• Tidak ada hasil yang ditemukan

REGULASI EMOSI REMAJA YANG TIDAK LULUS UJIAN NASIONAL DI KUPANG. Skripsi. Diajukan untuk memenuhi salah satu Syarat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REGULASI EMOSI REMAJA YANG TIDAK LULUS UJIAN NASIONAL DI KUPANG. Skripsi. Diajukan untuk memenuhi salah satu Syarat"

Copied!
207
0
0

Teks penuh

(1)

REGULASI EMOSI REMAJA

YANG TIDAK LULUS UJIAN NASIONAL DI KUPANG

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh : Meglyn Anggriany Ledoh

119114085

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016

(2)
(3)
(4)

iv MOTO

“Bersukacitalah dalam pengharapan,

sabarlah dalam kesesakan,

dan

bertekunlah dalam doa”

Roma 12:12

(5)

v

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada:

Tuhan Yesus, sumber kekuatan dan penghiburan yang kekal

Papa, Mama, Atis dan Aldo atas doa, dukungan, dan kasih sayang

(6)
(7)

vii

REGULASI EMOSI REMAJA YANG TIDAK LULUS UJIAN NASIONAL DI KUPANG

Studi Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Meglyn Anggriany Ledoh

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan regulasi emosi pada remaja yang tidak lulus ujian nasional di Kupang. Pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana regulasi emosi remaja yang tidak lulus ujian nasional di Kupang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis fenomenologi deskriptif dan subjek dalam penelitian ini berjumlah empat orang remaja yang tidak lulus ujian nasional. Validasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu melakukan inkuiri, transparansi dan koherensi, mengarsipkan semua data, dan audit independen. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa keempat subjek merasakan emosi-emosi yang digolongkan dalam emosi kecewa, kesedihan, dan malu saat tidak lulus ujian nasional. Akan tetapi, keempat subjek dapat meregulasi emosi dengan melakukan beberapa hal seperti menguatkan diri untuk menerima kenyataan, melakukan refleksi, memilih untuk tidak berhubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan ujian nasional, mengambil makna positif atas peristiwa yang dialami, dan akan mengubah situasi untuk mengurangi emosi apabila secara tidak sengaja berhubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan ujian nasional serta berpikir mengenai langkah selanjutnya yang akan dilakukan. Meskipun demikian, terdapat salah seorang subjek yang menyalahkan diri sendiri atas peristiwa yang dialami. Akan tetapi, subjek tersebut mengharuskan dirinya tetap tegar dan semangat untuk meraih cita-cita. Selain itu, dorongan dari significant others juga memberi dampak pada regulasi emosi remaja yang tidak lulus ujian nasional di Kupang. Kata kunci: regulasi emosi, remaja, ujian nasional

(8)

viii

EMOTION REGULATION OF ADOLESCENTS WHO DO NOT PASS ON NATIONAL EXAM IN KUPANG

Study in Psychology in Sanata Dharma University

Meglyn Anggriany Ledoh

ABSTRACT

The research aimed to describe emotion regulation of adolescent who did not pass on national exam in Kupang. This research question is how adolescent who did not pass on national exam in Kupang regulated their emotion. This research used phenomenology analysis of qualitative research and subjects in this research were four adolesecents. The validity of this research was done by inquiry, transparency and coherence, archive the data, and independent audit. The result of this research shows that all subjects felt emotions which classified in the emotion of disappointment, sadness, and shame. All subjects were doing something such as keep strong to acceptance the situation, was doing reflection, chose to did not have relation with everything about national exam, took a possitive reappraisal of this event, would change the situasion when they met anything about national exam to decreasing emotions, and think about the next step. Result shows that one subject did self blame. But, he required himself to keep strong and fighting for get his aspiration. In addition, significant others had an impact on regulation emotion of adolescent who did not pass on national exam in Kupang

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur peneliti haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Regulasi Emosi Remaja Yang Tidak Lulus Ujian Nasional” dengan baik. Penulis memohon maaf apabila dalam pengerjaan skripsi masih terdapat kesalahan yang tidak semestinya dilakukan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran, masukan, dan koreksi yang bersifat membangun ke arah yang lebih baik.

Peneliti menyadari bahwa ada banyak orang-orang terkasih disekitar peneliti yang turut memberi dukungan dan bantuan agar penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. Dengan segenap hati, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan dosen penguji skripsi. Terimakasih atas saran, koreksi, dan masukan yang bersifat membangun, juga kepada seluruh staff dosen, dan karyawan yang telah banyak memberikan ilmu, arahan, dan dukungan kepada peneliti untuk menjadi pribadi yang lebih baik selama masa studi.

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si., selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma selama masa studi dan dosen penguji. Terimakasih atas saran, masukan, dan koreksi yang bersifat membangun.

(11)

xi

3. Ibu Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi. Terimakasih atas bimbingan, arahan, kasih dan kesabaran selama proses penelitian ini.

4. Ibu Debri Pristinella selaku dosen pendamping akademik. Terimakasih atas arahan dan bimbingan selama peneliti menempuh studi di Universitas Sanata Dharma

5. Keempat subjek yang telah membantu peneliti membagikan pengalamannya untuk penelitian ini

6. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang, Kapolres beserta segenap staff yang turut membantu dalam penelitian ini

7. Kedua orang tua yang peneliti kasihi, Bapak Esau K.M. Ledoh dan Ibu Jeane Ledoh-Foenay atas doa, kasih sayang, kesabaran, dan pengorbanan yang diberikan kepada peneliti. Kedua adik yang sangat peneliti kasihi, Patrizio A. Ledoh dan Pascalino V. Ledoh atas doa, dukungan, canda dan tawa selama ini. Kak Ri, Kak Afli, kak Yance, Kak Thy dan Po beserta seluruh keluarga besar Ledoh-Foenay yang ada di Kupang.

8. Om Henri, Ma Adi, Evan, dan Gilberth atas kasih dan dukungan selama peneliti menempuh studi di Yogyakarta. Tanta Marsi dan Kak Leni untuk perhatian dan pertolongan yang diberikan kepada peneliti

9. Bapak Hans, Kak Hans, Kak Olan, dan Kak Rani Tupen atas dukungan dan pertolongan yang diberikan

(12)
(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

ABSTRAK... vii

ABSTRACT... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR SKEMA... xvii

DAFTAR TABEL... vxiii

DAFTAR LAMPIRAN... xix

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

(14)

xiv

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 9

A. Regulasi Emosi... 9

1. Pengertian Emosi... 9

2. Bentuk-bentuk Emosi... 11

3. Pengertian Regulasi Emosi... 13

4. Proses Regulasi Emosi... 14

5. Strategi Regulasi Emosi... 16

6. Faktor Yang Mempengaruhi Regulasi Emosi... 19

B. Remaja... 20

1. Pengertian Remaja... 20

2. Karakteristik Remaja... 21

2.1. Perubahan Fisik Remaja... 21

2.2. Perubahan Kognitif... 22

C. Ujian Nasional... 24

1. Pengertian Ujian Nasional... 24

2. Manfaat Ujian Nasional... 25

3. Dampak Ujian Nasional... 25

D. Regulasi Emosi Remaja Yang Tidak Lulus Ujian Nasional... 26

E. Pertanyaan Penelitian... 29

BAB III. METODE PENELITIAN... 30

(15)

xv

B. Jenis Penelitian... 30

C. Fokus Penelitian... 31

D. Subjek Penelitian... 32

E. Metode Pengambilan Data... 32

F. Prosedur Analisis Data... 36

G. Kredibilitas Penelitian... 38

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 40

A. Pelaksanaan Penelitian... 40

1. Persiapan Penelitian... 40

2. Pengambilan Data Penelitian... 41

B. Hasil Penelitian... 43

1. Profil Subjek... 43

2. Latar Belakang Subjek... 43

3. Gambaran Umum Mengenai Ujian Nasional Yang Dilalui... 55

4. Analisis Data Penelitian... 59

1. Emosi... 59

2. Hal-hal yang dilakukan untuk mengurangi emosi... 62

3. Hal yang diperoleh setelah mengelola emosi... 70

5. Pembahasan... 72

6. Pembahasan Secara Menyeluruh (4 Subjek)... 84

BAB V. Kesimpulan dan Saran... 89

(16)

xvi

B. Saran ... 90 1. Bagi Peneliti Selanjutnya... 90 2. Bagi siswa yang akan mengikuti ujian nasional... 91 3. Bagi orang tua dan atau wali dari pihak siswa yang akan

mengikuti ujian nasional... 91 Daftar Pustaka... 92 Lampiran... 96

(17)

xvii

DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Kerangka Berpikir... 29

Skema 4.1 Regulasi emosi subjek A... 75

Skema 4.2 Regulasi emosi subjek B... 78

Skema 4.3 Regulasi emosi subjek C... 81

Skema 4.4 Regulasi emosi subjek D... 84

Skema 4.5 Regulasi emosi remaja yang tidak lulus ujian nasional di Kupang... 88

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Tebel 3.1 Pedoman Wawancara... 33 Tabel 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian... 41 Tabel 4.2 Profil Subjek... 42

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Verbatim Subjek 1 (A)... 1

Ringkasan Tema A... 29

Verbatim Subjek 2 (B)... 31 Ringkasan Tema B... 49 Verbatim Subjek 3 (C)... 51 Ringkasan Tema C... 68 Verbatim Subjek 4 (D)... 70 Ringkasan Tema D... 88

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada umumnya, setiap individu memiliki hak untuk memperoleh pendidikan sebagai suatu persiapan untuk menghadapi masa depan. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Setelah memperoleh pendidikan, seorang individu diharapkan dapat berkarya, memiliki kepribadian, kecerdasan, potensi, keterampilan, dan mampu mengendalikan diri (Undang-Undang Republik Indonesia, 2003).

Untuk mengetahui pencapaian tujuan pendidikan dapat dilakukan dengan evaluasi yaitu penilaian (Waskito, 2012). Menurut Bloom c.s., evaluasi merupakan pengumpulan sistematis mengenai bukti untuk menentukan apakah sebenarnya perubahan tertentu dapat berlangsung di peserta didik dengan baik untuk menentukan jumlah atau tingkat perubahan siswa (Muri Yususf, 2015). Gay berpendapat bahwa evaluasi adalah proses sistematis pengumpulan dan analisis data dalam rangka menentukan apa, tingkatkan ke berapa, dan telah atau sedang dicapai (Muri Yusuf, 2015). Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana penguasaan peserta didik dalam belajar yang nantinya akan dibandingkan dengan suatu standar yang

(21)

telah ditetapkan untuk mengetahui selisih diantara hasil dan standar.

Salah satu bentuk evaluasi di Indonesia bagi siswa yang berada di kelas VI, IX, dan XII yaitu ujian nasional. Ujian Nasional atau yang biasa dikenal dengan UN adalah kegiatan pengukuran dan penilaian pencapaian standar kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2013). Indonesia menggunakan sistem pengukuran yakni UN untuk mengendalikan mutu pendidikan dan standarisasi prestasi belajar siswa (Puspitasari, 2010; Muri Yusuf, 2015). Pada kenyataannya, di Indonesia banyak pro dan kontra terkait ujian nasional (Puspitasari, 2010; Sudrajat, 2009)

Menurut informasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), UN dijadikan sebagai tolok ukur kualitas pendidikan antar daerah dalam usaha standarisasi mutu pendidikan sehingga UN tetap dilaksanakan setiap tahunnya (Kompas, 2012). Meskipun demikian, beberapa masyarakat juga melakukan berbagai aksi protes agar UN tidak dilaksanakan (Republika, 2013). Hal ini dikarenakan banyak siswa SMP maupun SMA dan atau SMK yang frustrasi, mengalami kecemasan bahkan ada siswa yang bunuh diri karena tidak lulus UN (Puspitasari, 2010; T. Daniel, 2014).

Di Indonesia, UN memberikan dua dampak berbeda bagi siswa dan siswi (Ayuningtyas, 2009; Puspitasari, 2010). Salah satu dampak positif yaitu UN dijadikan sebagai motif atau pendorong bagi pendidik, peserta didik, dan pihak penyelenggara pendidikan untuk berusaha dan bekerja keras demi meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar (Puspitasari, 2010). Di

(22)

sisi lain, UN juga memiliki dampak negatif bagi siswa seperti merasa terbeban dengan adanya ujian nasional, dan menimbulkan perasaan cemas jika tidak mampu mencapai standar kelulusan yang telah ditetapkan (Puspitasari, 2010; Ayuningtyas, 2009).

Setiap siswa memiliki harapan untuk lulus ujian nasional. Namun pada kenyataannya, banyak siswa yang dinyatakan tidak lulus ujian nasional. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pada jenjang pendidikan SMP/MTs tahun pelajaran 2010/2011, 2011/2012, dan tahun 2012/2013 Provinsi NTT berada pada peringkat 32 dari 33 Provinsi sedangkan pada tahun 2013/2014 Provinsi NTT berada pada peringkat 21 dari 34 Provinsi di Indonesia. Pada jenjang pendidikan SMA/MA tahun pelajaran 2010/2011 dan 2011/2012 Provinsi NTT berada pada peringkat 33 dari 33 provinsi di Indonesia. Pada tahun pelajaran 2012/2013, Provinsi NTT berada pada peringkat 29 dari 33 Provinsi dan pada tahun pelajaran 2013/2014 Provinsi NTT berada pada peringkat 23 dari 34 Provinsi di Indonesia.

Pada jenjang pendidikan SMK tahun pelajaran 2010/2011 hingga tahun 2011/2012, Provinsi NTT berada pada peringkat 33 dari 33 provinsi di Indonesia. Pada tahun pelajaran 2012/2013 Provinsi NTT berada pada peringkat 27 dari 33 Provinsi dan pada tahun pelajaran 2013/2014 Provinsi NTT berada pada peringkat 33 dari 34 Provinsi di Indonesia. Berdasarkan data-data yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa Provinsi NTT sering

(23)

mendapat peringkat-peringkat terbawah pada kelulusan Ujian Nasional di Indonesia.

Peneliti melakukan wawancara pada bulan Agustus 2014 dengan salah seorang siswi di Kupang-NTT yang dinyatakan tidak lulus UN SMA mengatakan bahwa ia merasa kecewa dengan hasil yang diperoleh karena telah belajar selama tiga tahun tetapi gagal saat ujian nasional. Emosi negatif yang dirasakan oleh siswi tersebut yakni sedih, merasa tidak mampu, dan malu. Siswi tersebut mengatakan bahwa ia hanya mampu untuk menangis dan marah kepada diri sendiri. Saat mengetahui bahwa banyak teman yang mengikuti ujian paket C, siswi tersebut mengikuti ujian paket dan mendaftar di salah satu universitas swasta yang ada di daerah setempat. Adapun wawancara dengan siswi yang tidak lulus UN SMP mengatakan bahwa ia sangat sedih, malu, dan kecewa karena gagal meskipun telah menempuh pendidikan selama tiga tahun belajar. Hal yang dilakukan siswi tersebut adalah menangis, berdiam diri di rumah, dan tidak rela apabila ia harus mengulang selama satu tahun mendatang. Adanya dorongan, motivasi, dan semangat yang diberikan orang tua membuat siswi tersebut memutuskan untuk mengikuti ujian paket B dan setelah lulus, ia mendaftar ke salah satu SMA swasta yang ada di daerah setempat. Berdasarkan wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa setelah mendengar tidak lulus, siswa di Kupang memilih untuk mengikuti ujian paket.

Salah satu faktor yang mempengaruhi individu saat mengalami kesuksesan maupun kegagalan yaitu motivasi untuk sukses dan kepercayaan

(24)

mengenai kesuksesan maupun kegagalan yang dialami. Saat individu mengatribusikan kegagalan secara internal yaitu sebagai hasil dari kurangnya usaha maka individu akan lebih berusaha pada tugas atau ujian berikutnya. Sebaliknya, individu yang mengatribusikan kegagalan secara eksternal sebagai faktor yang tidak bisa diubah seperti kurang beruntung, kurang pandai, atau materi yang sangat sulit maka individu akan lebih merasa tidak berdaya dan kurang berusaha. Individu yang yakin bahwa usaha yang dilakukan tidak membuahkan hasil akan mengembangkan learned helplessness yang mempercayai bahwa kegagalan tidak dapat dihindarkan (Steinberg, 2002).

Berdasarkan berita-berita yang diperoleh dari media massa, pada beberapa daerah di Indonesia ada siswa yang melempar batu ke sekolah, depresi, putus asa hingga mengakhiri hidupnya karena dinyatakan tidak lulus ujian nasional ( http://www.lihat.co.id/2013/05/5-aksi-pelajar-gagal-lulus-un-sampai.html#axzz3CzSsJeG5). Berdasarkan fenomena-fenomena di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa yang tidak lulus ujian nasional memiliki emosi negatif sehingga cenderung memberikan respon yang kurang tepat (Sobur, 2003). Akan tetapi, berdasarkan data yang diperoleh dari Polres Kupang menyatakan bahwa tindak anarki dalam hal ini respon yang kurang tepat tersebut tidak ditunjukkan oleh remaja yang tidak lulus ujian nasional di Kupang.

Berdasarkan wawancara dengan beberapa guru dan murid juga menyatakan bahwa terdapat aparat kepolisian yang ditugaskan untuk

(25)

mengamankan kondisi sekitar dalam hal ini mengamankan individu yang melakukan tindak anarki saat pengumuman hasil UN. Oleh karena itu, penjagaan ketat aparat kepolisian merupakan salah satu alasan remaja di Kupang tidak melakukan tindak anarki. Remaja tersebut memilih untuk kembali melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya dengan mengikuti ujian paket bahkan beberapa guru juga menyatakan bahwa pada tahun-tahun sebelumnya ada juga siswa yang kembali menempuh sekolah selama satu tahun untuk mengikuti ujian nasional. Hal ini didukung dengan data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur bahwa pada tahun 2015 terdapat 5057 individu yang mengikuti ujian paket B di Provinsi NTT. Jumlah yang diberikan termasuk siswa yang tidak lulus ujian nasional dan penduduk yang mengikuti pendidikan kesetaraan. Berdasarkan data-data di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun memiliki emosi saat tidak lulus tetapi siswa di Kupang memilih untuk mengikuti ujian paket. Hal ini juga dikarenakan adanya tekanan sosial yang tinggi di Kupang seperti anak akan menjadi sorotan ketika mengalami kegagalan sehingga cenderung merasa frustrasi dan rendah diri. Tekanan sosial yang tinggi cenderung menimbulkan perasaan tertekan apabila tidak dapat mengelola emosi dengan baik (Rasyid, 2012).

Melihat fenomena tersebut, peneliti ingin melihat bagaimana remaja di Kupang yang tidak lulus ujian nasional mengelola emosi sehingga tidak melakukan tindak anarki dan kembali melanjutkan pendidikan selanjutnya. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara pada siswa SMP,

(26)

SMA, maupun SMK yang sebelumnya telah mengikuti ujian nasional dan dinyatakan tidak lulus ujian nasional. Peneliti akan mencari tahu terlebih dahulu data kelulusan dari tahun 2005 hingga tahun 2015. Kemudian peneliti juga mencari tahu jumlah siswa yang mengikuti ujian paket di Kota tersebut. Setelah mengetahui informai di atas, peneliti mencari tahu data siswa yang tidak lulus ujian nasional dan melakukan pendekatan yaitu membangun rapport dengan subjek agar terjalin relasi yang baik diantara subjek dan peneliti kemudian peneliti akan melakukan wawancara.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini yakni bagaimana regulasi emosi remaja di Kupang yang tidak lulus ujian nasional ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai regulasi emosi pada remaja di Kupang yang tidak lulus ujian nasional.

D. MANFAAT

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini memberikan kontribusi pengetahuan pada bidang Psikologi Perkembangan dan Psikologi Pendidikan mengenai regulasi emosi dan faktor-faktor yang mempengaruhi remaja yang tidak lulus ujian nasional melanjutkan pendidikan selanjutnya.

(27)

2. Manfaat Praktis a. Remaja

Memberikan evaluasi kepada remaja mengenai manfaat mengelola emosi untuk kembali berprestasi.

b. Masyarakat dan Orang Tua

Memberikan informasi kepada masyarakat dan orang tua terkait perasaan dan hal-hal yang dilakukan seorang remaja saat tidak lulus ujian nasional.

c. Pemerintah

a. Memberikan informasi mengenai dampak dari ujian nasional yang dilakukan.

b. Memberikan informasi mengenai alasan beberapa anggota masyarakat menolak dilaksanakan ujian nasional.

(28)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Regulasi Emosi

1. Pengertian Emosi

Pada umumnya, setiap individu memiliki emosi. Setiap hari, kita melalui banyak pengalaman yang menimbulkan berbagai emosi (Sobur, 2003). Misalnya, seorang individu merasa malu karena datang terlambat saat kuliah. Emosi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang berarti menggerakan atau bergerak (Salamah, 2012). Arnold dan Gason mengatakan bahwa emosi dapat dianggap sebagai kecenderungan perasaan yang terarah pada sebuah objek yang dinilai cocok maupun yang dinilai tidak cocok (Gross, 2012).

Emosi adalah perangsang yang dapat menimbulkan perubahan pada tubuh dan wajah, aktivasi pada otak, penilaian kognitif dan subjektif, adanya keinginan untuk melakukan suatu tindakan yang dibentuk oleh peraturan dalam kebudayaan tertentu (Wade & Tavris, 2007). Menurut Goleman, emosi adalah suatu perasaan dan pemikiran, keadaan psikologis dan biologis, serta suatu kecenderungan yang mendorong seseorang melakukan suatu tindakan (Ali, 2011). Seseorang cenderung kurang dapat menguasai diri, dan tidak memperhatikan norma maupun keadaan sekitarnya ketika memiliki emosi (Walgito, 2010).

(29)

Menurut Wedge (1995), emosi yang dirasakan akan semakin kuat jika diberi suatu tindakan (Sobur, 2003). Hal yang sering kita lihat dalam kehidupan sehari-hari yaitu saat seorang yang sedang marah memberi pukulan pada orang lain maka hal tersebut tidak mengurangi amarah tetapi semakin membuat amarah menjadi kuat. Sebaliknya, jika seorang menghadapi masalah dengan santai dan tidak tegang maka hal tersebut diprediksikan tidak akan menimbulkan amarah (Sobur, 2003). Menurut teori James-Lange dalam Sobur (2003), emosi adalah perubahan tubuh yang terjadi sebagai hasil persepsi seseorang terhadap sebuah stimulus. Menurut Lazarus (1991), emosi adalah reaksi psikofisiologis yang terorganisasi terhadap sebuah kabar (Gross, 2012).

Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah respon seseorang saat menghadapi rangsangan dengan diawali oleh persepsi terhadap rangsangan tersebut. Respon emosi dapat menuntun seseorang ke arah yang positif maupun negatif (Wahyuni, 2013). Emosi dapat mempersatukan individu-individu, mengatur sebuah hubungan, dan memotivasi individu untuk mencapai tujuan tertentu. Emosi dapat melibatkan perubahan fisiologis, proses kognitif, dan pengaruh budaya. Perubahan fisiologis yang dimaksud yaitu pada otak, wajah, dan sistem saraf. Proses kognitif yaitu interpretasi atas suatu kejadian sedangkan pengaruh budaya meliputi norma-norma dan atura-aturan sosial (Wade & Tavris, 2007).

(30)

2. Bentuk-bentuk Emosi

Berdasarkan aktivitasnya, tingkah laku emosional dibagi menjadi empat macam yaitu marah, takut, cinta, dan depresi (Mahmud, 1990 dalam Sobur, 2003). Berdasarkan penelitian Wade dan Tavris (2007), manusia telah memiliki emosi primer semenjak dilahirkan sedangkan emosi sekunder akan berbeda pada setiap individu karena dapat dikembangkan berdasarkan kemampuan berpikir yang dimiliki oleh masing-masing individu. Pada umumnya, emosi primer meliputi rasa takut (fear), marah (anger), sedih (sadness), senang (joy), terkejut (surprise), jijik (disgust), dan sebal (contempt). Emosi sekunder meliputi variasi kebudayaan dengan berbagai emosi yang akan berkembang berdasarkan tingkat pemikiran setiap individu (Wade & Tavris, 2007).

Adapun klasifikasi emosi menurut Lazarus dalam Salamah (2012), antara lain anger (marah), anxiety (cemas), fright (takut), guilt (rasa bersalah), shame (malu), sadness (sedih), envy (iri), jealousy (cemburu), disgust (jijik), happiness (senang), pride (bangga), relief (lega), hope (harapan), love (kasih sayang), and compassion (perasaan iba). Anger adalah perasaan marah atas penghinaan terhadap diri sendiri. Anxiety adalah rasa cemas terhadap suatu hal yang terkadang muncul sebagai akibat perasaan tidak mampu. Fright adalah perasaan takut saat menghadapi situasi yang berbeda dari biasanya atau sesuatu yang berbahaya. Guilt adalah perasaan bersalah sebagai akibat pelanggaran terhadap aturan yang berlaku pada umumnya. Shame adalah perasaan malu

(31)

sebagai akibat tidak terpenuhinya suatu keinginan. Envy adalah perasaan iri hati saat mengetahui milik orang lain melebihi milik pribadi.

Jealousy adalah perasaan cemburu saat kehilangan kasih sayang akibat hadirnya pihak ketiga. Sadness adalah perasaan sedih sebagai akibat kehilangan sesuatu yang tidak tergantikan. Disgust adalah perasaan jijik untuk berdekatan dengan individu atau objek yang tidak disukai. Happiness adalah perasaan senang saat berhasil mencapai suatu tujuan. Pride adalah perasaan bangga atas pencapaian sesuatu yang dihargai masyarakat. Relief adalah perasaan lega yang muncul karena hilangnya perasaan stres. Hope adalah harapan saat menghadapi kemungkinan terburuk untuk menjadi lebih baik dan semakin baik. Love adalah perasaan kasih sayang yang ditunjukkan dengan selalu membahagiakan orang lain. Compassion adalah perasaan kasihan saat melihat penderitaan orang lain dan ingin menolong orang tersebut.

Daniel Goleman (Ali, 2011) mengidentifikasi beberapa kelompok emosi yang akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Amarah, meliputi mengamuk, benci, brutal, tindak kekerasan, tersinggung, bermusuhan, kesal hati, terganggu, marah besar

2. Kesedihan, meliputi sedih, muram, suram, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan depresi.

3. Rasa takut, meliputi cemas, takut, gugup, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri, kecut, panik, dan fobia.

(32)

4. Kenikmatan, meliputi bahagia, gembira, riang, senang, terhibur, bangga, rasa terpenuhi, terpesona.

5. Cinta, meliputi penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kasih sayang, kasmaran, kebaikan hati, bakti, rasa dekat, dan hormat

6. Terkejut, meliputi terkesiap, takjub, dan terpana

7. Jengkel, meliputi tidak suka, hina, benci,muak, jijik, mual, dan mau muntah

8. Malu, meliputi aib, menyesal, rasa bersalah, malu, kesal hati, dan hati hancur lebur.

Paul Ekman dalam Goleman (1995) menyatakan bahwa emosi takut, marah, sedih, dan senang merupakan emosi yang dapat diwujudkan dalam bentuk ekspresi wajah sehingga dikenali oleh bangsa-bangsa di seluruh dunia. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk-bentuk emosi yang dikemukakan oleh Goleman, yang meliputi amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan malu.

3. Pengertian Regulasi Emosi

Bentuk emosi yang muncul pada remaja antara lain rasa marah, malu, takut, cemas, cemburu, iri hati, sedih, gembira, kasih sayang, dan ingin tahu (Nisfiannoor & Kartika, 2004). Emosi positif muncul ketika individu dapat mencapai tujuan sedangkan emosi negatif muncul ketika mendapatkan halangan saat ingin mencapai tujuan tersebut (Salamah, 2012). Karl C. Garrison dalam Salamah (2012) menyatakan bahwa remaja yang mampu mengendalikan emosi dapat menimbulkan kebahagiaan pada

(33)

diri mereka. Proses pengendalian emosi juga disebut sebagai regulasi emosi.

Thompson mengatakan bahwa regulasi emosi dapat dilihat sebagai proses awal yaitu merasakan, memelihara, dan mengelola emosi untuk mencapai tujuan dan memudahkan dalam upaya menyesuaikan diri dengan fungsi sosial (Zimmermann et al., 2014; Feng et al., 2009). Eisenberg mengartikan regulasi emosi sebagai proses awal, memelihara, mengatur perasaan yang berkaitan dengan fisiologis (Novarida dkk, 2012). Gross mengatakan bahwa regulasi emosi adalah kemampuan seorang dalam mengelola emosi dalam rangka mencapai keseimbangan emosional sehingga mampu mengungkapkan emosi yang tepat (Wahyuni, 2013).

Regulasi emosi juga merupakan kemampuan untuk tetap tenang saat berada di bawah tekanan (Rasyid, 2012). Regulasi emosi juga diasumsikan sebagai faktor penentu keberhasilan seorang individu dalam usahanya untuk berfungsi secara normal seperti proses beradaptasi dan dapat memberi respon yang sesuai (Thompson dalam Salamah, 2012). Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa regulasi emosi merupakan kemampuan dan proses seseorang untuk merasakan, memelihara, dan mengelola emosi agar dapat memberikan respon yang tepat.

4. Proses Regulasi Emosi

Gross (2014) mengatakan bahwa terdapat lima tahapan dalam proses regulasi emosi, yaitu pemilihan situasi (situation selection), perubahan

(34)

situasi (situation modification), penyebaran perhatian (attentional deployment), perubahan kognitif (cognitive change), dan perubahan respon (response modification) (Widuri, 2010; Nurhera, 2013, Gross & Jazaieri, 2014). Lima tahapan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Pemilihan situasi (situation selection) meliputi tindakan menghindari atau mendekati objek dan situasi tertentu dalam upaya mengurangi atau meningkatkan emosi. Situation selection dapat dilakukan oleh diri sendiri maupun oleh orang lain

2. Perubahan situasi (situation modification) adalah usaha mengubah situasi secara langsung untuk mengalihkan emosi yang dirasakan. Terkadang sulit untuk membedakan antara situation selection dan situation modification. Akan tetapi, situation modification lebih menekankan pada perubahan lingkungan fisik, seperti memberikan prihatin kepada teman yang sedang memiliki masalah.

3. Penyebaran perhatian (attentional deployment) merupakan bentuk pengelolaan emosi dengan mengalihkan perhatian yang tidak menggunakan fungsi alat indera, pengubahan arah perhatian yang dapat dilakukan dengan distraksi atau konsentrasi, dan merespon kembali emosi tersebut.

a. Distraksi merupakan memfokuskan perhatian pada aspek yang berbeda dari sebuah situasi atau memindahkan perhatian dari sebuah situasi yang dapat menimbulkan emosi ke situasi yang tidak menimbulkan emosi.

(35)

b. Konsentrasi adalah memfokuskan perhatian kepada situasi yang menimbulkan emosi. Seorang yang mengarahkan perhatian secara berulang kepada perasaan yang dialami dan konsekuensinya dikenal dengan istilah perenungan. Perasaan tidak tenang atau resah akan meningkat apabila perhatian difokuskan pada ancaman-ancaman di masa yang akan datang. Namun, memfokuskan perhatian pada ancaman di masa yang akan datang cenderung dapat menurunkan respon emosi yang negatif (Aftrinanto, 2012).

4. Perubahan kognitif (cognitive change) yaitu menghubungkan dan membandingkan situasi yang dialami dengan situasi yang berada di bawah situasi yang dialami tersebut.

5. Perubahan respon (response modulation) terjadi pada bagian akhir yang merupakan respon seseorang setelah mengalami emosi. Respon tersebut dapat dilakukan pada aspek fisiologis, seperti penggunaan obat dan relaksasi.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan proses regulasi emosi yang dikemukakan oleh Gross yang terdiri dari pemilihan situasi, perubahan situasi, penyebaran perhatian, perubahan kognitif, perubahan respon.

5. Strategi Regulasi Emosi

Strategi regulasi emosi menurut Gross dan Thompson yaitu cognitive reappraisal (antecendent focused) dan expressive suppression (response

(36)

focused) (Widuri, 2010; Kusumaningrum, 2012; Aldao, 2013). Antecendence focused emotion regulation atau reappraisal yaitu berpikir tentang situasi untuk menurunkan dampak emosional sedangkan response focused emotion regulation atau suppresion menghambat keluarnya tanda-tanda emosi.

Selain itu, terdapat beberapa bentuk strategi regulasi emosi yang dikemukakan oleh Garnefski (Nisfiannoor & Kartika, 2004). Strategi emosi tersebut terdiri dari self blame, blaming others, acceptance, refocus on planning, positive refocusing, rumination or focus on thought, positive reappraisal, putting into perspective, dan catastrophizing. Self blame adalah pola pikir yang menyalahkan diri sendiri atas apa yang telah dialami. Self blame berhubungan positif dengan depresi. Blaming others merupakan pola pikir yang menyalahkan orang lain atas kejadian yang dialami. Acceptance adalah pola pikir yang pasrah dan menerima sesuatu yang terjadi pada dirinya. Acceptance memiliki hubungan yang positif dengan perasaan optimis dan self esteem serta memiliki hubungan negatif dengan perasaan cemas.

Refocus on planning mengacu pada pemikiran terkait langkah yang harus diambil saat menghadapi peristiwa negatif. Tahap ini hanya terbatas pada pemikiran terkait langkah yang harus diambil tetapi tidak melakukan pelaksanaan dari pemikiran yang telah ada. strategi ini juga memiliki hubungan positif dengan perasaan optimis dan self esteem serta berhubungan negatif dengan perasaan cemas. Positive refocusing adalah

(37)

kecenderungan untuk memikirkan hal-hal yang menyenangkan dan menggembirakan dibanding memikirkan kenyataan. Apabila hal ini dilakukan dalam jangka waktu yang lama maka dapat menimbulkan hal yang bersifat maladaptif.

Rumination or focus on thought merupakan pola pikir yang memikirkan kejadian yang telah terjadi terus menerus. Strategi ini memiliki hubungan yang positif dengan depresi. Positive reappraisal merupakan pengambilan makna positif dari suatu kejadian. Strategi ini berhubungan negatif dengan perasaan cemas serta memiliki hubungan positif dengan perasaan optimis dan self esteem. Putting into perspective merupakan pola pikir yang acuh dan meremehkan masalah yang terjadi. Catastrophizing adalah pola pikir yang menekan individu dengan menganggap diri tidak beruntung dari situasi yang terjadi.

Menurut Garnefski, strategi regulasi emosi yang baik terdiri dari acceptance, refocus on planning, positive refocusing, positive reappraisal, dan putting into perspective. Hal ini disebabkan strategi regulasi tersebut menunjukkan hubungan yang positif antara keoptimisan dan tingkat kepercayaan diri. Strategi regulasi emosi yang kurang baik adalah self blame, blaming others, rumination or focus in thought, dan catastrophizing. Hal ini disebabkan strategi tersebut berhubungan erat dengan depresi yang tinggi, maladaptasi, dan distress emosional.

(38)

6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Regulasi Emosi

Menurut Thompson, proses emosi dipengaruhi oleh kesadaran, pemahaman, dan jenis kelamin. Di sisi lain, proses regulasi emosi juga dipengaruhi oleh hubungan antara orang tua dan anak, umur dan jenis kelamin, serta hubungan interpersonal. Menurut Rice, perasaan yang ada diantara keluarga dapat bersifat positif dan negatif. Perasaan positif dalam keluarga dapat berupa kehangatan, sensitivitas, kasih, cinta. Sebaliknya, perasaan negatif dapat berupa penolakan yang berujung pada permusuhan. Adanya kebutuhan perasaan seperti di atas, menunjukkan bahwa orang tua memiliki pengaruh pada emosi anaknya (Nisfiannoor & Kartika, 2004).

Selain itu, umur dan jenis kelamin juga mempengaruhi regulasi emosi seseorang. Menurut Salovey dan Sluyter, perempuan dengan rentang usia 7 sampai dengan 17 tahun cenderung dapat melupakan emosi dari peristiwa yang menyakitkan dibandingkan dengan laki-laki (dalam Nisfiannoor & Kartika, 2004). Hubungan interpersonal dan individual juga memiliki pengaruh pada regulasi emosi karena saling berhubungan satu dengan yang lain dalam hal perkembangan regulasi (Salovey dan Sluyter dalam Nisfiannoor & Kartika, 2004). Berdasarkan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara orang tua dan anak, umur dan jenis kelamin, serta hubungan interpersonal mempengaruhi seorang individu mengelola atau meregulasi emosi.

(39)

B. Remaja

1. Pengertian Remaja

Masa remaja juga dikenal sebagai masa pencaharian identitas. Erikson mengatakan bahwa untuk menjadi orang dewasa, remaja akan melalui masa krisis dimana remaja berusaha untuk mencari identitas. Menurut Stanley Hall, masa remaja merupakan masa “stress and strain” yaitu masa kegoncangan dan kebimbangan. Remaja atau adolescene adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa awal yang dimasuki pada usia 10 hingga 22 tahun dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan sosial (Santrock, 2002; Dariyo, 2004). Di sisi lain, Elizabeth B. hurlock menggolongkan rentang usia remaja antara 13 sampai dengan 21 tahun yang dibagi kedalam remaja awal yaitu 13 sampai dengan 17 tahun dan remaja akhir yaitu 17 tahun sampai dengan 21 tahun, sedangkan pada usia 10 sampai dengan 13 tahun merupakan masa pubertas atau preadolescence.

Adapun penggolongan remaja menurut Thornburg yang dibagi menjadi tiga tahap yaitu remaja awal berusia 13 sampai dengan 14 tahun, remaja tengah berusia 15 sampai dengan 17 tahun, dan remaja akhir berusia 18 sampai dengan 21 tahun. Berdasarkan penggolongan rentang usia tokoh-tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa rentang usia remaja yaitu 13 tahun sampai dengan 21 tahun (Dariyo, 2004; Panuju, 1999; Santrock, 2002). Masa remaja diawali dengan perubahan fisik seperti pertambahan tinggi dan berat badan, perubahan bentuk tubuh, dan

(40)

perkembangan karakteristik seksual. Selain itu, pada masa ini remaja telah memiliki pemikiran yang logis, abstrak, idealistis, remaja juga dapat mandiri dan banyak meluangkan waktu di luar keluarga.

2. Karakteristik Remaja 2.1. Perubahan Fisik Remaja

Perubahan fisik remaja yaitu adanya perubahan secara biologis yang ditandai dengan kematangan organ seks dan dipengaruhi oleh kematangan hormon seksual. Sebelum mengalami pubertas, seorang anak mengalami pertumbuhan rata-rata sepanjang 2-3 inchi setiap tahunnya. Saat mencapai pubertas, rata-rata anak mengalami percepatan dalam bertumbuh yakni 4-6 inchi pertahun.

Perubahan hormonal adalah perubahan pada fase awal pubertas yang terjadi sekitar usia 11 sampai dengan 12 tahun. Beberapa ahli psikologi perkembangan menyatakan bahwa terdapat dua karakteristik seks yang dimiliki oleh remaja sebagai tanda perubahan fisik untuk memasuki masa dewasa. Dua karakteristik yang dimaksud adalah seks primer dan seks sekunder. Perubahan seks primer adalah adanya perubahan organ seksual yang semakin matang sehingga dapat berfungsi untuk melakukan produksi. Perubahan seks sekunder adalah adanya perubahan terkait tanda indentitas seks seseorang melalui perubahan postur fisik sebagai akibat kematangan seks primer, seperti adanya jakun pada laki-laki dan suara yang melengking pada perempuan.

(41)

Seorang remaja akan semakin memperlihatkan minat yang besar pada citra tubuhnya ketika mengalami pubertas. Beberapa penelitian menemukan bahwa anak-anak perempuan yang lebih awal matang lebih mudah terkena sejumlah masalah. Meskipun demikian, kematangan yang lebih awal cenderung terjadi pada anak laki-laki. Di sisi lain, anak laki-laki yang terlambat matang dapat mencapai identitas yang lebih berhasil sebagai orang dewasa.

Kematangan yang lebih awal atau terlambat dapat menempatkan seorang remaja pada suatu risiko. Akan tetapi, dampak yang ditimbulkan tidak terlalu besar. Meskipun demikian, hal ini menunjukkan bahwa kematangan awal maupun terlambat memberikan dampak pada perkembangan (Santrock, 2002).

2.2. Perubahan Kognitif

Santrock (2002) mengatakan bahwa pada saat memasuki usia remaja, seorang memiliki pemikiran yang lebih abstrak, logis, dan idealistis. Selain itu, remaja juga mampu menguji pemikiran sendiri, pemikiran orang lain, dan pemikiran orang lain mengenai remaja tersebut.

Tokoh psikologi, Piaget meyakini bahwa pemikiran operasional formal terjadi pada usia 11 sampai dengan 15 tahun. pada tahap ini, remaja mulai membuat hipotesis dan membuat penalaran-penalaran yang abstrak. Selain abstrak, remaja juga berpikir secara idealistis yaitu remaja mulai berpikir tentang ciri ideal bagi mereka dan

(42)

ciri-ciri ideal menurut orang lain. Kemudian, remaja tersebut membandingkan ciri-ciri yang mereka miliki dengan ciri-ciri yang dimiliki orang lain. Selain berpikir abstrak dan ideal, seorang remaja juga berpikir secara lebih logis. Pada pemikiran yang logis, remaja mulai berpikir mengenai cara pemecahan masalah secara lebih sistematis.

Dalam kognisi sosial, pemikiran remaja juga bersifat egosentrisme. Egosentrisme remaja dibagi menjadi dua yaitu penonton khayalan dan dongeng pribadi. Penonton khayalan (imaginary audience) adalah keyakinan seorang remaja bahwa orang lain memperhatikan dirinya sama seperti remaja tersebut yang juga memperhatikan dirinya. Dongeng pribadi (personal fable) yaitu perasaan unik remaja yang beranggapan bahwa orang lain tidak dapat mengerti dan merasakan perasaan yang dialami remaja tersebut. Masa remaja juga merupakan masa meningkatnya pengambilan keputusan. Hasil perbandingan antara anak-anak, remaja awal, dan remaja akhir yaitu remaja awal cenderung menghasilkan pilihan-pilihan yang lebih baik daripada anak-anak. remaja awal juga dapat mengantisipasi akibat dari keputusan-keputusan yang dibuat. Akan tetapi, remaja awal kurang kompoten bila dibanding dengan remaja akhir dalam ketrampilan pengambilan keputusan. Meskipun demikian, pengalaman juga memiliki peran penting dalam mengambil keputusan (santrock p. 13,

(43)

2002). Remaja juga perlu memiliki banyak peluang untuk mendiskusikan dan mempraktikkan keputusan yang realistis.

C. Ujian Nasional

1. Pengertian Ujian Nasional

Setiap siswa yang duduk di bangku akhir sebuah jenjang pendidikan akan mengikuti dan melalui kegiatan atau evaluasi pengukuran yang disebut dengan ujian nasional (Fauziah, 2011; Naviska, 2012; Puspitasari, 2009).

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 97 tahun 2013 pada BAB I dengan Ketentuan Umum dalam pasal 1 ayat 5 menyatakan bahwa Ujian Nasional atau yang biasa dikenal dengan UN adalah kegiatan pengukuran dan penilaian pencapaian standar kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu. Ujian Nasional merupakan salah satu cara pemerintah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia (Puspitasari, 2009). Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional republik Indonesia Nomor 34 tahun 2007, ujian nasional didefinisikan sebagai kegiatan pengukuran dan penilaian kemampuan dan kompetensi peserta didik secara nasional (Fauziah, 2011).

Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat dikatakan bahwa ujian nasional merupakan kegiatan pengukuran atau evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang telah distandarisasi oleh pemerintah untuk mengendalikan mutu pendidikan secara nasional.

(44)

2. Manfaat Ujian Nasional

Pelaksanaan ujian nasional masih menimbulkan pro dan kontra (Bidang Pendayagunaan dan Pelayanan Data Statistik Pendidikan, 2012). Ujian nasional memiliki dampak negatif dan positif (Puspitasari, 2010).

Sebagian masyarakat berpendapat bahwa UN hanya mengukur aspek kognitif dan menghamburkan uang. Meskipun demikian, ujian nasional tetap di pertahankan sebagai pengendali mutu pendidikan yang mendorong peserta didik, pendidik, dan penyelenggara untuk bekerja sama dan bekerja keras demi memperoleh hasil yang baik (Puspitasari, 2010).

Pemerintah dapat mengendalikan mutu pendidikan berdasarkan ujian nasional (Fauziah, 2011). Akan tetapi, ujian nasional juga memberikan dampak pada siswa seperti kecemasan yang jika berada pada tingkat tinggi maka akan berujung pada depresi (Puspitasari, 2010).

3. Dampak Ujian Nasional

Ujian Nasional memberikan beban tersendiri bagi siswa yang akan mengikuti ujian nasional. Perasaan ini muncul ketika siswa menempati kelas akhir pada suatu jenjang pendidikan (Pupitasari, 2010). Menurut Harti dalam Puspitasari (2010), siswa akan merasakan kecemasan ketika tidak mampu mencapai standar kelulusan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan beberapa survey, keberatan yang dilakukan masyarakat didasarkan pada beberapa alasan seperti adanya guru yang mengatakan bahwa penyelenggaraan ujian nasional menimbulkan diskriminasi terhadap sejumlah mata pelajaran, menimbulkan perasaan tertekan dan cemas yang

(45)

berlebihan karena takut tidak lulus (Bidang Pendayagunaan dan Pelayanan Data dan Statistik Pendidikan, 2012).

Di sisi lain, ketika seorang tidak lulus ujian nasional maka orang tersebut cenderung merasakan emosi negatif. Saat mengalami emosi negatif, seorang juga cenderung melakukan tindakan yang kurang tepat (Sobur, 2003).

D. Regulasi Emosi Remaja Yang Tidak Lulus Ujian Nasional

Pada dasarnya, pemerintah melaksanakan ujian nasional agar dapat mengendalikan mutu pedidikan pada setiap daerah dan mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik (Fauziah, 2011; Puspitasari, 2010). Sebagian siswa yang akan mengikuti ujian nasional, cenderung belajar dan bekerja keras untuk lulus dalam ujian nasional (Puspitasari, 2010). Setiap siswa yang mengikuti ujian nasional memiliki harapan untuk lulus. Namun, pada kenyataannya setiap tahun selalu ada fenomena mengenai hal-hal negatif yang dilakukan oleh siswa yang tidak lulus ujian nasional (Fauziah, 2011). Seorang individu memiliki emosi yang negatif ketika kenyataan tidak sesuai dengan harapan sehingga cenderung memberi respon emosi yang kurang tepat (Sobur, 2003).

Beberapa fenomena yang terjadi saat seorang dinyatakan tidak lulus yaitu melempar batu ke gedung sekolah, mengamuk ke sekolah, mengalami depresi hingga ingin bunuh diri bahkan telah ada yang bunuh diri (Puspitasari, 2010; http://www.lihat.co.id/2013/05/5-aksi-pelajar-gagal-lulus-un-sampai.html#axzz3CzSsJeG5).

(46)

Dalam upaya mengurangi respon emosi yang kurang tepat, seorang individu tidak hanya mengalami sebuah perasaan tetapi juga mampu untuk mengelola perasaan yang tersebut (Wade dan Travis, 2007). Adapun upaya untuk menghindari respon emosi yang kurang tepat yaitu dengan mengelola atau meregulasi emosi yang dialami.

Regulasi emosi memberikan dampak positif dalam upaya mengurangi respon yang kurang tepat (Sobur, 2003). Saat ini banyak penelitian terkait regulasi emosi tetapi selalu dihubungkan dengan variabel lain. Begitu juga dengan penelitian terkait ujian nasional yang dikaitkan dengan variabel lain (Widuri, 2012; Puspitasari, 2010). Oleh karena itu, peneliti akan meneliti fenomena yang terjadi mengenai regulasi emosi remaja yang tidak lulus ujian nasional menggunakan metode kualitatif fenomenologi.

(47)

Skema 2.1 Kerangka Berpikir

Skema kerangka penelitian regulasi emosi remaja yang tidak lulus ujian nasional di Kupang

Fenomena UN di Indonesia

Emosi negatif

Lulus Tidak Lulus

Harapan tidak sesuai dengan kenyataan

Respon kurang tepat (Sobur, 2003)

(48)

E. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian dalam kualitatif menurut Creswell (2010) terdiri dari dua bentuk yaitu rumusan masalah utama dan beberapa subrumusan masalah spesifik. Rumusan masalah utama adalah pertanyaan utama dari suatu penelitian yang bersifat umum. Pertanyaan utama dalam penelitian ini yaitu bagaimana regulasi emosi remaja di Kupang yang tidak lulus ujian nasional.

Bentuk pertanyaan penelitian yang kedua yaitu subrumusan atau subpertanyaan. Subpertanyaan dimaksudkan untuk mempersempit fokus penelitian, tetapi tidak menutup diri untuk kemungkinan yang akan muncul (Creswell, 2010). Subpertanyaan dalam penelitian ini yaitu:

a. Apa yang dirasakan remaja yang tidak lulus ujian nasional.

b. Apa yang dilakukan remaja tersebut saat mengetahui tidak lulus ujian nasional.

c. Apa yang mendorong remaja mengelola emosi dan melanjutkan pendidikan.

d. Apa yang dirasakan dan manfaat apa yang diperoleh setelah mengelola emosi.

(49)

30 BAB III

METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional

Regulasi emosi merupakan proses merasakan, memelihara, dan mengelola emosi dalam upaya menyesuaikan diri dengan fungsi sosial (Zimmermann et al., 2014; Feng et al., 2009). Regulasi emosi juga merupakan kemampuan untuk tetap tenang saat berada di bawah tekanan (Rasyid, 2012). Selain itu, regulasi emosi memberikan dampak positif dalam upaya mengurangi respon yang kurang tepat (Sobur, 2003). Dengan demikian, regulasi emosi merupakan kemampuan dan proses seseorang dalam hal merasakan, memelihara, dan mengelola emosi agar dapat memberikan respon yang tepat.

B. Jenis Penelitian

Peneliti akan menggunakan metode kualitatif dalam penelitian ini. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara mengeksplorasi, deskripsi, dan interpretasi terhadap pengalaman personal dan sosial dari partisipan penelitian. Tujuan penelitian kualitatif yaitu memberikan uraian deskriptif mengenai fenomena yang diselidiki. Penelitian ini melibatkan pengumpulan data dalam bentuk laporan verbal naturalistik seperti transkip wawancara atau pernyataan tertulis kemudian analisis yang dilakukan bersifat tekstual (Smith, 2009).

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis fenomenologi deskriptif. Metode ini digunakan oleh peneliti karena dapat

(50)

mengidentifikasi pengalaman manusia mengenai suatu fenomena secara lebih mendalam. Fenomenologi merupakan metode analisis dimana peneliti akan berusaha menemukan makna yang terkandung di dalam sebuah fenomena. Partisipan dalam penelitian ini akan menjadi pihak pertama dalam mendeskripsikan kehidupan yang dialami (Smith, 2009). Selama proses ini berlangsung, peneliti diharapkan tidak melibatkan pengalaman pribadi.

C. Fokus Penelitian

Penelitian ini berfokus pada bagaiamana regulasi emosi remaja yang tidak lulus UN memilih untuk tidak melakukan tindak anarki dan melanjutkan pendidikan. Gambaran regulasi emosi yang akan dilihat yaitu emosi yang dirasakan saat mengetahui hasil UN dan proses regulasi emosi yang dilalui untuk mengelola emosi sehingga tidak melakukan tindak anarki dan melanjutkan pendidikan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi remaja untuk melanjutkan pendidikan. Hal ini menjadi menarik untuk diteliti, mengingat remaja memiliki emosi yang cenderung kurang stabil (Panuju & Usnami, 1999). Selain itu, saat harapan individu tidak sesuai dengan kenyataan maka individu tersebut cenderung memberikan respon yang kurang tepat sehingga kemungkinan remaja tersebut memiliki faktor-faktor pendorong untuk mengendalikan emosi sehingga tidak melakukan respon yang tidak tepat.

(51)

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini berjumlah empat orang. Subjek dipilih menggunakan purposive sample yaitu subjek ditentukan berdasarkan kriteria tertentu dari peneliti (Sugiyono, 2014; Meleong, 2014). Kriteria yang dibuat oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Siswa yang dinyatakan tidak lulus dalam ujian nasional SMP, SMA, atau SMK di Kota Kupang,

2. Tidak melakukan tindak anarki, mengikuti ujian paket, dan melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya,

3. Berada dalam rentang usia 13 sampai dengan 21 tahun. Hal ini disebabkan pembagian usia remaja menurut Harlock berada pada rentang 13 sampai dengan 21 tahun.

Selain itu, peneliti juga menggunakan teknik snow ball karena peneliti dapat bertanya kepada subjek penelitian yang telah diwawancara sebelumnya mengenai seseorang yang dapat dihubungi untuk dijadikan subjek penelitian selanjutnya (Djaelani, 2013; Sugiyono, 2014)

E. Metode Pengambilan Data

Proses pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode Wawancara Semi-Terstruktur. Jenis wawancara ini termasuk dalam kategori in-depth-interview, dan pelaksanaanya lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan, pendapat, dan ide secara lebih terbuka dari pihak yang diwawancara (Sugiyono, 2014). Pewawancara akan bertanya sesuai dengan

(52)

pertanyaan pada pedoman wawancara. Akan tetapi, urutan pertanyaan tidak sama pada setiap subjek penelitian karena tergantung pada jawaban setiap subjek penelitian (Rachmawati, 2007). Peneliti menggunakan wawancara semi-terstruktur karena metode ini memberi peluang kepada peneliti untuk menanyakan beberapa hal yang muncul dari pernyatan-pernyataan subjek penelitian (D-Bloom et al., 2006). Data wawancara akan direkam menggunakan handphone kemudian akan disalin kedalam bentuk verbatim.

Sebelum melakukan wawancara, peneliti menyusun rumusan pertanyaan dan dijadikan sebagai panduan selama proses wawancara. Hal ini dilakukan agar peneliti fokus dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Rumusan pertanyaan yang disusun bersifat terbuka dengan maksud tidak mengarahkan subjek pada jawaban tertentu (D-Bloom et al., 2006). Berdasarkan paparan di atas, adapun pertanyaan besar dalam penelitian ini yaitu bagaimana regulasi emosi pada remaja yang tidak lulus ujian nasional di Kota Kupang. Dalam upaya memperoleh jawaban atas pertanyaan besar tersebut, diperlukan pertanyan-pertanyaan kecil. Pertanyaan kecil dimaksudkan untuk mengetahui proses remaja dalam mengelola emosi yang dialami. Adapun pertanyaan-pertanyaan kecil akan diuraikan dalam tabel berikut.

(53)

Tabel 3.1 Pedoman Wawancara

No. Pertanyaan Tujuan

1. Apakah anda pernah mengikuti ujian nasional ?

memastikan bahwa interviewee pernah mengikuti ujian nasional.

2. Pada tahun berapa anda mengikuti ujian nasional ?

Ingin mengetahui pada tahun berapa peristiwa tersebut terjadi

3. Bagaimana hasil ujian nasional anda ?

Ingin memastikan bahwa interviewee memenuhi kriteria untuk dijadikan subjek

4. bagaimana perasaan saat anda tidak lulus?

mengetahui emosi yang dirasakan saat tidak lulus ujian nasional

5. Mengapa anda merasakan perasaan yang dimaksud?

Mengetahui alasan di balik emosi yang dirasakan

6. Saat anda mengetahui bahwa anda tidak lulus dan mengalami emosi tersebut, apa yang anda lakukan?

Ingin mengatahui tindakan-tindakan yang dilakukan sebagai akibat dari emosi yang dirasakan.

7. Mengapa anda memilih untuk bertindak demikian? (Misalnya berdiam diri di rumah)

Pertanyaan ini akan memberikan informasi mengenai proses regulasi

(54)

merasakan emosi tersebut ? interviewee mengalami perasaan tersebut

9. Setelah itu, apa yang anda lakukan ?

 Ingin mengetahui tindakan yang dilakukan setelah mengalami emosi tersebut

 mengetahui bagaimana proses regulasi emosi

10. Bagaimana sampai akhirnya anda melakukan hal tersebut (hal yang dimaksud terdapat pada jawaban soal nomor 9)?

Mengetahui hal-hal yang mempengaruhi regulasi emosi seperti dorongan dari keluarga dan lingkungan serta keinginan diri sendiri)

11. Bagaimana perasaan anda dan manfaat yang anda peroleh setelah anda mampu mengelola emosi, kembali termotivasi, memiliki keinginan untuk terus berjalan menuju jenjang yang lebih tinggi?

Ingin mengetahui perasaan dan manfaat yang diperoleh interviewee setelah mampu mengelola emosi yang dialami.

Berdasarkan metode diatas, maka proses pengumpulan data akan dilakukan sebagai berikut:

(55)

2. Setelah memperoleh (calon) subjek, peneliti akan menjalin rapport dengan setiap (calon) subjek secara personal kemudian menjelaskan kepada (calon) subjek mengenai kebutuhan peneliti untuk memperoleh data sebagai pemenuhan tugas akhir

3. Peneliti akan menjelaskan kepada setiap (calon) subjek secara personal mengenai topik dan tujuan penelitian

4. Menanyakan kesediaan (calon) subjek untuk menjadi subjek penelitian 5. Jika (calon) subjek bersedia menjadi subjek penelitian maka peneliti akan

menanyakan kesediaan waktu subjek untuk melakukan wawancara 6. Peneliti akan melaksanakan wawancara sesuai jadwal yang telah

disepakati bersama. Sebelum wawancara dimulai, peneliti meminta ijin kepada subjek untuk menggunakan alat bantu rekam berupa handphone agar mempermudah peneliti untuk membuat verbatim

7. Peneliti mendengar hasil wawancara kemudian membuat verbatim lalu memulai untuk menganalisis data

8. Peneliti membaca verbatim secara berulang dan akan kembali melakukan wawancara apabila data-data yang diharapkan belum muncul.

9. Hasil analisis dibaca oleh subjek dan teman atau peneliti yang lebih ahli untuk memperoleh kredibilitas penelitian

F. Prosedur Analisis Data

Analisis data dalam kualitatif menurut Bogdan dan Biklen (dalam Meleong, 2014) adalah upaya yang dilakukan dengan cara mengorganisasi data, memilah-milah data menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesis

(56)

data tesebut, mencari dan menemukan pola, menemukan sesuatu yang penting dan yang dapat dipelajari, serta memutuskan sesuatu yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Metode analisis data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu analisis fenomenologi deskriptif. Menurut Giorgi, terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan yaitu:

1. Langkah pertama yang dilakukan yaitu membaca secara berulang keseluruhan data yang telah diverbatim. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat memahami deskripsi pengalaman yang muncul.

2. Langkah yang kedua yaitu melakukan konstitusi terhadap data. Tahap ini lebih menekankan pada rangkuman sehingga dapat memberikan penjelasan terhadap masalah-masalah implisit. Konstitusi terhadap data yang dimaksud yaitu dengan melakukan unit makna, karena yang menjadi tujuan dari analisis yaitu makna. Unit makna dapat dihasilkan dari membaca data deskripsi secara berulang dan cermat. Setiap peneliti dapat memberikan tanda seperti garis miring dalam teks apabila peneliti tersebut menemukan transisi makna.

3. Langkah yang ketiga yaitu tranformasi. Dalam tahap ini, diperlukan sedikit generalisasi pada tingkatan tertentu dengan maksud menampakkan sesuatu yang implisit, khususnya dalam makna psikologi. Hal ini dilakukan dengan maksud membuat tampak pada makna-makna psikologis yang berperan dalam pengalaman tersebut.

(57)

G. Kredibilitas Penelitian

Kredibilitas merupakan istilah lain untuk membahasakan validitas dalam penelitian kualitatif. Validitas kualitatif menurut Gibs (dalam Creswell, 2010) merupakan pemeriksaaan akurasi hasil penelitian dengan menerapkan prosedur-prosedur tertentu. Meleong (2014) menyatakan bahwa diperlukan pemeriksaan dalam upaya menemukan kredibilitas penelitian yang didasarkan pada beberapa kriteria tertentu. Salah satu teknik pemeriksaan Meleong yang digunakan oleh peneliti yaitu melakukan inkuiri terhadap data sehingga tingkat kepercayaan penemuan dapat dicapai kemudian menunjukkan hasil penemuan kepada yang subjek penelitian. Selain itu, peneliti juga melakukan beberapa prinsip umum yang dikemukakan Yardley (dalam Smith, 2009) yaitu transparansi dan koherensi. Kedua tahap ini mengacu pada tahapan-tahapan proses penelitian yang dijabarkan dalam laporan penelitian, seperti melakukan deksripsi yang cermat terkait partisipan, jadwal dan pelaksanaan wawancara, serta langkah-langkah yang diterapkan dalam analisis.

Menurut Yin (dalam Smith, 2009), salah satu cara untuk mengetahui validitas laporan penelitian yaitu dengan mengarsipkan semua data sehingga dapat ditelusuri sebagai bukti atas laporan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode wawancara sehingga peneliti mengarsipkan pertanyaan penelitian, jadwal wawancara, kaset rekaman, transkip wawancara, dan koding dari data yang diperoleh. Smith (2009) menyatakan bahwa audit independen merupakan cara yang bermanfaat dalam menegakkan kualitas penelitian kualitatif akan tetapi bukanlah menjadi satu-satunya cara

(58)

yang dapat dilakukan. Oleh karena itu, setelah mengarsipkan semua data maka peneliti akan meminta bantuan kepada teman dan atau dosen pembimbing untuk mengecek laporan final terkait kredibilitas penelitian dan benar adanya dalam hal data yang telah dikumpulkan.

(59)

40 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelum melakukan penelitian antara lain:

a. Peneliti membuat surat ijin penelitian yang ditujukan kepada Kapolsek Kupang Kota. Surat tersebut dibuat dengan tujuan melakukan wawancara kepada Kapolsek Kupang Kota untuk memperoleh data terkait topik penelitian.

b. Setelah memperoleh data yang dibutuhkan, peneliti juga melakukan penelitian di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT untuk memperoleh data terkait topik penelitian.

c. Setelah memperoleh data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, peneliti melakukan wawancara kepada salah seorang dari setiap pengurus pada beberapa lembaga penyelenggaraan ujian paket terkait jumlah siswa yang mengikuti ujian paket.

d. Setelah itu, peneliti meminta ijin untuk memperoleh data-data siswa yang mengikuti ujian paket di lembaga tersebut. Setelah memperoleh data yang dimaksud, peneliti mencari tahu alamat tempat tinggal siswa yang tertera pada data yang diperoleh dari lembaga penyelenggara ujian paket.

(60)

e. Setelah bertemu dengan siswa dan memastikan bahwa siswa tersebut masuk ke dalam kriteria penelitian dalam topik ini, maka peneliti segera meminta kesediaan siswa tersebut untuk berpartisipasi dalam penelitian ini menjadi subjek penelitian.

f. Setelah subjek bersedia, peneliti akan mejelaskan mengenai topik, tujuan, dan prosedur dalam penelitian ini. Selain itu, peneliti juga menyatakan secara langsung kepada setiap subjek bahwa peneliti menjamin kerahasiaan data yang diberikan oleh subjek. Data yang diberikan oleh subjek hanya dipergunakan untuk keperluan penelitian. g. Selain itu, peneliti juga memberitahukan kepada subjek bahwa peneliti mengunakan handphone sebagai alat perekam untuk merekam setiap sesi wawancara dengan baik. setelah itu, peneliti memulai untuk melakukan wawancara.

2. Pengambilan Data Penelitian

Pada proses pengambilan data, peneliti melakukan pengambilan data dengan melakukan wawancara secara langsung dan adapun melalui telepon. Pada subjek A, B, dan C peneliti melakukan wawancara utama secara langsung sedangkan peneliti melakukan penggalian data atau probing melalui telepon. Pada subjek D, peneliti melakukan wawancara utama dan penggalian data atau probing melalui telepon. Hal ini dikarenakan subjek dan peneliti mengalami kendala untuk bertemu secara langsung.

(61)

Creswell (2010) mengatakan bahwa kelebihan melakukan wawancara melalui telepon yaitu partisipan dapat lebih leluasa memberikan informasi. Hal ini juga mendorong peneliti melakukan wawancara bukan hanya berhadapan secara langsung tetapi juga melalui telepon. Meskipun demikian, terdapat kelemahan pengambilan data utama dan probing untuk subjek IV yang dilakukan melalui telepon yaitu peneliti tidak bisa berhadapan dan melihat secara langsung gerak tubuh dan ekspresi emosi subjek. Dibawah ini adalah jadwal pengambilan data wawancara yang dilakukan peneliti di Kupang dan melaui handphone.

Tabel 4.1

Waktu dan Tempat Penelitian

Hari / tanggal Waktu Tempat

A Kamis, 22 Oktober 2015 Kamis, 5 November 2015 17.35-18.55 WITA 07.50-08.35 WIB Rumah Subjek Via Handphone B Minggu, 25 Oktober 2015 Minggu, 8 November 2015 09.30-10.55 WITA 21.55-22.20 WIB Rumah Makan Via Handphone C Minggu, 25 Oktober 2015 Senin, 9 November 2015 11.00-12.00 WITA 19.30-19.57 WIB Rumah Makan Via Handphone D Selasa, 10 November 2015 Kamis, 12 November 2015 09.30-10.15 WIB 21.25-21.31 WIB Via Handphone Via Handphone

(62)

B. Hasil Penelitian 1. Profil Subjek

Tabel 4.2 Profil Subjek

NO. Keterangan Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Subjek 4

1. Inisial A B C D

2. Usia 15 tahun 16 tahun 15 tahun 15 tahun

3.

Jenis Kelamin

Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki

4. Urutan kelahiran 4 dari 4 bersaudara 5 dari 5 bersaudara 1 dari 4 bersaudara 1 dari 2 bersaudara 5. Jumlah saudara 3 4 3 1 6. Tidak lulus pada jenjang pendidikan SMP SMP SMP SMP

2. Latar Belakang Subjek a. Subjek 1 (A)

Subjek merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Subjek memiliki dua orang kakak perempuan dan seorang kakak laki-laki. Subjek memandang dirinya sebagai orang yang ceria. Sifat positif yang dimiliki subjek yaitu rajin dan jujur. Hal ini dikarenakan subjek

(63)

meyakini bahwa apabila ia rajin maka ia akan menjadi sukses. Di sisi lain, subjek mengatakan bahwa ia termasuk pribadi yang kurang bergaul karena takut terjemurus ke dalam hal-hal negatif seperti penggunaan obat terlarang dan minum minuman keras. Subjek juga mengatakan bahwa ia termasuk pribadi yang tidak disiplin waktu sehingga cenderung terlambat dalam beberapa kegiatan. Meskipun demikian, subjek mengatakan bahwa sifat yang paling menonjol yaitu penurut dan dinilai sebagai sosok yang pendiam oleh teman-temannya. Subjek juga mengatakan bahwa ia termasuk sosok yang cukup berperan dalam melakukan pekerjaan rumah. Motto hidup yang dimiliki subjek yaitu ora et labora yaitu berdoa dan bekerja. Subjek meyakini bahwa apabila ia berdoa dan bekerja maka tidak ada yang tidak mungkin.

Dalam bidang akademis, subjek mengatakan bahwa ia pernah mendapat ranking 6 saat SD kelas V dan ranking 8 saat SMP kelas III semester genap. Mata pelajaran yang disukai oleh subjek saat duduk di bangku SMP yaitu Pendidikan Jasmani dan Rohani (PENJAS). Hal ini dikarenakan subjek termasuk individu yang gemar berolahraga. Sebaliknya, mata pelajaran yang kurang disukai subjek yaitu Matematika dan Bahasa Inggris. Subjek mengatakan bahwa pelajaran matematika banyak menggunakan rumus sedangkan pelajaran bahasa inggris banyak mempelajari mengenai percakapan sehingga membuat subjek tidak terlalu menyukai kedua mata pelajaran tersebut.

Gambar

Tabel 3.1  Pedoman Wawancara
Tabel 4.2  Profil Subjek

Referensi

Dokumen terkait

3.Kualitas barang lebih baik  Tidak boleh ada tambahan biaya , pembeli berhak menerima maupun menolak... Waktu penyerahan barang pada saat jatuh tempo .. pembeli harus menerimanya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan untuk peneliti ethnomathematics baik dalam mengungkap ide matematis pada masyarakat adat. Cireundeu, Kota Cimahi,

Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka dengan demikian rakyat dapat secara bebas memilih dan menentukan calon anggota yang dipilih. Maka dengan diberikan

Malaysian palm oil futures fell to a three-week low on Thursday as market worried on demand outlook that could take a hit from a European Union (EU) move towards banning the use

Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa (1) penerapan Teori Atribusi Weiner dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang analisis pendapatan nasional; (2) penerapan

Di samping itu, seperti yang telah saya paparkan, masuk atau bertambahnya alokasi obligasi Indonesia dalam indeks obligasi dunia juga membuat dana asing pada pasar

c) Sekat-sekat ruang utama (Menggunakan bahan yang kuat dan lembut, membuat sekat menjadi lebih ketat serta khusus untuk sekat laptop agar ditambah bantalannya

kalisari damen Surabaya, 10 Desember 2017.. Jadi, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi minat baca anak di taman baca kampung pemulung kalisari damen Surabaya antara