11 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Manajemen Keuangan
Menurut Sutrisno (2012:3) manajemen keuangan atau sering disebut pembelanjaan dapat diartikan sebagai semua aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan usaha-usaha mendapatkan dana perusahaan dengan biaya yag murah serta usaha untuk menggunakan dan mengalokasikan dana tersebut secara efisien. Usaha mendapatkan dana sering disebut pembelanjaan pasif, dan bila kita lihat di neraca akan terlihat di sisi pasiva, sedangkan usaha mengalokasikan dana disebut pembelanjaan aktif dan di neraca akan terlihat di sisi aktiva.
Menurut Sudana (2011:2) manajemen keuangan merupakan bidang keuangan yang menerapkan prinsip-prinsip keuangan dalam suatu organisai perusahaan untuk menciptakan dan mempertahankan nilai melalui pengambilan keputusan dan pengelolaan sumber daya yang tepat. Manajemen keuangan merupakan manajemen fungsi keuangan yang terdiri atas keputusan investasi, pendanaan, dan keputusan pengelolaan aset.
Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen keuangan adalah fungsi operasional perusahaan ataupun organisasi yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan perusahaan ataupun organisasi.
2.1.1.1 Tujuan Manajemen Keuangan
Menurut Sutrisno (2012:4) adalah meningkatkan kemakmuran para pemegang saham atau pemilik. Kemakmuran para pemegang saham diperlihatkan dalam wujud semakin tingginya harga saham, yang merupakan pencerminan dari keptusan-keputusan investasi, pendanaan, dan kebijakan dividen.
Menurut Harmono (2011:1) tujuan manajemen keuangan adalah memaksimalkan nilai kekayaan para pemegang saham, yang berarti meningkatkan nilai perusahaan yang merupakan ukuran nilai objektif oleh publik dan orientasi pada kelangsungan hidup perusahaan. Nilai kekayaan dapat dilihat melalui perkembangan harga saham (common stock) perusahaan di pasar.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan manajemen keuangan adalah untuk memakmurkan para pemegang saham dengan memaksimalkan nilai perusahaan yang dilihat dari semankin tingginya harga saham.
2.1.1.2 Fungsi Manajemen Keuangan
Menurut Sutrisno (2012:5) fungsi manajemen keuangan terdiri tiga keputusan utama yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan: keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan keputusan dividen. Masing-masing keputusan harus berorietasi pada pencapaian tujuan perusahaan. Kombinasi dari ketiganyaaka memaksimumkan nilai keputusan.
Ketiga keputusan keuangan diimplementasikan dalam kegiatan sehari-hari untuk mendaptkan laba. Laba yang diperoleh diharapkan mampu meningkatkan nilai perusahaan yang tercermin pada makin tingginya harga saham, sehingga kemakmuran para pemegang saham denga sendirinya makin bertambah.
1. keputusan investasi
Keputusan investasi adalah masalah bagaimana manajer keuangan harus mengalokasikan dana kedalam bentuk-bentuk investasi yang akan dapat mendatangkan keuntungan di masa yang akan datang. Bentuk, macam, dan komposisi dari investasi tersebut akan mempengaruhi dan menunjang tingkat keuntungan di masa depan. Keuntungan di masa depan yang diharapkan dari investasi itu akan mengandung risiko atau ketidakpastian. Risiko dan hasil yang diharapkan dari investasi itu akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan, kebijakan, maupun nilai perusahaan.
2. keputusan pendanaan
Keputusan pendanaan ini sering disebut sebagai kebijakan struktur modal. Pada keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi dari sumber-sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan invesatsi serta kegiatan usahanya.
3. keputusan dividen
Dividen merupakan bagian keuntungan yang dibayarkan oleh perusahaan kepada para pemegang saham. Oleh karena itu dividen ini merupakan bagian dari penghasilan yang diharapkan oleh pemegang saham. Keputusan dividen merupakan keputusan manajemen keuangan untuk menentukan: (1) Besarnya presentase laba yag dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk cash dividend, (2) stabilitas dividen yang dibagikan, (3) dividen saham (stock dividend), (4) pemecahan saham (stock split), serta (5) penarikan kembali saham yag beredar, yang semuanya ditujukan untuk meningkatkan kemakmuran para pemegang saham.
2.1.2 Laporan Keuangan
Menurut Sutrisno (2012:9) laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yag meliputi dua laporan utama yakni (1) neraca dan (2) laporan Laba-Rugi. Laporan keuagan disusun dengan maksud untuk menyediakan informasi keuagan suatu perusahaan kepada pihak-pihak yag berkepentingan tersebut antara lain manajemen, pemilik, kreditor, investor, dan pemeritah.
Neraca adalah laporan yang menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada saat tertentu. Neraca mempunyai dua sisi, sisi debit dan sisi kredit. Pada sisi debit menunjukkan posisi kekayaan perusahaan (aktiva) yang terdiri aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva lancar adalah aktiva yang masa perputarannya kurang atau maksimal dalam satu tahun. Termasuk dalam kelompok ini antara lain: Kas, Efek, Piutang Dagang, Piutang Wesel, Persediaan,
dan Perlengkapan. Aktiva tetap adalah aktiva yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun atau berjangka panjang. Termasuk dalam kelompok ini antara lain: Tanah, Bangunan, dan Gedung, Mesin, Peralatan, Kendaraan dan Inventaris. Sedangkan pada sisi kredit atau pasiva menunjukkan sumber kekayaan perusahaan yang terdiri dari dua sumber yakni hutang dan modal. Hutang trediri dua macam hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang. Hutang jangka pendek (hutag lancar) adalah hutang yag masa jautuh temponya kurang dari satu tahun, seperti hutang dagang, hutang gaji, hutang pajak, dan hutang bank jangka pendek. Hutang jangka panjang adalah hutang yang berjangka lebih dari satu tahun, seperti hutang bank jagka panjang, hutang obligasi, maupun hutang hipotik. Sisi pasiva lainnya adalah modal yang terdiri dari modal saham, agio saham, laba ditahan, dan cadangan-cadangan.
Sedangkan menurut Agus Harjito (2010:51) laporan keuangan (financial statement) merupakan ikhtisar mengenai keadaan keuangan suatu perusahaan pada suatu saat tertentu.
Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa laporan keuangan merukan suatu gambaran atau kondisi keuangan selama periode tententu.dimana laporan keuangan ini bisa menjadi acuan bagi suatu perusahaan atau bagi para investor.
2.1.2.1 Tujuan Laporan Keuangan
Taswan (2010:15) berpendapat bahwa laporan keuangan dimaksudkan untuk memberikan informasi berkala mengenai kondisi bank secara menyeluruh termasuk perkembangan usaha dalam kinerja perbankan, seluruh informasi tersebut diharapkan mampu meningkatkan transparasi kondisi keuangan bank kepada publik dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan.
Menurut Kasmir (2013:10) tujuan laporan keuangan yaitu :
1. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang dimiliki perusahaan pada saat ini.
2. Memberikan informasi tantang jenis dan jumlah kewajiban dan modal yang dimilki perusahan pada saat ini.
3. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang diperoleh pada suatu periode tertentu.
4. Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu.
5. Memberikan informasi tentang perubahan – perubahan yang terjadi terhadap aktiva, pasiva, dan modal perusahaan.
6. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam suatu periode.
7. Memberikan informasi tentang catatan – catatan atas laporan keuangan. 8. Informasi keuangan lainnya.
2.1.2.2 Jenis - Jenis Laporan Keuangan
Laporan keuangan yang lengkap pada umumnya terdapat beberapa jenis, menurut Munawir (2010:5) jenis – jenis laporan keuangan tersebut adalah:
Laporan keuangan pada umumnya terdiri dari neraca dan perhitungan rugi laba serta laporan perubahan modal, dimana neraca menunjukan atau menggambarkan jumlah aktiva, hutang dan modal dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu, sedangkan perhitungan (laporan) rugi laba memperlihatkan hasil – hasil yang telah dicapai oleh perusahaan serta biaya yang terjadi selama periode tertentu, dan laporan perubahan modal menunjukan sumber dan penggunaan atau alasan – alasan yang menyebabkan peruabahan modal perusahaan.
2.1.3 Perbankan
Berdasarkan undang - undang perbankan syariah no. 21 tahun 2008 lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap Negara. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau dalam bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Terdapat 2 jenis perbankan yaitu, bank konvensional dan bank syariah.
2.1.3.1 Bank Konvensional
Menurut undang - undang no.10 tahun 1998 (pasal 1 ayat 2) menyatakan bahwa:
“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk liannya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”
Fungsi bank konvensional
Menurut Santoso Sembiring (2014 : 18) , bahwa fungsi bank adalah sebagai berikut:
“fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.”
Tujuan bank konvensional
Berdasarkan undang – undang republik Indonesia no.10 tahun 1998 tentang perbankan, tujuan perbankan adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nassional kearah peningkatan rakyat banyak.
2.1.3.2 Bank Syariah
Bank syariah adalah bank yang dalam operasinya menjunjung dan mengikuti ketentuan syariat islam dan Al-Quran, khususnya yang menyangkut tata cara yang menjahui praktik-praktik yang mengandung unsur riba.
Menurut Ascarya Dan Yumanita (2005:4) dalam Permata Dkk (2014) bank syariah adalah lembaga intermediasi dan penyedia jasa keunagan yang bekerja berdasrkan etika dan system nilai islam, khususnya yang bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif yang non produktif, bebas dari hal-hal yang tidak jelas (gharar), berprinsip keadilan dan hanya membiayai kegiatan usaha yang halal.
Fungsi bank syariah
Menurut Rahayu, dkk (2016) bank syariah tidak berperan sebagai badan usaha dengan tujuan memperoleh laba atau keuntungan saja, tetapi bank syariah mempunyai fungsi dan peran sebagai badan sosial yang selalu memperhentikan kondisi perekonomian masyarakat. Bank syariah memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Sebagi manajer investasi, bank syariah dapat mengelola investasi nasabah baik dalam skema mudharabah, musyarakah maupun salam.
2. Sebagai investor, bank syariah dapat menginvestasikan dananya maupun dana nasabah yang di percayakan.
3. Sebagai penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran seperti transfer, kliring, insiko, letter of credit dan sebagainya
Dan bank syariah juga dapat berfungsi sebagi amil atas zakat infaq maupun shodaqoh dari masyarakat.
Tujuan bank syariah
Menurut Sudarsono (2012 : 45) bank syariah mempunyai beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut :
1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalat secara islam, khususnya muamalah yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari praktek – praktek riba atau jenis usaha lainnya yang mengundang unsur Gharar (tipuan).
2. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar anatara pemilik modal dengan pihak yeng membutuhkan dana.
3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin,
yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif menuju terciptanya kemandirian usaha.
4. Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan program utama dari Negara – Negara yang sedang berkembang.
5. Untuk menjaga kestabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi diakibatkan adanya inflasi.
6. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat islam terhadap bank non-syariah.
2.1.4 Pembiayaan
Berdasarkan undang-undang perbankan No.10 tahun 1998:
“pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mngembalikan uang atau tagihan tersebut, setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.”
Sedangkan undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan, menyatakan bahwa pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan anatara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Peraturan pemerintah nomor 9 tahun 1995 menyatakan tentang pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi, pengertian pinjaman (pembiayaan) adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam - meminjam antara koperasi dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu disertai dengan pembayaran sejumlah imbalan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembiayaan adalah pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan atau penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak bank lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu denga imbalan atau bagi hasil.
2.1.4.1 Tujuan Dan Fungsi Pembiayaan
Secara umum tujuan pembiayaan dibedakan mejadi dua kelompok yaitu: tujuan pembiayaan untuk tingkat makro, dan tujuan pembiayaan untuk tingkat mikro. Secara makro, pembiayaan bertujuan untuk:
1. Peningkatan ekonomi umat, artinya: masyarakat yang tidak dapat akses secara ekonomi, dengan demikian dapat meningkatkan taraf ekonomi nya. 2. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya: untuk pengembangan
usaha membutuhkan dana tambahan ini dapat diperoleh dengan melakukan aktivitas pembiayaan. Pihak yang kelebihan dana menyalurkan kepada pihak yang kekurangan dana, sehingga dapat tergulirkan.
3. Meningkatkan produktivitas, artinya: adanya pembiayaan memberikan peluang bagi masyarakat usaha mampu meningkatkan daya produksinya. Sebab upaya produksi tidak akan dapat jalan tanpa adanya dana.
4. Membuka lapangan kerja baru, artinya: dengan dibukanya sektor-sektor usaha melalui penambahan dan pembiayaan, maka sektor usaha tersebut akan menyerap tenaga kerja, hal ini berarti menambah atau membuka lapangan kerja baru.
5. Terjadi distribusi pendapatan, artinya: masyarakat usaha produktif mampu melakukan aktivitas kerja, berarti mereka akan memperoleh pendapatan dari hasil usahanya. Penghasilan merupakan bagian dari pendapatan masyarakat. Jika ini terjadi maka akan terdistribusi pendapatan.
1. Upaya memaksimalkan laba, artinya: setiap usaha yang dibuka memiliki tujuan tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha. Setiap pengusaha menginginkan mampu mencapai laba maksimal. Untuk dapat menghasilkan laba maksimal maka mereka perlu dukungan dana yang cukup.
2. Upaya meminimalkan risiko, artinya: usaha yag dilakukan agar mampu menghasilkan laba maksimal, maka pengusaha harus mampu meminimalkan risiko yang mungkin timbul.
3. Pendayagunaan sumber ekonomi, artinya sumber daya ekonomi dapat dikembangkan dengan melakukan mixing antara sumber daya alam dengan sumber daya manusia serta sumber daya modal. Jika sumber daya alam dan sumber daya manusia nya ada, dan sumber modal nya tidak ada, maka dipastikan diperlukan pembiayaan. Dengan demikian, pembiayaan pada dasarnya dapat meningkatkan daya guna sumber-sumber daya ekonomi.
4. Penyaluran kelebihan dana, artinya: dalam kehidupan masyarakat ini ada pihak yang memiliki kelebihan dana sementara ada pihak yang kekurangan dana. Maka mekanisme pembiayaan dapat menjadi jembatan dalam penyeimbangan dan penyaluran kelebihan dana dari pihak yang kelebihan (surplus) kepada pihak yang kekuragan (minus) dana.
Keberadaan bank syariah yang menjalankan pembiayaan berdasarkan syariah islam bukan hanya untuk mencari keuntungan dan meramaikan bisnis perbankan yang ada di Indonesia, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan bisnis yang aman. Sedangkan fungsi pembiayaan diantaranya adalah:
1. Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan bagi hasil yang tidak memberatkan debitur.
2. Membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank konvensional karena tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank konvensional.
3. Membantu masyarakat yang ekonomi nya lemah yang selalu dipermainkan oleh rentenir dengan membantu melalui pendanaan untuk usaha yang dilakukan.
2.1.4.2 Jenis-Jenis Pembiayaan
Secara garis besar pembiayaan dibagi menjadi dua jenis:
1. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk pemiayaan yang bersifat konsumtif, seperti pembiayaan untuk pembelian rumah, kendaraan bermotor, pembiayaan pendidikan, dan adapun yang bersifat konsumtif.
2. Pembiyaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk pembiayaan sektor produktif, seperti pembiayaan modal kerja, pembiayaan pembelian barang dan modal dan lainnya yang mempunyai tujuan pemberdayaan sektor rill. Salah satu fungsi utama dari perbankan adalah menyalurkan dana yang telah dihimpunnya kepada masyarakat melalui pembiayaan kepada nasabah.
Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi 3 hal berikut:
1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan. Peningkatan produksi baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi.
2. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
2.1.5 Pembiayaan Bank Syariah
Dalam penyaluran dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:
1) pembiayaan dengan prinsip jual beli 2) pembiayaan dengan prinsip sewa 3) pembiayaan dengan prinsip bagi hasil 4) pembiayaan dengan akad pelengkap.
Pembiayaan dengan prinsip sewa ditunjukan untuk mendapatkan jasa. Prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerjasama yang ditunjukan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus. Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas jasa yang dijual. Produk yang termasuk kedalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual beli seperti mudharabah, salam dan isthisna serta produk yang menggunakan prinsip sewa yaitu ijarah. Sedangkan pada kategori ketiga tingkat keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati dimuka. Produk perbankan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah musyarakah dan mudharabah, sedangkan pembiayaan akad pelengkap ditunjukan untuk memperlancar pembiayaan dengan menggunakan prinsip diatas. pembiayaan bagi hasil Mudharabah, Musyarakah dan pembiayaan jual beli Murabahah sebagai variabel independen dalam penelitian ini.
2.1.5.1 Pembiayaan Mudharabah
a. Pengertian Pembiayaan Mudharabah
Menurut Syafi’i (2012:95) mudharabah menurut bahasa diambil dari bahsa arab, yaitu dharb, ialah bepergian untuk berurusan dagang. Sedangkan, secara teknis mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shohibul maal) menyediakan
seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan.
Menurut Syafi’i (2012:247) Adapun mudharabah menurut istilah ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh istilah fiqh, mudharabah ialah akad perjanjian (kerja sama usaha) antara kedua belah pihak uang salah satu dari keduanya memberikan modal kepada yang lain supaya dikembangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya susuai dengan ketentuan yang disepakati.
Menurut madzhab syafi’I ( mudharabah adalah akad (transaksi) antara dua orang atau lebih, diantara yang satu menyerahkan modal atau harta kepada pihak kedua untuk di jalankan usaha dan masing – masing mendapat keuntungan dengan syarat tertentu.
Sedangkan dalam fatwa al-Mus’ashirah disebutkan bahwa mudharabah merupakan salah satu jenis dari syirkah yang didalamnya ada pokok modal (ra’s) dari satu pihak dan pekerjaan (‘amal) dari pihak yang lain. Mekanismenya, seseorang menyerahkan harta kepada pihak lain untuk di niagakan dengan keuntungan yang diperoleh dibagi diantara keduanya sesuai nisbah yang disepakati dalam akad.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa mudharabah adalah akad antara dua belah pihak atau lebih antara pemilik modal (shahibul maal) dengan pengelola usaha (mudharib) untuk memperoleh keuntungan yang dibagi berdasarkan ketentuan yang disepakati.
b. Landasan Hukum Mudharabah a) Al –Quran
Al –Quran tidak menjelaskan dasar mudharabah secara ekplisit, namun yang menjadi landasan syariah mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha.
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak – banyak supaya kamu beruntung.”
Juga terdapat dalam (Q.A Al – Baqarah : 198)
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berzhikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan berzhikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar – benar termasuk orang – orang yang sesat.”
b) Al – Hadist
Terdapat dalam (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas)
“Abbas bib Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan mudharibnya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu di langgar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbasitu didengar Rasullah, beliau membenarkannya.”
Dan juga terdapat dalam (HR Ibnu Majah,2289)
“ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli secara tunai, muqaradah (mudharabah) dan mencampur jewawut dengan gandum untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual” c) Fatwa dewan syariah nasional
Menurut fatwa dewan pengawas syariah majelis ulama nasional nomor 07/DSN-MUI/IV2000 tentang pembiayaan musyarakah ada beberapa ketentuan sebagai berikut:
1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (muallaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.
3. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al – amanah), kecuali dari akibat dari kesalahan disengaja. 4. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajiban atau
terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrasi syariah setelah tidak mencapai kesepakatan melalui musyawarah.
c. Jenis-Jenis Pembiayaan Mudharabah
Menurut Hafidh (2013) Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut:
a) Mudharabah muthalaqah
Mudharabah muthalaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama salafus saleh sering sekali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukan sesuka hatimu) dari shahibul maal kemudharib yang memberikan kekuasaan sangat besar.
b) Mudharabah muqoyyadah
Mudharabah moqoyyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah atau specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah mutlaqah. Mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini sering kali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis usaha.
d. Rukun Dan Syarat Pembiayaan Mudharabah
Menurut Karim (2014 : 205) rukun mudharabah antara lain adalah: a) Rukun mudharabah yaitu:
2. Objek mudharabah (modal dan kerja)
3. Persetujuan kedua belah pihak (ijab – qabul) 4. Nisbah keuntungan.
b) Syarat – syarat sah mudharabah berhubungan dengan rukun mudharabah itu sendiri, menurut Suhendi (2010 : 129-140) syarat- syarat sah mudharabah adalah sebagai berikut:
1. Modal atau barang yang diserahkan itu berbentuk uang tunai. Apabila barang itu berbentuk emas atau perak batang, emas hiasan atau barang dagang lainnya, mudharabah tersebut batal.
2. Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan mampu melakukan tasharuf, maka dibatalkan akad anak-anak yang masih kecil, orang gila dan orang – orang yang berada dibawah pengampunan.
3. Modal harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara modal yang perdagangkan dengan laba atau keuntungan dari perdagangan tersebut yang akan dibagikan kepada dua belah pihak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
4. Keuntungan yang akan menjadi milik pengelola dan pemilik modal harus jelas persentasenya, umpamanya setengah, sepertiga atau seperempat.
5. Melafadzkan ijab dari pemilik modal.
6. Mudharabah bersifat mutlak, pemilik modal tidak mengikat pengelola harta untuk berdagang di Negara tertentu, memperdagangkan barang – barang tertentu pada waktu tertentu, sementara di waktu lain karena persyaratan yang mengikat sering menyimpang dari tujuan akad mudharabah, yaitu keuntungan. Bila dalam mudharabah ada persyaratan – persyaratan, maka mudharabah tersebut menjadi rusak menurut pendapat Al-Syafi’I dan Malik. Sedangkan menurut Abu Hanifah dan Ahmad Ibn Hanbal mudharabah tersebut sah.
e. Manfaat Mudharabah
Menurut Syafi’I (2012 : 97-98) Manfaat mudharabah adalah sebagai berikut:
1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan hasil usaha bank hingga bank tidak akan mengalami negative spread. 3. Pengambilan pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow
arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah. f. Risiko Pembiayaan Mudharabah
Setiap pembiayaan tentunya memiliki risiko tersendiri yang dihadapi oleh bank maupun nasabah. Menurut Antonio (2012 : 94) bahwa terdapat risiko dalam pembiayaan mudharabah terutama dalam penerapannya dalam pembiayaan yang relative tinggi, yaitu:
1. Side streaming yaitu nasabah menggunakan dana itu bukan yang disebutkan dalam kontrak.
2. Lalai dan kesalahan yang disengaja
3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabah tidak jujur. Risiko atas kelemahan dari metode mudharabah bukan terletak pada metodenya, tetapi lebih terletak pada shahibul maal atau pengelola dana, maka dikhawatirkan risiko dari mudharabah ini akan terjadi.
g. Aplikasi Pembiayaan Mudharabah Di Perbankan Syariah
Implementasi mudharabah di perbankan syariah dapat dipilih menjadi dua bagian, yaitu pada saat pengerahan dana dan pada saat penyaluran dana. Pengerahan dana berarti mekanisme masuknya dana dari nasabah kepada bank, sedangkan yang dimaksud penyaluran dana adalah keluarnya dana kepada bank dari nasabah.
Mudharabah pada dasarnya diterapkan pada produk – produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, Antonio (2012 : 97) menerapkan pembiayaan mudharabah pada:
1. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus seperti tabungan haji, tabungan qurban, deposito biasa dan sebagainya.
2. Deposito spesial (special investment), dimana dana yang dititipkan nasabah ksususnya untuk bisnis tertentu, misalkan murabahah saja atau ijarah saja.
Adapaun pada sisi pembiayaan, mudharabah di terapakan pada: 1. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan
jasa.
2. Investasi khusus, disebutkan juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.
Nisbah X Nisbah Y
Keteramapilan Modal
Gambar 2.1
Skema Akad Mudharabah Pembagian
Pemodal Akad Pengusaha
Proyek Atau Usaha
2.1.5.2 Pembiayaan Musyarakah
Adapun konsep dan teori pembiayaan musyarakah meliputi: a. Pengertian pembiayaan musyarakah
Menurut Suhendi (2010 : 125) Musyarakah merupakan salah satu bagian dari akad yang ada dalam tradisi fikih muamalah. Musyarakah atau syirkah menurut bahasa berarti artinya camour atau percampuran. Maksud pencampuran disini adalah mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan.
Menurut Antonio (2012 : 98) musyarakah secara etimologi berasal dari bahsa arab yang diambil dari kata (syaraka). Dan menurut Syafi’i (2012:99) sedangkan menurut istilah, musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
Menurut Janwari (2015 : 74) secara terminology, musyarakah berarti akad diantara dua orang atau lebih untuk berserikat dalam modal dan keuntungan. Para Fuqaha membuat definisi tentang musyarakah ini sangat bervariatif, sekalipun sesungguhnya secara substansif tidak berbeda secara signifikan. Hanafiyah menyatakan bahwa yang dimaksud dengan musyarakah adalah akad yang dilakukan oleh orang-orang yang berserikat dalam modal dan keuntungan. Malikiyyah menyatakan bahwa musyarakah adalah akad yang mengizinkan masing-masing pihak yang berserikat untuk bertasharruf pada harta yang diserahkan beserta tetapnya hak bagi masing-masing pihak.
Menurut Syafi’i (2012:75) secara bahasa musyarakah sering disebut dengan syirkah yang bermakna ikhtilath (percampuran), yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan harta lainnya tanpa dapat dibedakan diantara keduanya. Musyarakah juga bisa berarti seseorang
mencampur hartanya dengan harta orang lain dengan mana salah satu tidak menceraikan dengan yang lainnya.
Menurut Trisandi Dan Shomad (2013 : 19) pengertian lain dari musyarakah yaitu perkongsian antara dua orang atau lebih dengan membagi keuntungan dan kerugian berdasarkan perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak sehingga didalam pembiayaan musyarakah yang diberikan bank dengan cara membiayai sebagian dari modal perusahaan tersebut, maka perlu adanya perjanjian untuk memberi kepastian.
Menurut Wangsawidjaja (2012 : 197) dalam pembiayaan berdasarkan akad musyarakah, bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama sama menyediakan dan atau barang untuk membiayai suatu kegiatan usaha tertentu. Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam mengelola usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang disepakati, seperti review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha yang dibuat oleh nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggung jawabkan. Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang telah disepakati, nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu invesatsi, kecuali berdasarkan kesepakatan para pihak. Pembiayaan musyarakah diberikan dalam bentuk uang atau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan.
Jadi pembiayaan musyarakah merupakan kerjasama dalam penyertaan modal antara pihak bank dengan nasabah dengan keuntungan dibagi menurut kesepakatan nisbah bagi hasil. Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek, pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah.
b. Landasan hukum musyarakah a) Al-Quran
Terdapat dalam (Q.S Shad ayat 24)
“Daud berkata : Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-oranag yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini.”
b) Al-Hadist
Terdapat dalam (HR Abu daud, 3385)
“Dari abu hurairah, dia memarfu’kan hadis pada nabi, bahwa Allah berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak lain. Dan jika salah satu berkhianat maka aku keluar dari perserikatan mereka.” Dan terdapat juga dalam (HR Abu daud,3390)
“Dari Abdullah bin mas’ud dia berkata: Aku berserikat dengan Ammar bin yasir dan Sa’ad bin abi waqqash terhadap apa yang kami peroleh pada perang badar, lalu sa’ad membawa sua tawaran sedangkan aku dan ammar tidak membawa apa-apa.”
c) Fatwa Dewan Syariah Nasional
Menurut fatwa dewan syariah majelis ulama nasional nomor 08/DSN-MUI/IV2000 tentang pembiayaan musyarakah bahwa pembiayaan musyarakah adalah:
1) Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Penawaran dan penerimaan harus secara ekplisit menunjukan tujuan kontrak (akad).
3. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
2) Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap dihukum, dan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
2. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
3. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
4. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenanang untuk melakukan aktifitas masyarakat dengan memperhatikan kepentingan mitranya tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
5. Seseorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
3) Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
1. Modal. Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak, atau yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang, property, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan dengan tunai dan disepakati oleh para mitra. Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan, pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak dapat dijamin, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
2. Kerja
a) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyawarah. Akan tatapi, kesamaan porsi kerja
bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh mengerjakan kerjanya lebih bayak dari yang lain, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
b) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalm organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
3. Keuntungan
a) Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyawarah.
b) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proposional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan diawal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
c. Jenis-jenis pembiayaan musyarakah
Menurut Naf’an (2014:99), pembiayaan musyarakah ada dua jenis, yaitu: 1. Musyarakah pemilikan( Syirika Al-Milk)
Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lain yang mengakibatkan pemilikan satu asset oleh dua orang atau lebih. Musyarakah kepemilikan sering disebut dengan kepemilikan bersama (co-ownership) apabila dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan bersama (joint ownership) atau kekayaan aset. Dalam hal ini, mitra juga harus dapat berbagi atas harta tersebut begitu juga dengan pendapatan yang dapat dihasilkannya sesuai dengan porsi masing-masing sampai mereka memutuskan untuk membagi atau menjualnya. Untuk menjaga kelangsungan kerja sama, pengambilan keputusan yang manyangkut harta bersama harus mendapat persetujuan semua mitra.
2. Musyarakah akad (Syirikah Al-Uqud)
Musyarakah akad merupakan kemitraan yang tercipta dengan kesepakatan dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam mencapai
tujuan tertentu. Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi keuntungan bahkan kerugian. Mitra berkontribusi dana kerja, serta berbagai keuntungan dan kerugian yang terdiri atas:
1. Syirikah abdan
Syirikah abdan merupakan bentuk syirikah antara dua pihak atau lebih dari kalangan pekerja atau professional dimana mereka bersepakat untuk membangun kerjasama mengerjakan suatu. Pekerjaan dengan berbagai penghasilan yang diterima.
2. Syirikah wujuh
Kontrak antara dua orang atau lebih memiliki reputasi dan prestise baik sebagai ahli dalam bisnis merupakan bagian dari syirikah wujuh.
3. Syirikah muwafadah
Syirikah muwafadah adalah sebuah persekutuan dimana posisi dan komposisi pihak yang terlibat di dalamnya harus sama, baik dalam hal modal, pekerjaan, agama, keuntungan, maupun risiko kerugian.
d. Rukun dan syarat pembiayaan musyarakah a) Rukun pembiayaan musyarakah
Menurut Raden Kuning (2017) rukun pembiayaan musyarakah antara lain:
1. Ijab-Qabul (Sighah) adalah adanya kesepakatan antara dua belah pihak yang bertransaksi.
2. Dua pihak yang berakad (‘Aqidani) dan memiliki kecakapan melakukan pengelolaan harta.
3. Objek akad yang disebut juga ma/qud alaihi yang mencakup modal atau pekerjaan.
b) Syarat pembiayaan musyarakah
Menurut Janwari (2015:75) syarat musyarakah secara umum, ialah:
1. Perserikatan merupakan transaksi yang bisa diwakilkan, berarti salah satu pihak diperbolehkan untuk menerima atau mengirim wakilnya untuk bertindak hukum terhadap objek perserikatan sesuai dengan izin pihak-pihak lainnya.
2. Presentase pembagian keuntungan untuk masing-masing pihak yang berserikat hendaknya diketahui berlangsungnya akad.
3. Keuntungan untuk masing-masing pihak ditentukan secara global berdasarkan presentase tertentu sesuai kesepakatan, tidak boleh ditentukan dalam jumlah tentu atau pasti.
e. Manfaat pembiayaan musyarakah
Pembiayaan musyarakah memiliki manfaat yang sangat berguna bagi pihak bank maupun nasabah. Almunawwaroh(2017) mengemukakan tentang manfaat dari pembiayaan musyarakah:
1. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan nasabah meningkat.
2. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu pada nasabah pendanaan secara tetap, akan tetapi disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan arus kas nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
4. Bank akan lebih berhati-hati mencari usaha yang benar- benar halal, aman dan menguntungkan karena keuntungan yang kongkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
5. Prinsip bagi hasil dalam musyarakah berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah)
dengan jumlah bunga yang tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan oleh nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
f. Risiko pembiayaan musyarakah
Menurut Fahrul,dkk (2012) Risiko pembiayaan musyarakah sebagaimana diketahui bahwa kualitas aktiva produktif dalam bentuk pembiayaan dapat diukur dengan mengetahui besarnya credit risk (kredit macet) yaitu perbandingan besarnya pembiayaan bermasalah terhadap total pembiayaan yang disalurkan. Jadi besarnya risiko pembiayaan musyarakah dapat dihitung dengan membandingkan jumlah Non Performing Loan Musyarakah dengan total pembiayaan musyarakah.
g. Aplikasi pembiayaan musyarakah di bank syariah
Menurut Syafi’i (2012:93) Pembiayaan musyarakah biasanya digunakan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut, setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
Menurut Karim (2011:102) Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersama sama memadukan seluruh sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan, kewiraswastaan, kepandaian, kepemilikan, peralatan atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan atau reputasi dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
Menurut Burhanudin (2011:126) Pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai atau barang, jika pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang yang diserahkan dinilai secara tunai berdasarkan kesepakatan. Pembagian keuntungan dari pegelola dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati dengan metode bagi utang dan rugi (profit
and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing). Sedangkan apabila terjadi kerugian, bank dan nasabah menanggung risiko secara profesional menurut porsi modal masing-masing, kecuali jika terjadi kecurangan atau kelalaian yang menyalahi perjanjian dari salah satu pihak.
Gambar 2.2
Skema Akad Musyarakah Nasabah parsial asset value Nasabah Syariah parsial Nasabah parsial asset value
Bagi hasil keuntungan sesuai porsi kontribusi
modal (NISBAH) Keuntungan Proyek usaha Bank Syariah parsial
2.1.5.3 Pembiayaan Murabahah
a) Pengertian Pembiayaan Murabahah
Menurut Fauzan,dkk (2012) pembiayaan murabahah merupakan salah satu prinsip jual beli yang dijalankan bank syariah tanpa mengenal riba.
Murabahah umumnya dapat diterapkan pada produk pembiayaan untuk pembelian barang-barang investasi, baik domestik maupun luar negeri, seperti melalui letter of credit (L/C). kalangan perbankan syariah di Indonesia banyak menggunakan murabahah secara berkelanjutan (roll over / evergreen) seperti untuk modal kerja, padahal sebenarnya murabahah adalah kontrak jangka pendek dengan sekali akad (one short deal). Murabahah tidak tepat diterapkan untuk modal kerja. Hal ini mengingat prinsip murabahah memiliki fleksibilitas yang sangat tinggi.
Menurut Fatwa dewan syari’ah nasional majelis ulama Indonesia; murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank syariah memberi barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati antara bank syariah dan nasabah.
Murabahah., dalam konotasi islam pada dasarnya berarti penjualan. Satu hal yang membedakannya dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa penjual dalam murabahah secara jelas memberitahu kepada pembeli berapa nilai pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang dibebankannya pada nilai tersebut. Keuntungan tersebut bisa berupa lump sum atau berdasarkan persentase.
Jika seseorang melakukan penjualan komoditi atau barang dengan harga lump sum tanpa memberitahu berapa nilai pokoknya, maka bukan termasuk murabahah, walaupun ia juga mengambil keuntungan dari penjualan tersebut penjualan ini disebut musawamah.
b) Landasan Hukum Murabahah a. Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Quran yang secara umum membolehkan jual beli, diantaraya adalah firman Allah:
(QS. Al-Baqarah :275)
artinya: “..dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” Ayat ini menunjukan bolehnya melakukan transaksi jual beli dan murabahah merupakan salah satu bentuk dari jual beli.
Dan firman Allah (QS. An-Nisaa:29)
Artinya: “Hai orang-rang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang belaku dengan suka sama suka dianatra kamu.”
Dan dalam firman Allah (QS. Al-Baqarah:198)
Artinya:”tidak ada dosa bagimu mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Rabbmu.”
Berdasarkan ayat diatas, maka murabahah merupakan upaya mencari rezeki melalui jual beli. Murabahah menurut Azzuhaili (1997: hal, 3766.) adalah jual beli berdasarkan suka sama suka antara kedua belah pihak yang bertransaksi.
b. Hadits
1. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam:
“ Pendapatan yang paling afdhal (utama) adalah hasil karya tangan seseorang dan jual beli yang mabrur”.(HR Ahmad Al Bazar Ath Thabrani).
2. Hadits Dari Riwayat Ibnu Majah, Dari Syuaib:
“Tiga perkara yang didalamnya terdapat keberkahan: menjual dengan pembayaran secara tangguh, muqaradhah
(nama lain mudharabah), dan menvampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan tidak untuk dijual”.(HR. Ibnu Majah).
3. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam akan hijrah, Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu, membeli dua ekor keledai, lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam berkata kepadanya, “jual kepada saya salah satunya”, Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu menjawab, “salah satunya jadi milik anda tanpa ada kompensasi apapun”. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda, “kalau tanpa ada harga saya tidak mau”.
4. Sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anha, menyebutkan bahwa boleh melakukan jual beli dengan mengambil keuntungan satu dirham atau dua dirham untuk setiap sepuluh dirham harga pokok. (Azzuhaili, 1997:3766).
5. Selain itu, transaksi dengan menggunakan akad jual beli murabahah ini sudah menjadi kebutuhan yang mendesak dalam kehidupan. Banyak manfaat yang dihasilkan, baik bagi yang berprofesi sebagai pedagang maupun bukan. c. Ijma’
Transaksi ini sudah dipraktekkan di berbagai kurun dan tempat tanpa ada yang mengingkarinya, ini berarti para ulama menyetujuinya (Ash-Shawy, 1990:200).
d. Kaidah Fiqh yang menyatakan:
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
e. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.04/DSN-MUI/IV/2000, Tentang Murabahah.
Harga jual = harga pokok aktiva murabahah / jumlah pembiayaan + cost recovery + mark up / laba sekali
c) Jenis-Jenis Pembiayaan Murabahah
Jenis pembiayaan murabahah menurut Ummi dan Eka(2016) terbagi kepada tiga jenis sesuai dengan peruntukannya :
1. Murabahah modal kerja (MMK), yang diperuntukan untuk pembelian barang-barang yang akan digunakan sebagai modal kerja. Penerapan murabahah untuk modal kerja membutuhkan kehati-hatian, terutama bila objek yang akan diperjual belikan terdiri dari banyak jenis, sehingga dikhawatirkan akan mengalami kesulitan terutama dalam menentukan harga pokok masing-masing barang.
2. Murababah investasi (MI), adalah pembiayaan jangka menengah atau panjang yang tujuannya untuk pembelian barang modal yang diperlukan untuk rehabilitasi, perluasan, atau pembuatan proyek baru.
3. Murabahah konsumsi (MK), adalah pembiayaan perorangan untuk tujuan nonbisnis, termasuk pembiayaan pemilikan rumah, mobil. Pembiayan konsumsi biasanya digunakan unruk membiayai pembelian barang konsumsi dan barang tahan lama lainnya. Jaminan yang digunakan biasanaya berwujud objek yang dibiayai, tanah dan bangunan tempat tinggal.
d) Rukun Dan Syarat Pembiayaan Murabahah 1. Rukun Murabahah Antara Lain:
a. Adanya pihak-pihak yang melakukan akad, yaitu: penjual dan pembeli.
b. Obyek yang diakadkan, yang mencakup: barang yang diperjual belikan dan harga.
c. Akad atau sighat, yang terdiri dari: Ijab (serah) dan Qabul (terima). 2. Dan syarat murabahah terdiri dari:
a. Mengetahui harga pokok b. Mengetahui keuntungan
c. Harga pokok dapat dihitung dan diukur
d. Jual beli murabahah tidak bercampur dengan transaksi yang mengandung riba
e. Akad jual beli pertama harus sah. e) Manfaat Pembiayaan Murabahah
Menurut Ahmad (2018) transaksi murabahah sesuai dengan sifat perniagaan (tijarah) memberi banyak manfaat kepada bank syariah, salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari perbedaan harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah.
f) Risiko Pembiayaan Murabahah
Menurut Ummi dan Eka(2016) diantara kemungkinan risiko yang harus diantisipasi antara lain adalah:
1. Default atau kelalaian; nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
2. Fluktuasi harga komparatif; ini terjadi bila harga suatu barang dipasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut.
3. Penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu, sebaiknya dilindungi dengan asuransi. Kenungkinan lagi karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang ia pesan.
4. Dijual; karena jual beli murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apa pun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi demikian, resiko untuk default (kelalaian) akan besar.
g) Aplikasi Pembiayaan Murabahah Di Bank Syariah
Di Indonesia, aplikasi jual beli murabahah pada perbankan syariah didasarkan pada keputusan Fatwa dewan syariah nasional (DSN) majelis ulama Indonesia (MUI) dan peraturan bank Indonesia (PBI). Menurut keputusan fatwa DSN nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 ketentuan murabahah pada perbankan syariah adalah sebagai berikut:
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syariat islam. 3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang
yang telah disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. 6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah
(pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini, bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Selain itu, ketentuan pelaksanaan pembiayaan murabahah di perbankan syariah diatur berdasarkan peraturan bank Indonesia (PBI) nomor
9/19/PBI/2007 jo surat edaran BI No. 10/14/DPbD tanggal 17 maret 2008, sebagai berikut:
1. Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam rangka membelikan barang terkait dengan kegiatan transaksi murabahah dengan nasabah sebagai pihak pembeli barang.
2. Barang adalah obyek jual beli yang diketahui secara jelas kuantitas, kualitas, harga perolehan dan spesifikasinya.
3. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk pembiayaan atas dasar akad murabahah, serta hak dan kewajiban nasabah sebagimana diatur dalam ketentuan bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah.
4. Bank wajib melakukan analisis atas permohonan pembiayaan atas dasar akad murabahah dari nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisa atas karakter (character) dan atau aspek usaha antara lain meliputi analisa kapasitas usaha (capacity), keuangan (capital), dan atau prosepk usaha (condition).
5. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
6. Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan barang yang dipesan nasabah.
7. Kesepakatan atas margin ditentukan hanya satu kali pada awal pembiayaan atas dasar murabahah dan tidak berubah selama periode pembiayaan.
8. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar murabahah, dan
9. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada bank ditentukan berdasarkan kesepakatan bank dan nasabah.
1. Negosiasi Dan Persyaratan
2. Akad Jual Beli 6.Bayar Rp (Cicil)
5. Terima Berang & Dokumen
3. Beli Barang 4. Kirim
Gambar 2.3 Skema Akad Murabahah
Bank Nasabah
Supplier atau penjual
2.1.6 Profitabilitas Bank
Rasio profitabilitas adalah rasio utama dalam seluruh laporan keuangan, karena tujuan utama perusahaan adalah hasil operasi atau keuntungan. Keuntungan adalah hasil akhir dari kebijakan dan keputusan yang diambil manajemen. Rasio keuntungan akan digunakan untuk mengukur keefektifan operasi perusahaan. Sehingga menghasilkan keuntungan pada perusahaan.
Rasio profitabilitas sangat penting bagi semua pengguna laporan tahunan, khususnya investor ekuitas dan kreditor. Bagi investor ekuitas, laba merupakan satu-satunya faktor penentu perubahan nilai efek atau sekuritas. Pengukuran dan peramalan laba merupakan pekerjaan paling penting bagi investor ekuitas. Bagi kreditor, laba dan arus kas operasi umumnya merupakan sumber pembayaran bunga dan pokok.
Munurut Sutrisno (2012 : 222) Rasio profitabilitas adalah keuntungan untuk mengukur seberapa besar tingkat keuntungan yang didapat atau diperoleh suatu perusahaan. Semankin besar tingkat keuntungan menunjukkan, semankin baik manajemen dalam mengelola perusahaan.
Jenis-jenis rasio profitabilitas
Dalam analisis rasio profitabilitas terdiri dari dua jenis rasio yang menunjukan laba dalam hubungannya dengan penjualan dan rasio yang menunjukan laba dalam hubungannya dengan investasi. Adapun jenis-jenis rasio yang sering digunakan sebagai berikut:
1. Net Profit Margin (NPM)
Net Profit Margin adalah keuntungan penjualan setelah menghitung biaya dan pajak seluruh biaya dan pajak penghasilan. Margin ini menunjukan perbandingan laba bersih setelah pajak dengan penjualan.
2. Return On Assets (ROA)
ROA menunjukan kemampuan total aktiva menghasilkan laba sebelum dipotong bunga dan pajak/rasio yang menunjukan berapa besar presentase laba bersih diperoleh perusahaan apabila diukur dengan dari nilai.
3. Return On Equity (ROE)
Return On Equity adalah rasio keuangan yang dapat menunjukan kemampuan perusahaan menghasilkaan laba bersih berdasarkan modal tertentu. Rasio ini merupakan ukuran profitabilitas dilihat dari sudut pandang pemegang saham.
Dari sekian banyak rasio yang ada di dalam rasio profitabilitas, penulis hanya memfokuskan terhadap profitabilitas dalam hubungannya dengan investasi yaitu pengembalian atas ekuitas, Return On Equity (ROE).
2.1.6.1 Pengertian Return On Equity (ROE)
Menurut Hanafi (2010 : 42) Return On Equity (ROE) mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan modal tertentu. Rasio ini merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham. Angka yang tinggi untuk ROE menunjukan tingkat profitabilitas yang tinggi. ROE dipengaruhi oleh ROA dan tingkat penggunaan utang (laverage) kauangan perusahaan.
Return On Equity (ROE) sangat menarik bagi pemegang saham maupun calon pemegang saham, dan juga bagi manajemen karena rasio tersebut merupakan ukuran atau indikator penting dari shareholder value creation, artinya semangkin tinggi rasio Return On Equity (ROE), semankin tinggi pula nilai perusahaan. Hal ini tentunya merupakan daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya diperusahaan tersebut.
Return On Equity (ROE) ini sering disebut juga dengan rate of return on network yaitu kemenangan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki, sehingga Return On Equity (ROE) ini ada juga yang menyebut sebagai rentabilitas modal sendiri. Alasan penulis mengapa mengambil variabel ini sebagai variabel dependen karena sebagai bahan pertimbangan oleh pemegang saham dan calon pemegang saham sebelum mereka berinvestasi pada perusahaan perbankan tersebut.
2.1.6.2 Pengukuran Return On Equity (ROE)
Return On Equity (ROE) adalah rasio laba bersih pada total equity. Return On Equity (ROE) dapat dirumuskan seperti di bawah ini:
x 100%
Menurut Kasmir (2012 : 197-198) Dari rumusnya diketahui bahwa return on equity menunjukan besarnya pendapatan bersih yang diperoleh perusahaan dari equity yang dimilikinya. Nilai rasio 0,20 atau 20% menunjukan bahwa perusahaan mampu menghasilkan laba bersih yang nilainya 20% dari equitasnya. Semakin besar nilai rasionya, maka semakin besar dana yang dapat dikembalikan dari equitas menjadi laba. Artinya semakin besar laba bersih yang diperoleh dari modal sendiri. Jika ROE tinggi akan menyebebakan posisi perusahan semakin kuat.
Tabel 2.1
Kriteria Penilaian Peringkat ROE
Peringkat Strandar Kriteria
1 ROE > 15% SANGAT SEHAT
2 12,5% < ROE ≤ 15% SEHAT
3 5% <ROE ≤ 12,5% CUKUP SEHAT
4 0% < ROE ≤ 5% KURANG SEHAT
5 ROE ≤ 0% TIDAK SEHAT
Sumber: SE BI 6/23/DPNP/2011
Adapun sumber hukum yang berkaitan dengan Return On Equity (ROE) adalah sebagai berikut:
a) Al – Qur’an
“…dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung jawabannya.” (QS Al-Isra :34).
Dalam ayat tersebut menjelaskan hubungannya dengan ROE adalah adanya janji pada pertama dalam penanaman modal ada perjanjian apabila perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan maka akan dibagi hasil, dengan system pembagian sesuai dengan perjanjian awal. Maka keuntungan yang akan didapatkan adalah janji dari perusahaan untuk memberikan keuntungannya kepada pemilik modal.
a. As-Sunah
“perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram.”(HR Al-Tirmidzi dari Amr bin Auf).
2.1.6.3 Faktor Yang Mempengaruhi Profitabilitas
Return On Equity (ROE) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan dari investasi pemilik modal atau pengembalian bagi para pemegang saham. Semangkin tinggi ROE maka akan semankin baik karena memberikan tingkat pengembalian yang lebih besar bagi para pemegang saham. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam meningkatnya ROE. Menurut Keown (2011) untuk meningkatkan tingkat pengembalian ekuitas dapat diperoleh dengan cara , sebagai berikut:
1. Meningkatkan penjualan tanpa meningkatkan beban dan biaya secara proporsional.
2. Mengurangi harga pokok penjualan secara relative atas dasar nilai aktiva, baik dengan meningkatkan penjualan atau mengurangi jumlah investasi pada aktiva.
3. Meningkatkan penjualan secara relative atas dasar nilai aktiva, baik dengan meningkatkan penjualan atau mengurangi jumlah investasi pada aktiva.
4. Meningkatkan penggunaan hutang secara relatif terhadap ekuitas, sampai titik yang membahayakan kesejahteraan keuangan perusahaan. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang dapat meningkatkan Return On Equity (ROE), maka akan memudahkan pihak perusahaan untuk lebih meningkatkan lagi kinerja perusahaan dalam meraih keuntungan yang lebih besar dengan melalui pengembalian atas modal perusahaan. Sehingga para investor akan tertarik dan menginvestasikan modalnya lebih bayak lagi kepada perusahaan, dan keuntungan lainnya bagi perusahan adalah perusahaan akan dengan mudah dalam menarik para investor baru untuk berinvestasi pada perusahaan.
2.2 Kajian Penelitian Sebelumnya Nama Peneliti, judul dan Nama Jurnal Variabel yang sama Variabel yang beda Metode Hasil Purnama Putra (2018) Pengaruh pembiayaan mudharabah, musyarakah, murabahah, dan ijarah terhadap profitabilitas 4 bank umum syariah periode 2013-2016 Jurnal organisasi dan manajemen Vol. 14 ,No 2 ,September 2018 Variabel independen : pembiayaan mudharabah, musyarakah, murabahah, Variabel dependen: return on equity (ROE) Variabel independen : pembiayaan ijarah. Regresi Linier Berganda Pembiayaan mudharabah berpengaruh positif tidak signifikan terhadap profitabilitas (ROE) Pembiayaan musyarakah berpengaruh negative signifikan terhadap profitabilitas (ROE) Pembiayaan murabahah berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas (ROE) Pembiayaan ijarah berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas (ROE) Russely Inti Dwi Permata, Fransisca Yaningwati, Dan Zahroh Z.A (2014) Variabel independen: pembiayaan mudharabah, musyarakah Variabel dependen: return on Variabel independen: pembiayaan murabahah Regresi Linier Berganda Pembiayaan mudharabah berpengaruh signifikan dan negative terhadap ROE. Pembiayaan musyarakah
Analisis pengaruh pembiayaan mudharabah dan musyarakah terhadap tingkat profitabilitas (Return on equity) (studi pada bank umum syariah yang terdaftar di bank Indonesia periode 2009-2012) Jurnal administrasi bisnis (JAB) Vol. 12 No. 1 Juli 2014 equity(ROE) berpengaruh signifikan dan positif terhadap ROE. Yeni suci rahayu, achmad husaini dan devi farah azizah (2016) Pengaruh pembiayaan bagi hasil mudharabah dan musyarakah terhadap profitabilitas (studi pada bank umum syariah yang terdaftar pada bursa efek indonesia Variabel independen: pembiayaan mudharabah dan musyarakah Variabel dependen: return on equity (ROE) Variabel independen: pembiayaan murabahah Regresi Linier Berganda Pembiayaan mudharabah berpengaruh positif terhadap ROE. Pembiayaan musyarakah berpengaruh negative terhadap ROE.
periode 2011-2014) Jurnal administrasi bisnis (JAB) Vol. 33 ,No. 1 april 2016 Badri Rabaa (2016) The Impact Of The Islamic Banks Performances On Economic Growth :Using Panel Data International journal of economics and finance studies Vol. 8 ,No 1 ,2016 Variabel dependent: return on equity (ROE) , return on asset (ROA) Variabel independen : RPR, RPZ, RIRNI Regresi Data Panel Menunjukan hubungan positif yang signifikan antara laba dan ekuitas, laba atas aset profitabilitas bank syariah dan pertumbuhan ekonomi. Inflasi berhubungan negative dengan setoran bank. Trend variabel memiliki koefisien negative. Dalam variabel regresi variabel etis berhubungan positif pada pendanaan keuangan. perubahan struktur pasar dapat mempengaruhi kinerja bank Dalam sitem dual-perbankan bank syariah dan konvensional mereka tidak
hanya memainkan peran tambahan satu sama lain, mereka bersaing untuk klien dan investor. Iswahyudi, Nunung Nurastuti Utami (2018) The effect of accounting information on decision taking of mudharabah and murabahah financing International journal of business and management invention (IJBMI) Vol. 7 ,issue 8 , Ver. II ,August 2018 Variabel independen: pembiayaan mudharabah, dan murabahah Variabel dependen: return on equity (ROE), Variabel independen: pembiayaan musyarakah Variabel dependen: CR, Quick ratio, cash ratio, DER, current Liabilitas, dan NPM. Regresi Linier Berganda Pembiayaan mudharabah dan murabahah berpengaruh positif dan signifikan terhadap current ratio. Pembiayaaan mudharabah dan murabahah berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap quick ratio. Pembiayaan mudharabah dan murabahah berpengaruh negative terhadap cash ratio. Pembiayaan mudharabah dan murabahah berpengaruh negative terhadap DER. Pembiayaan mudharabah dan murabahah berpengaruh positive dan tidak signifikan terhadap curret liabilitas. Pembiayaan