• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Petumbuhan dan Potensi Hasil Beberapa Varietas Lokal Padi Gogo Tahan Cekaman Kekeringan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Petumbuhan dan Potensi Hasil Beberapa Varietas Lokal Padi Gogo Tahan Cekaman Kekeringan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Kajian Petumbuhan dan Potensi Hasil Beberapa Varietas Lokal Padi

Gogo Tahan Cekaman Kekeringan

The Study Of Growth and Result Potential The Tolerant Drought Of Local

Varieties Upland Rice

Syafri Edi*), Mildaerizanti dan Desy Nofriati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi

Jl. Samarinda Kel. Paal Lima Kotabaru Jambi

*)

Corresponding author: edisyafri@gmail.com ABSTRACT

The contribution of Upland rice for the national rice production was lower than rice field therefore, the upland rice have a potential to expand and than the production will be increased. The objective of the research to determine growth and potential of production some local varieties of upland rice that tolerate with drought. The location of reseacrh in Seling village, Merangin District start from July 2014 to February 2015. The Reseacrh use randomized block design and explore eight (8) local varieties of upland rice that used by farmers commonly in Jambi Province. The results showed that the blast disease attacks in leaves and panicle neck blast were relative low, due to drought so, it condition could not be trigger for the diseases. Severals pests have found; borer caterpillar, walang sangit and birds with low intensity. The production of tunggung is highest about 2.06 t/ ha than the other accession about below 2 t/ha. The high production of Tunggung accession supported by result components that are better than the others and tunggung most tolerate with drought.

Key words:Drought, local varieties, upland rice

ABSTRAK

Kontribusi padi gogo terhadap produksi padi nasional relatif masih rendah dibandingkan padi sawah, oleh karena itu posisi padi gogo semakin penting untuk dikembangkan karena produksinya masih berpeluang untuk ditingkatkan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan potensi hasil beberapa varietas lokal padi gogo tahan cekaman kekeringan. Kegiatan dilaksanakan di Desa Seling Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin, dari bulan Juli 2014 sampai Februari 2015. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok menguji 8 (delapan) varietas lokal padi gogo yang umum digunakan petani di Provinsi Jambi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangan penyakit blas daun dan blas leher malai relatif rendah, karena rendahnya curah hujan sehingga tidak memicu timbulnya penyakit tersebut. Hama yang ditemui ulat penggerek batang padi, walang sangit dengan intensitas rendah dan hama burung. Dari delapan varietas lokal yang di uji, aksesi Tunggung memberikan hasil tertinggi (2,06 t/ha) sedangkan tujuh varietas lainnya memberikan hasil dibawah 2 t/ha. Tingginya hasil aksesi Tunggung didukung oleh komponen hasil yang relatif lebih baik dari varietas lain, aksesi Tunggung lebih tahan terhadap cekaman kekeringan dibandingkan varietas lain yang di uji.

Kata kunci : Cekaman kekeringan, padi gogo, varietas lokal

(2)

Padi (Oryza sativa L.) merupakan sumber makanan pokok sebagian besar penduduk dunia. Ketersediaan akan padi harus terus dipertahankan dan ditingkatkan seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Untuk itu diperlukan upaya-upaya yang komprehensif dalam mempertahankan dan meningkatkan produksi padi setiap tahun. Pengembangan budidaya padi gogo merupakan upaya yang cukup strategis untuk mendukung dan meningkatkan produksi beras nasional. Akhir-akhir ini kontribusi atau sumbangan padi gogo terhadap produksi padi nasional masih relatif rendah dibanding dengan padi sawah, oleh karena itu posisi padi gogo semakin penting untuk dikembangkan pada masa yang akan datang karena produksinya masih berpeluang ditingkatkan sekitar dua sampai tiga kali lipat. Luas pertanaman padi gogo relatif tidak meningkat dari tahun ketahun dengan produktivitas rata-rata 2,3 ton/ha, sedangkan padi sawah 4,3 ton/ha (Rusdi et al., 2009).

Tahun 2013 luas panen padi gogo di Provinsi Jambi 24.926 ha dengan produksi 75.385 ton atau produktivitas 3,02 t/ha, sedangkan di Kabupaten Merangin luas panen padi gogo pada tahun yang sama 5.561 ha dengan produksi 17.372 ton atau produktivitas 3.12 t/ha (BPS, 2013). Kabupaten ini merupakan sentra produksi padi gogo tertinggi kedua di Provinsi Jambi setelah Kabupaten Sarolangun dan tersebar pada beberapa kecamatan mulai dataran rendah sampai dataran tinggi.

pengembangan kultivar padi lokal merupakan salah satu faktor pendukung suksesnya program ketahanan pangan nasional dalam upaya peningkatan padi nasional. Padi lokal memiliki peran penting sebagai sumber plasmanutfah yang merupakan aset genetik strategis dalam pemuliaan padi. Provinsi Jambi merupakan salah satu provinsi yang memiliki sumber diversitas genetik padi lokal yang banyak terutama padi gogo. Kultivar tersebut tersebar secara spesifik diberbagai daerah dan telah dibudidayakan secara turun temurun serta telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang spesifik. Siwi dan Kartowinoto (1989) dalam Benny W et al., (2011), menyatakan bahwa kultivar padi lokal merupakan aset yang sangat berharga apabila dikelola dengan baik. Selanjutnya Muis et al., (2009) menyatakan budidaya padi gogo di Indonesia secara umum diusahakan petani dilahan yang berlereng dengan teknologi yang masih sederhana menggunakan padi lokal yang rata-rata berumur 5 bulan, sehingga produktivitas yang dicapai masih sangat rendah yaitu + 1 ton/ha. Rendahnya produktivitas dan tidak tersedianya varietas unggul yang berproduksi tinggi ditingkat petani, menyebabkan petani menurunkan minatnya untuk mengembangkan padi gogo, hal ini sangat berpengaruh terhadap laju perkembangan areal luas lahan dan produksi padi gogo.

Provinsi Jambi memiliki lebih dari 30 varietas lokal padi gogo yang mampu beradaptasi, relatif tahan terhadap kekeringan dan penyakit blas, namun memiliki umur yang relatif lebih panjang yaitu 4-6 bulan. Beberapa aksesi lokal seperti Senimas, Ekorkuda, Duku, Air Mas, Rejang, Tunggung, Seni Bungin Putih, Kuning, Perak, Rejang, Kasah, Silang, Air Mas, Balam, dan Seribu Naik ditanam secara turun temurun oleh petani relatif tahan kekeringan dan penyakit blas serta berproduksi relatif tinggi, namun memiliki umur relatif panjang 4-6 bulan. Padi gogo di Provinsi Jambi ditanam pada Daerah Aliran Sungai, lahan kering diantara tanaman perkebunan yang belum berproduksi, dan daerah tadah hujan atau gogo rancah. Kendala utama budidaya padi gogo pada lahan tersebut adalah kekeringan serta serangan hama dan penyakit. Ketepatan waktu tanam berdasarkan prediksi iklim yang benar merupakan kunci keberhasilan budidaya padi gogo, keterlambatan tanam dari akhir musim hujan akan menyebabkan tanaman mengalami kekeringan pada fase awal pertumbuhan atau generatif yang berakibat padi gogo tidak tumbuh optimal dan tidak menghasilkan gabah (Lubis et al., 1993). Samaullah et al., 1996) menyatakan bahwa penanaman padi gogo terlalu awal dari akhir musim hujan, tanaman

(3)

akan dihadapkan pada serangan penyakit blas, hama patogen ini berkembang pada kondisi kelembaban tinggi.

Selain masalah kekeringan dan penyakit blas, ada beberapa hama yang menyerang tanaman padi gogo seperti: walang sangit, wereng coklat, ulat grayak, burung dan tikus. Hama utama yang sering ditemui adalah walang sangit, hama ini merusak bulir padi pada fase pemasakan dengan jalan mengisap butiran gabah yang sedang mengisi. Walang sangit merusak bulir tanaman mulai dari fase berbunga sampai pada matang susu, kerusakan yang ditimbulkan mengakibatkan beras berubah warna menjadi mengapur, pada serangan berat gabah menjadi hampa (Harahap et al., 1995).

Berdasarkan uraian diatas dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan potensi hasil beberapa varietas lokal padi gogo tahan cekaman kekeringan ditingkat petani. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan produktivitas tanaman padi gogo di Provinsi Jambi.

BAHAN DAN METODE

Kegiatan dilaksanakan pada bulan Juli 2014 sampai Februari 2015 di Desa Seling Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Daerah ini merupakan salah satu sentra produksi padi gogo lahan kering di Provinsi Jambi. Penentuan lokasi dan petani koperator berkoordinasi dengan Dinas Pertanian, BP4K Kabupaten Merangin dan BP3K Kecamatan Tabir.

Bahan penelitian. Bahan penelitian terdiri dari 8 (delapan) varietas lokal, yaitu Tunggung, Seni Bungin Putih, Kuning, Perak, Rejang, Kasah, Silang dan Air Mas, berasal dari Kabupaten Sarolangun dan Merangin Provinsi Jambi. Rancangan yang digunakan Rancangan Acak Kelompok, 3 kali ulangan. Persiapan lahan/pengolahan tanah, dilakukan secara sederhana mengikuti kebiasaan petani, yaitu penyemprotan dengan herbisida, penebasan dan pembersihan. Lokasi kegiatan sebelumnya bekas penanaman sayuran.

Ukuran petakan percobaan 4 x 5 m. Penanaman dilakukan secara tugal, dengan jarak tanam 30 x 25 cm 5-8 biji/lobang tanam. Pemupukan Urea 150 kg, SP-36 100 kg, KCl 100 kg dan pupuk organik 1.000 kg/ha. Sepertiga pupuk Urea, seluruh pupuk SP-36 dan KCl diberikan pada saat tanam, secara tugal 5 cm disamping lobang tanam, sedangkan sisa pupuk Urea lainnya diberikan pada umur 3 dan 7 minggu setelah tanam. Pupuk organik diberikan pada saat tanam sekaligus sebagai penutup lobang tanam.

Pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan sanitasi lingkungan, pemasangan umpan beracun dan penggunaan pestisida, disesuaikan dengan tingkat serangan dilapangan, berdasarkan PHT. Untuk pencegahan lalat bibit, pada waktu tanam diberikan Furadan 17 kg/ha langsung pada lobang tanam. Penyiangan dilakukan 2 kali yaitu penyiangan I pada umur 3 minggu setelah tanam (MST) dan penyiangan ke II pada umur 8 minggu setelah tanam (MST).

Pertumbuhan tanaman. Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan tanaman meliputi: (a) tinggi tanaman pada umur 8 dan 12 minggu setelah tanam (MST) dan saat panen, (b) jumlah anakan pada umur 8 dan 12 MST dan saat panen, (c) umur Berbunga 50 % dan umur panen, (d) tingkat serangan hama dan penyakit dominan dan (e) hasil dan komponen hasil serta (f) data iklim dan data pendukung lainnya. Data dianalisis secara statistik menggunakan Anova dan uji lanjut DUNCAN pada taraf nyata 5%.

(4)

1. Karakteristik Wilayah Penelitian

Desa Seling merupakan salah satu desa dalam wilayah administratif Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin, dengan luas wilayah 2.000 ha, berada pada ketinggian + 75 meter dari permukaan laut, dengan kondisi tanah datar 49%, gelombang 32% dan berbukit 29%. Batas wilayah, sebelah utara berbatasan dengan Desa Kandang, sebelah selatan dengan Desa Koto Baru, sebelah timur dengan Kelurahan Mampun, dan sebelah Barat dengan Desa Kapuk. Jarak dari Ibu Kota Kecamatan Tabir ke Desa Seling 8 km kondisi jalan baik (Programa Penyuluhan Desa, 2013).

Jenis dan luas lahan di Desa Seling dapat dilihat pada Tabel 1. Jenis lahan terdiri dari lahan basah luas 306 ha atau 15,3% dan lahan kering 1.694 ha atau 84,7%. Lahan basah ditanami padi sawah, satu sampai dua kali satu tahun, sedangkan lahan kering ditanami tanaman perkebunan seperti karet, kelapa sawit, palawija, sayuran dan padi gogo, namun sebahagian besar terdiri dari hutan yang belum dibuka atau tidak bisa dibuka karena kemiringan lahan yang terjal. Secara umum tanaman padi gogo di tanam sebagai tanaman tumpang sari pada tanaman perkebunan yang belum berproduksi seperti tanaman karet dan kelapa sawit.

Tabel 1. Data potensi luas lahan pertanian, Desa Seling Kecamatan Tabir berdasarkan jenis lahan

No. Jenis Lahan Luas (ha) Persentase (%)

1. 2. Lahan basah Lahan kering 306 1.694 15,3 84,7 Jumlah 2.000 100

Sumber : Programa Penyuluhan Desa, 2013

Jenis tanah Desa Seling Kecamatan Tabir secara umum Podsolik Merah Kuning (PMK) 1.255 ha (62,75%), organosol 359 ha (17,95%), alluvial 386 ha (19,3%), kemiringan 5-49%, tingkat keasaman tanah (pH) berkisar antara 5,9-6. Secara umum keadaan iklim Desa Seling terdapat dua musim, yaitu bulan basah terjadi pada bulan September-Maret dan bulan kering terjadi pada bulan April-Agustus (Programa Penyuluhan Desa, 2013).

Berdasarkan keadaan iklim tersebut pola tanam Desa Seling dilakukan pada lahan basah, petani bertanam padi dua kali selama satu tahun sedangkan pada lahan kering ditanam palawija dari bulan Januari-Juli, selenjutnya ditanam padi gogo atau padi ladang mulai bulan Agustus-Maret, juga dapat ditanam sayuran sepanjang tahun (Tabel 2).

Tabel 2. Pola tanam wilayah Desa Seling

No. Jenis Lahan Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1. Lahan basah

Padi Sawah Padi Sawah

2. Lahan kering Palawija Padi Gogo

Sayuran

Sumber : Programa Penyuluhan Desa, 2013

Cuaca merupakan salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman dan dijadikan sebagai salah satu penentu evaluasi untuk budidaya tanaman. Curah hujan sebagai unsur utama dari cuaca sering diperhitungkan dalam budidaya tanaman.

(5)

Berdasarkan data curah hujan di stasiun klimatologi BP3K Tabir (Gambar 1), jumlah curah hujan selama tahun 2014 sebesar 2.713 mm per tahun atau dengan rata-rata 226,08 mm per bulan. Curah hujan ini sudah cukup untuk pertumbuhan dan produksi tanaman, dimana kebutuhan tanaman padi gogo berkisar antara 1.500 sampai dengan 2.000 mm per tahun atau rata-rata 200 mm per bulan, selama tiga bulan berturut-turut (Lubis et al,. 1993). Padi gogo memerlukan air sepanjang pertumbuhannya dan kebutuhan air tersebut hanya mengandalkan curah hujan. Pada penelitian ini curah hujan sudah cukup namun tidak tersedia berturut-turut selama 3 bulan sebesar 200 mm, bahkan pada bulan September curah hujan pada lokasi penelitian hanya 7 mm.

Sumber : Hasil pengamatan di BP3K Kecamatan Tabir, Merangin 2014 Gambar 1. Curah hujan mm per bulan, Tabir 2014

2. Pertumbuhan Tanaman

Berpedoman pada curah hujan, dilakukan penanaman pada tanggal 20 Agustus 2014, hal yang sama juga dilakukan petani disekitar lokasi kegiatan, karena pada bulan Juli curah hujan 145 mm per bulan. Selama tiga minggu setelah tanam curah hujan diperkirakan cukup untuk memberikan pertumbuhan tanaman padi gogo, sehingga tanaman tumbuh dengan normal. Selanjutnya tidak ada lagi turun hujan, hampir satu bulan, yaitu bulan September hanya 7 mm curah hujan, hal ini mengakibatkan tanaman terlihat kerdil dengan penampilan yang tidak normal, warna daun mulai menguning, terutama pada ujung-ujung daun.

Serangan penyakit, terutama penyakit blas daun dan blas leher malai, relatif rendah. Hal ini disebabkan rendahnya curah hujan, sehingga tidak memicu timbulnya penyakit. Gangguan hama ulat penggerek batang padi ditemukan pada hampir semua tanaman yang muncul setelah adanya hujan. Hama walang sangit dengan populasi yang rendah serta serangan hama burung. Rendahnya intensitas serangan hama dan penyakit (kecuali hama burung) diduga karena tanaman sudah dikendalikan sejak dari tanam yaitu dengan pemberian carbofuran langsung pada lobang tanam. Berawal dari fase vegetatif maksimum dilakukan penyemprotan dengan pestisida yang berbahan aktif heksakonazol, difenokonazol, metil eugenol, metalaksil dan basultop dengan interfal satu minggu satu kali penyemprotan secara bergantian dengan dosis sesuai anjuran pada kemasan.

Tabel 3, menyajikan rata-rata tinggi tanaman pengamatan 8 MST, 12 MST dan saat panen. Tinggi tanaman tertinggi pada 8 MST diperoleh pada aksesi Seni Bungin Putih (67,52 cm) diikuti aksesi Air Mas (63,19 cm) dan aksesi Perak (63,14 cm) berbeda nyata dengan semua aksesi lain yang di uji, sedangkan tanaman terendah diperoleh pada aksesi Tunggung (48,71 cm). Hal yang sama juga hampir terjadi pada pengamatan 12 MST,

0 100 200 300 400 500 600

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

m m /b u lan Bulan Pengamatan Cur ah H…

(6)

sedangkan pada saat panen tanaman tertinggi diperoleh pada aksesi Kasah (172,38 cm), diikuti aksesi Air Mas (170,14 cm) dan aksesi Silang (170,00 cm), berbeda nyata dengan semua aksesi lain dan tanaman terendah diperoleh pada aksesi Tunggung 140,28 cm). Tabel 3. Rata-rata tinggi tanaman kajian petumbuhan dan potensi hasil beberapa varietas

lokal padi gogo tahan cekaman kekeringan, Jambi 2014. No. Aksesi

Tinggi tanaman (cm)

8 MST 12 MST Saat panen

1. Tunggung 48,71 c 88,24 c 140,28 c

2. Seni Bungin Putih 67,52 a 104,32 a 148,38 c

3. Kuning 59,90 b 95,00 b 148,33 c 4. Perak 63,14 a 101,24 a 155,00 b 5. Rejang 55,81 b 90,95 b 169,00 b 6. Kasah 54,57 b 99,09 b 172,38 a 7. Silang 58,29 b 100,81 a 170,00 a 8. Air Mas 63,19 a 99,71 b 170,14 a

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5%

Tabel 4, menyajikan jumlah anakan 8 MST dan 12 MST, umur keluar bunga dan umur panen. Jumlah anakan terbanyak pengamatan 8 MST diperolah pada aksesi Seni Bungin Putih (10,19 btg/rpn), berbeda nyata dengan semua aksesi lain yang di uji, sedangkan pengamatan 12 MST terbanyak diperoleh pada asksesi Tunggung (12,62 btg/rpn) dan Seni Bungin Putih (12,21 btg/rpn) dan terendah pada aksesi Kasah 8,28 btg/rpn dan Rejang 8,29 btg/rpn.

Umur keluar bunga 50% berkisar antara 110-112 HST tidak berbeda nyata pada semua aksesi yang di uji. Umur panen tercepat pada aksesi Kuning (144 HST) tidak berbeda nyata dengan aksesi Silang (145 HST), tetapi kedua aksesi ini memiliki umur panen yang berbeda nyata dengan semua aksesi lain yang di uji, sedangkan aksesi Kasah memiliki umur panen terlama (154 HST). Terjadinya perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman seperti jumlah anakan, tinggi tanaman, umur keluar bunga dan umur panen terutama disebabkan oleh faktor genetik masing-masing tanaman yang berbeda dan respon tanaman tersebut dengan lingkungan tumbuh.

Tabel 4. Rata-rata jumlah anakan, umur berbunga dan umur panen, kajian petumbuhan dan potensi hasil beberapa varietas lokal padi gogo tahan cekaman kekeringan, Jambi 2014.

No. Aksesi Jumlah anakan (btg/rpn) Umur keluar bunga (HST)

Umur panen (HST)

8 MST 12 MST

1. Tunggung 7,95 b 12,62 a 112 a 147 a

2. Seni Bungin Putih 10,19 a 12,21 a 111 a 148 a

3. Kuning 6,90 c 9,48 b 111 a 144 b 4. Perak 8,62 b 10,24 b 111 a 152 a 5. Rejang 6,43 c 8,29 c 110 a 148 a 6. Kasah 6,33 c 8,28 c 112 a 154 a 7. Silang 5,57 c 7,71 d 110 a 145 b 8. Air Mas 6,19 c 7,95 d 111 a 148 a

(7)

taraf uji DMRT 5%

Kekeringan selama pertumbuhan vegetatif tanaman atau pada awal pertumbuhan tanaman menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak maksimal dan berpengaruh terhadap perkembangan tanaman terutama terhadap jumlah anakan dan tinggi tanaman, dimana jumlah anakan dan tinggi tanaman tidak maksimal. Hal yang sama dikemukakan oleh Suardi (2002), bahwa secara fisiologis tanaman yang tumbuh pada konsisi cekaman kekeringan akan mengurangi jumlah stomata, sehingga akan menurunkan laju kehilangan air yang diikuti dengan penutupan stomata dan menurunnya serapan CO2 bersih pada daun.

Hal ini akan menyebabkan menurunnya laju fotosintesis serta fotosintat yang dihasilkan dan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman.

3. Komponen Hasil dan Hasil

Komponen hasil dan hasil disajikan pada Tabel 5 dan 6. Anakan produktif terbanyak diperoleh pada aksesi Tunggung (8,3 btg/rpn) dan terendah pada aksesi Perak (6,0 btg/rpn). Malai terpanjang diperoleh pada aksesi Silang (32,7 cm) berbeda tidak nyata dengan aksesi Air Mas (32,1 cm), tetapi berbeda nyata dengan enam aksesi lainnya, sedangkan malai terpendek diperoleh dari aksesi Kuning (24,0 cm). Jumlah gabah per malai terdapat perbedaan dari semua aksesi yang diuji. Jumlah gabah terbanyak diperoleh pada aksesi Perak (319,1 butir) tidak berbeda nyata dengan aksesi Tunggung (291,5 butir), tetapi berbeda nyata dengan enam aksesi lainnya, sedangkan aksesi Silang (224,1 butir) memiliki jumlah gabah paling sedikit. Simanulang (2001), menyatakan bahwa anakan produktif per rumpun atau persatuan luas merupakan penentu terhadap jumlah malai, dengan demikian anakan produktif merupakan salah satu komponen hasil yang berpengaruh langsung terhadap tinggi rendahnya hasil gabah. Pembentukan anakan produktif sangat menentukan jumlah malai dari tanaman padi. Makin banyak anakan produktif makin banyak jumlah malai. Terdapat korelasi antara jumlah malai dengan hasil, karena makin banyak malai makin tinggi hasil tanaman padi.

Tabel 5. Jumlah anakan produktif, panjang malai dan jumlah gabah per malai, kajian petumbuhan dan potensi hasil beberapa varietas lokal padi gogo tahan cekaman kekeringan, Jambi 2014.

No. Aksesi Anakan produktif btg/rpn Panjang malai (cm) Jumlah gabah per malai 1. Tunggung 8,3 a 28,0 b 291,5 ab

2. Seni Bungin Putih 7,5 ab 24,1 c 256,0 b

3. Kuning 7,0 ab 24,0 c 241,3 b 4. Perak 6,0 b 28,7 b 319,1 a 5. Rejang 6,2 b 26,1 c 266,1 bc 6. Kasah 6,1 b 29,9 b 239,2 c 7. Silang 6,4 ab 32,7 a 224,1 c 8. Air Mas 6,4 ab 32,1 a 228,6 c

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5%.

Hasil analisis statistik terhadap persentase gabah bernas dari delapan aksesi yang di uji terdapat perbedaan, terendah diperoleh pada aksesi Kasah (54,90%) tidak berbeda nyata dengan aksesi Silang (59,67%) dan aksesi Rejang (60,30%). Tertinggi diperoleh pada aksesi Tunggung (70,93%) yang tidak berbeda nyata dengan 4 aksesi lainnya. Rendahnya

(8)

persentase gabah bernas memperlihatkan ketidak mampuan tanaman dalam melakukan pengisian bulir, kehampaan menyebabkan hasil tidak akan tinggi hal ini bisa disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan (Horrie dan Yoshida, 2006 Dalam Julistia B. dan Jumakir, 2011). Pada kegiatan ini faktor lingkungan terutama curah hujan sangat berperan, dimana saat pertumbuhan vegetatif tanaman (bulan September) relatif tidak ada hujan hanya 7 mm per bulan (Gambar 1).

Berat 1000 pada kisaran 20,4 sampai 24,4 gram, teringan diperoleh pada aksesi Kuning dan terberat diperoleh pada aksesi Perak. Hasil gabah kering giling terdapat perbedaan yang nyata antar aksesi yang di uji. Aksesi Tunggung (2,06 t/ha) memberikan hasil tertinggi berbeda tidak nyata dengan aksesi Kuning (1,81 t/ha), namun demikian berbeda nyata dengan enam aksesi lainnya, aksesi Air Mas (1,11 t/ha) memiliki hasil gabah kering giling terendah. Manurung dan Ismunadji (1988) Dalam Julistia B. dan Jumakir (2011) menyatakan bahwa hasil suatu tanaman ditentukan oleh komponen hasil tanaman tersebut, selanjutnya dinyatakan bahwa sifat komponen hasil antara satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang erat, ketidak seimbangan diantara komponen hasil tersebut akan sangat mempengaruhi potensi hasil yang diperoleh.

Tabel 6. Persentase gabah bernas, berat 1000 biji dan hasil, kajian petumbuhan dan potensi hasil beberapa varietas lokal padi gogo tahan cekaman kekeringan, Jambi 2014.

No. Aksesi Persentase gabah bernas (%) Berat 1000 biji (g) Hasil GKG (t/ha) 1. Tunggung 70,93 a 24,1 a 2,06 a

2. Seni Bungin Putih 64,27 a 24,3 a 1,30 c

3. Kuning 67,93 a 20,4 c 1,81 ab 4. Perak 66,87 a 24,4 a 1,14 c 5. Rejang 60,30 b 21,3 c 1,53 b 6. Kasah 54,90 b 20,6 c 1,34 c 7. Silang 59,67 b 22,8 b 1,70 b 8. Air Mas 69,67 a 24,3 a 1,11 c

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada

taraf uji DMRT 5%

Suardi (2002), mengemukakan bahwa adaptasi tanaman terhadap kekeringan melibatkan dua aspek, yaitu penghindaran dari kekeringan dan ketahanan kekeringan resisten. Tanaman yang menyelesaikan fase pertumbuhan aktifnya dalam suatu periode dimana lingkungan cocok untuk diberikan air, akan terhindar dari bahaya kekeringan. Selanjutnya Kabirun (2002), menambahkan tanaman yang mempertahankan tekanan turgor dibawah kondisi kekeringan akan memberikan kemampuan yang lebih tinggi untuk mempertahankan fungsi tanaman, asalkan akumulasi zat-zat terlarut tidak membahayakan.

Prasetyo (2003) dan Suardi (2002) mengemukakan bahwa peningkatan intensitas cekaman kekeringan mengakibatkan penurunan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah gabah per malai, berat 1000 biji dan berat kering gabah. Suardi (2002) menyatakan bahwa salah satu kriteria varietas padi yang akan tumbuh baik pada lingkungan dengan curah hujan yang terbatas dan merupakan tanaman ideal apabila (a) pertumbuhan tanaman sesuai dengana ketersediaan air yang memungkinkan tanaman terhindar dari kekeringan pada akhir pertumbuhan, (b) potensi hasil tinggi pada lingkungan yang cocok serta tanaman tidak terlalu tinggi dan indeks panen tinggi dan (c) toleran terhadap kekeringan dan mampu mempertahankan kehijauan tanaman selama kekeringan, dalam penelitian ini

(9)

dari 8 aksesi lokal yang diuji aksesi Tunggung memberikan adaptasi terbaik terhadap cekaman kekeringan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Serangan penyakit blas daun dan blas leher malai relatif rendah, karena rendahnya curah hujan sehingga tidak memicu timbulnya penyakit tersebut. Hama yang ditemui ulat penggerek batang padi, walang sangit dengan intensitas rendah dan hama burung. Dari delapan varietas lokal yang di uji, aksesi Tunggung memberikan hasil tertinggi (2,06 t/ha) sedangkan tujuh varietas lainnya memberikan hasil dibawah 2 t/ha. Tingginya hasil aksesi Tunggung didukung oleh komponen hasil yang relatif lebih baik dari varietas lain yang di uji. Aksesi Tunggung lebih tahan terhadap cekaman kekeringan dibandingkan aksesi lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2013. Provinsi Jambi Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi Kerjasama Sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Jambi. Benny W., Irfan Suliansyah, Auzar Syarif dan Etti Swasti, 2011. Eksplorasi dan

Karakterisasi Morfologi Padi Gogo Lokal Sumatera Barat. Prosiding Seminar Nasional dan Rapat Tahunan Dekan Bidang Ilmu-Ilmu Pertanian Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Wilayah Barat. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Palembang, 23-25 Maret 2011. Vol I. Hal 227-231.

Harahap, Z., Suwarno, E. Lubis dan T.W. Susanto. 1995. Padi Unggul Toleran Kekeringan dan Naungan. Pusat Percobaan dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian.

Julistia B., dan Jumakir, 2011. Uji Adaptasi Beberapa Varietas Unggul Baru (VUB) Padi Sawah di Provinsi Jambi. Prosiding Seminar Nasional Pengkajian dan Diseminasi Inovasi Pertanian Mendukung Program Strategis Kementerian Pertanian. Hal 1106-1111.

Kabirun, S. 2002. Tanggapan Padi Gogo Terhadap Inokulasi Jamur Mikoriza Arbuskula dan Pemupukan Fosfat Di Entisol. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 3 (2) pp 49-56.

Lubis, E,. Z. Harahap, Suwarno, M. Diredja dan H. Siregar. 1993. Perbaikan Varietas Padi Gogo Untuk Wilayah Perhutanan Beriklim Kering. Risalah Hasil Penelitian Balittan Bogor.

Muis A., Denny C. Mamesah dan I Ketut Suwitra, 2009. Uji Multilokasi Enam Galur Dan Varietas Padi Gogo di Kebun Percobaan Sidondo, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Prosiding Seminar Nasional dan Workshop. Departemen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Palu 10-11 Nopember 2009. Hal 103-106.

Prasetyo, YT. 2003. Bertanam Padi Gogo Tanpa Olah Tanah. Penebar Swadaya Jakarta. Programa Penyuluhan Desa, 2013. Desa Seling Kecamatan Tabir UPTB BP3K Tabir.

Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Merangin.

Rusdi M., Amran Muiz, Abdi Negara dan Ruslan Boi. 2009. Profil dan Analisis Ekonomi Ushatani Padi Gogo di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Inovasi Teknologi Pertanian yang Berkelanjutan Mendukung Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri di Pedesaan. Palu, 10-11 November 2009.

(10)

Samaullah, M.Y.,B. Staryo dan Taryat T. 1996. Paluang Pamanfaatan Genotipe Padi Gogo Toleran Kekeringan Pada Daerah Terbatas Sumber Air. Seminar Nasional Masyarakat Konservasi Tanah dan Air. Universitas Brawijaya, Malang, 4-6 Desember 1996.

Simanulang, Z., A. 2001. Kriteria Seleksi Untuk Sifat Agronomis dan Mutu. Pelatihan dan Koordinasi Program Pemuliaan Partisipatif dan Uji Multilokasi. Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. Sukamandi 9-14 April 2011.

Suardi. D. 2002. Perakaran Padi dalam Hubungannya dengan Toleransi Tanaman Terhadap Kekeringan dan Hasil. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Jurnal Litbang Pertanian. 21 (3).

Gambar

Tabel 1. Data potensi luas lahan pertanian, Desa Seling Kecamatan Tabir berdasarkan jenis  lahan
Tabel 3.  Rata-rata tinggi tanaman kajian petumbuhan dan potensi hasil beberapa varietas  lokal padi gogo tahan cekaman kekeringan, Jambi 2014
Tabel  5.    Jumlah  anakan  produktif,  panjang  malai  dan  jumlah  gabah  per  malai,  kajian  petumbuhan  dan  potensi  hasil  beberapa  varietas  lokal  padi  gogo  tahan  cekaman  kekeringan, Jambi 2014

Referensi

Dokumen terkait

4.11 Perkebunan kelapa sawit dan industri minyak kasar dari nabati Kabupaten Kutai

Single index model dapat memberikan informasi kepada investor terkait jenis saham yang menjadi penyusun portofolio, proporsi dana masing-masing saham pembentuk

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati (2015) menyimpulkan variabel utang luar negeri dalam jangka pendek tidak berpengaruh signifikan terhadap

Dengan nasehat dan pengakuan dari perdana menteri, Kaisar boleh melakukan tindakan-tindakan seperti: (1)pengumuman amendamen UUD, UU, PP dan perjanjian internationa, (2) membuka

Selisih angka rata-rata 2,36% lebih kecil karena mekanisme pengambilan keputusan dengan metode profile matching mengasumsikan bahwa terdapat tingkat variabel prediktor yang

Pembuangan udara (oksigen) yang tidak sempurna akan berpengaruh buruk terhadap daya pemucatan minyak sawit karena terjadi oksidasi, tetapi menyebabkan suhu perebusan menjadi

perubahan nama M.A.I dilakukan untuk menghindar dari kecurigaan kolonial Belanda menjadi Madrasah Diniyah Islamiyah atau disingkat menjadi (M.D.I). Pada fase modernisasi

Waktu pelaksanaan kegiatan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Perkebunan, Produk Pertanian dilaksanakan sesuai jadwal yang telah dibuat yaitu