabil produksinya, disamping itu peternak belum terbiasa memandikan ayam buras pada saat ayam tersebut menunjukkan adanya tanda-tanda akan mengeram, bila ayam tersebut dimandikan keinginan mengeram akan hilang, kemudian antara 2 sampai dengan 3 minggu ayam tersebut akan bertelur kembali.

Dari uraian diatas menunjukkan bahwa, pemeliharan 10 ekor betina selama 150 hari belum mendapatkan keuntungan namun ada potensi untuk dikembangkan dari Tabel2 menunjukkan bahwa tingkat kematian relatif rendah karena adanya biosecurity dari kandang kurung, kemudian ada petani yang sudah dapat memproduksi telur yang cukup tinggi walaupun tidak setinggi dari potensi yang diharapkan.

Dengan demikian kegiatan demonstrasi ini walaupun belum menunjukkan adanya keuntungan yang besar namun sudah dapat menunjukkan bahwa tidak perlu lagi takut dan trauma memelihara ayam buras dari serangan penyakit flu burung, karena dengan sistem kandang kurung dan pemberian pakan yang baik, serta pemberian vaksinasi yang teratur, ayam dapat terhindar dari serangan penyakit flu burung. Adanya kematian 10% bukan disebabkan oleh serangan penyakit flu burung namun oleh sengan penyakit yang lainnya dan dapat dikendalikan dengan baik, sehingga tidak perlu lagi trauma dan takut rugi karena banyak ayam yang mati akibat serangan penyakit flu burung dan petani tidak perlu lagi takut tertular penyakit flu burung apabila penanganannya secara benar.

KESIMPULAN

Kegiatan demonstrasi ini dapat memberikan keyakinan kepada petani bahwa pemeliharaan ayam buras dengan sistem kandang kurung dapat terhindar dari serangan

penyakit flu burung, sehingga tidak perlu lagi trauma dan takut rugi karena banyak ayam yang mati dan takut tertular penyakit flu burung.

Dari analisis ekonomi dengan tersebarnya pemeliharaan dan skala pemeliharaan yang terlalu kecil tidak menguntungkan dan tidak efisien, disamping itu usaha pemeliharaan ayam buras sebaiknya dimulai dari induk yang sudah berproduksi atau bertelur 2 sampai 3 periode sehingga produksi telurnya sudah stabil.

DAFTAR PUSTAKA

ANONIMUS. 2003. Laporan TA 2003. Pemberdayaan Agroindustri Rumah Tangga Perdesaan di Daerah Istimewa Yogyakarta. BPTP Yogyakarta.

ANONIMUS. 1997. Lembar Peta ZAE dan kesesuaiannya untuk berbagai komoditas pertanian skala 1 : 300.000. (IPPTP) Yogyakarta.

ANONIMUS. 1997/1998. Laporan Akhir. Studi penelitian tentang kesesuaian lahan di Kabupaten Gunungkidul. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

ANONIMUS. 1995. Informasi teknis. Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras. Puslitbang peternakan, Bogor.

MANTI.I.,AZMI,E.PRIYOTOMO, dan D.SITOMPUL. 2003. Kajian sosial ekonomi sistem integrasi sapi dengan kelapa sawit (SISKA). Pros. Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa-Sapi. Bengkulu, September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor.

PUSLIT TANAH dan AGROKLIMAT. 1994. Survei Tanah Detail di Sebagian Wilayah D.I.Yogyakarta (skala 1 : 50.000). Proyek LREP II Part C. Puslittanak, Bogor.

WORLD BANK. 1991. Staff Appraisal Report, Yogyakarta Upland Area Development Project. Washington, USA. (http://via-melia.blog.friendster.com/).

http://www.gunungkidulkab.go.id/home.php?mode= content&submode=detail&id=1074.

Gambar

Tabel 1. Data petani pemelihara ayam buras dalam usaha produksi ayam potong. Desa Getas, Playen,  Gunungkidul 2010
Tabel 3. Analisi ekonomi produksi ayam buras potong, Desa Getas, Playen, Gunungkidul 2010 (pada 5  bulan pemeliharaan)
Tabel 4. Analisis ekonomi produksi telur ayam buras konsumsi, Desa Getas, Playen, Gunungkidul 2010

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian ini dikaitkan dengan penelitian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran materi konsep Ekosistem melalui penerapan

Pada awalnya mata kuliah ini hanya mata kuliah yang diisi denga teori-teori kewirausahaan seteleh berjalan hampir empat tahun dilakukan perombakan dengan

Hasil peneletian ini menunjukan bahwa akad jual beli murābaḥah yang diterapkan pada pembiayaan KPR di BRI Syariah Kantor Cabang Pembantu Ajibarang telah sesuai

 Peserta didik diminta untuk mencoba gerak dasar berirama tanpa music (Gerakan mengayun kedua lengan keatas, mengayun lengan kesamping dan mengayun kedua tangan

Mengajar yang dilandasi oleh persepsi yang positif akan memperoleh hasil yang baik karena dengan adanya persepsi terhadap mata pelajaran yang baik dalam diri guru (khusunya

Seluruh pelabuhan yang diusahakandi wilayah nusantara dibagi dalam 4 (empat) kelompok yang pengusahaannya diselenggarakan secara profesional dan menerapkan prinsip –

didapatkan pasien menikah 2 kal sien menikah 2 kali, suami pertama pasien i, suami pertama pasien beker bekerja di ka-e di bali dan ja di ka-e di bali dan cerai karena ditinggal

Pasien anak umur kurang dari 14 tahun yang memenuhi kriteria klinis demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), dan sindrom syok dengue (SSD) menurut WHO (1997) disertai