BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan yang berangsur
diberikan kepada bayi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi menjelang dan sesudah
disapih sebelum bayi diberikan makanan anak (Ariani, 2017).
2.1.1 Jenis MP-ASI
Jenis Makanan Pendamping ASI adalah sari buah,makanan lumat (contoh:
bubur susu, bubur tepung), makanan lembek (contoh: tim saring lengkap, bubur
beras lengkap, makaroni) (Ariani,2017).
2.1.2 Tujuan Pemberian MP-ASI
1. Melengkapi nutrien yang kurang pada ASI
2. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam makanan
dengan berbagai tekstur dan rasa
3. Mengembangkan Kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan
4. Melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung energi tinggi
(Ariani, 2017).
2.1.3 Dampak Negatif MP-ASI
1. Meningkatnya angka kesakitan dan kematian pada bayi
2. Kegemukan pada bayi
3. Tidak praktis dan ekonomis
4. Akan mengurangi hubungan kasih sayang antara ibu dan anak (Susilowati dan
2.1.4 Tabel Rekomendasi Pemberian Makanan Pada Bayi usia 6-12 Bulan
Waktu Diet Jumlah
05.00-06.00 Asi – Susu Formula 150-180 cc
08.00 Bubur susu 6- 9 sdm
11.00 Juice atau buah 75-125 cc, 6-8 sdm
13.00 Nasi tim saring 6-8 sdm
15.00 Asi – Susu formula 150-180 cc
16.00 Biskuit 1-3 keping
18.00 Bubur susu, usia 7 bulan diganti nasi tim saring
6-8 sdm
21.00-22.00 Asi- Susu formula 150-180 cc
22.00-06.00 Bila berat badan normal dan bayi banyak minum susu pada siang hari sebaiknya pada malam hari tidak minum susu dan sebaliknya.
_
Tabel 2.1 Tabel Rekomendasi Pemberian Makanan Pada Bayi 2.1.5 Karakteristik Produk MP-ASI Bubuk Instan
1. Bentuk
MP-ASI bubuk instan berbentuk bubuk dengan distribusi partikel 95% lolos
uji penyaringan 600 micrometer,dan 100% lolos uji penyaringan 1000
micrometer.
2. Konsistensi
MP-ASI bubuk instan bila dicampur dengan airakan menghasilkan bubur
halus tanpa gumpalan dengan kekentalan yang memungkinkan pemberian
3. Rasa
MP-ASI bubuk instan mempunyai tiga rasa yang disukai bayi, yaitu: beras
merah, kacang hijau, dan pisang.
4. Kadaluwarsa
MP-ASI bubuk instan aman dikonsumsi dalam waktu 24 bulan setelah tanggal
produksi (Menkes RI, 2007).
2.2Kemasan dan Label Makanan Pendamping ASI
Persyaratankemasan dan label yang dipergunakan pada MP-ASI menurut
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
224/Menkes/SK/II/2007 :
1. Jenis kemasan adalah metalized plastik food grade
2. Berat bersih kemasan 200 gram
3. Setiap15 kemasan yang terdiri dari 3 rasa yaitu beras merah, kacang hijau, dan
pisang masing-masing 5 kemasan @200 gram dikemas lagi dalam satu kotak
kardus
4. Pada kotak kardus tercantum keterangan:
4.1Nama produk
4.2Tanggal kadaluarsa
4.3Jumlah kemasan
4.4Petunjuk penyimpanan
4.5Petunjuk penganan
5.1“untuk dikonsumsi selama satu bulan”
5.2 “MP-ASI Bubuk Instan mengandung 12 vitamin dan 7 mineral yang
dibutuhkan bayi”
6. Pelabelan harus sesuai dengan peraturan pemerintah No. 69 tahun 1999
tentang label dan iklan pangan. Pada kemasan metalized plastic harus
dicantumkan:
6.1Nama produk, logo Depkes dan tulisan “DEPKES” serta tulisan “MP-ASI
BUBUK INSTAN”. Urutan pencantum dimulai dengan tulisan “DEPKES” di
bagian tengah atas, diikuti dengan logo Depkes dan tulisan ‘MP-ASI BUBUK
INSTAN”. Keseluruh tulisan tersebut dicantumkan pada bagian utama label
dan menggunakan 1/3 bagian permukaan kemasan. Selanjutnya semua tulisan
di dalam label berwarna hitam kecuali lambang dan tulisan Depkes berwarna
hijau
6.2Keterangan tentang berat bersih, dicantumkan pada bagian utama label
6.3Nama dan alat produsen, dicantumkan pada bagian utama label
6.4Daftar dan bahan yang digunakan
6.5Informasi nilai gizi, mencantumkan nilai energi, lemak protein, karbohidrat,
vitamin dan mineral. Keterangan tersebut dicantumkan per 100 gr dan per
takaran informasi nilai gizi sesuai pedoman pencantuman informasi nilai gizi
6.6Petunjuk penyiapan dalam bentuk gambar dan tulisan yang jelas dan mudah
2.3Logam Berat
Menurut seorang ahli kimia, Logam berat ialah logam yang mempunyai berat
5 gram atau lebih untuk setiap cm3,dan bobot ini beratnya 5 kali dari berat air.
Dengan sendirinya logam yang beratnya kurang dari 5 gram termasuk logam
ringan. (Darmono, 1995).
2.3.1 Kadmium (Cd)
Logam Kadmium berwarna putih keperakan menyerupai aluminium. Logam
Kadmium menjadi populer setelah timbulnya pencemaran air sungai di wilayah
kumamoto jepang yang menyebabkan keracunan pada manusia. Logam ini
biasanya selalu ada bercampur dengan logam lain, terutama dalam pertambangan
seng (Zn)dan timah hitam yang selalu ditemukan dengan kadmium dengan kadar
0,2-0,4% (Darmono, 1995).
2.3.2 Sifat dan Kegunaan logam Cd
Kadmium mempunyai sifat tahan panas sehingga sangat bagus untuk
campuran pembuatan bahan bahan keramik, enamel, plastik; dan sangat tahan
terhadap korosi sehingga bagus untuk melapisi pelat besi dan baja.
Logam Kadmium digunakan untuk melapisi logam seperti halnya seng, tetapi
bisa juga digunakan sebagai elektrolisis. Cd juga banyak digunakan sebagai bahan
pigmen untuk industri cat, enamel dan plastik. Bentuk garam kadmium dari asam
lemah sangat bagus untuk stabilisator pada pembuatan PVC ataupun plastik untuk
mencegah radiasi dan oksidasi (Darmono,1995).
2.3.3 Toksisitas Logam Cd pada Manusia
Kasus toksisitas kadmium dilaporkan sejak pertengahan tahun 1980-an dan
akhir abad 20-an. Sampai sekarang diketahui bahwa Cd merupakan logam berat
yang paling banyak menimbulkan toksisitas pada makhluk hidup. Kadmium
masuk kedalam tubuh manusia terjadi melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Darmono, 2001).
Toksisitas logam pada manusia menyebabkan beberapa akibat negatif, tetapi
yang terutama adalah timbulnya kerusakan jaringan, terutama jaringan
detoksifikasi dan ekskresi (hati dan ginjal). Beberapa logam mempunyai sifat
karsinogenik (pembentuk kanker), maupun teratogenik (salah bentuk organ). Daya
toksisitas logam ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kadar logam yang
termakan, lamanya mengkonsumsi, umur, spesies, jenis kelamin, kebiasaan
makan makanan tertentu, kondisi fisik, dan kemampuan jaringan tubuh untuk
mengakumulasi logam (Darmono, 1995).
2.3.4 Mekanisme Toksisitas Cd
Kadmium dalam tubuh terakumulasi dalam hati dan ginjal terutama terikat
sebagai metalotionein. Kemungkinan besar pengaruh toksitas Cd disebabkan oleh
interaksi antara Cd dan protein tersebut, sehingga menimbulkan hambatan
terhadap aktivitas kerja enzim dalam tubuh (Darmono, 2001).
Plasma enzim yang diketahui dihambat Cd ialah aktivitas dari enzim
alfa-antitripsin. Terjadinya defesiensi enzim ini dapat menyebabkan emfisema dari
paru dan hal ini merupakan salah satu gejala gangguan paru karena toksisitas Cd.
Kadmium lebih beracun bila terhisap melalui saluran pernapasan daripada melalui
saluran pencernaan. Kasus keracunan Cd kronis juga menyebabkan gangguan
2.3.5 Pengobatan Keracunan Cd
Pengobatan toksisitas Cd tidak begitu dianjurkan seperti pada keracunan
logam lain. Biasanya pengobatan hanya bersifat suportif saja, seperti pemberian
vitamin D untuk pengobatan nyeri tulang. Pengobatan dengan menggunakan
bahan kelat tidak dianjurkan, walaupun dapat meningkatkan ekskresi Cd melalui
ginjal, tetapi hal tersebut juga dapat menyebabkan toksik pada ginjal. Kondisi
tersebut terjadi karena ikatan komplek dari kelasi dapat menyebabkan reaksi
disosiasi ginjal pada waktu terjadi pembebasan Cd (Darmono, 2001).
2.4Dekstruksi Logam 2.4.1 Dekstruksi Kering
Dekstruksi kering merupakan teknik yang umum digunakan
untukmendekomposisi bahan organik. Sampel diletakkan di dalam krusibel
dandipanaskan sampai semua materi organik terurai dan meninggalakan
residuanorganik yang tidak menguap dalam logam oksida. Temperatur yang
palingumum digunakan adalah 500-550°C. Selain unsur C, H dan N, beberapa
logamakan hilang dengan dekstruksi kering ini, diantaranya halogen, S, Se, P, As,
Sb,Ge, Ti, Hg (Anderson, 1987).
2.5Spektrofotometri Serapan Atom
Metode spektrofotometri serapan atom sangat tepat untuk analisis zat pada
konsentrasi rendah. Teknik ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan metode
Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom
menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat
unsurnya. Umumnya bahan bakar yang digunakan adalah propana, butana,
hidrogen dan asetilen, sedangkan oksidatornya adalah udara, oksigen, N2O dan
asetilen. Logam logam yang mudah diuapkan seperti Cu, Pb, Zn, Cd, umumnya
ditentukan pada suhu rendah sedangkan untuk unsur-unsur yang tak mudah
diatomisasi diperlukan suhu tinggi (Khopkar, 1990).
Cara kerja Spektroskopi Serapan Atom ini adalah berdasarkan atas penguapan
larutan sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya diubah menjadi
atom bebas. Atom tersebut mengapsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang
dipancarkan dari lampu katoda (Hollow Cathode Lamp) yang mengandung unsur
yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang
gelombang tertentu menurut jenis logamnya (Darmono,1995).
2.6Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom
Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:
Sumber sinar yang lazim adalah lampu katoda berrongga (hallow cathode
lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung satu katoda
dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam
atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia
(neon dan argon) dengan tekanan rendah (10-15 torr). Neon biasanya lebih disukai
karena memberi intensitas pancaran lampu yang lebih rendah. Bila antara anoda dan
katoda diberi suatu selisih tegangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan
memancarkan berkas-berkas elektron yang bergerak menuju anoda yang mana
kecepatan dan energinya sangat tinggi. Elektron-elektron dengan yang mana
kecepatan dan energinya sangat tinggi, elektron-elektron dengan energi tinggi ini
dalam perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan dengan gas-gas mulia diisikan
tadi (Rohman, 2007).
2. Tempat sampel
Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan
dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan
dasar. Ada terbagi macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu
sampel menjadi uap atom-atom yaitu: dengan nyala (flame) dan dengan tanpa
nyala (flameles) (Rohman, 2007).
a. Nyala (flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan
menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Pada
spektrofotometri emisi atom, nyala ini berfungsi untuk mengeksitasikan atom dari
tingkat dasar menjadi tingkat yang lebih tinggi (Rohman, 2007).
asetilen-udara 2200⁰C dan gas asetilen-dinitrogen oksida (N2O) sebesar 3000⁰C
(Rohman, 2007).
b. Tanpa nyala (flameless)
Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka karena atom gagal mencapai
nyala, tetesan sampel yang masuk ke dalam nyala yang terlalu besar, dan proses
atomosasi yang kurang sempurna. Oleh karena itu timbullah suatu teknik atomisasi
yang baru yakni atomisasi tanpa nyala. Pengatoman dapat dilakukan dengan tungku
dari grafit seperti tungku yang dikembangkan oleh Masmann (Rohman, 2007).
3. Monokromator
Pada SSA, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang
gelombang yang digunakan dalam analisis. Disamping sistem optik, dalam
monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi
resonansi dan kontinyu yang disebut dengan chopper (Rohman, 2007).
4. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat
pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (photomultiplier tube).
Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi yaitu yang memberikan
respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu, dan yang hanya memberikan
respon terhadap radiasi resonansi (Rohman, 2007).
5. Readout
Readout merupakan suatu alat petunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem
pencatat hasil. Pencatat hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi
untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat berupa angka
atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau
Untuk keperluan analisis kuantittif dengan SSA, maka sampel harus dalam
bentuk larutan. Untuk menyiapkan larutan, sampel harus diperlakukan sedemikian
rupa yang pelaksanaannya tergantung dari macam dan jenis sampel. Yang penting
untuk diingat adalah bahwa larutan yang akan dinalisis haruslah sangat encer
(Rohman, 2007).
Ada beberapa cara untuk melarutkan sampel, yaitu :
− Langsung dilarutkan dengan pelarut yang sesuai
− Sampel dilarutkan dengan suatu asam
− Sampel dilarutkan dengan suatu basa atau dilebur terlebih dahulu dengan basa
kemudian hasil leburan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai.
Metode pelarut apapun yang akan dipilih untuk dilakukan analisis dengan
SSA, yang terpenting adalah bahwa larutan yang dihasilkan harus jernih, stabil,
dan tidak mengganggu zat-zat yang akan dianalisis. Metode kuantifikasi hasil
analisis dengan metode SSA yang dilakukan adalah dengan menggunakan
kuantifikasi dengan kurva baku (kurva kalibrasi). SSA bukan merupakan metode
analisis yangabsolut.Suatu perbandingan dengan merupakan metode yang umum