BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis
10. Teori keagenan
Teori keagenan (Agency theory) merupakan basis teori yang
mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut
berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori
organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara
pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang
menerima wewenang (agensi) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja
sama.
Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan
untuk memahami hubungan antara manajer dan pemegang saham. Jensen
dan Meckling (1976:6) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah
sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan pemegang saham (principal).
Hubungan keagenan tersebut terkadang menimbulkan masalah antara
manajer dan pemegang saham. Konflik yang terjadi karena manusia adalah
makhluk ekonomi yang mempunyai sifat dasar mementingkan kepentingan
diri sendiri. Pemegang saham dan manajer memiliki tujuan yang berbeda
dan masing–masing menginginkan tujuan mereka terpenuhi.Akibat yang
terjadi adalah munculnya konflik kepentingan. Pemegang saham
menginginkan pengembalian yang lebih besar dan secepat–cepatnya atas
kepentingannya diakomodasi dengan pemberian kompensasi atau insentif
yang sebesar–besarnya atas kinerjanya dalam menjalankan perusahaan.
Oleh karena itu prinsipal perlu merancang sistem pengendalian yang
memonitor perilaku agen sehingga menghalangi tindakan yang
meningkatkan kekayaan agen dengan cara mengorbankan kepentingan
prinsipal. Aktivitas ini meliputi biaya penciptaan standar, biaya monitoring
agen, penciptaan sistem informasi akuntansi dan lain-lain. Aktivitas ini
menimbulkan biaya yang disebut sebagai agency cost.
Pengawasan merupakan salah satu komponen dalam GCG. Kualitas
pengawasan yang baik dapat menurunkan perilaku oportunistik yang
dilakukan oleh manajer. Dalam membentuk suatu pengawasan yang baik
ialah dengan adanya komite-komite yang mengawasi aktivitas perusahaan
sehingga dapat meningkatkan kualitas dan integritas laporan keuangan(
Femiarti,2012:13)
11. Sarbanes Oxley
Sarbanes-Oxley Act adalah sebuah landasan hukum yang disahkan
pada 23 Januari 2002 oleh kongres Amerika Serikat. Undang-undang ini
dikenal sebagai Public Company Accounting Reform and Investor
Protection Act of 2002 atau undang-undang perlindungan investor dan
pengaturan akuntansi perusahaan publik yang seringkali disebut SOX atau
Sarbox. SOX mensyaratkan perusahaan-perusahaanyang tercatat di bursa
kepastian lebih besar terhadap integrasi sebuah
laporankeuangan(Femiarti,2014:14).
Sejak ditetapkannya SOX terdapat perubahan besar dalam tata
kelola perusahaan, khususnya Section 404 yang berhubungan langsung
dengan efektivitas sistem pengendalian internal pelaporan keuangan itu
sendiri. Menurut Compliance Week, kebanyakan pengungkapan kelemahan
pengendalian internal dibawah SOX 302 dan 404 berkaitan dengan sistem
dan prosedur keuangan, Yan Zhang, et al. (2007:6).
Salah satu aspek penting dari SOX adalah terdapat dua bagian
khusus berfokus pada isu-isu pengendalian internal terkait dengan pelaporan
keuangan. Pada Section 302, perusahaan memiliki kewajiban untuk
mengungkapkan efektivitas dan perubahan yang signifikan terkait dengan
pengendalian internal. Sedangkan Section 404, mewajibkan perusahaan
untuk melakukan penilaian mengenai struktur dan prosedur pengendalian
internal serta menyertakan review dan atestasi oleh KAP.
12. Pengendalian Internal
1.3.2 Pengertian Pengendalian Internal
SOX mengharuskan adanya pengendalian internal yang
efektif. Selain itu, pengendalian internal yang efektif dapat membantu
perusahaan mengarahkan kegiatan operasi mereka dan mencegah
pencurian serta tindakan penyalah gunaan lainnya.
Dalam standar Profesi Akuntansi Publik pada SA 319
Pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris,manajemen ,dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: (a) keandalan pelaporan keuangan,(b) efektivitas dan efisiensi operasi dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
COSO (COSO:1) mendefinisikan pengendalian internal dengan:
"Pengendalian internal adalah suatu proses, dipengaruhi oleh seorang dewan direksi, manajemen, dan personil lainnya, dirancang untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan dalam kategori: Efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku”
Kerangka kerja yang dikembangkan Komite Pendukung
Organisasi( Comitee of Sponsoring Organizations- COSO), yang
dibentuk oleh lima asosiasi bisnis utama. Aturan yang dibuat komite
ini diterbitkan dalam Pengendalian Internal- Kerangka Kerja
Terintegrasi(Internal Control-Integrated Framework). Kerangka kerja
ini, telah menjadi standar dalam merancang, menganalisis, dan
mengevaluasi pengendalian internal perusahaan.
Berikut ini adalah elemen dari pengendalian internal
menurut kerangka COSO (Committeeof Sponsoring
Organization)(2006:10):
4. Lingkungan pengendalian
Lingkungan pengendalian merupakan fondasi bagi komponen COSO yang lain. Manajemen harus paham pentingnya pengendalian internal, member contoh, dan memberikan dukungan, serta menyampaikannya kepada seluruh karyawan. 5. Penilaian Resiko
6. Aktivitas Pengendalian
Merupakan kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memastikan dilaksanakannya kebijakan manajemen dan bahwa resiko sudah diantisipasi. Aktivitas pengendalian juga membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan untuk penanganan resiko telah dilakukan sesuai apa yang direncanakan.
7. Informasi dan Komunikasi
Komponen ini menjelaskan bahwa sistem informasi sangat penting bagi keberhasilan atau peningkatan mutu operasional organisasi.Informasi bisa didapatkan dari eksternal maupun dari pengolahan internal merupakan potensi strategis.
8. Pengawasan
Komponen pengawasan dijelaskan dalam COSO untuk memastikan kehandalan sistem dan internal kontrol dari waktu ke waktu.Monitoring merupakan proses yang menilai kualitas dari kinerja sistem dan internal kontrol dari waktu ke waktu, yang dilakukan dengan melakukan aktivitas monitoring dan melakukan evaluasi secara terpisah.
1.3.3 Kelemahan Material(Material Weakness) Pengendalian Internal
Masalah terkait pengendalian internal dibedakan dalam tiga
jenis, yaitu: kelemahan material (material weakness), kekurangan
yang signifikan (significant deficiency), dan kekurangan pengendalian
(control deficiency) (Yan Zhang et. al, 2007: 5).
Menurut SOX 302 dan SOX 404, masalah pengendalian
internal yang harus diungkapkan kepada publik adalah kelemahan
material. Karena itu, dalam penelitian kali ini akan difokuskan pada
kelemahan material (material weakness) pengendalian internal.
Menurut Auditing Standard No. 2 (dalam Yan Zhang et. al,
kombinasi dari kekurangan yang signifikan yang menyebabkan salah
saji material pada laporan keuangan tahunan dan laporan keuangan
interim tidak dapat dicegah atau dideteksi.
1.3.4 Pengungkapan Kelemahan Material Pengendalian Internal
Berdasarkan elemen dari pengendalian internal menurut
kerangka COSO (Committee of Sponsoring Organization)
pengungkapan kelemahan pengendalian terdiri dari lima elemen yaitu
lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian,
informasi dan komunikasi, dan pemantauan.
Cara mengukur Material weakness dalam pengendalian internal adalah sebagai berikut(Femiarti,2012:19):
1. Lingkungan pengendalian dilihat dari bagaimana sikap para manajemen dan karyawan terhadap pentingnya pengendalian yang ada di organisasi tersebut. Pada annual report dapat dilihat dari :
a. Integritas dan Etika
b. Komitmen untuk meningkatkan kompetensi c. Dewan komisaris dan komite audit
d. Filosofi manajemen dan jenis operasi
e. Kebijakan dan praktek sumber daya manusia
2. Penilaian risiko pada suatu perusahaan bertujuan mengidentifikasi masalah yang terdeteksi sehingga masalah tersebut dapat dianalisis dan dievaluasi serta dapat di perkirakan intensitas dan tindakan yang dapat meminimalkannya. Pada perusahaan penilaian risiko ini yaitu dengan adanya pengungkapan identifikasi dan analisis resiko.
pelatihan maka karyawan bisa mengetahui apa saja yang harus dikerjakan.
4. Informasi tentang lingkungan pengendalian, penilaian risiko, prosedur pengendalian dan monitoring diperlukan oleh manajemen sebagai pedoman operasional dan menjamin ketaatan dengan pelaporan hukum dan peraturan-peraturan yang berlaku pada perusahaan. Dalam menginformasikan dan mengkomunikasikan yang berhubungan pengendalian internal perusahaan maka diperlukan adanya sekretaris perusahaan.Sekertaris perusahaan juga memiliki fungsi yaitu pengawasan. Karena dia orang yang pertama mengetahui apa saja yang terjadi di perusahaan.
2.1.3.3.1 Manajemen resiko (Risk Management)
Manajemen resiko adalah sebuah cara yang sistematis
dalam memandang sebuah resiko dan menentukan dengan tepat
penanganan resiko tersebut. Ini merupakan sebuah sarana untuk
mengidentifikasi sumber dari resiko dan ketidakpastian, dan
memperkirakan dampak yang ditimbulkan dan mengembangkan
respon yang harus dilakukan untuk menanggapi resiko
(Uher,1996:2).
Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah
untuk mengurangi risiko yang berbeda-beda berkaitan dengan
bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh
masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang
disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan
politik. Di sisi lain pelaksanaan manajemen risiko melibatkan
segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya, bagi entitas
Tindakan mencegah digunakan untuk mengurangi,
menghindari, atau mentransfer risiko pada tahap awal proyek
konstruksi. Menurut Darmawi (2005,p.11) manfaat manajemen
risiko yang diberikan terhadap perusahaan dapat dibagi dalam 5
(lima) kategori utama yaitu :
1 Manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari kegagalan.
2 Manajemen risiko menunjang secara langsung peningkatan laba.
3 Manajemen risiko dapat memberikan laba secara tidak langsung.
4 Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya perlindungan terhadap risiko murni, merupakan harta non-material bagi perusahaan itu.
5 Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko murni, dan karena kreditur pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi maka secara tidak langsung menolong meningkatkan public image.
Manajemen risiko memang sangat bermanfaat bagi
perusahaan dalam mengelola suatu risiko yang dimiliki.Menurut
Amran et al (2009:12) manajemen risiko digunakan perusahaan
untuk mengelola risikonya atau menangkap kesempatan yang
berhubungan dengan pencapaian tujuan perusahaan.
1.1.3.3.2. Etika Bisnis
Menurut Velasquez (2005:10), etika bisnis merupakan
studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.
diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Secara
sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara
untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek
yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga
masyarakat.
Etika bisnis adalah penerapan etika dalam menjalankan
kegiatan suatu bisnis.Pada dasarnya tujuan bisnis adalah
memperoleh keuntungan, tetapi harus berdasarkan norma-norma
hukum yang berlaku.Norma hukum bisnis mengatur mana yang
boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan.Sopiah (2008)
menyatakan lingkungan juga bisa mempengaruhi kinerja
seseorang. Situasi lingkungan yang kondusif, misalnya dukungan
dari atasan, teman kerja, sarana dan prasarana yang memadai akan
menciptakan kenyamanan tersendiri dan akan memacu kinerja
yang baik. Sebaliknya, suasana kerja yang tidak nyaman karena
sarana dan prasarana yang tidak memadai, tidak adanya dukungan
dari atasan, dan banyak terjadi konflik akan memberi dampak
negatif yang mengakibatkan kemerosotan pada kinerja seseorang.
Dengan budaya, lingkungan perusahaan dan kemampuan Komite
Audit dengan anggota yang ahli di bidang akuntansi dan/atau
keuangan diharapkan akan menjadikan tata kelola perusahaan
meminimalkan kelemahan pengendalian internal di perusahaan
tersebut.
2.1.3.3.3Training
Pelatihan (training) adalah suatu proses dimana
orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai
tujuan organisasi. Oleh karena itu, proses ini terikat dengan berbagai
tujuan organisasi, pelatihan dapat dipandang secara sempit maupun
luas.Secara terbatas, pelatihan menyediakan para pegawai dengan
pengetahuan yang spesifik dan dapat diketahui serta keterampilan
yang digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini. Terkadang ada
batasan yang ditarik antara pelatihan dengan pengembangan, dengan
pengembangan yang bersifat lebih luas dalam cakupan serta
memfokuskan pada individu untuk mencapai kemampuan baru yang
berguna baik bagi pekerjaannya saat ini maupun di masa mendatang
(Mathis,2002:5). Karyawan yang ada di perusahaan membutuhkan
pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan kinerjanya dalam
menjalankan segala aktivitas perusahaan.
Pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh perusahaan
diharapkan dapat memberikan manfaat kepada karyawan sehingga
dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta tujuan perusahaan
dapat tercapai.Dengan meningkatnya efisiensi dan efektivitas
aktifitas perusahaan.Training yang dilakukan untuk meningkatkan
kinerja karyawan belum sepenuhnya diterapkan perusahaan di
Indonesia.
13. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan pengendalian internal
2.1.4.1. Rapat Komite Audit
Komite audit mempunyai fungsi utama yaitu, membantu dewan
komisaris dalam melaksanakan tanggung jawab untuk mereview informasi
keuangan yang disediakan untuk pemegang saham maupun pihak lainnya,
menilai sistem pengendalian internal, serta proses audit internal.
Berdasarkan Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor:
Kep-29/PM/2004,tertanggal 24 September 2004 pada peraturan No. IX I.5
tentang Pembentukan dan Pelaksanaan Kerja Komite Audit, komite audit
didefinisikan sebagai komite yang dibentuk oleh dewan komisaris dalam
rangka membantu melaksanakantugas dan fungsinya. Salah satu unsur
penting dalam menerapkan prinsip GCG(Good Corporate Governance)
yaitu dengan adanya komite audit yang efektif. Komite audit yang efektif
merupakan salah satu aspek dalam kriteria penilaian dalam menilai
pelaksanaan GCG yang baik.
Artikel FCGI (2002) dalam Femiarti(2012:29) menyebutkan bahwa
komite audit biasanya perlu mengadakan rapat tiga sampai empat kali
menyangkut sistem pelaporan keuangan. Adanya kemungkinan bahwa rapat
komite audit dengan frekuensi yang lebih dapat mendiskusikan isu-isu
tentang pengendalian internal, ketika ada masalah yang signifikan
behubungan dengan masalah pengendalian internal, Yan Zhang, et al.
(2007:11).
Berdasarkan Keputusan Ketua BAPEPAM No.Kep-29/PM/2004 hal
3 pasal 3e, komite audit mengadakan rapat sekurang-kurangnya sama
dengan ketentuan minimal rapat dewan komisaris yang ditetapkan dalam
Anggaran Dasar.
2.1.4.2. Independensi Dewan Komisaris
Di Indonesia saat ini, keberadaandewan komisaris yang independen
sudah diatur dalam Code of Good Corporate Governance yang dikeluarkan
oleh KNKG. Komisaris menurut kode tersebut, bertanggung jawab dan
mempunyai kewenangan untuk mengawasi kebijakan dan kegiatan yang
dilakukan oleh direksi dan memberi nasihat bilamana diperlukan. Namun
terkadang dewan komisaris di suatu perusahaan belum bisa melaksanakan
fungsi kontrol terhadap direksi dengan baik(Yudiati, 2011: 23).
Keefektifan dari dewan komisaris dapat dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti frekuensi menadakan rapat dewan komisaris dan
perilaku-perilaku dari anggota dewan komisaris di sekitar pelaksanaan rapat, seperti
kehadiran dalam rapat, persiapan sebelum rapat, dan partisipasi anggota
Keuntungan sering diadakan rapat oleh dewan komisaris yaitu
anggota dewan dapat mempunyai tambahan waktu untuk membicarakan,
menentukan strategi apa yang akan diambil oleh perusahaan, dan memonitor
manajemen. Conger et al.(1998)(dalam Yan Zhang et al., 2007:12)
menyatakan bahwa rapat yang dilakukan dengan frekuensi tertentu dapat
meningkatkan efektivitas dewan komisaris.
2.1.4.3. Rapat Dewan Komisaris
Rapat dewan komisaris merupakan suatu proses yang dilalui oleh
dewan komisaris dalam pengambilan suatu keputusan mengenai kebijakan
perusahaan. Rapat yang diselenggarakan oleh dewan komisaris dilakukan
untuk mengawasi kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh dewan
direksi dan implementasinya(Yudiati,2011:25).
Keefektifan dari dewan komisaris dapat dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti frekuensi meeting dewan komisaris dan perilaku-perilaku dari
anggota dewan komisaris di sekitar pelaksanaan meeting, seperti kehadiran
dalam meeting, persiapan sebelum meeting, dan partisipasi anggota dalam
meeting. Keuntungan sering diadakannya meeting oleh dewan komisaris
yaitu anggota dewan dapatmempunyai tambahan waktu untuk
membicarakan, menentukan strategi apa yangakan diambil oleh perusahaan,
14. Reputasi Auditor
Auditor merupakan kunci mekanisme pengawasan eksternal.Auditor
dengan reputasi baik seperti The Big Four cenderung untuk memilih
perusahaan dengan klien yang memiliki nilai baik dalam komunitas bisnis.
Auditor merupakan profesi yang diperlukan untuk memberikan
penilaian atas kewajaran laporan keuangan. Informasi tersebut berguna bagi
para stakeholdersuntuk melakukan keputusan yang terkait dengan
perusahaan. Penyediaan kualitas audit yang baik akan meningkatkan
kepercayaan investor terhadap perusahaan yang terdaftar di bursa efek
(Wulandari, 2012:29).
Auditor Big Four dapat meningkatkan kualitas mekanisme
pengawasan internal yang lebih tinggi dibandingkan dengan Non-Big Four.
2.1.4.5 Ukuran Perusahaan
Ada beberapa macam variabel yang secara umum digunakan untuk
mengukur ukuran perusahaan yaitu jumlah aset, jumlah penjualan, dan
jumlah karyawan. Dalam hal ini, ukuran perusahaan yang dipakai yaitu
jumlah aset. Jumlah aset menggambarkan seluruh sumber daya yang dimiliki
oleh perusahaan yang dapat dipergunakan untuk kegiatan operasi
perusahaan,semakin besar sumber daya yang dimiliki perusahaan maka
semakin besar skala/ukuran perusahaan. Sebaliknya jika semakin kecil
sumber daya yang dimiliki perusahaan maka semakin kecil pula ukuran
Peningkatan ukuran perusahaan cenderung membuat pemantauan
menjadi lebih luas dan meningkatkan kebutuhan mekanisme pengendalian
perusahaan (Tao dan Hutchinson, 2011 dalam Wiradharma,2013:40). Doyle,
et al (2007:12) menyatakan bahwa rendah dan tingginya pertumbuhan
perusahaan memiliki masalah pengendalian internal. Wallace dan
Kreutsfeldt (1991) dalam Femiarti (2009:30) mengidentifikasi ukuran
perusahaan sebagai salah satu dari karakteristik perusahaan yang dapat
mempengaruhi keputusan untuk membentuk suatu mekanisme pengendalian
internal.
2.1.4.6 Pertumbuhan Penjualan
Menurut Kesuma (2009:41), pertumbuhan penjualan (growth of sales)
adalah kenaikan jumlah penjualan dari tahun ke tahun atau dari waktu ke
waktu. Perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan penjualan yang
tinggi akan membutuhkan lebih banyak investasi pada berbagai elemen aset,
baik aset tetap maupun aset lancar. Pihak manajemen perlu
mempertimbangkan sumber pendanaan yang tepat bagi pembelanjaan aset
tersebut. Perusahaan yang memiliki pertumbuhan penjualan yang tinggi
akan mampu memenuhi kewajiban finansialnya seandainya perusahaan
tersebut membelanjai asetnya dengan utang, begitu pula sebaliknya.
Perusahaan yang berada pada pertumbuhan penjualan yang tinggi
membutuhkan dukungan sumber daya organisasi (modal) yang semakin
penjualannya rendah kebutuhan terhadap sumber daya organisasi (modal)
juga semakin kecil. Pertumbuhan yang cepat menghasilkan persediaan yang
besar yangmenyikapi tambahan risiko pengendalian internal untuk
mengukur dan mengawasi perluasan aktiva lancar.Hal tersebut
mengindikasikan bahwa pertumbuhan yang tinggi berpotensi menyebabkan
tingginya kelemahan pengendalian internal.
2.2. Review Penelitian terdahulu
Ge dan McVay (2005) menemukan bahwa pengungkapan kelemahan
material berhubungan positif terkait dengan kompleksitas usaha (misalnya,
beberapa segmen dan mata uang asing), berhubungan negatif dengan ukuran
perusahaan (misalnya, pasar modal), dan negatif terkait dengan profitabilitas
perusahaan (misalnya, return on asset).
Hollis Ashbaugh-Skaife, et al (2005) yang melakukan penelitian dengan
judul The Discovery and Reporting of internal control Deficiencies Prior to
SOX-Mandated Audits, dari penelitian tersebut telah diambil kesimpulan bahwa
perusahaan-perusahaan yang laporan ICDs memiliki operasi yang lebih kompleks
sebagai proksi dengan jumlah segmen bisnis dan penjualan asing, lebih sering
terlibat dalam merger dan akuisisi dan restrukturisasi, mengadakan persediaan
lebih dan relatif lebih cepat tumbuh terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak
Jeffrey Doyle, et al (2006) yang melakukan penelitian dengan judul
Determinant of weakness in internal control over financial reporting. Dari
penelitiannya itu diambil kesimpulan menunjukkan bahwa materi kelemahan
dalam pengendalian internal lebih mungkin untuk perusahaan-perusahaan yang
lebih kecil, kurang menguntungkan, lebih kompleks, berkembang pesat, atau
mengalami restrukturisasi.
Yan Zhang, et al. (2007) yang melakukan penelitian dengan judul Audit
Committee Quality, Auditor Independence, and Internal Control Weaknesses. Dari
penelitiannya itu diambil kesimpulan bahwa ada relasi antara kualitas komite
audit, independensi auditor, dan kelemahan pengendalian internal. Perusahaan
teridentifikasi memiliki kelemahan pengendalian internal jika anggota komite
audit sedikit memiliki keahlian akuntansi dan/atau keuangan.
Lin et al. (2011) melakukan penelitian judul penelitian “The Role of The
Internal Audit in the Disclosure of Material Weakness”. Diambil kesimpulan
bahwa pengungkapan kelemahan material berhubungan negatif terkait
dengantingkat pendidikan IAF dan sejauh mana IAF menggabungkan teknik
kualitasjaminan ke lapangan, kegiatan audit terkait dengan pelaporan keuangan.
Selain itu ditemukan bahwa pengungkapan kelemahan material berhubungan
positif dengan praktek IAF terkait perikatan audit dan koordinasi auditor
eksternal-internal, menunjukkan bahwa kegiatan ini meningkatkan efektivitas
proses kepatuhan Bagian 404. Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan dapat
Tabel 2.1
REVIEW PENELITIAN TERDAHULU Nama
peneliti Judul Variabel Teknik Indikator Pembahasan
dan tahun Penelitian Analisis
Doyle, Determinants Independen: Regresi SEC materi kelemahan dalam Ge dan of weaknesses Pertumbuhan Logistik (Account pengendalian internal lebih McVay in control penjualan: spesific, mungkin untuk perusahaan (2005) internal Penjualan Company perusahaan yang lebih Zhou, Comitee Kualitas Logistik (Account komite audit, independensi dan Quality, Auditor Komite Audit: spesific, auditor, dan kelemahan Zhou Independence, menggunakan company pengendalian internal. (2007) and Internal ACFE level,staffing, Perusahaan teridentifikasi Control Independensi compelexity, memiliki kelemahan internal Weakness Auditor:∑ general) kontrol jika anggota komite
Lanjutan tabel 2.1
Ashbaugh- The Discovery Independen: regresi SEC Perusahaan-perusahaan Skaife,Collins and Reporting Perlengkapan: Logistik (Account yang laporan ICDs
dan Kinney of Internal Jumlah spesific, memiliki operasi yang lebih (2005) Control perlengkapan , company kompleks
Material Pizzini, Internal Audit Atribut IAF : Logistik (Account hubungan antara
Vargus Function in the b e r a p a t a h u n spesific, pengungkapan MW dan
Tidak
committee Independen: Regresi SEC Adanya indikasi bahwa
(2005) quality and Komite Audit: Logistik (Account
komite audit independen
Sumber: Berbagai jurnal penelitian,2014
Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh yang terjadi antara
kelemahan material(material weakness)pengendalian internal. Kerangka
konseptual pada gambar 2.2 terdiri dari 3 model penelitian sebagai berikut:
15. Model I dengan variabel dependen pengungkapan kelemahan
pengendalian internal dengan proksi Risk Management.
16. Model II dengan variabel dependen pengungkapan kelemahan
pengendalian internal dengan proksi etika bisnis.
17. Model III dengan variabel dependen pengungkapan kelemahan
pengendalian internal dengan proksi Training.
Berdasarkan rumusan masalah, landasan teori dan review penelitian
H1
H2 H2
H3
Gambar 2.2 KerangkaKonseptual
Gambar 2.2 mengindikasikan bahwa rapat komite audit(X1),independensi dewan
komisaris(X2), rapat dewan komisaris(X3), reputasi auditor(X4),ukuran
perusahaan(X5) ,dan pertumbuhan penjualan(X6) mempengaruhi kelemahan
material pengendalian internal dengan proksi risk management(Y1),etika
bisnis(Y2) dan training(Y3).Penjelasan detail mengenai pengaruh rapat komite
audit,independensi dewan komisaris, rapat dewan komisaris, reputasi
auditor,ukuran perusahaan ,dan pertumbuhan penjualan terhadap kelemahan
material pengendalian internal diuraikan berikut ini:
1. Rapat Komite Audit.
Sesuai dengan teori keagenan, untuk dapat menurunkan asimetri
informasi dan menjembatani kepentingan pemilik dan manajemen, komite
audit harus memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang perusahaan untuk
meningkatkan efektivitasnya dalam melaksanakan peran pengawasan atas
FAKTOR-FAKTOR Kelemahan material
proses pelaporan keuangan dan pengendalian internal. Pengetahuan dan
pemahaman itu bisa didapatkan dengan adanya pertemuan dan pertukaran
pendapat dengan anggota yang lain. Peningkatan frekuensi pertemuan antar
anggota akan meningkatkan pula pengetahuan dan pemahaman tentang
perusahaan. Oleh karena itu, Komite Audit perlu mengadakan pertemuan tiga
sampai empat kali dalam satu tahun (FCGI,2002)(dalam Femiarti,2012:29).
Mcmullen dan Raghunan (1996:14) menemukan bahwa hasil audit
berbagai firma komite dengan tindakan penegakan SEC atau penghasilan
restatements yang kurang, cenderung memiliki rapat yang sering daripada
yang tidak sama sekali. Namun, hal ini juga mungkin bahwa komite audit
memenuhi lebih sering untuk membahas isu-isu pengendalian internal,
ketika ada masalah penting yang terkait dengan perusahaan pengendalian
internal.Oleh karena itu, hubungan antara jumlah rapat-rapat komite audit
dan kualitas kontrol internal berpengaruh negatif.
2. Independensi Dewan Komisaris
Pada independensi dewan komisaris, diukur sebagai persentase dewan
komisaris yang kompeten dengan jumlah dewan komisaris, karena penelitian
menunjukkan bahwa independensi dewan komisaris adalah negatif terkait
dengan kemungkinan penipuan keuangan dan tindakan penegakan SEC (
Beasley, tahun 1996; Dechow et al. , 1996 dalamFemiarti 2012:29 ).
Conger et al. (1998) dalam Yan Zhang, et al. (2007:12)
menyarankan bahwa frekuensi rapat dewan sangat penting untuk
meningkatkan efektivitas Dewan. Dewan independensi, ukuran, dan
pertemuan frekuensi semua mempengaruhi papan efektivitas. Semuanya itu
sangat berhubungan dengan kualitas internal kontrol.
4. Reputasi Auditor
Perusahaan audit yang tergabung dalam The Big Four dapat
meningkatkan kualitas mekanisme pengawasan internal kliennya dibanding
kan dengan auditor non Big Four (Cohen et al., 2009 dalam
Yudiati,2011:26). Tuntutan seperti itu mungkin dimotivasi oleh keinginan
untuk menjaga kualitas audit dan untuk melindungi reputasi mereka. Oleh
karena itu, tekanan yang lebih besar akan terdapat pada perusahaan yang
menggunakan jasa audit non Big Four dibandingkan dengan perusahaan
yang menggunakan jasa audit Big Four (Yudiati,2011:26).
5. Ukuran Perusahaan
Perusahaan berukuran besar memiliki kelemahan pengendalian internal
yang lebih sedikit dibandingkan dengan perusahaan kecil. Perusahaan besar
cenderung memiliki kelebihan dalam mengembangkan dan
mengimplementasikan pengendalian internal perusahaan. Perusahaan besar
memiliki lebih banyak sumber daya untuk menyewa auditor eksternal yang
dapat membantu mendesain pengendalian internal
yang kuat.Sebaliknya, perusahaan kecil memiliki kesulitan dalam mengevaluasi
struktur yang baik dalam pengendalian internal mereka. Perusahaan kecil
cenderung mempunyai sumber daya yang terbatas, termasuk sumber daya yang
dikhususkan untuk mendesain dan menerapkan pengendalian internal yang
efektif dan masuk akal.Komponen pengendalian internal, seperti pemisahan
tugas, relative lebih sulit untuk diterapkan di perusahaan kecil(Swatia
Nirmala,Daljono,2013:2).
6. PertumbuhanPenjualan
Tingkat pertumbuhan yang cepat dari entitas berpotensi memerlukan
prosedur baru, teknologi, personel, atau mengatur mode.Kondisi ini dapat
menyebabkan masalah kelemahan pengendalian internal. Doyle, et al.
(2007:14) dan Ashbaugh-Skaife, et al. (2006:15) menegaskan bahwa
personel baru, proses, dan teknologi yang diperlukan untuk
menyeimbangkan kebutuhan pengendalian internal dan pertumbuhan.
Pertumbuhan yang lebih cepat membuat internal control dapat
mengantisipasi perubahan secara tiba-tiba. Akibatnya, pertumbuhan cepat
berpotensi meningkatkan risiko kelemahan pengendalian internal.(J.Doyle,
2006:2)
1.3.1. HipotesisPenelitian
Menurut Erlina(2008:41) “Hipotesis menyatakan yang diduga secara logis
antara dua variabel atau lebih dalam rumusan preposisi yang dapat diuji
secara empiris”. Hipotesis adalah dugaan atau jawaban sementara terhadap
masalah yang akan diuji kebenarannya melalui analisis data yang relevan
kerangka konseptual yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
H1:Rapat komite audit,independensi dewan komisaris, rapat dewan komisaris, reputasi auditor,ukuran perusahaan, dan pertumbuhan penjualan berpengaruh terhadap kelemahan material pengendalian internaldiproksikan risk management.
H2:Rapat komite audit, independensi dewan komisaris, rapat dewan komisaris, reputasi auditor,ukuran perusahaan ,dan pertumbuhan penjualan berpengaruh terhadap kelemahan material pengendalian internal diproksikan etika bisnis..