• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Leader Member Exchange dan Keadilan Organisasi Terhadap Komitmen Organisasional Karyawan Harian Orbit Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Leader Member Exchange dan Keadilan Organisasi Terhadap Komitmen Organisasional Karyawan Harian Orbit Medan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional

2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasional

Komitmen organisasi paling sering didefenisikan yaitu : 1. Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu 2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi 3. Keyakinan tertentu, penerimaan nilai, dan tujuan organisasi.

Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan (Luthans, 2012 : 249)

Griffin (2010 : 15) menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah sikap yang mencerminkan sejauh mana seorang individu mengenal dan terikat pada organisasinya. Karyawan – karyawan yang merasa lebih berkomitmen pada organisasi memiliki kebiasaan yang bisa diandalkan, berencana untuk tinggal lebih lama di dalam organisasi dan mencurahkan lebih banyak upaya dalam bekerja.

(2)

Mowday, Porter, dan Steers dalam Munandar (2004 : 75) menyebutkan bahwa komitmen organisasi adalah sifat hubungan seorang individu dengan organisasi dengan memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut :

1. Menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi

2. Mempunyai keinginan berbuat untuk organisasinya

3. Mempunyai keinginan untuk tetap bersama dengan organisasinya

Griffin & Bateman dalam Munandar (2004:75) menyebutkan bahwa komitmen organisasi, adalah :

1. Dambaan pribadi untuk mempertahankan keanggotannya dalam organisasi 2. Keyakinan dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi

3. Kemauan secara sadar untuk mencurahkan usaha demi kepentingan organisasi

Robbins (2008 :140) menyatakan komitmen pada organisasi didefenisikan sebagai suatu keadaan diaman seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu.

(3)

Komitmen organisasi mencerminkan bagaimana seorang individu mengidentifikasi dirinya dengan organisasi dan terkait dengan tujuan-tujuannya (Kreitner dan Kinicki, 2008 : 274).

Komitmen organisasi adalah dimana karyawan itu mengenal, mengidentifikasi dan memihak pada suatu organisasi, serta berkeinginan untuk tetap tinggal dan selalu aktif berpartisipasi di dalam organisasi guna mencapai tujuan organisasi tersebut.

2.1.2 Bentuk-Bentuk Komitmen Organisasi

Allen dan Meyer (Panggabean, 2009:121), mendefenisikan komitemen organisasi sebagai sebuah konsep yang memiliki 3 dimensi (bentuk) yaitu affective, normative, dan continuance commitment. Affective commitment adalah tingkat seberapa jauh seorang karyawan secara emosi terikat, mengenal, dan terlibat dalam organisasi. Continuance commitment adalah suatu penilaian terhadap biaya yang terkait dengan meninggalkan organisasi. Normative commitment merujuk kepeda tingkat seberapa jauh seorang secara psychological terikat untuk menjadi karyawan dari sebuah organisasi yang didasarkan kepada perasaan seperti kesetiaan, affeksi, kehangatan, pemilikan, kebanggaan, kesenangan, kebahagiaan, dan lain-lain.

Sedangkan menurut Greenberg (2008:182), bentuk-bentuk komitmen organisasi adalah :

a. Affective commitment; the strength of a person’s desire to work for an

(4)

Affective commitment adalah kuatnya keinginan seseorang dalam bekerja bagi organisasi atau perusahaan disebabkan karena dia setuju dengan tujuan-tujuan organisasi tersebut dan ingin melakukannya.

b. Continuance commitment; the strength of a person’s to continue working

for an organization because he or she needs to and cannot afford to dod

other wise.

Continuance commitment adalah kuatnya keinginan seseorang dalam melanjutkan pekerjaannya bagi organisasi disebabkan karena dia membutuhkan pekerjaan tersebut dan tidak dapat melakukan pekerjaan yang lain.

c. Normative commitment; the strength of a person’s desire to continue

working for an organization because he or she feels obligation from others

to remain.

Normative commitment adalah kuatnya keinginan seseorang dalam melanjutkan pekerjaannya bagi organisasi disebabkan karena ia merasa berkewajiban dari orang lain untuk diperbahankan.

2.1.3 Konsekuensi dari Komitmen Organisasi

Menurut Greenberg (2008:184) konsekuensi dari komimen yaitu : a. Commited employees are less likely to with draw

(5)

diri. Komitmen mendorong untuk tetap mencintai pekerjaannya dan akan bangga ketika dia sedang berada di sana.

b. Commited employees are less willing sacrifice for an organization

Karyawan yang memiliki komtmen bersedia untuk berkorban demi organisasinyaa. Karyawan yang memiliki komitment menunjukkan kesadaran tinggi untuk membagikan dan berkorban untuk kelangsungan hidup perusahaan.

2.1.4 Cara Menumbuhkan Komitmen

Menurut Luthans (2008:13) komitmen organisasi memiliki tiga aspek utama yaitu :

1. Identifikasi

(6)

2. Keterlibatan

Keterlibatan karyawan dalam semua aktivitas kerja penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan karyawanmendorong mereka saling bekerjasama dengan baik antar sesama rekan kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk melibatkan semuakaryawan adalah dengan mendorong partisipasi mereka dalam berbagai pembuatan keputusan yang dapat menimbulkan keyakinan pada karyawan bahwa apa yang telah diputuskan merupakan keputusan secara bersama.

3. Loyalitas

Loyalitas karyawan terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk mempererat hubungan dengan organisasi, dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun. Kesediaan karyawan untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi merupakan hal yang penting dan menunjang komitmen mereka terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini dapat dilakukanapabila karyawan merasakan adanya keamanan dan kepuasan dalam organisasi. 2.1.5 Pedoman Peningkatan Komitmen Organisasi

Menurut Luthans (2008:250) memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem manajemen yang mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan:

(7)

2) Memperjelas dan mengkomunikasikan misi: a. Memperjelas misi, ideologi dan berkharisma. b. menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai.

c. menekankan orientasi berdasarkan nilai, pelatihan dan membentuk tradisi.

3) Menjamin keadilan organisasi: Memiliki prosedur penyampaian keluhan yang komprehensif dan menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif. 4) Menciptakan rasa komunitas: Membangun homogenitas berdasarkan nilai,

keadilan, menekankan kerja sama, saling mendukung dan kerja tim serta meruangkan waktu untuk berkumpul bersama.

5) Mendukung perkembangan karyawan: Melakukan aktualisasi, memberikan pekerjaan menantang pada tahun pertama, memajukan dan memberdayakan, mempromosikan karyawan dari dalam, menyediakan aktivitas perkembangan dan menyediakan keamanan kepada karyawan tanpa jaminan dalam bentuk apapun.

2.2 Leader Member Exchange

2.2.1 Pengertian Leader Member Exchange

(8)

melihat perilaku atasannya saja tetapi menekankan pada kualitas hubungan antara atasan dan bawahan.Robbins dan Judge (2008:101) membagi bawahan dalam dua kategori in-group members dan out- group members, yaitu :

1. In-group members

Atasan berpendapat bahwa bawahan yang ada pada kategori ini adalah bawahan yang dapat diandalkan dalam berpartisipasi dan memberikan usaha yang lebih dari yang ditetapkan di gambaran pekerjaan (job description). Atasan akan memperlakukan bawahan dalam kategori ini sebagai bawahan yang memperoleh penilaian kerja yang lebih tinggi, pergantian yang lebih rendah, dan kepuasan kerja yang lebih baik karena hubungan ini memiliki kualitas hubungan yang tinggi.

2. Out-group members

Atasan berpendapat bahwa bawahan dalam kategori ini adalah bawahan yang melaksanakan tugas -tugasnya sesuai dengan gambaran pekerjaan formal mereka saja. Atasan akan memperlakukan bawahan dalam kategori ini sebagai bawahan yang memperoleh lebih sedikit waktu, lebih sedikit penghargaan darinya dan mendapatkan sedikit dukungan dari atasan karena hubungan ini memiliki kualitas hubungan yang rendah.

(9)

masing – masing bawahanya. Tiap pasangan atasan dan bawahan dinamakan dengan “vertical dyad.”

Menurut Yukl (2010:79) istilah vertical dyad menunjuk kepada hubungan antara seorang pemimpin dan seorang bawahan saja. Dasar pemikiran teori vertical dyad adalah bahwa para pemimpin biasanya menetapkan sebuah hubungan yang istimewa dengan sejumlah bawahan yang dipercayai (kelompok in-group) yang berfungsi sebagai, misalnya asisten. Hubungan pertukaran yang dibangun dengan para bawahan yang selebihnya (kelompok ou-group) secaran berbeda.

Robbins (2008:289) berpendapat bahwa karena tekanan waktu, para pemimpin membangun suatu hubungan yang istimewa dengan suatu kelompok kecil bawahan mereka. Yulk (2010:70) mengatakan bahwa seleksi kelompok in dibuat atas dasar kesesuain pribadi dengan serta kemampuan dan dapat dipercayai bawahan tersebut. Selang beberapa waktu, pertukaran yang bersifat dyadic dengan para bawahan dari kelompok in akan mengikuti urutan pengembangan yang berbeda dari pada pertukaran-pertukaran dengan para bawahan dari kelompok out.

(10)

kepatuhan tersebut ada, maka bawahan tersebut akan menerima manfaat-manfaat standar untuk tugasnya (seperti misanya gaji) (Yulk, 1998:82).

2.2.3 Evaluasi dari Teori leader member exchange (in-group member)

Pada saat ini teori LMX lebih banyak deskriptif dari pada preskriptif. Teori menjelaskan sebuah proses khas pembuatan peran oleh para pemimpin, namun tidak memperinci pola hubungan pertukaran ke bawah dengan berbagai bawahan yang bagaimana adalah optimal bagi efektivitas kepemimpinan (Robbins, 2007:140).

Sebuah kelompok in yang dibedakan secara tajam kemungkinan akan menciptakan perasaan benci dan akan merusak identifikasi tim diantara para bawahan dari kelompok out (Robbins, 2007:43). Permusuhan antara kedua kelompok tersebut kemungkinan akan merusak kerjasama tim antar keduanya. Tingkat kepatuhan minimal yang diharapkan dari para bawahan kelompok out yang merasa benci pada atasannya karena mereka merasa bahwa para “anak mas”

(favorite) dari atasan terebut memperoleh manfaat-manfaat yang lebih banyak dari pada seharusnya.

(11)

2.2.4 Hubungan leader member exchange (in-group member) dan Atribusi Tentang Para Bawahan

Proses yang mempengaruhi antara atasan dan bawahan adalah ketika atasan mengetahui bahwa bawahannya bersikap berbeda yaitu dirasa tidak berkompeten tehadap pekerjaan yang telah diberikan.Teori artibusi adalah sebuah teori kognitif yang telah digunakan untuk menjelaskan bagaimana seorang manajer menginterprestasikan informasi mengenai kinerja seorang bawahan dan memutuskan bagaimana akan beraksi terhadap bawahan tersebut (Yulk, 2010:8).

Yulk (1996) dalam As’ad (2010:104) menyatakan bahwa manajer menghubungkan sebab – sebab terjadinya kinerja yang jelek dari bawahan tersebut, yaitu atribusi yang bersifat internal dan atribusi yang bersifat eksternal.

1. Atribusi bersifat internal a. Tidak ada usaha. b. Tidak ada kemampuan. 2. Atribusi bersifat eksternal

a. Tugas terebut mempunyai hambatan – hambatan yang memang sudah ada.

b. Sumber daya – sumber daya yang tidak mencukupi. c. Tidak cukup informai.

d. Orang lain gagal memberi dukungan yang dibutuhkan atau murni karena kurang mujur saja.

(12)

tugas-tugas yang sama, (2) bawahan terebut melaksanakan tugas-tugas lain secara efektif, (3) bawahan terebut melakukan hal yang sama baiknya dengan orang lain dalam situai yang sama, (4) dampak dari kegagalan – kegagalan atau kesalahan-kesalahan tidak serius atau bahaya, (5) manajer tersebut tergantung kepada bawahan bagi keberhasilannya sendiri, (6) bawahan tersebut dianggap mempunyai kemampuan-kemampuan menembus lainnya (popularitas, keterampilan, kepemimpinan), (7) bawahan tersebut telah menawarkan maaf, (8) terdapat bukti sebab-sebab eksternal.

2.2.5 Dimensi dalam leader member exchange (LMX)

Menurut Griffin (2010:56) dijelaskan bahwa LMX adalah multi dimensional dan memiliki empat dimensi yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi dan respek terhadap profesi, yaitu :

1. Kontribusi

Kontribusi berkaitan dengan kegiatan yang berorientasi pada tugas ditingkat tertentu antara setiap anggota untuk mencapai tujuan bersama. Hal penting dalam mengevaluasi kegiatan yang berorientasikan pada tugas adalah suatu tingkat dimana bawahan bertanggung jawab dan menyelesaikan tugas melebihi uraian kerja, demikian halnya pada atasan yang menyediakan sumber daya dan kesempatan untuk melakukan hal tersebut.

2. Loyalitas

(13)

menyangkut pada kesetiaan penuh terhadap seseorang secara konsisten dari suatu situasi ke siatuasi lainnya.

3. Afeksi (Pengaruh)

Afeksi adalah perasaan, kepedulian di antara atasan dan bawahannya terutama yang berdasarkan pada daya tarik antar individu dan bukan hanya pada pekerjaan atau nilai profesionalnya saja. Bentuk kepedulian yang demikian mungkin saja dapat ditunjukkan dalam suatu keinginan untuk melakukan hubungan yang menguntungkan dan bermanfaat, seperti antar sahabat.

4. Respek terhadap profesi

Respek terhadap profesi adalah persepsi mengenai sejauh mana pada setiap hubungan timbal balik telah memiliki dan membangun reputasi di dalam dan di luar organisasi, melebihi apa yang telah ditetapkan di dalam pekerjaan. 2.3 Keadilan Organisasi

2.3.1 Pengertian Keadilan Organisasi

Menurut Greenberg (2008:93) keadilan organisasional berpusat pada dampak dari pengambilan keputusan manajerial, persepsi kualitas, efek keadilan, hubungan antara faktor individu dan situasional serta menjelaskan persepsi keadilan individu dalam organisasi. Menurut Robbins dan Judge (2008:303) Keadilan organisasional dapat mencakup masalah yang berkaitan dengan persepsi gaji yang adil, kesempatan yang sama untuk mendapatkan promosi kenaikan jenjang karir dan prosedur seleksi yang benar.

(14)

Melalui penggunaan model persamaan struktural, Sweenney dan Mc Farlin mendefinisikan bahwa keadilan distributif berkaitan dengan hasil tingkat organisasi (membayar kepuasan) sedangkan keadilan prosedural berkaitan dengan hasil tingkat organisasi (komitmen organisasi).

Keakuratan model dua faktor ditantang oleh penelitian yang menunjukkan bahwa faktor ketiga (keadilan interaksional) mungkin terlibat. Menurut Robbins (2008:113) berpendapat bahwa keadilan interaksional berbeda dari keadilan prosedural karena merupakan komponen pertukaran interaksi sosial dan kualitas pelakuan, sedangkan keadilan prosedural merupakan proses yang digunakan untuk sampai ketahap hasil keputusan. Umumnya peneliti dalam perjanjian mengenai perbedaan antara keadilan prosedural dan distributif selalumendapatkan kontroversi atas perbedaan antara keadilan interaksional dan keadilan prosedural. Menurut Pasolang (2008:34) menunjukkan bahwa model empat faktor yaitu keadilan prosedural, keadilan distributif, keadilan interpersonal dan keadilan informasional secara signifikan lebih baik daripada model dua atau tiga faktor.

(15)

2.4 Dimensi Keadilan Organisasi 1. Keadilan Prosedural

Menurut Leventhal yang dikutip Kozlowski, (2012:528) keadilan prosedural adalah persepsi mengenai proses keikutsertaan untuk mencapai suatu hasil dengan menfokuskan beberapa kriteria untuk memenuhi prosedur adil seperti:

1. Konsistensi

Diterapkan secara konsisten terhadap orang dan waktu. 2. Akurasi

Memastikan bahwa informasi yang akurat dikumpulkan dan digunakan dalam pengambilan keputusan.

3. Prosedur etis

Sesuai dengan standar pribadi atau sesuai dengan etika dan moralitas. 4. Bebas bias

Memastikan bahwa pihak ketiga tidak memiliki kepentingan dalam penyelesaian permasalahan dalam bentuk apapun.

(16)

keluaran organisasi yang lebih baik seperti peningkatan komitmen organisasi, keinginan tetap tinggal dalam organisasi dan peningkatan kinerja.

Jadi berdasarkan beberapa pandangan beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan keadilan prosedural adalah persepsi dan pandangan karyawan terhadap keadilan semua proses, maupun prosedur keputusan dalam organisasi seperti keharusan membayar imbalan, evaluasi, promosi dan tindakan disipliner.

2. Keadilan Distributif

Menurut Greenberg (2008:46) keadilan distributif didefinisikan sebuah bentuk keadilan organisasi yang berfokus pada kenyakinan karyawan bahwa mereka telah menerima jumlah imbalan yang sesuai serta mendapatkan penghargaan.

1. Imbalan atau kompensasi

Merupakan faktor penting yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa orang-orang bekerja pada suatu organisasi dan bukan pada organisasi yang lainnya.usahaan harus cukup kompetitif dengan beberapa jenis kompensasi untuk mempekerjakan, mempertahankan, dan memberi imbalan terhadap kinerja setiap individu di dalam organisasi. Sistem kompensasi dalam organisasi harus dihubungkan dengan dengan tujuan dan strategi organisasi serta keseimbangan antara keuntungan dan biaya pengusaha dengan harapan dari karyawan. Program kompensasi dalam organisasi harus memiliki empat tujuan, antara lain :

a. terpenuhinya sisi legal, dengan segala peraturan dan hukum yang sesuai b. efektifitas biaya untuk organisasi

(17)

d. peningkatan keberhasilan kinerja organisasi. 2. Penghargaan

Kegiatan dimana organisasi menilai kontribusi karyawan dalam rangka untuk mendistribusikan penghargaan moneter dan non moneter cukup langsung dan tidak langsung dalam kemampuan organisasi untuk membayar berdasarkan peraturan hukum. penghargaan dibedakan menjadi penghargaan intrinsik (intrinsic rewards) dan penghargaan ekstrinsik (extrinsic rewards). Penghargaan ekstrinsik dibedakan menjadi penghargaan ekstrinsik langsung (gaji,upah, imbalan berdasarkan kinerja) penghargaan ekstrinsik tidak langsung (program proteks bayaran diluar jam kerja, fasilitas-fasilitas untuk karyawan). Penghargaan intrinsik adalah penghargaan yang diterima seseorang sebagai imbalan atas pekerjaannya yang tidak dalam bentuk uang. Biasanya penghargaan tersebut dapat berupa rasa aman dalam pekerjaan, simbulstatus, penghargaan masyarakat dan harga diri. Penghargaan ekstrinsik langsung disebut juga penghargaan berupa uang merupakanimbalan yang diterima seseorang atas jerih payahnya dalam bentuk uang berupa gaji. Imbalan berdasarkan kinerja dapat berupa pembayaran lainnyayang berdasarkan hasil produktivitas yang terdiri dari insentif dan bonus.

Selanjutnya, Muchinsky (2005:321) mengatakan bahwa keadilan distributif dinilai melalui tiga perspektif. Prespektif ini merupakan tambahan dari pandangan sebelumnya, yaitu :

(18)

diberikan individu. Semakin tinggi produktivitas kerja individu, semakin tinggi bonus yang didapat.

2. Equality, semua orang yang mempunyai kesempatan yang sama dalam mendapatkan hasil atau keputusan. Apapun keahlian, lama kerja, jabatan, prestasi kerja, hasil yang didapat tetap sama. Misalnya semua pegawai mendapatkan jumlah bonus yang sama di akhir yahun.

3. Need, pengalokasian hasil yang ideal sesuai dengan kebutuhan individu. Misalnya dalam pembagian bonus, individu yang sedang membutuhkan bantuan financial mendapat bonus lebih besar.

Teori keadilan distributif menyatakan bahwa individu dalam organisasi akan mengevaluasi distribusi setiap hasil organisasi dengan memperhatikan beberapa aturan distribusi dan aturan yang paling sering digunakan yaitu aturan hak menurut keadilan. Keadilan distributif berfokus pada persepsi keadilan akan hasil bagi karyawan dalam sebuah organisasi dan didasarkan pada gagasan ekuitas.

Menurut Colquitt yang dikutip oleh Foster (2010:28) keadilan distributif mengacu pada keseimbangan distribusi hasil organisasi berupa gaji, tunjangan dan bonus. Pada saat individu dalam organisasi mempersepsikan bahwa rasio masukan imbalan yang mereka terima seimbang, mereka akan merasakan kewajaran yang mengindikasikan adanya keadilan distributif.

(19)

organisasi juga harus diberikan secara adil sesuai dengan perilaku negatif karyawan.

Menurut Sounders dan Thornlhil yang dikutip oleh Searle dan Skinner (2011:286). Keadilan distributif merupakan suatu anggapan mengenai keadilan hasil oleh organisasi dalam hubungannya dengan individu dan input kelompok. Keadilan ini didominasi oleh teori kesamaan khususnya dalam hal bagaimana individu mengevaluasi dan bereaksi terhadap perlakuan yang berbeda.

Jadi berdasarkan beberapa pandangan beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa keadilan distributif merupakan keadilan atas hasil kerja baik individu maupun kelompok, yang bukan hanya semua karyawan mendapatkan keadilan imbalan saja, akan tetapi keadilan hukuman juga harus diberlakukan secara adil bagi mereka.

3 . Keadilan Interaksional

Aspek terakhir dari keadilan organisasional adalah keadilan interaksional dan mungkin yang paling sederhana diantara ketiga aspek ini (Cropanzano et al., 2007:35). Menurut Robbins dan Judge (2008:234) mendefinisikan keadilan interaksional merupakan persepsi individu tentang tingkat sampai dimana seorang karyawan diperlakukan dengan penuh martabat, perhatian, dan rasa hormat.

(20)

Menurut Tyler (Yuwono, dkk, 2005:133) menyebutkan ada tiga hal penting yang patut diperhatikan dalam membahas keadilan interaksional, yaitu :

1. Penghargaan

Khususnya penghargaan kepada status seorang, hal ini tercermin dalam bentuk perlakuan atau tindakan dari orang yang berkuasa (pimpinan) terhadap anggota kelompoknya. Apabila baik kualitas pimpinan terhadap para anggota maka interkasinya dinilai makin adil oleh anggotanya.

2. Netralitas

Konsep ini berkembang karena butuh keterlibatan dengan pihak keriga manakala ada masalah hubungan sosial antara suatu pihak dengan pihak yang lain. Netralitas dalam keputusan atas konflik kedua belah pihak dapat tercapai manakala dasar-dasar dalam pengambilan keputusan lebih banyak menggunakan fakta dan bukan opini, apalagi fakta yang ditampilkaan mempunyai nilai objektivitas yang tinggi juga punya validitas yang tinggi pula.

3. Kepercayaan

Hal ini banyak dikaji pada aspek interaksional. Kepercayaan sering didefinisikan sebagai harapan pihak lain dalam melakukan hubungan sosial, yang didalamnya mencakup resiko yang berkaitan dengan harapan tersebut.

(21)

1. Keadilan Interpersonal

Memperlakukan seorang karyawan dengan martabat, perhatian, rasa hormat

2. Keadilan Informasional

Berbagi informasi yang relevan dengan karyawan Tabel 2.1

Komponen Keadilan Organisasi 1. Keadilan Distributif: kelayakan imbalan

a. Keadilan: menghargai karyawan berdasarkan kontribusinya.

b. Persamaan: menyediakan kompensasi bagi setiap karyawan yang secara garis besar sama.

c. Kebutuhan: menyediakan benefit berdasarkan pada kebutuhan personal seseorang.

2. Keadilan Prosedural: kelayakan proses alokasi

a. Konsisten: semua karyawan diperlakukan sama.

b. Lack of Bias: tidak ada orang atau kelompok yang diistimewakan atau diperlakukan tidak sama.

c. Keakuratan: keputusan dibuat berdasarkan informasi yang akurat. d. Pertimbangan Wakil Karyawan: pihak-pihak terkait dapat

memberikan masukan untuk pengambilan keputusan.

e. Koreksi: mempunyai koreksi banding atau mekanisme lain untuk memperbaiki kesalahan.

f. Etika: norma pedoman professional tidak dilanggar 3. Keadilan Interpersonal:

a. Keadilan interpersonal: memperlakukan seorang karyawan dengan martabat, perhatian, dan rasa hormat.

b. Keadilan informasional: berbagi informasi yanh relevan dengan karyawan

(22)

2.3.3 Keadilan Distributif dan Perbandingan Sosial

Teori ini menggali proses psikologi yang berhubungan dengan pembentukan penilaian keadilan yang fokus pada penilaian keadilan distributif yaitu equity theory Adams dalam Miner (2007:94). Teori klasik ini menjelaskan bahwa setiap orang menentukan apakah mereka diperlakukan secara adil atau tidak dengan membandingkan rasio input yang mereka berikan (waktu dan sumber daya) dihubungkan dengan apa yang mereka terima (gaji, promosi dan kesempatan pengembangan diri), selanjutnya perbandingan rasio ini juga dibandingkan dengan rasio yang sama pada orang lain. Karyawan mengevaluasi hasil yang diterima dan menilai adanya perlakuan secara tidak adil pada mereka melalui perbandingan input dan output dengan sesama rekan kerja. Sebagai contoh, bila beberapa karyawan mendapatkan pekerjaan yang sama dan input serta output yang mereka hasilkan sama akan tetapi penerimaan hasil mereka terdapat perbedaan signifikan maka mereka akan menilai adanya ketidakadilan dalam perlakuan. Rasa ketidakadilan melalui perbandingan ini akan menimbulkan rasa tidak nyaman dan akan berdampak pada kepuasan kerja karyawan tersebut. 2.4 Penelitian Terdahulu

(23)

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

(24)
(25)

2.5 Kerangka Konseptual

Menurut Griffin (2010:119) Leader Member Exchange (LMX) adalah hubungan yang variatif antara atasan dengan bawahan. LMX itu terjadi karena keterbatasan waktu atasan untuk berinteraksi dengan semua bawahan dalam organisasi tempat bekerja.

Ivancevich et al. (2007:121) menjelaskan Leader Member Exchange (LMX) mengklasifikasikan bawahannya menjadi anggota in-group dan out-group. Anggota in-group akan menerima penugasan yang menantang dan menerima imbalan yang lebih bermakna. Sedangkan anggota out-group menrima tugas yang lebih tidak menentang, menerima imbalan yang lebih sedikit.

Keadilan organisasi mencerminkan bagaimana mereka diperlukan secara adil di tempat kerja (Kreitner dan Kinicki, 2008:320). Karena keadilan organisasi merupakan daya penggerak bagi karyawan dalam meningkatkan kinerja dan komitmen pada organisasi.

Runing (2011:26) melakukan penelitian berkaitan dengan keadilan organisasi dan komitmen organisasional. Hasil penelitian menyatakan bahwa keadilan internal prosedural, keadilan internal distributif, dan keadilan eksternal secara positif berhubungan dengan komitmen organisasional.

(26)

mendapatkan sedikit dibandingkan yang sepantasnya pada pembanding lain. Perasaan kehilangan hak akan meningkatkan kemangkiran, menurunkan komitmen terhadap organisasi dan meningkatkan rasa ketidakadilan.

Teori leader member exchange didapatkan pada konsep pembentukan peran dan social exchange. Komitmen bawahan merupakan bagian penting dalam proses tersebut. Pimpinan akan menguji dan mengevaluasi kinerja bawahannya. Bila kinerja pegawai dianggap memuaskan pada tahap tertentu, maka hal tersebut akan meningkatkan kualitas interaksi atasan bawahan selanjutnya. Proses penilaian peran juga dilakukan oleh bawahan, dimana seorang bawahan yang menilai positif pimpinannya akan mempengaruhi interaksi vertikal akan menjadi lebih baik pula sehingga akan lebih komit terhadap organisasi.

Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Leader Member Exchange (LMX)

(X1)

Komitmen Organisasional (Y)

(27)

2.6 Hipotesis

Sehubungan dengan uraian di atas maka dikemukakan hipotesis penelitian ini adalah :

H1: Terdapat pengaruh yang signifikan antara Leader Member Exchange terhadap Komitmen Organisasional karyawan pada Harian Orbit Medan

H2: Terdapat pengaruh yang signifikan antara Keadilan Organisasi terhadap Komitmen Organisasional karyawan pada harian Orbit Medan

Gambar

Tabel 2.1 Komponen Keadilan Organisasi
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Ada empat kondisi yang menentukan berhasilnya orang lanjut usia dalam menyesuaikan diri terhadap kehidupan di panti wredha yaitu: pertama, apabila pria atau wanita yang masuk ke

 Karakteristi fisik dan non-fisik Kota Denpasar dapat dilihat dari bentuk topografi, penggunaan lahan, pengaruh kosmologi tradisional dalam penataan ruang,.

Output : Terlaksananya Monitoring Evaluasi pelaporan Obat dan bahan habis pakai di Puskesmas dan jaringannya-. 5

Second, the above-mentioned shortest distance is regarded as cost to carry out Least-Cost Path Analysis so as to get a group of terrain features lines having the least

Untuk perencanaan jalan raya yang baik, bentuk geometriknya harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga jalan yang bersangkutan dapat memberikan keamanan dan kenyamanan bagi

Pada penelitian sebelumnya (Karlianda, 2012) telah dilakukan upaya terhadap perkembangan subkultur tunas gaharu dengan menggunakan kombinasi NAA dan BAP dan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan responden yang menjadi nasabah pada Bank Sumut, BCA, BNI, BRI dan Bank Mandiri menyatakan unsur keamanan dan pelayanan sudah cukup baik..

Asuhan Keperawatan Typhoid Abdominalis, Contoh Asuhan Keperawatan Typhoid Abdominalis, Makalah Asuhan Keperawatan Typhoid Abdominalis, Typus abdominalis adalah