DASAR TEKNIK TENAGA LISTRIK
Kamis, 25 Februari 2010
PEMANTAUAN KUALITAS AIR DAN UAP PADA EKSTERNAL
TREATMENT SYSTEM
PEMANTAUAN KUALITAS AIR DAN UAP PADA EKSTERNAL TREATMENT SYSTEM Untuk mendapatkan air yang memenuhi syarat untuk keperluan operasi dalam suatu PLTU, maka diperlukan air yang bebas dari kontaminan - kontaminan yang dapat menimbulkan masalah korosi dan deposit pada peralatan utama. Hal ini bertujuan agar peralatan tahan lama, pencapaian efisiensi proses, menjamin keselamatan kerja, dan diperoleh kualitas produk yang
baik.Parameter-parameter yang dapat menimbulkan masalah pada peralatan maupun proses dan harus dikontrol keberadaannya di PLTU Suralaya, yaitu :
1. pH (Eksponen Hydrogen / derajat keasaman air). pH yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah akan menyebabkan terjadinya kerak. Pada pH tinggi juga dapat menyebabkan busa.
2. Kandungan Silika (SiO2). Silika dapat larut pada air dan uap pada tekanan dan suhu tinggi. Silika dapat menyebabkan deposit (kerak) tipis yang sulit di hilangkan di pipa-pipa boiler dan pipa uap. Hal tersebut dapat mengakibatkan pemanasan yang terlokalisasi, sehingga perpindahan panas yang terjadi tidak optimal. Silika yang terbawa uap akan mengendap pada suhu rendah di blade turbin sehingga turbin terrsumbat dan berkurang efisiensinya. Silika dapat di hilangkan cara distilasi, demineralisasi, dan blowdown.
3. Gas terlarut berupa O2 dan CO2 pada air dapat menyebabkan terjadinya korosi pada pipa-pipa. Hal ini dapat diatasi dengan cara deaerasi, oxygen scavenger, netralisasi basa.
4. Kandungan Chlorine yang didapatkan dari Cl- sebagai unsur dari air laut (NaCl) dapat
mengakibatkan terbentuknya endapan dan menyebabkan potensi korosi. Kandungan chlorine ini dapat dikurangi dengan destilasi, demineralisasi, dan blowdown.
5. Zat Padat Terlarut (Total Dissolved Solid) adalah suatu jumlah zat-zat padat seperti silika dan garam yang terlarut dalam air. Silica dan garam dapat menyebabkan foaming dan carry over, yaitu terbawanya zat padat terlarut bersama uap ke turbin dan superheater. Dampak lanjut dari carry over juga dapat menyebabkan terjadinya korosi.
6. Kesadahan atau kemampuan air untuk mencegah terbetuknya busa pada sabun dan
ditunjukkan oleh kandungan garam-garam dari Ca dan Mg pada air tersebut. Air sadah dapat menyebabkan kerak pada boiler karena terjadinya pemanasan.
Kesadahan dapat bersifat sementara dan tetap. Kesadahan sementara adalah kesadahan yang disebabkan karena adanya kandungan garam Ca dan Mg dalam bentuk bikarbonat (HCO3-). CaCO3 yang terbentuk dapat mengendap karena adanya pemanasan sehingga dapat dipisahkan. Sedangkan kesadahan tetap adalah kesadahan yang disebabkan karena adanya kandungan Ca dan Mg dengan sulfat (SO42-) dan klorida (Cl-). Sifat sadah tersebut tidak dapat dihilangkan dengan pemanasan seperti di kesadahan sementara, sehingga perlu dilakukan treatment.
adanya conductivity maka dapat pula terjadi korosi karena adanya arus listrik. Sifat ini dapat dihilangkan dengan demineralisasi dan blowdown.
Gambar 1. Diagram Eksternal Treatment I. Desalination Plant
Desalinasi adalah peralatan yang dipergunakan untuk menghilangkan kandungan garam (salt) atau memurnikan air laut (sea water) menjadi air tawar. Pada produk desalinasi ini parameter yang harus di jaga antara lain pH, conductivity, kadar SiO2, dan kadar Cl.
a. Non Thermal Desalination
Proses desalinasi dengan menggunakan membran semi permeabel, dikenal dengan proses Reverse Osmosis.
b. Thermal desalination
Proses desalinasi dengan prinsip perubahan fasa air berdasarkan perbedaan titik didih dengan metode destillasi-kondensasi. Thermal desalination ialah proses untuk memurnikan air laut (sea water) dengan prinsip perubahan fasa air menggunakan metode destillasi-condensasi. Product Thermal desalination disebut air destillate atau fresh water. Pada prinsipnya, pada proses distilasi air laut akan dipanaskan hingga terbentuk uap air, yang kemudian akan dikondensasikan hingga terbentuk produk berupa air tawar. Sedangkan sisa air yang tidak teruapkan adalah air dengan kandungan garam jenuh dan akan dibuang kembali ke laut. Parameter conductivity biasanya menjadi acuan untuk mengetahui kualitas air produk yang dihasilkan pada proses desalinasi. Proses destilasi akan menghasilkan air tawar yang mempunyai konduktivitas sekitar 10 µmhos/cm.
Proses destilasi air laut terdiri dari 3 metoda : 1. Multi Effect
2. Multistage Flash 3. Vapor Compression
Pada PLTU Suralaya proses desalinasi menggunakan Multi Stage Flash Evaporator (MSF system), suatu proses thermal desalination dengan tipe cross tube yang dirancang untuk memproduksi fresh water (air distillate) 130 m3/jam per unit pada seting beban (load setter) 100%. Namun pada kenyataannya saat ini desalination plant hanya mampu melayani 90 m3/jam per unit. Di PLTU Suralaya terdapat 3 unit Desalination Plant yaitu Unit Desalt A, Desalt B dan Desalt C. Dua unit desal beroperasi dan satu unit berfungsi sebagai back up dan masing-masing memiliki 20 stage. Selain itu desalination juga dilengkapi dengan acid cleaning system untuk membersihkan kerak di dalam heat exchanger system.
Gambar 2. Skema Heat Rejection MSF
condensation tube stage 20 hingga melewati stage 18. Sebagian kecil air dialirkan menuju steam ejector sebagai pendingin. Pada heat rejection, air umpan juga berfungsi sebagai pendingin uap air pada ruang kondensasi setiap stage sehingga pada air laut ini terjadi pemanasan awal air laut dan temperatur air laut meningkat menjadi ± 37ºC. Setelah mengalami pemanasan awal tersebut air masuk ke last stage brine sebagai make up water bercampur dengan sisa brine dari stage 20 dengan set point level indikator berkisar 53-55% dan laju alirnya ± 300 m3/jam. Air laut dalam last stage brine sebagian di blowdown dengan blowdown pump dan sebagian disirkulasikan sebagai pendingin brine panas pada awal stage, sebelum masuk ke brine heater. Blowdown berfungsi untuk mengurangi kepekatan kadar garam dalam brine di last stage brine yang disebabkan sisa brine dari stage 20 yang sebagian besar airnya telah teruapkan. Karena pada blowdown terjadi pengurangan level air, maka perlu dilakukan water make up dengan menggunakan air laut. Kebutuhan make up water untuk unit 1-4 sebesar 20 ton/jam/unit, sedangkan unit 5-7 membutuhkan make up water sebanyak 15 ton/jam/unit.
Pada make up water dilakukan penginjeksian anti foam dan polyphosphate. Anti foam berfungsi untuk mencegah terbentuknya busa ketika ditiupkan pada flash chamber yang akan
menyebabkan terjadinya carry over. Sedangkan polyphosphate berfungsi sebagai anti scale untuk mengikat silica penyebab kerak pada Heat Transfer Tubes Brine Heater Dan Evaporator.
Gambar 3. Skema Heat Recovery MSF
Setelah ditambah water make up, brine disirkulasikan menuju heat recovery section pada stage 17 dengan menggunakan brine recirculating pump (P=1,8 km/cm2; laju alir ± 1300 m3/jam). Brine mengalir dalam condensation tube stage 17 hingga stage 1. Pada saat ini air mengalami perpindahan panas dengan air yang keluar dari brine heater sehingga temperatur mencapai ± 75ºC. Kemudian air masuk ke dalam brine heater. Dalam brine heater media pemanas yang digunakan adalah steam. Steam tersebut mula-mula bersuhu 230 °C, lalu masuk ke dalam desuperheater untuk menurunkan suhunya menjadi 100 °C. Steam tersebut kemudian masuk ke dalam brine heater untuk memanaskan brine. Brine yang dipanaskan dalam brine heater keluar dengan suhu 90ºC lalu masuk ke ruang evaporator stage1. Di dalam ruang evaporator terjadi penguapan dan terjadi kontak dengan brine dingin sehingga terjadi kondensasi dimana uap dan kondensatnya dipisahkan dengan demister.
Gambar 4. Skema Keseluruhan MSF
Brine kemudian dipanaskan pada brine heater dengan temperatur 100ºC. Brine heater adalah alat yang berfungsi untuk memanaskan air laut yang disirkulasikan dari last brine heater hingga suhu ± 90 °C untuk selanjutnya dilakukan evaporasi di flash evaporator. Panas yang digunakan berasal dari steam yang dicerat dari auxiliary boiler ataupun unit. Air kondensat hasil kondensasi steam dikembalikan ke deaerator unit PLTU.
Di dalam flash evaporator, proses dijaga dalam tekanan yang rendah (vacuum) oleh ejector sehingga air laut/brine dapat menguap pada temperatur yang rendah (-750 mmHg). Ejector, terdiri dari 2 tingkat. Tingkat pertama di hubungkan dengan system venting evaporator di stage 20. Sedangkan tingkat 2 dihubungkan dengan system venting ke evaporator stage 1, 2, 3. Pada start up desalt, desal vacuum dinaikkan dengan hogging ejector untuk mempercepat kenaikan vacuum. Bila vacuum sudah < -600 mmHg maka vacuum dipindah ke main ejector. Karena alasan itulah keadaan paling vacuum atau yang paling rendah tekanannya adalah pada stage 20, karena pada stage 20 temperatur brine lebih rendah dari brine pada stage sebelumnya.
dalam box distillate kemudian dialirkan menuju Fresh Water Tank (FWT) untuk kemudian digunakan sebagai service water atau dilakukan pengolahan lanjutan untuk mendapatkan air demineralizer. Jalur keluar air distilat dilengkapi dengan sensor konduktivity yang dimonitor secara kontinyu, sinyal konduktivity yang tinggi akan merubah posisi saklar dan katup akan membuang produk tersebut sehingga tidak bercampur dengan air berkualitas baik di dalam FWT. Untuk melihat efisiensi desalt plant, dapat dilihat dari nilai Gain Output Ratio (GOR).
Gain Output Ratio (GOR) :
Wd = product water flow
Ws = steam flow to desalt kg/jam Wc = condensate flow rate Rc = Density condensate Wse = Steam ejector
Pada desalt plant, diambil sample destilate (air tawar) dan kondensat water (kondensat steam heater) untuk di cek pH, SiO2, Cl-, dan specific conductifitynya (°K).
Pada desalt plant, sering dapat terjadi masalah konduktivity yang tinggi. Hal itu dapat disebabkan karena berbagai kemungkinan, yaitu:
• Kurangnya injeksi anti foam yang dapay menyebabkan carry over sehingga garam dapat terbawa uap hingga ke destilat.
• Tingginya level brine dalam stage sehingga demister terendam.
• Demister rusak sehingga brine terbawa uap dan ikut tertampung bersama distilat.
• Bocornya kondensor sehingga air laut yang berfungsi sebagai pendingin mencemari distilat. NO PARAMETER BATASAN
100 % SATUAN
1 Sea Water Make Up Flow 412 T/H 2 Recirculating Brine Flow 1631 T/H 3 Last stage Brine Level 50 %
4 Distillate Outlet Box Level 50 % 5 Brine Heater Condensate Level 50 % 6 First Stage Brine Level 50 %
7 Auxilary Steam Pressure 20 Kg/cm2 8 Ejector Steam Pressure 12,5 Kg/cm2 9 Sea Water Supply Pressure 4 Kg/cm2
10 Last Stage Evaporator Pressure 760 mmHg 11 Heat Recovery Inlet Brine Pressure 8,5 Kg/cm2 12 Brine Heater Steam Pressure 4 Kg/cm2
13 Brine Recirculating FCV Diff Pressure
-18 Heat Rejection Outlet Sea Water Temperature 39 oC 19 Brine Recirculating Pump Disch Temperature 9 Kg/cm2 20 Distilate Total Flow 131 m3
21 Condensate Total Flow 16 m3
22 Recirculating Brine Conductivity 75000 µs/cm 23 Distilate Conductivity 20 µs/cm
24 Condensate Conductivity 20 µs/cm 25 Sea Water Supply Flow 1665 T/H 26 Make Up Water Supply Flow 412 T/H 27 Brine Blowdown Flow
-28 Recirculating Brine Flow 1631 T/H 29 Distilate Flow Product 131 T/H 30 Condensate Flow Product 16 T/H 31 Condensate Temperature 95 oC
32 Brine Heater Outlet Brine Temperature -33 Brine Heater Sheell Temperature 100 oC 34 Brine Heater Inlet Brine Temperature 85 oC Gambar 5. Start Up Desalination Plant
Gambar 6. Shut Down Desalination Plant
Gambar 7. DSP unit 1-4 Gambar 8. DSP unit 5-7
Gambar 9. Blowdown Pump Gambar 10. Brine Recirculating Line
Pada acid cleaning digunakan larutan HCl. Pada awalnya HCl yang digunakan mempunyai konsentrasi 32%, kemudian diencerkan menjadi 4%. HCl tersebut kemudian ditampung dalam Acid Cleaning Tank (Cap 12,3 m3).
Gambar 11. Acid Cleaning Tank II. Reverse Osmosis (RO)
Reverse osmosis adalah suatu proses pemurnian air dimana air umpan diberikan tekanan untuk melawan tekanan osmotik melalui membran semi permeable. Tekanan yang diberikan harus lebih besar dari tekanan osmotiknya sehingga proses pemisahan air laut dari impuritisnya dapat berlangsung dan menghasilkan air murni. Reverse osmosis merupakan kebalikan dari proses osmosis yang terjadi secara alami, yaitu proses pemisahan air dari konsentrasi pekat menjadi konsentrasi encer melalui suatu membran semi permeable. Membran yang banyak digunakan adalah jenis spiral wound, yang terbuat dari material selulose asetat, polysulfone, aromatic polyamide, dan composite.
Keuntungan RO diantaranya :
sehingga memperkecil problem-problem karena kerak dan korosi. c. Area yang dibutuhkan relatif sedikit.
d. Sistem dapat dibuat modular, sehingga dpt dioperasikan sesuai kebutuhan. e. Harga investasi lebih murah.
Kelemahan RO diantaranya :
a. Membran sangat sensitif terhadap fouling sehingga dilakukan proses pre treatment untuk menghilangkan senyawa organik dan total suspended solid (carbon actif, sand filter, clarifier, koagulan, injeksi asam, dll).
b. Untuk mendapatkan air dengan TDS < 100 ppm perlu dilakukan 2 pass system (2 stages). c. Membran tidak dapat dioperasikan pada temperatur tinngi.
d. Umur teknis membran 2-3 tahun (tergantung penanganan).
Sistim RO di PLTU Suralaya dirancang untuk memproduksi air tawar (desalinated water) 2x40 m3/jam. Tujuannya untuk membantu (sebagai back-up) apabila desalination tidak mampu untuk memproduksi air dengan kapasitas sesuai keperluan sistim PLTU. Berikut ini adalah bagian-bagian yang ada dalam system RO.