• Tidak ada hasil yang ditemukan

S FIS 1002272 Chapter 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S FIS 1002272 Chapter 3"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitan ini membahas mengenai proses pengolahan dan intepretasi data pengukuran geolistrik resistivitas untuk menentukan kedalaman lapisan batuan yang mengandung air tanah (aquifer). Data hasil pengukuran berupa nilai apparent resistivity diolah dengan teknik intepretasi secara manual dan software.

Penelitian ini disusun menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Analisis dilakukan menggunakan metode deskriptif, yaitu mengintepretasikan lokasi penyebaran jenis dan kedalaman batuan yang membawa air tanah (aquifer) berdasarkan hasil penampang resistivitas yang dikorelasikan dengan data lain berupa peta geologi untuk memastikan letak dan kedalaman aquifer. Analisis kuantitatif dilakukan dengan mengetahui nilai resistivitas bawah permukaan yang mengindikasikan suatu jenis batuan dengan nilai resistivitas tertentu.

3.1. Lokasi dan Desain Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan data hasil pengukuran geolistrik resistivitas tim peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air (PUSAIR) yang dilakukan di daerah Tonga, Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara. Pengukuran geolistrik resistivitas yang dilakukan di daerah penelitian, yaitu:

1. VES (Vertical Electrical Sounding)

Dilakukan untuk menduga jenis dan ketebalan batuan di satu titik pengukuran secara tegak sesuai dengan kedalaman yang diperlukan. Jadi pengukuran geolistrik resistivitas dengan cara VES ini dilakukan untuk menentukan variasi litologi di bawah titik pengukuran secara vertikal.

2. Tomografi (Imaging)

(2)

Susunan elektroda yang dilaksanakan di lapangan untuk pengambilan data geolistrik VES menggunakan susunan elektroda konfigurasi wenner. Pengukuran VES dilakukan bertahap secara manual, memindahkan 4 elektroda bersamaan untuk setiap kedalaman sebanyak 24 kali pengukuran. Sedangkan pengambilan data tomografi dilakukan secara otomatis menggunakan peralatan SYSCAL Junior Switch IRIS buatan Perancis. Susunan elektroda yang digunakan adalah

wenner-schlumberger dengan jarak antar elektroda atau spasi elektroda 10 m dan total panjang lintasan adalah 480 m dengan 48 eletroda.

Lokasi kegiatan pengukuran geolistrik resistivitas ini memiliki luas area sekitar kurang lebih 4 ha di aera sekitar Gudang Logistik yang termasuk daerah Tonga yaitu Desa Pangikiran Dolok, Kecamatan Barumun Tengah, Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara. Pengukuran geolistrik VES dan tomografi dilakukan di beberapa titik dan lintasan sekitar gudang logistik. Dan jumlah data pengukuran geolistrik resistivitas yang diolah oleh penulis dalam penelitian kali ini yaitu lima titik VES dan dua lintasan tomografi di sekitar area gudang logistik. Secara lengkap lokasi pengukuran ditunjukkan pada gambar (3.1). Pengukuran geolistrik di lapangan dilakukan setelah pemetaan dan pengecekan kondisi geologi permukaan untuk mengetahui penyebaran jenis batuan di sekitar lokasi pengukuran berdasarkan peta geologi regional yang ada, seperti yang ditunjukkan oleh gambar (3.2).

(3)

1. Formasi Sihapas

Batuan yang termasuk dalam Formasi Sihapas (Tms) berumur Miosen bawah termasuk kelompok Kampar, terdiri dari konglomerat, breksi, batupasir, batulanau dan lapisan serpih yang tipis-tipis. Ketebalan formasi Sihapas antara 100-250 m yang diendapkan di lingkungan transisi antara darat sampai pantai laut dangkal.

2. Formasi Telisa

Batuan yang termasuk dalam Formasi Telisa (Tmt) berumur Miosen Tengah, terdiri dari serpih banyak mengandung berfosil laut dengan lapisan tipis glaukonit, batupasir berbutir halus, batulanau dan lapisan tipis batugamping yang berselingan dengan serpih. Ketebalan Formasi Telisa sekitar 250 m yang diendapkan di lingkungan laut dangkal sampai dalam.

3. Formasi Petani

Formasi Petani (Tup) berumur Miosen Atas - Pliosen, terdiri dari batuan berupa serpih berwarna abu-abu kehijauan dengan selang-seling batupasir dan batulanau serta lapisan tipis batubara, batupasir karbonat yang kadang-kadang mempunyai struktur jejak binatang (bioturbasi), batulumpur berwarna kuning, batupasir dan batulanau. Ketebalan Formasi Petani berkisar antara 300-1000 m yang diendapkan di lingkungan laut dangkal.

4. Alluvium

(4)

Gambar 3.1 Lokasi Pengukuran Geolistrik Resistivitas.

Gambar 3.2 Penampang Geologi daerah penelitian yang dimodifikasi oleh tim

(5)

3.2. Diagram Alir Pengolahan Data

Sebelum melakukan pemetaan bawah permukaan dengan penyelidikan geolistrik resistivitas, terlebih dahulu dilakukan pemetaan geologi permukaan oleh tim survey PU dengan dasar peta geologi regional daerah penelitian. Data hasil pemetaan geologi permukaan diintepretasi secara langsung dengan menganalisis data hasil pemetaan dan pengukuran lapangan baik morfologi maupun stratigrafi batuan. Hasil analisis pemetaan geologi permukaan ini bertujuan untuk memberikan gambaran penyebaran litologi permukaan di daerah penelitian. Karena dengan mengetahui gambaran penyebaran litologi permukaan, akan mempermudah intepretasi hasil pengukuran geolistrik untuk memastikan potensi yang ada, termasuk potensi air tanah akibat dari pengaruh formasi geologi daerah penelitian.

Dalam penelititan kali ini, data hasil pengukuran geolistrik resistivitas diolah dengan menggunakan dua teknik intepretasi yaitu, teknik intepretasi secara manual dengan menggunakan teknik kurva matching, metode lapisan Barnes dan Kumulatif Moore. Dan teknik intepretasi dengan menggunakan software yaitu, Ipi2win untuk data sounding dan Res2divn untuk data tomografi. Secara umum tahapan-tahapan pengolahan data geolistrik resistivitas dengan teknik intepretasi manual dan software yaitu:

1. Teknik Intepretasi Manual

(6)

Jadi pada teknik intepretasi manual, dilakukan mapping secara vertikal untuk menentukan litologi bawah permukaan secara vertikal dan mapping secara lateral untuk melihat penyebaran litologi bawah permukaan secara lateral sesuai kedalaman yang dibutuhkan. Hasil mapping dengan teknik intepretasi ini berupa penampang 1D dan 2D, dimana penampang 2D dibuat dari hasil korelasi titik VES satu dengan titik VES lainnya sesuai kebutuhan. Hasil ini mencerminkan litologi bawah permukaan titik ukur. Hasil penampang tersebut dianalisis untuk kemudian ditentukan lapisan yang kira-kira bentindak sebagai akuifer.

2. Teknik Intepretasi dengan Software

Dalam teknik intepretasi ini data pengukuran geolistrik yang diolah yaitu, data geolistrik resistivitas VES dan tomografi. Data diolah menggunakan bantuan perangkat lunak (software) yaitu, software Ipi2win untuk data VES dan software Res2divn untuk data tomografi. Prinsip pengolahan data VES dengan

sama dengan kurva matching, yaitu dengan mencocokkan kurva plot data lapangan dengan kurva model (kurva standar). Namun yang membedakannya pada software Ipi2win, hasil pencocokkan kurva ditentukan oleh proses inversi yang bekerja dengan algoritma tertentu. Dari hasil kurva resistivitas 1D ini kemudian dibuat penampang resistivitas 2D.

Penampang 2D pada software Ipi2win dibuat dengan mengkorelasikan antara titik VES satu dengan titik VES lainnya yang dibuat dalam bentuk pseudo cross section. Hasil model struktur bawah permukaan bumi digambarkan

dalam citra perlapisan berwarna. Setiap warna mewakili suatu nilai resistivitas tertentu. Untuk mengintepretasi struktur litologi bawah permukaan dibawah titik pengukuran, dilakukan dengan melihat citra perlapisan berwarna ini sebagai fungsi kedalaman. Dari hasil analisis ini, dapat diketahui gambaran litologi bawah permukaan dibawah titik pengukuran dan dapat diduga lapisan yang bertindak sebagai sebagai akuifer.

(7)

resistivitas sebenarnya dibawah permukaan bumi (dibawah titik pengukuran) dan kedalaman lapisan. Hasil penampang pada Res2divn diperoleh dari hasil inversi nilai apparent resistivity .

(8)
(9)

3.3. Pengolahan Data Resistivitas

Sebelum melakukan pengukuran geolistrik untuk menentukan kedalaman air tanah, maka perlu dilakukan penyelidikan awal berupa pemetaan geologi permukaan. Pemetaan geologi permukaan dilakukan untuk mendapatkan gambaran geologi permukaan di daerah penelitian. Pemetaan ini dilakukan dengan pemetaan dan pengukuran lapangan, baik morfologi struktur maupun stratigrafi batuan. Pemetaan geologi permukaan di daerah Tonga dilakukan berdasarkan peta geologi regional lembar Padang Sidempuan dan Sibolga (Kartawa dkk dalam Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, 1982, lembar. 0617-0717) dengan skala 1:250.000. Kemudian data informasi hasil survei dievaluasi dan diintepretasi untuk mengetahui gambaran penyebaran litologi permukaan.

Setelah melakukan pemetaan geologi permukaan, kemudian dilakukan penyelidikan lanjutan berupa pengukuran geolistrik resistivitas. Untuk mengetahui hasil intepretasi data pengukuran geolistrik resistivitas dengan baik, maka data hasil pengukuran diolah dengan menggunakan dua teknik inteprtasi yaitu teknik intepretasi manual dan software untuk kemudian hasilnya dapat dikolaborasikan dan dibandingkan satu-sama lain. Adapun langkah-langkah pengolahan data geolistrik resistivitas menggunakan teknik intepretasi ini yaitu:

3.3.1. Teknik Pencocokkan Kurva (curve matching)

Data hasil pengukuran geolistrik resistivitas VES diplot kedalam suatu grafik log-log 62,5 mm atau 83,3 mm dan digambarkan lengkung duganya dengan arah sumbu horizontal adalah kedalaman dan sumbu nilai resistivitas semu , menjadi lengkung lapangan untuk kasus dua lapis, tiga lapis dan seterusnya seperti yang ditunjukkan pada gambar (3.4).

(10)

Gambar 3.4 Contoh hasil penyesuaian kurva dengan lengkung baku.

Tahapan pengolahan data resistivitas kurva matching wenner untuk kasus dua lapis (lengkung baku dan lengkung bantu) yaitu:

1. Membuat grafik hubungan nilai resistivitas semu ( ) terhadap kedalaman pada kertas log-log transparan yang ukurannya sama dengan lengkung baku (62,5 mm atau 83,3 mm), seperti hasil yang ditunjukkan pada gambar (3.4). Hasilnya gambar berupa lengkung lapangan.

2. Menyesuaikan lengkung lapangan dengan lengkung baku hingga didapat perbandingan dengan dan plot titik pusat lengkung baku pada gambar lengkung lapangan.

3. Menggambarkan atau membuat titik pusat lengkung baku lengkung lapangan dan sesuaikan dengan lengkung bantu, kemudian tarik garis bantu perbandingan dengan sebagai tempat kedudukan titik pusat lengkung baku untuk penyesuaian berikutnya. Gambar lengkung bantu ditunjukkan oleh gambar (3.5).

(11)

5. Mengulangi kegiatan serupa sampai penyesuaian lengkung lapangan habis. 6. Menentukan nilai resistivitas dari hasil penyesuaian dengan lengkung baku

dan lengkung bantu.

7. Titik perpotongan setiap lengkung bantu adalah menunjukkan kedalaman dan ketebalan lapisan yang langsung dibaca ke arah absis.

8. Kemudian membuat data hasil pencocokkan kurva kedalam tabel untuk mempermudah membaca hasil intepretasi, seperti yang ditunjukkan oleh gambar (3.6).

Gambar 3.5 Kurva bantu untuk konfigurasi wenner.

(12)

Gambar 3.6 Tabel hasil intepretasi pencocokkan kurva data geolistrik VES.

3.3.2. Metode Lapisan Barnes

Tidak semua titik duga sounding menghasilkan lengkung duga yang dapat diintepretasi, maka selain pembuatan lengkung duga juga dilakukan perhitungan perhitungan resistivitas murni cara Barnes perkedalaman tertentu yang diterapkan pada pengukuran geolistrik untuk konfigurasi wenner. Resistivitas murni ini menunjukkan nilai resistivitas sebenarnya dari tiap lapisan yang ditinjau. Umumnya untuk keperluan hidrologi khususnya pencarian potensi, menentuan kedalaman dan karakteristik litologi yang bertindak sebagai akuifer air tanah, maka dilakukan perhitungan resistivitas murni cara Barnes perkedalaman 10 m, seperti yang ditunjukkan gambar (3.7). Hasil perhitungan ini menggambarkan perubahan litologi berdasarkan nilai resistivitasnya.

Dengan:

= Kedalaman (meter), K = Faktor Geometri,

R = Hambatan (Ω),

= Resistivitas Semu ( ),

(13)

Gambar 3.7 Contoh hasil perhitungan resistivitas murni cara Barnes.

Tahapan-tahapan perhitungan resistivitas murni cara Barnes pada data geolistrik VES, yaitu:

1. Mengisi kolom dan pada excel dari hasil data pengukuran lapangan. Kolom K (Faktor Geometri) sesuai dengan konfigurasi yang digunakan, pada contoh pada gambar 3.6, nilai K diperoleh dengan memasukkan rumus perintah, yaitu: . Kemudian sorot kebawah untuk mendapatkan nilai K untuk setiap nilai .

2. Menentukan nilai , nilai merupakan nilai hambatan tiap-tiap lapisan, diperoleh dari persamaan , sehingga nilai , yaitu : = ⁄ . 3. Menentukan nilai ⁄ , nilai ⁄ (Mhos) diperoleh dari, = ⁄ .

4. Menentukan nilai , nilai merupakah hambatan murni Barnes dimana nilai ini merupakam selisih nilai hambatan lapisan yang lebih bawah dikurangi hambatan lapisan diatasnya seperti pada persamaan (2.44). Atau pada excel nilai ini diperoleh dari rumus perintah, yaitu : untuk lapisan pertama tetap, untuk lapisan kedua, = , untuk lapisan 3, = , dan begitu seterusnya sampai lapisan ke-n.

(14)

Setelah diperoleh nilai resistivitas murni Barnes untuk tiap-tiap kedalaman, maka dibuat kedalam sebuat grafik plot terhadap kedalaman , seperti yang ditunjukkan oleh gambar (3.8).

Gambar 3.8 Contoh hasil kurva resistivitas murni Barnes yang dibuat

menggunakan Microsoft Excel.

3.3.3. Perhitungan Kumulatif Moore

Setelah diperoleh nilai resistivitas murni dengan cara Barnes untuk tiap-tiap kedalaman. Kemudian dilakukan perhitungan dan penjumlahan resistivitas murni untuk setiap kedalaman 10 m dengan menggunakan metode kumulatif Moore, seperti ditunjukkan gambar (3.9). Hasil perhitungan ini menggambarkan batas lapisan litologi dibawah permukaan titik pengukuran, seperti ditunjukkan plot data Kumulatif Moore terhadap kedalaman pada gambar (3.10).

Adapun tahapan-tahapan perhitungan penjumlahan resistivitas murni perkedalaman 10 m m menggunakan Kumulatif Moore pada data VES, yaitu: 1. Menjumlahkan nilai resistivitas untuk tiap-tiap kedalaman.

2. Untuk lapisan pertama, nilai resistivitas kumulatifnya yaitu sama dengan nilai pada (lapisan pertama).

(15)

4. Untuk lapisan ketiga, nilai resistivitas kumulatifnya yaitu merupakan penjumlahan nilai resistivitas murni ditambah nilai resistivitas murni atau pada excel, nilai tersebut diperoleh dengan memasukkan rumus perintah, yaitu : =I4+H5, dan begitu seterusnya hingga mencapai kedalaman ke-n ( ).

Gambar 3.9 Hasil pengolahan Kumulatif Moore.

Gambar 3.10 Hasil kurva Kumulatif Moore yang dibuat menggunakan Microsoft

Excel.

3.3.4. Penampang 2D Hasil Korelasi Titik VES

(16)

berdasarkan perubahan nilai resistivitas perkedalaman tertentu yang diperoleh dari perhitungan resistivitas cara Barnes dan perhitungan kumulatif Moore untuk menentukan batas antar lapisan pada penampang yang dihasilkan. Hasil intepretasi kurva matching (curve matching) berupa batas litologi perkedalaman yang diperoleh digunakan sebagai pembanding dengan hasil yang diperoleh dari hasil perhitungan resistivitas cara Barnes dan Kumulatif Moore. Adapun tahapan-tahapan pembuatan penampang resistivitas ini yaitu:

1. Menentukan dua atau lebih titik sounding yang ingin dikorelasikan (misal: titik sounding 3 dan 2).

2. Menghitung nilai resistivitas murni Barnes dan Kumulatif Moore yang dikorelasikan, seperti ditunjukkan gambar (3.11) dan (3.12).

Gambar 3.11 Hasil perhitungan resistivitas murni Barnes dan Kumulatif Moore

titik sounding 3.

Gambar 3.12 Hasil perhitungan resistivitas murni Barnes dan Kumulatif Moore

titik sounding 2.

(17)

pada millimeter blok. Pengeplotan nilai resistivitas murni Barnes dilakukan dengan menggunakan skala logaritma seperti pada kurva matching dan Kumulatif Moore menggunakan skala linier seperti ditunjukkan gambar (3.13).

Gambar 3.13 Hasil plot nilai resistivitas murni cara Barnes dan Kumulatif

Moore.

(18)

Gambar 3.14 Contoh hasil penampang resistivitas korelasi titik sounding 3 dan 2.

5. Memvisualisasikan penampang secara digital untuk mempermudah tahap pengeditan dan pengintepretasian litologi. Software yang digunakan penulis untuk visualisasi penampang manual dalam penelitian kali ini yaitu AutoCad 2010. Dimana tahapannya masih melanjutkan proses diawal yaitu:

6. Membuat penampang harus dalam bentuk format data JPEG agar bisa dimasukkan kedalam software AutoCad. Perubahan itu dilakukan dengan proses scanning penampang, sehingga diperoleh citra penampang dalam format JPEG.

7. Memasukkan atau import penampang yang telah dibuat kedalam format JPEG pada AutoCAd. Setelah itu membuat penampang dengan AutoCad dengan cara meniru bentuk garis penampang yang telah dimasukkan sebelumnya, seperti ditunjukkan gambar (3.15).

(19)

8. Melakukan pengeditan penampang dengan cara menghilangkan kontur yang tidak perlu. Membagi penampang menjadi beberapa lapisan litologi sesuai distribusi nilai resistivitasnya, memberi simbol litologi dan batas lapisan agar mempermudah proses intrepetasi, seperti ditunjukkan gambar (3.16). Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan penampang ini adalah, elevasi titik data sounding dan skala yang digunakan harus sesuai dengan peta denah lokasi pengukuran yang digunakan.

Gambar 3.16 Hasil penampang korelasi titik sounding 3 dan 2 dengan

menggunakan AutoCAd 2010.

9. Penampang yang telah selesai divisualisasikan dengan software AutoCad memberikan informasi penyebaran litologi, baik secara vertikal maupun lateral bawah permukaan titik-titik sounding yang dikorelasikan, seperti ditunjukkan gambar (3.17).

(20)

Gambar 3.17 Contoh hasil penampang korelasi titik sounding 3 dan 2 yang

mencerminkan litologi dibawah titik pengukuran.

3.3.5. Software Ipi2win

Software Ipi2win yang diguanakan dalam penelitian ini adalah software Ipi2win version 3.0.1.a7.01.03. Software ini digunakan untuk menampilkan model struktur bawah permukaan hasil pengolahan data geolistrik VES suatu titik dalam bentuk kurva satu dimensi seperti pada gambar (3.18). Kurva satu dimensi ini dibuat sebagai input untuk membuat penampang dua dimensi dengan cara mengkorelasikan dua atau lebih hasil kurva satu dimensi titik VES. Dalam mengolah data tersebut, software Ipi2win diatur dengan setting default, dimana untuk memperoleh hasil dengan nilai error terkecil dengan membuat model inversi dengan tiga sampai lima layer;

Pada software Ipi2win, hasil penampang dua dimensi ini ditampilkan dalam citra perlapisan berwarna berupa pseudo cross section, seperti ditunjukkan gambar (3.19). Adapun tahapan-tahapan pengolahan data geolistrik VES pada software Ipi2win untuk membuat kurva 1D dan pseudo cross section secara rinci

(21)

Gambar 3.18 Kurva 1D hasil pencocokkan software Ipi2win.

Gambar 3.19 Penampang 2D dalam bentuk pseudo cross section hasil korelasi

titik VES.

3.3.6. Software Res2divn

Software Res2divn yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Res2divn version 3.51L. Software Res2divn merupakan suatu software yang secara otomatis

(22)

Gambar 3.20 Pseudosection 2D lintasan pengukuran tomografi hasil inversi

software Res2divn.

Sebelum terbentuk suatu model resistivitas bawah permukaan suatu lintasan pengukuran, maka dilakukan beberapa proses pengolahan data pada Resdivn, dimana software Res2divn diatur dengan setting default serta model hasil inversi (pseudosection) dibuat dengan lima kali proses iterasi. Dalam penelitian kali ini, penulis hanya membuat model 2D dalam bentuk pseudosection dari data tomografi yang diolah dengan Res2divn, seperti ditunjukkan gambar (3.20). Adapun tahapan-tahapan pengolahan data geolistrik tomografi pada Res2divn untuk membuat pseudosection dari data tomografi secara rinci terdapat pada lampiran A.

3.4. Intepretasi

Pada teknik intepretasi manual interpetasi dilakukan dengan menggunakan teknik curve matching (pencocokkan kurva) untuk menghasilkan kurva 1D untuk menggambarkan litologi diabawah titik ukur secara vertikal, perhitungan resistivitas cara Barnes untuk mengetahui gambaran litologi dibawah titik ukur perkedalaman tertentu dan perhitungan Kumulatif Moore untuk menentukan batas antar lapisan. Dan untuk penampang 2D yang dihasilkan dari korelasi titik-titik VES, litologi bawah permukaan diintepretasi berdasarkan distribusi nilai resistivitas dibawah titik-titik pengukuran. Pada intepretasi menggunakan software, intepretasi dilakukan dengan melihat penampang resistivitas bawah

(23)

VES yang berupa penampang 2D hasil korelasi titik-titik VES dan software Res2divn pengolahan data tomografi yang berupa penampang 2D.

Pada software Ipi2win penampang hasil inversi data ditampilkan dalam suatu kurva 1D dan penampang 2D. Untuk kurva 1D, menampilkan penyesuaian plot data apparent resistivity ( ) terhadap kedalaman ( ) dengan kurva standar. Kurva tersebut menunjukkan persebaran titik data hasil pengukuran berdasarkan nilai resistivitasnya yang kemudian dijadikan sebagai input untk membuat penampang resistivitas 2D. Penampang 2D merupakan hasil korelasi titik-titik VES yang dibuat dalam bentuk pseudo cross section berupa citra perlapisan berwarna. Hasil korelasi tersebut menunjukkan gambaran lilotogi bawah permukaan dibawah titik-titik pengukuran yang diintepretasi berdasarkan distribusi nilai resistivitas bawah permukaan dalam bentuk citra perlapisan warna.

Pada software Res2divn, penampang hasil inversi data tomografi digambarkan dalam bentuk pseudosection 2D yang berupa distribusi nilai resistivitas terhadap kedalaman yang dipetakan dengan indikasi warna. Setiap bagian kontur warna hasil pemetaan berasosiasi dengan suatu nilai resistivitas tertentu di bawah permukaan. Kemudian nilai resistivitas bawah permukaan yang terukur, dikorelasikan dengan peta geologi daerah setempat dan diintepretasikan jenis litologi dan kandungan yang terdapat di bawah permukaan daerah penelitian.

(24)

litologi berdasarkan resistivitasnya. Selain itu dilakukan perhitungan dan penjumlahan resistivitas untuk setiap kedalaman 10 m dengan menggunakan Kumulatif Moore untuk memperoleh gambaran batas lapisan batuan. Kemudian dengan mengkorelasikan titik-titik VES, dibuat suatu penampang 2D yang memuat distribusi resistivitas perkedalaman tertentu dan batas antar lapisan masing-masing titik VES yang dikorelasikan, sehingga dihasilkan suatu model penampang bawah permukaan berdasarkan distribusi nilai resistivitas dibawah masing-masing titik ukur. Hasil distribusi resistivitas ini mencerminkan litologi dibawah titik ukur untuk kemudian dapat ditentukan lapisan yang bertindak sebagai akuifer.

3.5. Analisis

Setelah data hasil pengukuran diolah dan diintepretasi, maka hasil tersebut perlu dianalisis lebih lanjut. Analisis ini bertujuan untuk memberikan gambaran lebih baik mengenai hasil intepretasi data geolistrik resistivitas yang diolah dengan teknik intepretasi secara manual dan software. Analisis dilakukan dengan mengolaborasikan hasil masing-masing teknik intepretasi agar diperoleh suatu hasil intepretsasi yang semakin baik. Hasil intepretasi baik berupa penampang resistivitas 1D maupun 2D untuk memberikan gambaran litologi bawah permukaan secara lebih mendalam di daerah penelitian. Setelah diperoleh gambaran ini, barulah dapat ditentukan suatu formasi geologi yang merupakan akuifer dan ditentukan kedalaman air tanahnya berdasarkan distribusi nilai resistivitasnya.

Gambar

Gambar 3.2 Penampang Geologi daerah penelitian  yang dimodifikasi oleh tim
Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitiaan.
Gambar 3.4 Contoh hasil penyesuaian kurva dengan lengkung baku.
Gambar 3.5 Kurva bantu untuk konfigurasi wenner.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat untuk kepentingan penegakan hukum, sehingga aparat penegak hukum dapat melakukan penjatuhan pidana mati terhadap suatu

Komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah pajak daerah. Dari tahun ke tahun tampak berfluktuasi. Realisasi penerimaan sumber-sumber

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dalam akreditasi ini adalah Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Prak k Mandiri Dokter dan Tempat Prak k Mandiri Dokter Gigi

Ikut melaksanakan ketertiban dunia, merupakan ciri dari Indonesia yang telah merdeka, untuk dapat memelihara hubungan-hubungan internasional dengan negara-negara lain

Perubahan yang pertama adalah Undang-Undang (UU) Keuangan 2003 yang diperkenalkan untuk mencegah pembayaran ganda Stamp on Duty Land Tax (SDLT) pada Islamic

Kondisi eksisting: geometrik, pergerakan (pada lengan selata n dan lengan barat diberlakukan belok kiri langsung - LTOR, sedangkan pada lengan utara kendaraan

Perilaku kerja yang tidak aman (unsafe behaviour) juga sering terjadi di perusahaan ini, seperti membawa handphone (HP) saat mengoperasikan mesin, bekerja dengan sikap kerja

(6/12) Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman atau Memorandu m of Understanding (M oU) dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), yang dilakukan