• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.PISANG CAVENDISH

Pisang cavendish (Musa cavendishii) merupakan komoditas buah tropis yang sangat popular di dunia. Di Indonesia, pisang ini lebih dikenal dengan sebutan pisang ambon putih. Pisang cavendish banyak dikembangbiakkan menggunakan metode kultur jaringan. Keunggulan bibit pisang hasil kultur jaringan dibandingkan dengan bibit dari anakan adalah bibit kultur jaringan terbebas dari penyakit seperti layu moko akibat Pseudomonas solanacearum dan layu panama akibat Fusarium oxysporum cubense (Rodinah, 2005). Secara sistematis tanaman pisang cavedish dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Sub Divisi : Angiospermae Divisi : Spermatophyta Kelas : Monocotyledonae Famili : Musaceae Genus : Musa

Species : Musa cavendishii Sumber : BPPT (2000)

Berikut disajikan ilustrasi pisang cavendish yang banyak beredar di pasaran.

Gambar 1. Pisang Cavendish (BIOTROP, 2000)

Pisang dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan sifat pohon pisang itu tersendiri. Pembagian pisang tersebuat adalah sebagai berikut:

1. Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiaca var Sapientum, M. nana atau disebut juga M. cavendishii, M. sinensis. Misalnya pisang ambon, susu, raja, cavendish, barangan dan mas.

2. Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiaca forma tipikal atau disebut juga M. paradisiaca normalis. Misalnya pisang nangka, tanduk dan kepok.

3. Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya. Misalnya pisang batu dan klutuk.

4. Pisang yang diambil seratnya misalnya pisang manila (abaca) (Stover, 1987). Berikut adalah gambar berbagai tingkat kematangan buah pisang cavendish dapat dilihat pada gambar 2.

(2)

4

Gambar 2. Berbagai Tingkat Kematangan Buah Pisang (Satuhu dan Supriyadi, 2000)

Secara Umum, tingkat kematangan buah pisang dapat dilihat dari perubahan warna kulitnya. Perubahan tersebut dimulai dari warna hijau bagi pisang yang baru panen. Kemudian berubah menjadi kuning bahkan menjadi kuning dengan bercak cokelat yang banyak disaat kualiatasnya menurun. Tingkat kematangan buah pisang cavendish dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Tingkat Kematangan Buah Pisang Cavendish Tingkat

Kematangan Warna Kulit Buah

Persen Pati

Persen

Gula Keterangan

1 Hijau 20 0.5 Keras

2 Hijau Mulai Kuning 18 2.5 - 3 Hijau lebih banyak dari

Kuning 16 4.5 -

4 Kuning lebih banyak dari

Hijau 13 7.5 -

5

Kuning lebih banyak namun ujung buah masih hijau

7 13.5 -

6 Seluruhnya kuning 2.5 18 Mudah dikupas 7 Kuning sedikit bintik

coklat 1.5 19 Masak penuh aroma 8 Kuning dengan banyak

bintik coklat 1 19

Lewat masak, daging buah gelap, aroma tinggi sekali

Sumber : Satuhu dan Supriyadi, (2000)

(3)

5

Tabel 3. Komposisi Kimia Pisang Per 100 g Bahan Komposisi Kimia Jumlah

Kalori (kal) 120 Protein (gr) 1.2 Lemak (gr) 0.2 Karbohidrat (gr) 31.8 Kalsium (mg) 10 Fosfor (mg) 22 Besi (mg) 0.8 Vitamin A (S.I) 950 Vitamin B1 (mg) 0.06 Vitamin C (mg) 10 Air (gr) 65.8

Bagian yang dapat dimakan (%) 70

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I, (1996) B. FISIOLOGI PASCA PANEN PISANG

Buah-buahan yang berada di pohon melangsungkan hidupnya dengan melakukan pernapasan (respirasi), ternyata setelah buah dipetik (panen) juga masih melangsungkan proses respirasi. Respirasi adalah proses biologis dimana oksigen diserap untuk digunakan pada proses pembakaran yang menghasilkan energy dan diikuti oleh pengeluaran sisa pembakaran dalam bentuk CO2 dan air (Phan et al. 1986). Reaksi kimia sederhana untuk respirasi adalah sebagai berikut :

C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + Energi

Laju respirasi merupakan indeks untuk menentukan umur simpan buah-buahan setelah dipanen. Besarnya laju respirasi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti: tinkat perkembangan organ, susunan kimia jaringan, ukuran produk, adanya pelapisan alami, dan karbon dioksida, senyawa pengatur pertumbuhan dan adanya luka pada buah (Phan et al. 1986).

Menurut Phan et al. (1986) di dalam Pantastico (1986), besar kecilnya respirasi pada buah dan sayuran dapat diukur dengan cara menentukan jumlah substrat yang hilang, oksigen yang diserap, karbon dioksida yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan dan energi yang timbul. Untuk menentukan laju respirasi, cara yang umum digunakan adalah dengan pengukuran laju penggunaan O2 atau dengan penentuan laju pengeluaran CO2. Berdasarkan pola respirasinya, buah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu buah klimakterik dan buah non-klimakterik.

Buah klimakterik mengalami kenaikan CO2 secara mendadak dan mengalami penurunan dengan cepat setelah proses pematangan terjadi, sedangkan buah non-klimakterik tidak terjadi kenaikan CO2 dan diikuti dengan penurunan CO2 dengan cepat. Klimakterik ditandai dengan adanya proses waktu pematangan yang cepat dan peningkatan respirasi yang mencolok serta perubahan warna, citarasa, dan teksturnya (Rhodes, 1970).

Menurut Rhodes (1970), pada awal perkembangan buah, kandungan pati meningkat terus dan setelah mencapai maksimum, makin tua buah kandungan pati makin menurun. Penurunannya disebabkan oleh perubahan pati menjadi gula yang digunakan untuk kegiatan respirasi.

(4)

6

Rasa manis setelah buah masak, ditentukan oleh adanya gula hasil degradasi pati yang menjadi gula yang lebih sederhana yaitu sukrosa, glukosa, dan fruktosa (Paul dan Palmer, 1981). Daging buah yang masih mentah memiliki rasa sepet yang disebabkan oleh senyawa tanin. Selama proses pemasakan buah rasa sepet berangsur-angsur kurang, hal ini disebabkan kandungan tannin aktif menurun pada buah yang masak (Stover, 1987).

Timbulnya aroma yang khas pada buah pisang disebabkan terbentuknya senyawa kompleks dari senyawa yang mudah menguap dan beberapa minyak esensial yang ada. Di samping timbulnya aroma terbentuk juga gula selama pemasakan buah. Bertambahnya senyawa mudah menguap pada saat pemasakan buah pisang sangat erat hubungannya dengan pembentukan aroma buah pisang (Stover, 1987). Komponen penyusun aroma pada buah pisang adalah iso–amil asetat, amil asetat, amil propionat, amil butirat, heksil asetat, metil asetat, pentanol, butil alkohol, amil alkohol, dan heksil alkohol (Hulme, 1981).

C.PERLAKUAN PENDAHULUAN

Perlakuan pendahuluan merupakan perlakuan awal yang diberikan kepada buah dengan tujuan mendormankan respirasi buah sampai pada batas pematangan dan pembusukan dapat dihambat. Salah satu cara perlakuan pendahuluan yang dapat dilakukan adalah perlakuan dengan gas N2 atau dengan gas CO2. Perlakuan pendahuluan yang digunakan untuk penelitian buah pisang cavendish adalah perlakuan dengangas N2 atau CO2 karena prosesnya yang lebih mudah pada saat transportasi dilakukan.

Kandungan CO2 dalam sel yang tinggi mengarah ke perubahan-perubahan fisiologi berikut : (a) penurunan reaksi-reaksi sintesis pematangan (misalnya protein, zat warna), (b) penghambatan beberapa kegiatan enzimatis, (c) penurunan senyawa atsiri, (d) gangguan metabolisme asam organik terutama penimbunan asam suksinat (Ulrich, 1989).

Konsentrasi CO2 yang sesuai dapat memperpanjang umur simpan buah-buahan dan sayur-sayuran karena terjadinya gangguan pada respirasi (Pantastico, 1986). Konsentrasi CO2 yang tinggi dapat menghambat daya pemacuan etilen terhadap pemasakan. Gas ini menghambat aksi etilen sehingga buah tidak merespon perlakuan etilen (Burg, 2004). Pantastico (1975) menyebutkan konsentrasi CO2 yang tinggi dalam kemasan akan mengakibatkan matinya sel-sel buah akibat terhambatnya aktifitas enzim pada proses respirasi dan asam organik, gagalnya buah mengalami pemasakan sehingga proses metabolisme yang merombak pati menjadi gula akan terhambat.

Konsentrasi CO2 di atas 1-2 % CO2 mengurangi kepekaan jaringan tubuh terhadap hormon pemasakan etilen. Menaikkan CO2 memberi pengaruh seperti mengurangi O2 yaitu memperlambat proses respirasi dengan demikian akan memperpanjang umur simpan. CO2 konsentrasi tinggi (>10%) telah menekan pertumbuhan jamur dan bakteri perusak (Farber et al., 1995).

D.BAHAN PENYERAP ETILEN

Etilen adalah hormon tanaman yang dihasilkan selama pematangan buah dan sayuran. Etilen dapat memberikan pengaruh yang negatif terhadap produk segar, karena etilen akan mempercepat proses pematangan pada produk seperti pisang dan tomat, sehingga produk menjadi cepat busuk, tetapi jika digunakan pada produk seperti jeruk, maka dapat menghilangkan warna hijau (degreening) sehingga dihasilkan jeruk dengan warna kuning yang

(5)

7

merata, dan penampilannya lebih baik. Secara umum, etilen merupakan bahan yang tidak diinginkan untuk penyimpanan produk segar, sehingga etilen harus disingkirkan dari lingkungan penyimpanan, hal ini disebabkan karena :

a. Pada jumlah sedikit sudah dapat menurunkan mutu dan masa simpan produk

b. Dapat meningkatkan laju respirasi sehingga akan mempercepat pelunakan jaringan dan kebusukan buah

c. Mempercepat degradasi klorofil yang kemudian akan menyebabkan kerusakan-kerusakan pasca panen lainnya (Yulianti dan Nurminah, 2006).

Menurut Yulianti dan Nurminah (2006), bahan penyerap etilen yang dapat digunakan adalah kalium permanganat (KMnO4), karbon aktif dan mineral-mineral lain, yang dimasukkan ke dalam sachet. Bahan yang paling banyak digunakan adalah kalium permanganat yang diserapkan pada silika gel.

Senyawa KMnO4 dapat merusak etilen karena merupakan zat pengoksidasi yang kuat. Menurut Hein dalam Diennazola (2008), senyawa kalium permanganat merupakan oksidator kuat yang dapat memecah ikatan rangkap etilen dan membentuk etilen glikol dan mangan oksida.

Menurut Dumadi (2001) menyatakan bahwa kalium permanganat merupakan senyawa yang memiliki sifat sebagai oksidator kuat. Senyawa ini digunakan sebagai bahan penunda kematangan karena kemampuannya mengoksidasi etilen yang merupakan hormon pematangan menjadi etilen glikol. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa kondisi optimum dari pemakaian adsorben untuk memperpanjang buah pisang adalah 2% KMnO4, serbuk besi 1.5%, dan 3% arang aktif akan memperpanjang umur simpan buah pisang sampai 12 minggu.

E. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN

Pengemasan komoditi hortikultura adalah suatu usaha menempatkan komoditi segar ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat sehingga mutunya tetap atau hanya mengalami sedikit penurunan pada saat diterima oleh konsumen akhir dengan nilai pasar yang tetap tinggi. Dengan pengemasan, komoditi dapat dilindungi dari kerusakan, benturan mekanis, fisik, kimia dan mikrobiologis selama pengangkutan, penyimpanan dan pemasaran (Sacharow dan Griffin, 1980).

Menurut Purwadaria (1997), perancangan kemasan selama transportasi ditujukan untuk meredam goncangan dalam perjalanan yang dapat mengakibatkan kememaran dan penurunan kekerasan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan meliputi jenis, sifat, tekstur dan dimensi bahan kemasan; komoditas yang diangkut, sifat fisik, bentuk, ukuran, struktur; dan pola susunan biaya transportasi dibandingkan dengan harga komoditas, waktu permintaan dan keadaan jalan yang akan dilintasi.

Menurut Triyanto (1991), karton gelombang merupakan bahan kemasan transpor yang paling umum dan paling banyak digunakan untuk berbagai jenis produk, dari buah-buahan sampai peralatan untuk industri. Hal ini disebabkan oleh harganya yang relatif murah dan daya tahan yang dapat diatur sesuai dengan jenis produk yang dikemas dan jenis transportasi yang dipergunakan.

Karton gelombang adalah karton yang dibuat dari satu atau beberapa lapisan keras medium bergelombang dengan kertas lainer sebagai penyekat dan pelapisnya. Kertas medium adalah kertas yang dipergunakan sebagai lapisan bergelombang pada karton gelombang.

(6)

8

Sedangkan kertas lainer adalah kertas yang dipergunakan untuk lapisan datar, baik pada bagian luar maupun bagian dalam karton gelombang (Haryadi, 1994).

Kemasan untuk produk hasil-hasil pertanian (holtikultura) perlu dilubangi sebagai ventilasi. Adanya ventilasi ini menyebabkan sirkulasi udara yang baik dalam kemasan sehingga akan menghindarkan kerusakan komoditas akibat akumulasi CO2 pada suhu tinggi (Haryadi, 1994). Hardenberg (1986) menyatakan bahwa umumnya karton menjadi dingin dengan lambat bila dimasukkan ke dalam ruang pendingin. Tetapi dengan adanya penambahan lubang ventilasi dan peningkatan luas permukaan yang tersentuh udara dingin yang bergerak, sampai pada suatu derajat tertentu, dapat meningkatkan penghilangan panas.

Masalah utama yang dihadapi pada penyimpanan buah setelah panen pada kondisi tanpa pendinginan adalah penurunan bobot serta nilai gizi seperti vitamin C dan kadar air. Hal ini disebabkan oleh transpirasi dan respirasi yang berlangsung secara cepat dan terus menerus tanpa hambatan (Roosmani, 1975).

Pantastico et al. (1986), menyatakan bahwa cara-cara lain untuk mempertahankan mutu tidak akan dapat berhasil tanpa pendinginan. Dalam iklim tropika yang panas, penyimpanan dalam udara terkendali tidak dianjurkan tanpa dikombinasikan dengan pendinginan. Oleh karena itu kerusakan akan berlangsung lebih cepat akibat penimbunan panas dan CO

2.

Pada saat penyimpanan, keasamaan buah juga berubah bervariasi menurut jenis buahnya, kematangan, dan suhu penyimpanannya. Asam malat akan berkurang lebih dahulu dibandingkan dengan asam sitrat. Hal ini diduga karena adanya katabolisme sitrat melalui malat pada Siklus Kreb. Asam askorbat umumnya akan lebih cepat berkurang jumlahnya pada suhu penyimpanan yang semakin tinggi (Pantastico, 1975).

Setelah dipetik, buah-buahan akan kehilangan suplai air dari pohon induknya, sedangkan proses respirasi masih terus berlangsung. Dengan kadar air yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 75-95% (Sacharow dan Griffin, 1970). Buah-buahan akan cepat layu dan berkeriput pada suhu ruang. Untuk mengatasai hal tersebut dapat dilakukan usaha pencegahan dengan penggunaan pengemasan dan penyimpanan suhu rendah. Penyimpanan di bawah suhu 15°C dan di atas titik beku bahan dikenal sebagai penyimpanan dingin (chilling storage). Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat turunnya mutu buah-buahan, disamping pengaturan kelembaban dan komposisi udara serta penambahan zat-zat pengawet kimia.

Menurut Ryall dan Lipton (1982) penyimpanan dingin adalah sebagai proses pengawetan bahan dengan cara pendinginan pada suhu di atas suhu bekunya. Secara umum pendinginan dilakukan pada suhu 2.2-15.5 °C tergantung kepada masing-masing bahan yang disimpannya.

Gambar

Tabel 2. Tingkat Kematangan Buah Pisang Cavendish  Tingkat
Tabel 3. Komposisi Kimia Pisang Per 100 g Bahan

Referensi

Dokumen terkait

Ditengah aktifitas yang anda laksanakan, saya memohon kesediaan dan bantuan anda untuk mengisi angket terlampir, dalam rangka penulisan skripsi yang berjudul

Iodoform (CHI 3 ) adalah senyawa yang dibentuk dari reaksi antara iodin dalam suasana basa dengan senyawa organik yang memiliki gugus metil keton (CH 3 -CO-), seperti

Penelitian lain dilakukan oleh Edy Susanto dan Marhamah (2016) Tentang Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Daerah dengan variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi

[r]

raktek keperawatan a"alah pela%anan %ang "#!elengarakan oleh perawat "alam $entuk a!uhan keperawatan.. $entuk

Model yang dapat membangkitkan kreatifitas siswa dalam memecahkan masalah matematis adalah model Creative Problem Solving (CPS) yang merupakan suatu model

Berdasarkan analisis di atas terdapat beberapa potensi lahan pekarangan dan permasalahanya, untuk itu perlu sosialisasi dan pembinaan bagaimana lebih mengoptimalkan lahan

Pada lima kali percobaan kontroler PID tuning Algoritma genetika dalam pengendalian pressure dan level plant boiler- turbine, percobaan pertama dapat memberikan