• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi

2.1.1 Pengertian Karies Gigi

Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu karbohidrat yang diragikan. Hal ini ditandai dengan demineralisasi jaringan keras gigi diikuti oleh kerusakan bahan organiknya yang mengakibatkan terjadinya invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat menyebabnya nyeri (Kidd, 1991).

Tanda-tanda karies biasanya gigi terlihat berwarna coklat kehitaman atau noda-noda putih, yang bila diraba dengan sonde email belum tersangkut. Lama-kelamaan bagian karies ini akan terasa kasar serta diikuti dengan tertahannya sonde. Karies yang berwarna coklat kehitaman lebih lama menimbulkan lubang pada gigi, sedangkan noda yang berwarna putih lebih cepat (Nurhaliza, 2015).

Pada umumnya karies gigi pada anak terjadi pada saat adanya gigi campuran.Pertumbuhan gigi campuran ditunjukkan dengan pertumbuhan dan perkembangan gigi susu yang diikuti dengan tumbuhnya gigi tetap di dalam rongga mulut anak. Artinya di dalam rongga mulut anak terdapat dua macam gigi yang sedang mengalami pertumbuhan, yaitu gigi susu dan gigi tetap (Paramita, 2000).

Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang karena adanya faktor-faktor yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Faktor-faktor tersebut

(2)

2.2 Klasifikasi Karies Gigi

2.2.1 Berdasarkan Stadium Karies

Pada klasifikasi ini, karies dibagi menurut dalamnya (Tarigan, 2013): a. Karies Superfisialis

Karies baru mengenai email saja, sedang dentin belum terkena. b. Karies Media

Karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin. c. Karies Profunda

Karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa. Karies profunda ini dapat kita bagi lagi menjadi:

1. Karies profunda stadium I : Karies telah melewati setengah dentin, biasanya belum dijumpai radang pulpa.

2. Karies profunda stadium II : Masih dijumpai lapisan tipis yang membatasi karies dengan pulpa. Biasanya disini telah terjadi radang pulpa.

3. Karies profunda stadium III : Pulpa telah terbuka dan dijumpai bermacam-macam radang pulpa.

2.2.2 Berdasarkan Cara Meluasnya Karies a. Karies Berpenetrasi

Karies yang meluas dari email ke dentin dalam bentuk kerucut. Perluasannya secara penetrasi, yaitu merembes ke arah dalam.

b. Karies Nonpenetrasi

Karies yang meluas dari email ke dentin dengan jalan meluas ke arah samping sehingga menyebabkan bentuk seperti periuk.

(3)

2.2.3 Berdasarkan Lokasi Karies

Menurut G.V. Black dalam Tarigan (2013) kavitas atas 5 bagian diberi tanda dengan nomor Romawi, dimana kavitas diklasifikasikan berdasarkan permukaan gigi yang terkena karies. Pembagian tersebut adalah:

a. Klas I

Karies yang terdapat pada bagian oklusal (ceruk dan fisura) dari gigi premolar dan molar (gigi posterior). Dapat juga terdapat pada gigi anterior di foramen caecum.

b. Klas II

Karies yang terdapat pada bagian aproksimal gigi-gigi molar atau premolar yang umumnya meluas sampai ke bagian oklusal.

c. Klas III

Karies yang terdapat pada bagian aproksimal dari gigi depan, tetapi belum mencapai margo-inisisalis (belum mencapai sepertiga insisal gigi).

d. Klas IV

Karies yang terdapat pada bagian aproksimal dari gigi-geligi depan dan sudah mencapai mango-insialis (telah mencapai sepertiga insisal dari gigi). e. Klas V

Karies yang terdapat pada bagian sepertiga leher dari gigi-geligi depan maupun gigi belakang pada permukaan labial, lingual, palatal, ataupun bukal dari gigi.

(4)

2.2.4 Berdasarkan Banyaknya Permukaan Gigi yang Terkena Karies a. Karies Simpel

Karies yang dijumpai pada satu permukaan saja, misalnya labial, bukal, lingual, mesial, distal dan oklusal.

b. Karies Kompleks

Karies yang sudah luas dan mengenai lebih dari satu bidang permukaan gigi. Misalnya, mesio-, distoinsial, mesio-oklusal.

2.3 Faktor Yang Memengaruhi Karies Gigi

Karies terjadi bukan disebabkan karena satu faktor saja, melainkan disebabkan oleh banyak faktor (multifaktoral). Hal itu berarti banyak sekali faktor yang yang menjadi penyebab timbulnya kejadian karies gigi.Dari beberapa pengamatan terlihat jelas bahwa semakin dekat manusia tersebut hidup dengan alam semakin sedikit dijumpai karies pada giginya. Dengan semakin cangihnya pabrik makanan, semakin tinggi juga persentase karies pada masyarakat yang mengonsumsi makanan hasil pabrik tersebut (Tarigan, 2013).

Ada tiga faktor utama yang menjadi penyebab karies gigi yaitu faktor host (gigi), mikroorganisme, substrat dan ditambah faktor waktu. Karies bisa terjadi hanya kalau keempat faktor tersebut ada (Nurhaliza, 2015).

(5)

Gambar2.1: Skema terjadinya karies gigi

a. Faktor Host (Gigi)

Secaraumum,kariesdianggapsebagai penyakitkronispada manusiayang berkembangdalamwaktubeberapabulanatau tahun.Menurut Kidd (1991) kawasan-kawasan gigi yang memudahkan peletakan plak sehingga menyebabkan karies yaitu :

1. Pit dan Fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar, pit bukal molar dan pit palatal insisif.

2. Permukaan harus didaerah aproksimal sedikit dibawah titik kontak. 3. Email pada tepisan di daerah leher gigi sedikit diatas tepi gingival. 4. Permukaan akar yang terbuka merupakan daerah tempat melekatnya

plak pada pasien dengan resesi gingival karena penyakit periodentium. 5. Tepi tumpatan terutama yang kurang menempel.

(6)

Menurut Pintauli dan Hamada (2008), gigi susu lebih mudah terserang karies daripada gigi tetap. Hal ini disebabkan karena enamel gigi susu mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit daripada gigi tetap. Hal ini menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak.

Gigi-gigi peka terhadap kerusakan selama masa anak-anak dan masa remaja. Pada anak-anak umur 6-12 tahun gigi yang sering mengalami karies adalah gigi molar pertama bawah. Semakin bertambahnya umur maka semakin banyak menungkinan dataran gigi yang terkena karies (Frencken, dkk, 1999). a. Faktor Agen (Mikroorganisme)

Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Plak ini mula-mula berbentuk agar cair yang lama kelamaan menjadi kelat dan tempat bertumbuhnya bakteri (Tarigan, 2013).

Plak biasanya terdapat di tempat dimana gusi bertemu dengan leher gigi, di dalam fisura pada permukaan pengunyahan, dan pada daerah sempit diantara gigi-gigi. Plak terutama terdiri dari bakteri juga berisi sisa-sisa saliva, berbagai sel-sel darah dan partikel-partikel dari makanan (Frencken, dkk, 1999).

Padaawal pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis dan Streptokokus salivarius serta beberapa strain lainnya. Ada

(7)

penelitian yang menunjukkan adanya laktobasilus pada plak gigi.Streptokokus mutans dan laktobasilus merupakan bakteri yang kariogenik karena mampu segera membuat asam dari karbohidrat yang dapat diragikan.Bakteri-bakteri tersebut dapat tumbuh subur dalam suasana asam dan dapat menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya membuat polisakarida ekstra sel yang sangat lengket dari karbohidrat makanan. Hal ini menyebabkan plak makin tebal sehingga akan menghambat fungsi saliva dalam menetralkan plak tersebut.

Dalam mulut seseorang yang mengalami karies aktif jumlah streptokokus mutans dan laktobasilus lebih banyak daripada mulut orang yang bebas karies (Kidd, 1991).

b. Faktor Substrat/Diet

Karies terjadi ketika proses remineralisasi menjadi lebih lambat dibandingkan proses demineralisasi, serta adanya kehilangan mineral. Hal ini dapat dicegah dengan menghindari makanan manis dan menghilangkan plak(Tarigan, 2013).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies (Pintauli dan Hamada, 2008).

Makanan sangat berpengaruh terhadap gigi dan mulut, pengaruh ini dapat dibagi menjadi 2 (Nurhaliza, 2015).

(8)

1. Isi dari makanan yang mengasilkan energi. Misalnya, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, serta mineral-mineral.

2. Fungsi mekanis dari makanan yang dimakan. Makanan yang bersifat membersihkan gigi. Jadi, makanan merupakan penggosok alami, tentu saja akan mengurangi kerusakan gigi. Makanan bersifat membersihkan ini adalah apel, jambu air, bengkuang, dan lain sebagainya.

c. Faktor Waktu

Interaksi antara ketiga faktor tersebut selama suatu periode akan merangsang pembentukan karies, yang dimulai dengan munculnya white spot

pada permukaan gigi tanpa adanya kavitas akibat proses demineralisasi pada bagian enamel. Kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri atas periode perusakan dan perbaikan silih berganti. Oleh karena itu bila saliva ada di dalam lingkungan gigi maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu melainkan dalam bulan atau tahun (Kidd, dkk, 1991).

Faktorwaktu yang dimaksudkan adalah lamanya pemaparan gigi terhadap penyebab-penyebab di atas yang menyebabkan terjadinya karies dan bervariasi pada setiap orang.Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan(Pintauli dan Hamada,2008).

(9)

2.4 Epidemiologi

2.4.1 Distribusi Frekuensi

Berdasarkan data World Health Organization (WHO), 60-90% anak sekolah di dunia mengalami karies gigi (WHO, 2012). Pada tahun 2011-2012 prevalensi karies gigi pada anak-anak berusia 5-19 tahun di Amerika Serikat adalah 17,5% dan pada usia 20-44 tahun adalah 27,4% (CDC, 2015).Prevalensi karies gigi anak sekolah usia 12-14 tahun di Qatar adalah 85% (Al-Darwish, dkk, 2015).

Prevalensi karies aktifdi Indonesia adalah 53,2%. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 status karies gigi penduduk Indonesia berdasarkan indeks D-T adalah:

a. Berdasarkan jenis kelamin:laki-laki (1,58) dan perempuan (1,59)

b. Berdasarkan umur : 12 tahun (1,02), 15 tahun (1,07), 18 tahun (1,14), 35-44 tahun (2,0), 45-54 tahun (2,13), 55-64 tahun (2,15), 65 tahun ke atas (1,84)

c. Berdasarkan provinsi : Kalimantan Barat (3,2) dan Bangka Belitung (3,0), Sumatera Utara (1,3).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Meishi (2011) terhadap anak sekolah dasar swasta di Medan ditemukan prevalensi karies gigi sebesar 94,10%.

2.4.2 Determinan a. Umur

Sepanjang hidup dikenal 3 fase umur dilihat dari sudut gigi geligi (Nurhaliza, 2015).

(10)

1. Periode gigi campuran, di sini molar 1 paling sering terkena karies.

Anak usia 6-12 tahun masih kurang mengetahui dan mengerti bagaimanacara memelihara kebersihan gigi dan mulut.

2. Periode pubertas (remaja) usia antara 14-20 tahun.

Pada masa pubertas terjadi perubahan hormonal yang dapat menimbulkan pembengkakan gusi, sehingga kebersihan mulut menjadi kurang terjaga.Hal inilah yang menyebabkan persentase karies lebih tinggi.

3. Usia antara 40-50 tahun.

Pada usia ini sudah terjadi retraksi atau menurunnya gusi dan papil sehingga sisa-sisa makanan sering lebih sukar dibersihkan.

b. Jenis Kelamin

Menurut Tarigan (2013) yang mengutip pendapat Milhahn-Turkeheim, karies gigi yang dialami oleh perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak sekolah berjenis kelamin laki-laki memiliki rata-rata DMF-T lebih tinggi daripada anak berjenis kelamin perempuan. Hal ini disebabkan karena lebih banyak anak perempuan yang memiliki kebiasaan menyikat gigi sebelum tidur (Worotitjan, dkk, 2013).

c. Kebiasaan Menggosok gigi

Menggosok gigi adalah bagian penting dari rutinitas kebersihan mulutdari berbagai kotoran yang melekat pada permukaan gigi dan gusi (ADA, 2016).

Insiden karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari permukaan gigi, namun banyak pasien tidak melakukannya secara efektif. Peningkatan oral higiene dapat dilakukan dengan menggunakan

(11)

alat pembersih interdental yang dikombinasi dengan pemeriksaan gigi secara teratur. Pemeriksaan gigi rutin ini dapat membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi menjadi karies (Pintauli dan Hamada, 2008).

Menggosok gigi dengan cara yang baik dan benar juga mampu mengurangi plak di permukaan gigi sehingga dapat menurunkan angka kejadian karies gigi. Hal ini dilihat dari frekuensi, waktu dan teknik menggosok gigi (Andlaw, dkk, 1992)

c.1Frekuensi dan waktu menggosok gigi

Makanan yang kita makan akan menempel pada gigi, seperti permen dan makanan manis lainnya memerlukan waktu yang relatif lama untuk membersihkannya. Selama waktu inilah, yaitu segera sesudah makan sebagian besar kerusakan gigi terjadi (Pintauli dan Hamada,2008).

Menurut American Dental Assosiation (ADA) (2016) lama waktu yang tepat untuk menggosok gigi adalah 2 menit. Para ahli berpendapat bahwa dalam menggosok gigi 2 kali sehari sudah cukup karena pembersihan sisa makanan kadang-kadang tidak sempurna dan ada kemungkinan bahwa bila ada yang terlewat pada pagi hari, pada waktu malam hari dapat dibersihkan. Waktu terpenting menggosok gigi adalah malam hari sebelum tidur karena aliran air ludah tidak seaktif siang hari dimana bakteri berkembang biak dari sisa makanan, menggosok gigi pertama kali dilakukan pada pagi hari karena bakteri berkumpul dalam mulut. Hal ini berarti menggosok gigi dilakukan dengan teknik yang benar dan waktu yang benar, yaitu pada saat pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur.

(12)

c.2 Teknik Menggosok Gigi Yang Benar

Menggosok gigi dengan menggunakan sikat gigi adalah bentuk penyingkiran plak secara mekanis. Beberapa teknik menggosokgigiadalah (Andlaw, dkk, 1992):

c.2.1Teknik Roll

Teknik ini dilakukan dengan cara ujung bulu sikat diletakkan dengan posisi mengarah ke akar gigi dan arah bulu sikat pada margin gingiva, sehingga sebagian bulu sikat menekan gusi. Ujung bulu sikat digerakkan perlahan-lahan sehingga kepala sikat gigi bergerak membentuk lengkungan melalui permukaan gigi searah dengan sumbu panjang gigi.Permukaan atas mahkota juga disikat.

c.2.2Teknik Charter

Teknik ini dilakukan dengan cara arah bulu sikat diletakkan pada margin gingiva, arah ujung bulu sikat diletakkan pada permukaan gigi (oklusal), membentuk sudut 45 derajat terhadap sumbu panjang gigi dan ke atas. Sikat gigi digetarkan membentuk lingkaran kecil, tetapi ujung bulu sikat harus berkontak denga tepi gusi.Setiap bagian dapat dibersihkan 2-3 gigi.Teknik ini merupakan cara yang baik untuk pemeliharaan jaringan pendukung gigi, walaupun agak sukar untuk dilakukan.

c.2.3 Teknik Bass

Teknik ini dilakukan dengan cara bulu sikat pada permukaan gigi membentuk sudut 45 derajat dengan panjang gigi dan diarahkan ke akar gigi sehingga menyentuh tepi gusi. Dengan cara demikian saku gusi dapat dibersihkan dan tepi gusinya dapat dipijat. Sikat gigi digerakkan dengan getaran kecil-kecil

(13)

ke depan dan ke belakang. Teknik ini hampir sama dengan teknik roll, hanya berbeda pada cara pergerakan sikat giginya dan cara penyikatan permukaan belakang gigi depan. Untuk permukaan belakang gigi depan, sikat gigi dipegang secara vertikal.

c.2.4Teknik Fones atau Teknik Sirkuler

Teknik ini dilakukan dengan cara bulu sikat ditempelkan tegak lurus pada permukaan gigi. Kedua rahang dalam keadaan mengatup.Sikat gigi digerakkan membentuk lingkaran-lingkaran besar, sehingga gigi dan gusi rahang atas dan bawah dapat disikat sekaligus.Daerah diantara 2 gigi tidak mendapat perhatian khusus.Untuk permukaan belakang gigi, gerakan yang dilakukan sama tetapi lingkarannya lebih kecil.

c.2.5 Teknik Stillman dimodifikasi

Teknik ini dianjurkan untuk pembersihan pada daerah dengan resesi gingiva yang parah disertai tersingkapnya akar gigi, guna menghindari dekstruksi yang lebih parah pada jaringan akibat abrasi sikat gigi.Teknik ini dilakukan dengan cara meletakka arah bulu sikat pada margin gingiva. Gerakan yang dilakukan gerakan memutar ke arah permukaan gigi rahang atas dan rahang bawah serta margin gingiva. Teknik menggosok gigi yang dilakukan pada usia sekolah adalah teknik roll. Teknik menggosok gigi pada anak lebih ditekankan agar mampu membersihkan keseluruhan giginya bagaimanapun caranya, namun dengan bertambahnya usia diharapkan teknik bass dapat dilakukan.

(14)

c.2.6 Teknik Vertikal

Teknik ini dilakukan untuk menggosok bagian depan gigi, kedua rahang tertutup lalu gigi disikat dengan gerakan ke atas dan ke bawah. Untuk permukaan gigi belakang, gerakan yang dilakukan sama tetapi mulut dalam keadaan terbuka, sedangkan teknik horizontal semua permukaan gigi disikat dengan gerakan ke kiri dan ke kanan. Kedua teknik tersebut cukup sederhana, tetapi kurang baik untuk dipergunakan karena dapat mengakibatkan resesi gingiva dan abrasi gigi (Kidd, 1991).

d. Penggunaan Pasta Gigi yang Mengandung Fluor

Fluor menyebabkan gigi, terutama email tahan terhadap asam yang menyebabkan terbentuknya karies. Sangat efektif mengonsusmsi fluor pada saat gigi sedang tumbuh dan mengeras, yaitu sampai usia sebelas tahun. Penambahan fluor pada air adalah cara yang paling efisien untuk memenuhi kebutuhan fluor pada anak-anak. Tetapi jika terlalu banyak mengandung fluor, bisa menyebabkan timbulnya bintik-bintik atau perubahan warna pada gigi (Nurhaliza, 2015)

Penggunaan fluor dapat menurunkan karies sampai 25% (Berg and Slayton, 2009). Seseorang yang menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor semestinya sudah cukup membantu untuk pencegahan terhadap terjadinya karies gigi, hanya saja perlu diperhatikan kembali cara menggosok gigi yang baik dan benar agar pencegahan dari fluor dapat maksimal karena penggunaan fluor pada pasta gigi terbukti dapat menurunkan karies (Tarigan, 2013).

Penggunaan pasta gigi yang mengandung fluor yang disarankan untuk anak usia di atas 2 tahun adalah sebesar biji jagung (Berg dan Slayton, 2009).

(15)

d. Kebiasaan MakanMakanan Kariogenik

Menurut Suhardjo (2006), kebiasaan makan adalah cara individu atau sekelompok individu memilih pangan dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, psikologik, social dan budaya.

Makanan kariogenik adalah makanan manis dan lengket yang dapat menyebabkan karies gigi. Sifat makanan kariogenik adalah banyak mengandung karbohidrat, lengket dan mudah hancur di dalam mulut (Arisman, 2004).

Makanan yang paling tinggi menyebabkan karies adalah karbohidrat. Karbohidrat merupakan sumber energi yang penting bagi tubuh. Ada 3 jenis karbohidrat yaitu polisakarida, ologosakarida/disakarida dan monosakarida. Jenis disakarida yang paling banyak dikonsumsi orang seperti sukrosa bersifat lebih kariogenik daripada jenis lainnya. Disakarida dan monosakrida (glukosa) akan difermentasi oleh bakteri dalam mulut dan menghasilkan asam yang akan menyebabkan demineralisasi. Dibutuhkan waktu minimum tertentu bagi karbohidrat yang menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan demineralisasi email (Pintauli dan Hamada, 2008)

Makanan manis mengandung gula yang dapat menyebabkan plak menebal dan streptokokus mutans merubah sukrosa menjadi asam yang melekat di permukaan gigi. Makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi email (Berg dan Slayton, 2009).

Plak akan bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke pH normal, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu konsumsi gula yang

(16)

sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak di bawah normal dan menyebabkan demineralisasi email sehingga mengakibatkan karies gigi (Kidd, 1991).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Budisuari, dkk (2010) menunjukkan bahwa seseorang yang mempuyai kebiasaan sering makan manis cenderung untuk mendapat karies 1,15 kali dibanding dengan seseorang yang tidak mempunyai kebiasaan makan manis.

2.5 Pencegahan Karies Gigi

Pencegahan karies gigi bertujuan untuk mempertinggi taraf hidup dengan memperpanjang kegunaan gigi di dalam mulut.

2.5.1 Pencegahan Primordial

Tindakan ini ditujukan pada kesempurnaan struktur enamel dan dentin atau gigi pada umumnya. Pemberian vitamin yang diperlukan untuk pertumbuhan gigi sangat diperlukan seperti vitamin A, vitamin C, vitamin D, dan mineral (Calcium, Phosfor, Fluor dan Magnesium). Oleh karena itu, sebelum terjadinya pengapuran pada gigi bayi, ibu hamil dapat diberi makanan yang mengandung unsur-unsur yang dapat menguatkan email dan dentin (Nurhaliza, 2015).

2.5.2 Pencegahan primer

Pencegahan primer adalah upaya yang dilakukan sebelum timbulnya penyakit.Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan kesehatan (health promotion) dan perlindungan khusus (specific promotion).Untuk peningkatan kesehatan karies gigi dilakukan upaya pencegahan dengan metode (Tarigan, 2013) :

(17)

1. Pengaturan diet, yaitu mengurangi asupan karbohidrat.

2. Kontrol plak, yaitu dengan cara menggosok gigi dengan baik dan benar, menggunakan pasta gigi, serta pemilihan sikat gigi yang baik. 3. Penggunaan fluor, yaitu pemberian fluor dalam air minum,

pengolesan topikal serta penggunaan pasta gigi yang mengandung fluor.

Menurut Putri, dkk (2008) pencegahan primer diarahkan kepada :

1. Kelompok kecil atau besar meliputi penyuluhan secara umum dan individu. Penyuluhan umum meliputi penyuluhan tentang kesehatan dan pengaturan makan serta kesehatan gigi seperti perlunya menghilangkan karang gigi dan pembatasan makan makanan kecil.

2. Kelompok individu meliputi penyuluhan individu seperti keinginan pembatasan makan-makanan kecil, pemeriksaan periodik, pemberian instruksi tentang kesehatan mulut dan penghilangan karang gigi.

2.5.3 Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya kesehatan yang dilakukan sesudah timbulnya penyakit. Hal ini ditandai dengan adanya :

1. Diagnosa dini

Penegakan diagnosis lesi karies menjadi hal yang sangat penting disadari karena karies bukan hanya suatu proses demineralisasi saja melainkan proses destruksi dan reparasi yang silih berganti.Pencegahan karies gigi pada tahap ini adalah pemeriksaan detail secara periodik dengan pemeriksaan rontgen foto dan pengobatan sistematis (incremental treatment)(Pintauli dan Hamada, 2008).

(18)

2. Tindakan

Gigi yang sakit atau berlubang tidak bisa disembuhkan dengan sendirinya. Upaya pencegahan yang dilakukan adalah dengan penambalan gigi, yaitu dengan tambalan biasa ataupun dengan tambalan sinar (Putri, dkk, 2008).

Selain itu apabila jaringan pulpa sudah mengalami radang atau infeksi karena adanya karies perlu dilakukan perawatan saluran akar yaitu dengan mengangkat jaringan pulpa yang mengalami radang atau terinfeksi (Imran, 2015).Selain itu bisa juga dilakukan pencabutan gigi, dan pemasangan protesa cekat dan sebagian (pemasangan gigi palsu) apabila sudah kehilangan mahkota gigi (Situmorang, 2005).

2.5.4 Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah pelayanan yang ditujukan terhadap akhir dari perjalanan penyakit yang berarti memperbaiki keadaan cacat penderitaakibat penyakit.Hal ini bertujuan untuk mencegah kehilangan fungsi gigi.Pemasangan protesa penuh (gigi palsu) termasuk dalam kategori ini (Situmorang, 2005). 2.6Anak Usia Sekolah

Anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa yang akan menjadi tumpuan kualitas bangsa dalam konteks sumberdaya manusia yang akan datang. Kelompok usia anak sekolah di Indonesia berjumlah sekitar 66 juta atau 28% dari jumlah penduduk menurut hasil sensus penduduk 2010 (Kemenkes, 2014).

(19)

Dalam perkembangannya anak-anak sangat suka dengan mengonsumsi makanan hampir setiap waktu dan sudah tahu untuk memilih jenis makanan yang disukai dan tidak disukai. Pada anak usia 9-10 tahun menyukai makanan seperti pizza, es krim, kue basah dan kue kering. Pada anak usia 12 tahun lebih menyukai makanan kudapan setelah pulang dari sekolah. Selain itu, perilaku menggosok gigi sudah mulai dilakukan dengan baik pada anak usia tersebut (Allen dan Marotz, 2010).

2.7 Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian karies gigi pada anak sekolah dasar kelas V-VI di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar MudaMedan Tahun 2016 adalah sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Depeden

Variabel Dependen

2. Jenis Kelamin 1. Umur

4. Penggunaan Pasta Gigi Yang Mengandung Fluor 2. Jenis Kelamin 3. Kebiasaan Menggosok Gigi 5. Kebiasaan Makan Makanan Kariogenik Karies Gigi

Referensi

Dokumen terkait

6 Untuk menganalisa pengaruh dewan komisaris terhadap agresivitas pajak pada.

E-Commerce merupakan satu set dinamis teknologi, aplikasi, dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen, dan komunitas tertentu melalui transaksi

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa penambahan ekstrak jahe merah dalam pembuatan permen jelly memberikan pengaruh nyata pada aktivitas antioksidan pada

Berdasarkan permasalahan yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka penyusun mengambil judul Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Karyawan Baru pada

Saya adalah mahasiswi Universitas Katolik Soegijapranata Fakultas Ekonomi, jurusan Manajemen, angkatan 2010 yang sedang melakukan penelitian mengenai : “ Pengaruh

Keselamatan kerja adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya kecelakaan, kerusakan dan segala bentuk kerugian baik terhadap manusia, maupun yang berhubungan

Karena siswa tidak memperhatikan hubungan antar kuantitas yang terlibat dalam suatu permasalahan yang berkaitan dengan materi perbandingan, maka ia mengalami

Apabila terjadi kekurangan oksigen, ada asap dan gas berbahaya, perangkat ini memberikan waktu lebih kepada pengguna untuk mencapai area yang aman atau untuk melarikan