• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Bharatayuda adalah perang besar antara kaum bharata yang merupakan keturunan dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Bharatayuda adalah perang besar antara kaum bharata yang merupakan keturunan dari"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bharatayuda adalah perang besar antara kaum bharata yang merupakan keturunan dari KerajaanHastina dalam epos besar Mahabharata. Peperangan ini melibatkan dua keturunan Hastina yaitu Pandawa dan Kurawa. Pandawa adalah para putra Pandu Dewanata dari Dewi Kunti dan Dewi Madrim yang berjumlah 5 orang, sedangkan Kurawa merupakan para putra Destarata dari Dewi Gandari yang berjumlah 100 orang. Peristiwa itu tertulis dalam buku Mahabharata karya C. Rajagopalachari, dan epos Mahabharata ini seringkali dijadikani sumber literer dalam kekaryaan kesenian baik itu tari maupun seni-seni lainnya.

Berangkat dari epos Mahabharata di atas,penata mengambilsalah satukisah sebagai acuan garap penciptaan tari, yaitu kisah Destarata. Diceriterakan tokoh Destarata sabagai Raja Hastina ditakdirkan tidak bisa mencegah perangantara Pandawa dan Kurawa, bahkan ia terpaksa menyaksikan perang besar itu hingga peperangan berakhir. Destarata memiliki kekurangan dalam tubuh, yaitu matanya buta,tetapi di balik kekurangan itu dia mempunyai kesaktian yang dinamakan “kumbalageni”dimanakesaktian tersebutdapat menghancurkan benda apa saja yang dipegang tangannya hingga menjadi abu.

Setelah peristiwa Bharathayuda berakhir, Destarata menyerahkan tahta kerajaan Hastina kepada Yudhistira dan meninggalkan istana pergi ke gunung, masuk ke hutan, dan hidup sederhana sebagai pertapa, hingga menunggu waktu ajal datang menjemput. Ia bersama permaisurinya (Dewi Gandari) meluapkan semua perasaan yang ada dalam hatinya, perasaan

(2)

marah yang bergejolak atas kejadian yang dialaminya di kerajaan Hastina yang merenggut seluruh anak-anaknya beserta semua harapannya dengan kepasrahan dirinya melalui bertapa.

Di hutan tempat bertapanya, Destarata beserta istrinya yaitu Dewi Gandari ditemani oleh Dewi Kunti dan Aria Yama Widura bertapa dengan kepasrahan yang tulus. Mereka sudah tidak memperhatikan situasi lingkungan sekitar yang pada saat itu dalam keadaan kemarau dahsyat. Pepohonan kering, daun-daun berguguran, tanah yang tandus, semua keadaan itu tidak mempengaruhi kekhusyuan mereka.Takdir sudah ditetapkan, akibat kecerobohan pemburu yang tidak memperhatikan kekeringan lingkungan dalam keadaan kemarau tersebut, maka hutan tempat bertapa Destarata bertapa terbakar. Api pun membakar hutan tersebut, sehingga memusnahkan hutan beserta isinya termasuk Destarata yang sedang melakukan tapa brata di hutan tersebut.

Berdasarkan cuplikan kisah Barathayuda itu, penata akhirnya menetapkan judul karya tari yaitu “Pratapalaya”, yang berarti gugurnya seorang pertapa, yaitukematianDestarataketika bertapa. Secara etimologis atau pendekatan ilmu bahasa, “Pratapalaya”terdiridaridua kata yaitupratapadanlaya. Pengertian “Pratapa” ini terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan ke-9yaitu :

Pratapa dikonotasikan sebagai pertapa yang artinya menjalani olah batin denganmengasingkan diri dari keramaian dunia serta menahan hawa nafsu, seperti; menahan rasa lapar, rasa haus, dan rasa kantuk serta menahan nafsu lain yang bersifat biologis, agar dapat mencapai ketenangan batin dan rasa hening yang menunjang tercapainya pernyataan rasa dan cipta sehingga sampai ketingkat kepasrahan yang tinggi kepada Tuhan Yang Maha Kuasa guna ajaran secara gaib sesuai dengan tujuan spiritual yang ingin dicapainya (1997: 1009).

Sedangkan kata “laya” dalamkamusbahasa Sunda R.A. Danadibrata mengandung pengertian “mati”, “maot”, gugur, “pugur”. Dari penjelasan diatas, penata menyimpulkan bahwa

(3)

makna simbolik yang terdapat dalam judul ini adalah sikap rela berkorban baik jiwa maupun raga, suatu sikap yang sudah ditemukan dikalangan masyarakat sekarang. Penata merasakan bahwa masyarakat sekarang cenderung acuh tak acuhlebih mementingkan diri sendiri rata-rata masyarakat sekarang sudah tidak memiliki rasa kebersamaan dalam kehidupan sosialnya. Oleh karena itu, judul di atas dimaksudkan pula sebagai kritikan penata terhadap kehidupan masyarakat sekarang ini. Sikap rela berkorban harus ditumbuhkan kembali dalam setiap individu agar terciptanya kondisi kehidupan sosial yang kondusif.

Mengacu pada pemahaman atau interpretasi yang mendasari konsep garap di atas, penata menemukan peluang garap dari sisi koreografi, rias dan busana. Penjelajahan gerak yang penatagunakandiambildaribentuk-bentukatausikap-sikap gerak yang ada dalam tari tradisi sunda, seperti, capangan, sembada, nyawang. Gerak-gerak tari tersebut, kemudian penata kembangkan sehingga memunculkan gerak-gerak baru. Desain kostum yang digunakan yaitu penata menggunakan kain berwarna putih dengan panjang empat meter, kemudian penata eksplorasi sehingga menjadi pakaian seorang pertapa. Pemakaian kostum seperti yang telah disebutkan tadi yaitu untuk menyesuaikan padatema yang di usung dan bentuk desain koreografi yang penata olah.Adapun garapan musik yang digunakanyaitumenggunakan seperangkat gamelan berlaras salendro yang digarap sedemikian rupa sehingga dapat membantu untuk membangun suasana-suasana yang diangkat dalam setiap adegan pada garapan tari “Pratapalaya”.

Sebagai minat utama dalam pilihan Ujian Tugas Akhir, penulis memilih minat pencitaan tari didasari oleh kesadaran bahwa tarimerupakan media pengungkapan perasaan yang muncul dari jiwa seseorang yang diwujudkan melalui gerak-gerak tubuh sehingga menghasilkan sebuah karya seni. Dalam hal ini Alma Hawkins dalam bukunya berjudul “Creating Through Dance” mengatakan, bahwa: ”Tari adalah ekspresi manusia yang paling dasar dan paling tua. Melalui

(4)

tubuhnya, manusia memikirkan dan merasakan ketegangan dan ritme-ritme alam sekitarnya, dan selanjutnya menggunakan tubuh sebagai instrumen, ia mengekspresikan respons-respons perasaannya kepada alam sekitar.”(Terj. Y. Sumandiyo Hadi,2003:1).

Menyadari tugas dari seorang kreator tari, maka penata harusmemilikipemikiran yang tajamataupekaterhadapsuatuperistiwa yang pernahdialamidalamkehidupan ini,karena hal itumerupakansalahsatucarauntukmempermudahmenyampaikanmaksud-maksud yang akandituju yang adadidalamsebuahkaryatari. Di samping itu, seorang piñata tari harus memiliki kemampuan yang mumpuni terutama dalam hal keterampilan serta mempunyai kepekaan dan nalar yang luas sehingga dapat membaca fenomena yang terjadi sehingga menghasilkan karya yang inovatif dan berkualitas.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan ide garap yang akanmengangkatsuatuperistiwa yang diambildarikisah Mahabharata tentang perjalanan tokoh Destarata ketika turun dari tahta kerajaan Hastina, maka permasalahan dalam garapan ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep garap itu dapat diwujudkan dalam bentuk karya tari yang diberi judul “Pratapalaya”?

2. Bagaimana makna atau nilai simboliknya dapat diwujudkan secara integral dalam karya “Pratapalaya”?

C. TUJUAN PENCIPTAAN

Adapun yang menjadi tujuan dari proses penciptaan karya tari “Pratapalaya” ini adalah sebagai berikut:

(5)

1. Tercapainya perwujudan konsep garap dalam bentuk karya tari berjudul “Pratapalaya”; 2. Tercapainya perwujudan makna atau nilai simboliksecara integral dalam karya

“Pratapalaya”?

D. TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka terhadap beberapa karya tari dalam bentuk skripsi karya seni penciptaan tari penting dilakukan, yaitu untuk menghindari terjadinya penjiplakan karya seni. Beberapa skripsi yang terkait antara lain:

1. Skripsi karya seni penciptaan tari yang berjudul “Udagan” karya Dhendi Firmansyah, lulus tahun 2012, Jurusan Tari STSI Bandung.

Isi Garapan :

Karya tari ini mengangkat isi konsep garapan yang bersumber dari tradisi, yaitu mengembangkan dari ibing Tayub. Garapan yang berjudul “Udagan” ini sendiri bebentuk tradisi yang dikembangkan sedemikian rupa, hingga menjadi bentuk tari kontemporer.

Pada karya tari tersebut terdapat kesamaanyaitu, mengangkat isi konsep garapan yang bersumber dari konsep tradisi.Kesamaan disini dapat dilihat dari isi konsep garap ataupun dari segi koreografi yang digarap menjadi bentuk tari kontemporer.

2. Skripsi karya seni penciptaan tari yang berjudul “Dangiang Hanjuang” karya Sofian Hadi, lulus tahun 2013, Jurusan Tari STSI Bandung.

Isi garapan :

Karya tari ini mengangkat tentang kisah sosok Jaya Perkosa sebagai seorang patih Kerajaan Sumedang Larang pada masa kekuasaan Prabu Geusan Ulun. Kesetiaan,

(6)

kewibawaan, kebijaksanaan serta ketegasan yang dibarengi hati yang bersih menjadikan setiap orang segan terhadapnya. Garapan tari “Dangiang Hanjuang” merupakan gambaran Sosok Jaya Perkosa yang digarap dalam bentuk kelompok bertema, dalam garap koreografi mengacu dan mengembangkan dari pola tradisi yang mengambil dari pola gerak Tari Tayub, Keurseus, WayangdanTopeng Cirebon.

Pada karya tari tersebut terdapat kesamaanyaitu, mengangkat isi konsep garapan yang bersumber dari konsep tradisi. Namun terdapat perbadaan antara karya tari ini dengan karya tari penata yaitu dari segi bentuk. Karya tari ini berbentuk tarian bertema. Sedangkan karya tari yang penata garap yaitu berbentuk dramatik.

3. Skripsi karya seni penciptaan tari yang berjudul “Kaniaya” karya Rahmawaty Rahayu, lulus tahun 2013, Jurusan Tari STSI Bandung.

Isi garapan :

Karya tari ini menceritakan tentang saling aniaya di antara sepasang kekasih, yang diambil dari kisah kehidupan sehari-hari yang banyak dialami oleh beberapa orang. Karya tari ini disajikan secara garap tradisi. Distorsi dan stilasi gerak disusun dalam koreografi yang bersumber dari tari tradisi sunda. Gerak tradisi yang dikembangkan menjadi bentuk modern, tetapi tidak semua gerak yang ada dalam garapan ini bersumber dari gerak tradisi, ada pula yang diambil dari tari pop (popular).

Pada karya ini terdapat kesamaan, yaitu dari segi bentuk koreografi yang mengembngkan dari gerak-gerak tradisi. Tetapi pada karya “Pratapalaya” penata lebih spesisifik kepada pengembangan gerak-gerak tradisi dalam tari wayang seperti capangan, sembada, makutaan.

(7)

4. Skripsi karya seni penciptaan tari yang berjudul “ABICAPA” karya Rani Nuraeni lulus tahun 2007, Jurusan Tari STSI Bandung.

Isi garapan :

Karya tari ini mengangkat dari ceritera Mahabarata pada parwa (bagian) kedua, yaitu Sabhaparwa, yang menceritakan tentang taktik Kurawa untuk mengalahkan Pandawa melalui permainan adu dadu. Karya tari ini mengambil garapan dalam bentuk tari kelompok. Motif-motif gerak yang dijadikan sebagai bahan dasar karya tari ini adalah mengambil gerak-gerak tari tradisi yang telah ada seperti bentuk capang, lontang, keupat, dan beberapa aksen gerak yang mengarah pada bentuk gerak tari Bali serta menstilasi gerak-gerak keseharian seperti berjalan, berlari, melompat, dan berguling.

Pada karya ini terdapat kesamaan yaitu dari segi konsep/ide gagasan. Karya ini mengangkat ceritera yang bersumber dari kisah Mahabarata, yaitu menceritakan tentang kisah Sabhaparwa. Pada karya penata juga mengambil ceritera yang ada dalam kisah Mahabarata yaitu kisah setelah perang Barathayuda, yaitu mengangkat gambaran hati tokoh Destarata ketika melihat semua anaknya meninggal.

Berdasarkanpenelitian penata terhadap skripsi karya seni penciptaan di atas, maka garapan yang sedang dikerjakan oleh penata mempunyai nilai orisinalitas yang dapat dipertanggung jawabkan. Penata yakin, konsep penciptaan karya tari iniadalah murni dari sebuah proses kreatif yang penata lakukan dan belum pernah dilakukan oleh penata yang lain. Dengan demikiandapat disimpulkan bahwa karya tari “Pratapalaya” sama sekali sangat berbeda dengan karya-karya tari yang sudah ada,baik dalam segi penataan konsep garap, koreografi, musik tari, tata rias maupun busana.

(8)

Penata menyadari keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam menulis, oleh karena itudibutuhkan berbagai sumber literatur yang akan dijadikan acuan atau rujukan sebagai upaya memperkaya pewacanaan akademiknya. Beberapa sumber tulisan yang dimaksud, antara lain:

1. Buku yang berjudul Kitab Epos Mahabharata karya C. Rajagopalachari, terbitan tahun 2013; yang didalamnya membahas tentang kisah laki-laki dan perempuan heroik serta beberapa tokoh luar biasa. Dalam buku ini terdapat peristiwa yang menceritakan tentang tokoh Destarata, Raja Hastina, yang ditakdirkan tidak bisa mencegah perang, bahkan justru terpaksa menyaksikan perang besar itu hingga akhir. Ia memiliki kekurangan dalam tubuh, yaitu matanya buta, tetapi di balik kekurangan itu dia mempunyai kelebihan yaitu kesaktian yang dinamakan “Kumbalageni” dan kesaktian ini dapat menghancurkan benda apa saja yang dipegang tangannya hingga menjadi abu. Setelah Barathayuda usai, Destarata menyerahkan tahta kerajaan Hastina dan meninggalkan istana pergi ke gunung, masuk ke hutan, dan hidup sederhana sebagai pertapa, hingga menunggu waktu ajal datang menjemput. Ia bersama permaisurinya meluapkan semua perasaan yang ada dalam hatinya, perasaana marah yang bergejolak atas kejadian yang dialaminya di Hastina yang merenggut seluruh anak-anaknya dan harapannya dengan kepasrahan dirinya melalui bertapa.

2. Komik yang berjudul Pandawa Seda karya R.A. Kosasih, yang didalamnya menceritakan tentang kisah setelah perang Baratayuda, dimana perang itu dimenangkan oleh Pandawa. Ketika itu kerajaan Hastina yang dipimpin oleh Prabu Destarata, dan ketika itu pula Destarata turun dari kerajaan dan digantikan oleh Yudistira dari pihak dari Pandawa. Pada akhir cerita, para Pandawa menyucikan diri untuk naik ke gunung Mahameru untuk melihat surga. Tetapi ditengah-tengah perjalanan para Pandawa habis satu persatu karena mereka

(9)

tidak kuat mendaki gunung Mahameru. Hanya Yudistiralah yang sampai ke puncak Mahameru dan melihat surga.

3. Buku yang berjudul Komposisi Tari karya Jacqueline Smith terjemahan Ben Suharto, terbitan tahun 1985; yang didalamnya membahas tentang analisa gerak, bahasa, penetapan tari, gerak literal menjadi tari, eksplorasi teba, gerak dan makna. Penata tari harus mempunyai salah satu gagasan tersebut dalam benaknya. Penata tari telah mengambangkan isi gerak jauh dari sifat literal, dan menjadikan symbol sebagai kenyataan. Oleh karena itu simbol-simbol yang berfungsi sebagai saran dan penghalus perincian interpretasi, tetap berada pada imajinasi penonton.

4. Buku yang berjudul “Penciptaan Tari Sunda” karya Iyus Rusliana, diterbitkan tahun 2008, didalamnya membahas konsistensi memelihara dan menghidupkan kekayaan tari warisan leluhur perlu diusung oleh keanekaragaman hasil penciptaan tari Sunda di masa kini mesti selalu mencari peluang untuk meningkatkan kemampuan menggali nilai-nilai kelokalan dan mengkemasnya dengan perspektif global.

Pertanyaannya: Apa hubungannya daftar pustaka di atas dengan garapan tari Pratapalaya?

E. PENDEKATAN METODE GARAP

Karya tari ini merupakan hasil dari proses yang cukup panjang. Diawali dengan melakukan observasi terhadap sumber literer yaitu dengan membaca EposMahabharata, kemudian penata menemukan ide gagasan pada bagian akhir cerita tersebut. Bagian akhir dari cerita Mahabharatatersebut yaitu menceritakan tentang kemenangan Pandawa atas Kurawa. Kemudian penata mendapatkan inspirasi yaitu turunnya Destarata dari kerajaan Hastina karena atas kemenangan Pandawa dalam Baratahyuda. Dari proses tersebut maka lahir sebuah ide atau

(10)

gagasan, yang pada akhirnya penata ungkapkan dalam sebuah karya tari. Karya tari ini, panata arahkan dalam bentuk garap dramatik, karena karya tari ini mengusung suatu peristiwa yang terdapat dalam kisah Mahabharata. Garapan dramatik ini terdapat suatu gambaran alur cerita, seperti ditegaskan oleh RMA. Harymawan dalam bukunya yang berjudul Dramaturgi menjelaskan bahwa “struktur dramatik bermaksud agar aturannya itu dipakai sebagai dogma. Dia hanya menyelidiki bagaimana drama itu disusun, dan dikemukakannya dalam rangkaian suatu cerita yang diangkat”. (1988:21)

F. RANCANGAN/SKETSA GARAP 1. Desain Koreografi

Koreografi merupakan unsur yang sangat penting dalam sebuah proses penciptaan karya tari, hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sal Murgiyanto, sebagai berikut :

“pengetahuan komposisi tari atau koreografi, yaitu pengetahuan yang bersangkut paut dengan bagaimana memilih dan menata gerakan-gerakan menjadi sebuah karya tari, terasa semakin dibutuhkan.Proses komposisi tari meliputi berbagai macam kegiatan, yang untuk memudahkan pembahasan dalam uraian ini dibagi 2 (dua) bagian. Pertama, tentang garapan bentuk yang membahas penyusunan dan pengaturan bentuk luar yang teramati dari sebuah karya tari. Yang kedua tentang garaan isi yang membahas masalah ide atau isi tarian serta pendekatan garapan yang subyektif dan yang obyektif”.(1993:39)

Karya tari ini merupakan bentuk/jenis tari kelompok, karena penata menggunakan lebih dari satu penari. Karya tari ini dapat disebut juga garap tari kelompok besar (large-group compositions). Seperti yang dipaparkan oleh Sumandiyo Hadi dalam bukunya yang berjudul “Koreografi Kelompok”, yaitu:

“Koreografi kelompok adalah komposisi yang ditarikan lebih dari satu penari atau bukan tarian tunggal (solo dance), sehingga dapat ditarikan duet (dua penari), trio (tiga jumlah penari), kuartet (empat penari), dan seterusnya. Penentuan jumlah penari dalam suatu kelompok dapat diidentifikasi sebagai komposisi kelompok besar atau

(11)

small-group compositions, dan komposisi kelompok besar atau large-small-group compositions”. (2003:2)

Dalam karya tari ini penata menggunakan lima orang penari. Lima orang penari ini tidak mempunyai makna atau simbol tertentu, ini dimaksudkan hanya untuk mengisi kebutuhan ruang gerak. Untukmenajamkankonsepkaryatariini penata mengambilgerak-gerakatausikap-sikap yang adadalamtariwayang seperti yang dikembangkansedemikianrupa.

2. Desain Musik Tari

Musik merupakan unsur yang sangat penting dalam sebuah karya tari. Musik dapat berperan sebagai pengiring tari, juga dapat diartikan sebagai rangsangan rasa gerak terhadap penari, membangun suasana, yang menjadikan suatu elemen-elemen yang menjadi suatu kesatuan karya tari. Sehingga pesan yang terdapat dalam karya tersebut dapat tersampaikan kepada penikmat (penonton).

Musik sebagai pengiring tari dapat dipahami, pertama, sabagai iringan ritmis gerak tarinya, kedua, sebagai ilustrasi pendukung suasana tarinya; dan ketiga, dapat terjadi kombinasi keduanya secara harmonis”. (Sumandiyo Hadi, 2003:52). Dalam karya tari ini penata mencoba untuk menggabungkan 2 laras gamelan yaitu laras Pelog dan Salendro, yang ditabuh secara beriringan dengan waktu yang bersamaan sehingga akan tercipta suasana baru dalam iringan musik tari.

3. Desain Artistik Tari 3.1.Rias dan Busana

Rias dan busana dalam sebuah karya tari sangat penting digunakan. Fungsi rias dan busana itu sendiri yaitu untuk memperjelas karakter yang ingin disampaikan dari sebuah garapan tari. Seperti yang dikatakan oleh F.X Widaryanto dalam bukunya yang berjudul “Koreografi”, yaitu :

(12)

“Busana dan rias dalam seni pertunjukan tari bukan berfungsi untuk menutup tubuh dan mempercantik serta memperindah seorang penari. Busana dan tata rias juga sebenarnya suatu rekayasa manusia untuk melahirkan suatu karya dalam bentuk lain sesuai dengan apa yang diharapkan dan dikehhendaki dalam suatu garapan:. (2009: 76).

Rias yang akan digunakan dalam karya tari ini yaitu menggunakan rias yang memperlihatkan karakter orang yang sudah tua. Karena karya tari ini menceritakan tentang tokoh yang sudah tua, tokoh tersebut sedang mengalami gejolak batin, yaitu antara kemarahan dan kesedihan.

Busana yang digunakan sangat sederhana, masing-masing penari hanya akan menggunakan kain sepanjang 4m yang dililitkan sehingga menyerupai desain pakaian pertapa. Penata menggunakan busana seperti yang dipaparkan tersebut bermaksud untuk menyesuaikan dengan koreografi karya tari ini sendiri.

3.2.Properti

Properti dalam sebuah karya seni tari biasanya berfungsi untuk menyampaikan makna simbolik. Biasanya selain dari setting pentas, pada waktu-waktu tertentu setting properti dapat digunakan sebagai properti menari. Seperti yang dikatakan F.X. Widaryanto dalam bukunya yang berjudul “Koreografi”, yaitu:“Properti dalam dunia tari merupakan elemen penting yang, menjadi bagian dari kelengkapan tari yang dimainkan, dimanipulasi, sehingga bisa menjadi bagian dari gerak itu sendiri” (2009:77).

Dalam karya tari ini penata tidak menggunakan properti apapun, penata hanya menyampaikan isi garapan lewat eksplorasi gerak tubuh saja. Pada karya tari ini penata beranggapan bahwa koreografi-koreografi yang disajikan akan sanggup mengusung kepada tema yang ingin diangkat.

(13)

Setting panggung yang akan digunakan dalam karya tari ini menggunakan ruang panggung proscenium dengantidak menghadirkan set dekor tertentu. Panggung dibiarkan kosong agar didapat dimensi ruang yang lebih luas dan dalam yang akan memberikan banyak kemungkinan bagi piñata untuk lebih bebas mengolah koreografi. Gerak laku penari yang terpadu pada sebuah pertunjukan, dalam berbagai hal sangat membantu atau menunjang untuk memberikan suasana sesuai dengan konsep karya yang akan diungkapkan.

3.4.Plot Lighting

Tata cahaya atau Lighting sangat erat hubungannya dengan sebuah pertunjukan karya tari. Tata cahaya juga dapat membantu menciptakan suasana kejiwaan bagi para penari. Tata cahaya yang digunakan pada karya tari “Pratapalaya” ini menggunakan pencahayaan yang lebih bersifat general akan tetapi memberikan kesan suasana yang kuat. Efek cahaya dari bagian sisi panggungakan banyaka digunakan agar bentuk koreografi yang disajikan mendapatkan penerangan dengan nuansa yang berbeda. Pada beberapa bagian panggung juga digunakan top-light (cahaya dari atas) agar dapat memeberikan tekanan lain sesuai dengan konsep yang ingin disampaikan. Pewarnaan serta intensitas cahaya disesuaikan dengan suasana-suasana adegan yang ingin diungkapkan.          

Referensi

Dokumen terkait

Penyimpangan yang sering mereka lakukan disaat waktu luang yang tidak di aktualisasikan secara baik, banyak orang berpendapat penyimpangan pengamen yang umum

Investasi, belanja modal, infrastruktur jalan, dan infrastruktur listrik merupakan variabel indepnden dalam penelitian ini dimana variable tersebut berpengaruh

Sebagian besar perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah menggunakan teknologi yang memadai dalam melakukan distribusi panen kelapa sawit.Diantara teknologi ini dengan

Valbury Asia Securities hanya sebagai informasi dan bukan ditujukan untuk memberikan rekomendasi kepada siapa pun untuk membeli atau.. menjual suatu

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat, petunjuk, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya akhir

(d) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama

Dalam rangka kegiatan Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2012 untuk guru-guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Panitia Sertifikasi Guru Rayon 115 UM

Salah satu teknik untuk menekan populasi dari serangga hama kutu putih adalah melalui penggunaan perangkap sintetis dengan menggunakan chery glue.. Penggunaan perangkap sintetis