BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah cross sectional, yaitu penelitian untuk mempelajari
dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, cara pendekatan, observasi
atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. Pada penelitian cross sectional ini
akan dipelajari pengaruh antara variabel dependen (SAR) dan variabel independen
(pH saliva) dalam satu waktu.21
3.2Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Lokasi ini dipilih atas dasar hasil penelitian Donatsky yang menyatakan prevalensi
SAR tertinggi terjadi pada mahasiswa pendidikan kesehatan khususnya pada
mahasiswa FKG.14 Waktu penelitian dimulai dari bulan Juli 2012 sampai Januari 2013.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah mahasiswa FKG USU baik pria dan wanita yang
ditetapkan dengan 2 kriteria yaitu, kriteria inklusi dan eksklusi.
3.3.2 Sampel Jumlah sampel
Jumlah subjek penelitian ini diambil dengan rumus uji hipotesis 2 kelompok
Keterangan :
n : jumlah subjek yang diperlukan
Z: nilai kepercayaan 1,96 α : 1,64
β : 0,842 X1-X2: 16
sd : 0,55
38,540 orang
Penelitian ini menggunakan subjek minimum penderita SAR sebanyak 40
mahasiswa FKG USU serta ditambah subjek kontrol berjumlah 40. Untuk
menghindari bias penelitian jumlah subjek ditambah 10% menjadi 45 penderita SAR
dan 45 non penderita SAR sebagai subjek kontrol. Teknik pengambilan subjek
digunakan teknik purposive dimana berdasarkan pada kriteria inklusi dan eksklusi,
berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.21
Subjek penelitian adalah mahasiswa FKG USU yang memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Kriteria Inklusi
1. Subjek penelitian penderita SAR baik minor maupun mayor.
2. Subjek penelitian yang tidak penderita SAR.
2
3. Subjek penelitian pada semua angkatan.
4. Subjek penelitian tidak menderita penyakit sistemik.
5. Subjek penelitian tidak makan 2 jam dan 1 jam setelah menyikat gigi
sebelum dilakukan penelitian.
6. Subjek penelitian harus dapat mengeluarkan saliva.
b. Kriteria Eksklusi.
Subjek peneliti yang tidak bersedia menjadi sampel.
3.4 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian
3.4.1.1 Variabel Tergantung 1. SAR.
2. Non SAR.
3.4.1.2 Variabel Bebas pH saliva
3.4.1.3 Variabel Terkendali 1. Umur.
2. Subjek peneliti tidak makan 2 jam dan 1 jam setelah sikat gigi.
3.5 Defenisi Operasional
Variabel Definisi Operasional
Satuan
jaringan nekrotik
3.6 Sarana Penelitian 3.6.1 Alat dan Bahan Alat:
1. Kaca Mulut
2. Kertas lakmus
3. Hana meter
4. Tube saliva
Bahan:
1. Sarung tangan
2. Tisu
3. Larutan buffer
4. Aqudest
3.6.2 Formulir Pencatatan Lembar pemeriksaan intra oral
1.7Metode Pengumpulan Data/Pelaksanaan Penelitian
Pengumpulan data mahasiswa FKG USU dilakukan di Fakultas kedokteran Gigi
Keterangan:
1. Pemilihan subjek dilakukan dengan menggunakan teknik purposive.
2. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian dan sifat keikutsertaan dalam penelitian
kepada subjek peneliti.
3. Peneliti meminta kesediaan subjek untuk berpartisipasi dalam penelitian dan
bersedia diminta untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan menjadi
subjek penelitian (informed consent).
4. Peneliti melakukan pemeriksaan rongga mulut untuk mengetahui ada tidaknya
SAR pada rongga mulut mahasiswa.
5. Saliva dikumpulkan pada pukul 09.00-11.00.
6. Saliva dikumpulkan kurangnya 2 jam setelah makan dan
sekurang-kurangnya 1 jam setelah menyikat gigi. Pemilihan subjek
dilakukan dengan teknik purposive
Penjelasan tujuan penelitian
Informed consent
Pemeriksaan intra oral
Pengumpulan saliva dan pengukuran pH saliva
7. Saliva dikumpulkan dengan menggunakan tube saliva hingga saliva
terkumpul sebanyak 0,5 ml, selanjutnya pH saliva langsung diukur dengan
menggunakan kertas lakmus atau hana meter.
8. Data yang sudah terkumpul siap untuk dilakukan pengolahan dan analisis
data.
3.8 Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan dari hasil pemeriksaan kemudian diolah dengan
menggunakan sistem komputerisasi.
3.9 Analisis Data Data Univariant
Data univariant disajikan dalam bentuk tabel yang meliputi :
1. Distribusi dan frekuensi mahasiswa FKG USU yang menderita SAR
dan non penderita SAR berdasarkan jenis kelamin.
2. Distribusi dan frekuensi pH saliva mahasiswa FKG USU yang
menderita SAR dan non penderita SAR
3. Nilai rerata dan standar deviasi pH saliva mahasiswa FKG USU yang
menderita SAR dan non penderita SAR.
Data Bivariant
Data bivariant disajikan dalam bentuk tabel yang meliputi;
Tabulasi Silang antara pH saliva dan SAR. Analisis data pada penelitian ini
menggunakan uji T-independen untuk melihat pengaruh pH saliva dengan SAR.
Berdasarkan uji statistik tersebut dapat diputuskan:
• Menerima Ha (menolak Ho), jika diperoleh nilai X2 hitung > X2 tabel atau
nilai p ≤ α (0.05).
3.10 Etika Penelitian
Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup hal sebagai berikut:
1. Ethical clearance
Peneliti mengajukan persetujuan pelaksanaan penelitian kepada komisi etik
penelitian kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun
nasional.
2. Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Peneliti meminta secara sukarela subjek untuk berpartisipasi dalam penelitian
yang dilakukan. Bagi subjek yang setuju, dimohon untuk menandatangani lembar
persetujuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Data yang terkumpul dalam penelitian ini dijamin kerahasiannya oleh peneliti,
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan subjek sebanyak 90 mahasiswa FKG USU
dimana 45 penderita SAR dan 45 tidak penderita SAR sebagai subjek kontrol.
Terdapat SAR pada 17 subjek laki-laki (37,8%) dan 28 subjek perempuan (62,2%).
Subjek penelitian yang tidak menderita SAR terdapat 22 laki-laki (48,9%), dan 23
perempuan (51,1%) (Tabel 1).
Tabel 1. Distribusi dan frekuensi SAR dan tidak SAR berdasarkan jenis kelamin
pada mahasiswa FKG USU.
Jenis Kelamin Total %
Ulser (+) Ulser (-)
F % F %
Laki-laki 17 37,8 22 48,9 39 43,4
Perempuan 28 62,2 23 51,1 51 56,6
Jumlah (n) 45 100 45 100 90 100
Pada penelitian ini, sebagian besar subjek yaitu sebanyak 22 orang memiliki
pH 6 (48,89), 20 orang (44,44%) dari kelompok penderita SAR memiliki pH 5, dan
terdapat 3 subjek yang memiliki pH 4 (6,67%) . Pada kelompok non penderita SAR,
sebagian besar subjek memiliki pH 7 yaitu sejumlah 28 orang (62,22%) dan terdapat
Tabel 2. Distribusi dan frekuensi pH saliva mahasiswa FKG USU penderita
SAR dan non penderita SAR.
pH saliva
Ulser (+) Ulser (-)
Total %
Frekuensi % Frekuensi %
0-6 45 100 0 0 45 50
7 0 0 28 62,22 28 31,11
8-14 0 0 17 37,78 17 18,89
Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa mahasiswa FKG USU penderita SAR
memiliki derajat pH yang rendah dibanding kelompok kontrol. Hasil uji statistik
menggunakan uji t tidak berpasangan diperoleh nilai signifikan p = 0,0001 atau < sig α (0.05). Dengan demikian, Ho ditolak atau Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada rata-rata pH kelompok SAR dan non
SAR berpengaruh terhadap terjadinya penurunan pH saliva karena nilai sig-hitung t
tidak berpasangan 0,0001<0.05.
(Tabel 3).
Tabel 3. Nilai rerata dan standar deviasi pH saliva mahasiswa FKG USU
penderita SAR dan non penderita SAR.
Stomatitis aftosa rekuren Non stomatitis aftosa rekuren Sig-P
Rata-rata SD Rata-rata SD
BAB 5 PEMBAHASAN
Pada penelitian ini SAR yang terjadi pada mahasiswa FKG USU lebih banyak
dijumpai pada perempuan. Hal ini sesuai dengan beberapa literatur yang menyatakan
bahwa perempuan lebih sering terserang SAR dari laki-laki dengan rasio 3:2. SAR
lebih banyak terjadi pada perempuan karena faktor hormonal dan tingkat stres. Pada
perempuan terjadinya SAR di masa pra menstruasi berhubungan dengan faktor
hormonal. Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan
progesteron secara tiba-tiba. Penurunan estrogen mengakibatkan penurunan aliran
darah sehingga suplai darah utama ke perifer menurun dan terjadinya gangguan
keseimbangan sel-sel termasuk rongga mulut, dan memperlambat proses keratinisasi
sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan
terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR. Progesteron dianggap berperan
dalam mengatur pergantian epitel mukosa mulut.23
Stres lebih banyak ditemukan pada perempuan dibanding laki-laki, hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Divaris dan Polychronopoulou pada
tahun 2005.24 Divaris dan Polychronopoulou juga mengatakan bahwa stres banyak terjadi pada mahasiswa kedokteran gigi, hal ini sesuai dengan Donatsky yang
menyatakan bahwa prevalensi SAR pada mahasiswa pendidikan kesehatan terdapat
sebesar 54%, pada mahasiswa kedokteran gigi di Denmark sebesar 56% dan
prevalensi SAR tertinggi pada mahasiswa kedokteran gigi di Amerika Serikat yaitu
sebesar 66,2%.14,24
Bentuk stres yang terjadi dikarenakan kurangnya rasa percaya diri akan
menjadi mahasiswa yang berhasil dan menjadi dokter gigi yang sukses, pada saat
ujian-ujian, dan nilai/peringkat dalam kuliah.23 Mereka telah membuktikan adanya hubungan stres dengan sistem imun, dimana sistem imun tubuh dapat mempengaruhi
terjadinya SAR.24
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh penurunan pH
mengalami SAR memiliki pH saliva yang rendah. Sesuai dengan hasil penelitian
Abbas F. Al - Taee dan Ahmed S. Khudur pada tahun 2010 didapat bahwa pH saliva
pada kelompok penderita SAR lebih cenderung asam daripada subjek normal.5 Beberapa faktor yang menyebabkan perubahan pada pH saliva antara lain kecepatan
sekresi saliva, mikroorganisme rongga mulut, dan kapasitas buffer saliva.4 Suhu tidak berpengaruh terhadap perubahan derajat pH saliva, melainkan suhu hanya merubah
enzim yang terkandung dalam saliva, disamping itu enzim tidak mempengaruhi pH
saliva.25
Sekresi saliva biasanya dipengaruhi oleh keadaan-keadaan fisiologis seperti
saat berolahraga, berbicara yang lama, stres dan rasa takut sehingga dapat
menyebabkan aliran saliva menurun. Hal ini disebabkan keadaan emosional tersebut
merangsang terjadinya pengaruh simpatik dari sistem saraf autonom dan menghalangi
sistem parasimpatik yang menyebabkan turunnya sekresi saliva.26
Berkurangnya sekresi saliva menyebabkan mengeringnya selaput lendir dan
mukosa mulut menjadi kering sehingga mudah mengalami iritasi atau infeksi.
Keadaan ini disebabkan karena tidak adanya daya lubrikasi infeksi dan proteksi dari
saliva.26 Hal ini mempunyai dampak bahwa pada saat kecepatan sekresi rendah pH saliva dapat turun sampai 6,0 karena semua bikarbonat diresorbsi.1 Konsentrasi bikarbonat pada saliva tidak distimulasi bersifat rendah, sehingga perbandingan
bikarbonat terhadap buffer juga menjadi turun karena dalam keadaan tidak
distimulasi glandula parotis tidak berfungsi aktif.1
Derajat keasaman pH dan kapasitas buffer saliva ditentukan oleh susunan
kuantitatif dan kualitatif elektrolit di dalam saliva terutama ditentukan oleh susunan
bikarbonat karena susunan bikarbonat sangat konstan dalam saliva dan berasal dari
kelenjar saliva.1,4 Konsentrasi bikarbonat merupakan sistem buffer yang terpenting dalam saliva dan berbanding lurus dengan kecepatan sekresi saliva dimana kecepatan
sekresi saliva sangat mempengaruhi derajat keasaman saliva di rongga mulut.1
Pada umumnya pH yang rendah pada penelitian ini dapat terjadi karena
sekresi saliva dan sistem buffer yang rendah akan menghasilkan resistensi saliva
yang rendah adalah lingkungan yang tepat untuk pertumbuhan bakteri.27 Derajat keasaman saliva untuk pertumbuhan bakteri berada pada pH 4,5-5,5.4
Selanjutnya, pada penelitian ini diperoleh bahwa seluruh subjek kontrol
memiliki pH saliva yang normal. pH normal pada subjek kontrol dapat terjadi karena
saliva dipengaruhi oleh kapasitas buffer dan sekresi saliva, dimana apabila sekresi
saliva meningkat kapasitas buffer yang mempengaruhi pH juga meningkat. Saliva
yang tidak distimulasi merupakan campuran dari sekresi yang memasuki rongga
mulut. Saat tidak ada stimulus eksogen seperti pengecapan atau pengunyahan, pH
normal pada saliva yang tidak distimulasi dapat terjadi karena terdapat sistem buffer.
Kapasitas buffer memiliki peran penting dalam mengatur derajat pH dalam saliva dan
plak.28
Kapasitas buffer saliva yang tidak distimulasi meliputi 3 sistem utama buffer.
Sistem buffer yang paling penting dalam saliva yaitu sistem asam karbonat/
bikarbonat. Dinamika sistem ini rumit oleh adanya fakta keterlibatan gas
karbondioksida yang larut dalam saliva. Peningkatan konsentrasi asam karbonat akan
menyebabkan lebih banyak CO2 hilang dari saliva. Bikarbonat pada saliva dapat
meningkatkan pH dan kapasitas buffer saliva.28
Sistem buffer kedua yaitu sistem fosfat yang memberikan kontribusi terhadap
tingkat kapasitas buffer saliva pada laju sekresi yang rendah. Mekanisme untuk aksi
buffer dari anorganik fosfat disebabkan oleh kemampuan dari ion fosfat sekunder,
HPO42- untuk mengikat ion hidrogen dan membentuk ion H2PO4 –ion.28
Sistem buffer ketiga adalah protein. Kapasitas buffer saliva pada tingkat pH
yang rendah disebabkan oleh molekul (protein) yang mengandung ikatan H-.
Konsentrasi bikarbonat sangat bergantung pada laju sekresi. Sejak bikarbonat
menjadi faktor utama dari kapasitas buffer, terdapat hubungan antara pH, laju sekresi
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada perubahan pH dengan terjadinya SAR pada mahasiswa FKG USU dengan nilai
(p<0,05).
2. Perubahan derajat pH saliva dapat merubah ekosistem pada rongga mulut.
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan lagi penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pH saliva dengan terjadinya SAR pada mahasiswa
FKG USU.