• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perhitungan Sumberdaya Terukur Bauksit D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perhitungan Sumberdaya Terukur Bauksit D"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN TUGAS

TA 3113

METODA PERHITUNGAN CADANGAN

“Perhitungan Sumberd

aya Terukur Bauksit

Dengan Menggunakan Metode Poligon dan Penampang”

Kelompok 2

Osvaldo Dio Odearma Girsang

12112037

Diajeng Larasati P

12112038

Merdyanto

12112055

Slavito Shan

12112086

Program Studi Teknik Pertambangan

Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan

Institut Teknologi Bandung

(2)

1 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun laporan tugas besar Metode Perhitungan Cadangan ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam laporan ini kami akan memberikan data – data yang akan menjawab pertanyaan – pertanyaan yang diberikan dalam lembar permasalahan serta juga akan membahas sesuai dengan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan oleh penulis didalam kelompok ini. Laporan ini akan kami sajikan dalam point per point yang membahas dalam topik besar tentang perhitungan sumberdaya bauksit yang telah diberikan didalam lembar permasalahan yang diselesaikan dengan ilmu yang didapat dari mata kuliah Metode Perhitungan Cadangan yang telah didapat oleh penulis.

Laporan ini dibuat sebagai pertanggungjawaban apa yang telah kami kerjakan dan yang dilakukan selama mengerjakan permasalahan yang diberikan didalam lembar permasalahan dan juga kami sebagai penulis agar tidak melenceng ke arah yang jauh maka kami mengadopsi berbagai literature yang dimiliki oleh penulis dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Kemudian kami juga ingin berterima kasih kepada Bapak Dr.Eng. Syafrizal ST, MT sebagai dosen dan pembimbing dalam pengerjaan tugas besar Metode Perhitungan Cadangan ini. Tak lupa kami juga ingin mengucapkan terimakasih kepada orang tua kami yang telah memberikan bantuan secara material maupun secara moril. Paling terakhir dan yang paling penting adalah kami ingin mengucapkan puji syukur tiada henti kepada Tuhan yang Maha Esa, karena kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan dapat mengatasi hambatan hambatan yang ada.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada laporan tugas besar ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan laporan dan atau makalah yang akan kami kerjakan selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian. Terimakasih.

Bandung, November 2014

(3)
(4)
(5)

4 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

DAFTAR TABEL

BAB II

Tabel 2.1 Tabel Data Bore Hole ... 12

Tabel 2.2 Data Horizon ... 20

Tabel 2.3 Nilai Concression Factor Pada Tiap Lubang Bor ... 35

Tabel 2.4 Rekapitulasi Data Horizon ... 36

(6)

5 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t

Gambar 2.6 Multivariant Terner Diagram ... 20

Gambar 2.7 Histogram Tebal Top Soil ... 38 Gambar 3.1 Konstruksi Metoda Poligon ... 47

(7)

6 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

Gambar 3.4 Penentuan Batas Tiap Titik Bor Dari Daerah Pengaruh ... Gambar 3.5 Pembuatan Garis Batas Poligon ... Gambar 3.6 Konstruksi Metoda Poligon AutoCad ... Gmabar 3.7 Luas Daerah Terukur ... Gambar 3.8 Luas Daerah Terukur dan Terkira ...

BAB IV

(8)

7 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Metode Perhitungan Cadangan adalah salah satu mata kuliah yang memperkenalkan kepada mahasiswa dalam hal-hal estimasi perhitungan cadangan atau sumberdaya yang sebelumnya telah dilakukan proses eksplorasi yang ada sehingga dapat dihasilkan data yang kemudian diteruskan untuk kemudian diolah dan dapat digali serta dilakukan proses eksploitasi pertambangan yang lebih dalam. Kemudian didalam mata kuliah ini didapat juga banyak pelajaran tentang bagaimana melakukan treatment untuk endapan endapan yang memiliki perbedaan yang harus diberikan sehingga tidak terjadi adanya kesalahan dalam melakukan perhitungan cadangan yang nantinya akan berdampak ke dalam proses proses berikutnya.

Mahasiswa pada jurusan teknik Pertambangan diharuskan untuk mengerti dan paham pengaplikasian metode perhitungan sumberdaya dan cadangan yang harapan nantinya akan dapat berguna didalam proses pekerjaan yang akan diambil mahasiswa – mahasiswa dalam waktu datang. Kemudian juga secara tidak langsung dapat berdampak pada pembentukan karakter yang akan dibawa mahasiswa kedalam dunia kerja nantinya, yang dimaksud adalah bagaimana seharusnya mahasiswa melihat data apakah sebagai keuntungan atau kelemahan jika ditunjukkan, juga dapat terlihat bahwa apakah dapat pesimis atau optimis yang akan selalu tahapan interpretasi datanya adalah kembali ke individu masing-masing. Disini, mata kuliah Metode Perhitungan Cadangan hanya mengajarkan bagaimana dasar yang harus dikuasai mahasiswa kemudian mahasiswa dapat mengembangkan sendiri sehingga dapat bermanfaat. Sehingga dengan itu dibutuhkan suatu wadah pengaplikasian untuk mengetes kemampuan dasar dan berkembangnya mahasiswa, sehingga diberikanlah suatu bentuk permasalahan yang harusnya dipecahkan oleh mahasiswa sehingga mahasiswa dapat mengaktualkan dan mengaplikasikan apa yang didapat didalam kelas selama mata kuliah ini diambil kedalam permasalahan yang terjadi pada keadaan sebenarnya.

(9)

8 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t

1. Untuk memenuhi nilai tugas besar mata kuliah TA-3103 Metode Perhitungan Cadangan

2. Untuk mengaplikasikan pengetahuan dan kemampuan dasar dalam hal estimasi perhitungan cadangan dan sumberdaya mahasiswa.

3. Untuk menentukan dan menghitung kadar dari bauksit yang telah diberikan dalam lembar permasalahan dengan menggunakan metode polygon

4. Untuk menentukan kadar rata-rata dari Al2O3, Fe2O3, dan SiO2 dengan menggunakan pembobotan tonase.

1.3 Metodologi

Metode yang digunakan dalam mengerjakan permasalahan yang telah diberikan adalah dengan menggunakan

bantuan studi literature yang didapat saat menjalani kuliah Metode Perhitungan Cadangan yang bersumber dari dosen pengajar dan panduan menggunakan

(10)

9 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

Gambar 1.3 : Peta Persebaran Bauksit Di Dunia

Bauksit (bahasa Inggris: bauxite) adalah biji utama aluminium terdiri dari hydrous aluminium oksida dan aluminium hidroksida yaitu berupa mineral buhmit (Al2O.3H2O), mineral gibsit (Al2O3 .3H2O), dan diaspore α-AlO (OH), bersama-sama

dengan oksida besi goethite dan bijih besi, mineral tanah liat kaolinit dan sejumlah kecil anatase TiO2. Secara umum

Bijih bauksit terjadi di daerah tropika dan subtropika dengan memungkinkan pelapukan sangat kuat. Bauksit terbentuk dari batuan sedimen yang mempunyai kadar Al nisbi tinggi, kadar Fe rendah dan kadar kuarsa (SiO2) bebasnya sedikit atau bahkan

tidak mengandung sama sekali. Batuan tersebut (misalnya sienit dan nefelin yang berasal dari batuan beku, batu lempung, lempung dan serpih. Batuan-batuan tersebut akan mengalami proses lateritisasi, yang kemudian oleh proses dehidrasi akan mengeras menjadi bauksit. Bauksit kadang-kadang dianggap menjadi mineral, tetapi sebenarnya merupakan batu. Bauksit merupakan bijih utama aluminium.

Bauksit terbentuk pada iklim tropis sebagai hasil pelapukan bahan kimia, pencucian silika dalam batuan alumunium bearing. Ini terdiri dari satu atau lebih dari tiga aluminiu m hidroksida mineral, gibsit, boehmit, diaspor, dalam proporsi yang berbeda-beda. Gibsit adalah aluminium hidroksida yang benar, sementara boehmit dan diaspor adalah aluminium oksida hidroksida. Diaspor berbeda dari boehmit dalam struktur kristal dan memerlukan suhu yang lebih tinggi untuk dehidrasi cepat. Bauksit juga mengandung jumlah bervariasi oksida besi, oksida silikon, titanium, dan jumlah kecil dari tanah liat dan silikat lainnya.

(11)

10 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

Gambar 1.4 : Orthobauxite

Gambar 1.5 : Cryptobauxite

Bauksit dapat ditemukan dalam lapisan mendatar tetapi kedudukannya di kedalaman tertentu. Potensi dan cadangan endapan bauksit terdapat di Pulau Bintan, Kepulauan Riau, Pulau Bangka, dan Pulau Kalimantan.

1.4.2 Klasifikasi Endapan Bauksit

Endapan bauksit dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis menurut Tardy (1977), yaitu:

Metabauksit adalah bauksit laterit yang terjadi secara insitu pada batuan induk dengan kadar kuarsa rendah. Mirip dengan endapan orthobauxite, tetapi lebih dalam kandungan aluminium dan kurang dalam kandungan besi. Metabauxite umumnya terbentuk pada dataran tinggi yang luas dimana kondisi oksidasi yang kuat terjadi. Kondisi lingkungan yang berubah dari lembab menjadi kering adalah kondisi yang memungkinkan terjadinya formasi metabauxite. Pada bagian atas profil, goetit dan gibsit terhidrasi menjadi hematit dan boehmit.

Cryptobauxite

Cryptobauxite adalah horison bauksit yang tertutupi oleh lapisan tebal lempung. Terbentuk di daerah amazonia dan sangat jarang ditemui di daerah pelapukan tropis. Cryptobaukxite jarang

(12)

11 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

bauksit. Proses pengayaan Al terutama dikontrol oleh rasio Al/Si dan kecepatan pelapukan. Kandungan rendah Fe juga merupakan faktor penting, dimana Fe yang tinggi dapat membentuk formasi laterit ferruginous.

2. Geomorfologi

Seting geomorfologi merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam bentang laterit yang luas sebagai hasil dari pelapukan dan erosi yang terus menerus. Bauksit laterit pada masa lampau terbentuk pada permukaan datar dan ditemukan sebagai bagian dari dataran tinggi pada masa kini. Dataran tinggi bauksit merupakan sisa dari permukaan datar pada masa lampau yang memiliki kemiringan 1 – 5 derajat, sehingga secara regional paleo-surface yang sama mungkin terjadi pada ketinggian yang berbeda.

3. Kondisi iklim

Bauktisisasi adalah proses laterisasi yang ekstrem, dimana terjadi pelindian silica dan pengayaan Al secara kuat. Paragenesis mineralogi dari bagian atas profil pelapukan dikontrol oleh kelembaban atmosfer dalam jangka waktu yang lama. Bauktisisasi terjadi pada kondisi temperature ±22ºC, curah hujan rata-rata 1200 mm (Bardossy dan Aleva, 1990). Jika terjadi musim kering yang lama, maka orthobauksit tidak akan terbentuk dimana yang akan terbentuk yaitu aluminoferruginous duricrust (Tardy, 1997).

1.4.3 Mineralogi Endapan Bauksit

Bauksit adalah batuan sedimen, sehingga tidak memiliki rumus kimia yang tepat. Hal ini terutama terdiri dari mineral alumina yang terhidrasi seperti gibsit Al(OH)3 atau

Al2O3.3H2O dalam deposit (endapan) tropis yang lebih baru, atau keadaan subtropis, endapan bauksit memiliki mineral utama boehmite γ-AlO(OH) atau Al2O3.H2O dan

beberapa-diaspore α AlO(OH) atau Al2O3.H2O. Komposisi kimia rata-rata bauksit, berat,

adalah 45 sampai 60% Al2O3 dan 20 sampai 30% Fe2O3. Berat sisanya terdiri dari silika

(kuarsa, kalsedon dan kaolinit, karbonat (kalsit dan magnesit dolomit, titanium dioksida dan air). Pembentukan bauksit laterit terjadi di seluruh dunia di 145 - 2 juta-tahun yang lalu yaitu di pesisir Kapur dan Tersier. Endapan bauksit berbentuk sabuk memanjang, kadang-kadang panjangnya mencapai ratusan kilometer sejajar dengan garis pantai Tersier Bawah di India dan Amerika Selatan, distribusi mereka tidak terkait dengan komposisi mineralogi tertentu dari batuan induknya. Bijih bauksit merupakan mineral oksida yang sumber utamanya adalah:

1. Al2O3.3H2O, Gibbsit yang sifatnya mudah larut

2. Al2O3.3H2O, Bohmit yang sifarnya susah larut dan Diaspor yang tidak larut.

1.4.4 Pembentukan Endapan Bauksit

(13)

12 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

Gambar 1.6 : Profil Endapan Bauksit

terakumulasikan. Di daerah tropis, pada kondisi tertentu batuan yang terbentuk dari mineral silikat dan lempung akan terpecah-pecah dan silikanya terpisahkan sedangkan oksida alumunium dan oksida besi terkonsentrasi sebagai residu. Proses ini berlangsung terus dalam waktu yang cukup dan produk pelapukan terhindar dari erosi, akan menghasilkan endapan lateritik. Kandungan alumunium yang tinggi di batuan asal bukan merupakan syarat utama dalam pembentukan bauksit, tetapi yang lebih penting adalah intensitas dan lamanya proses laterisasi.

Kondisi-kondisi utama yang memungkinkan terjadinya endapan bauksit secara optimum, yaitu :

1. Adanya batuan yang mudah larut dan menghasilkan batuan sisa yang kaya alumunium

2. Adanya vegetasi dan bakteri yang mempercepat proses pelapukan

3. Porositas batuan yang tinggi, sehingga sirkulasi air berjalan dengan mudah 4. Adanya pergantian musim (cuaca) hujan dan kemarau (kering)

5. Adanya bahan yang tepat untuk pelarutan

6. Relief (bentuk permukaan) yang relatif rata, yang mana memungkinkan terjadinya pergerakan air dengan tingkat erosi minimum

7. Waktu yang cukup untuk terjadinya proses pelapukan Bijih bauksit terjadi di daerah tropis

dan subtropis yang memungkinkan pelapukan yang sangat kuat. Bauksit terbentuk dari batuan yang mempunyai kadar alumunium nisbi tinggi, kadar Fe rendah dan tidak atau sedikit mengandung kuarsa (SiO2) bebas atau tidak mengandung sama sekali.

(14)

13 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

Bauksit yang terkandung di bumi nusantara, jenis mineralnya adalah gibsit, dengan kadar utama alumina, kuarsa, dan silika aktif. Biji bauksit laterit terjadi di daerah tropis dan sub tropis serta membentuk perbukitan landai, yang memungkinkan terjadinya pelapuk yang cukup kuat. Bauksit terbentuk dari batuan yang mempunyai kadar aluminium tinggi, kadar Fe rendah dan sedikit kadar kuarsa bebas. Batuan yang memenuhi persyaratan itu antara lain nepelin syenit dan sejenisnya yang berasal dari batuan beku, batuan lempung atau serpih. Batuan itu akan mengalami proses laterisasi (proses pertukaran suhu secara terus menerus sehingga batuan mengalami pelapukan). Di Indonesia, bauksit tersebar di Pulau Bintan, Bangka, Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat.

Untuk menggali bauksit, dilakukan dengan metoda land clearing (mengupas pohon dan semak di permukaan tanah, atau pengupasan tanah penutup). Alat-alat berat macam buldozer, biasa dipakai untuk melakukan pengupasan tersebut. Sementara lapisan bijih bauksit digali dengan shovel, diangkut dengan dump truck untuk dimasukan ke dalam instalasi pencucian. Setelah dicuci (desliming) yang berfungsi memisahkan bijih bauksit dari unsur lain seperti pasir atau lempung kotor, maka dilakukan proses penyaringan ( screening). Bersamaan dengan itu dilakukan pemecahan (size reduction) dari butiranbutiran yang berukuran lebih dari 3 inchi dengan jaw cruscher. Setelahnya, barulah memasuki tahap pengolahan dengan proses bayer (teknik pemurnian bauksit). Cukup banyak angka produksi bauksit yang ditambang dari perut bumi. Hal itu guna memenuhi pasokan kebutuhan berbagai industri yang menggunakan bauksit. Volume yang cukup besar itu juga demi melayani permintaan ekspor dari negara lain, seperti Jepang, India, dan beberapa negara di Eropa.

Sebelum bijih bauksit ditambang, terlebih dahulu dilakukan pembersihan lokal ( land clearing) dari tumbuh - tumbuhan yang terdapat diatas endapan bijih bauksit. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah operasi selanjutnya yaitu pengupasan lapisan penutup (Stripping of overburden) yang umumnya memiliki ketebalan 0,2 meter. Untuk pengupasan lapisan penutup digunakan bulldozer, penggalian endapan bauksit dengan excavator dan pemuatan bijih dengan dump truck.

(15)

14 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

BAB II

PENGOLAHAN DATA

2.1 Uraian Singkat

Dalam subbab ini kami akan menguraikan bagaimana kami mendapatkan hasil-hasil nantinya yang diringkas agar dapat dimengerti dengan mudah serta dapat dipahami agar nantinya untuk membaca laporan pada subbab berikutnya tidak ada terjadinya kebingungan dan hal – hal yang tidak diinginkan seperti salah pembacaan data yang telah didapat.

Berikut ini kami berikan gambar umum yang dilakukan atau dapat dikatakan sebagai langkah kerja sesuai dengan intruksi yang telah diberikan dan dipandu oleh tim pembuat permasalahan. Didalam langkah kerja ini kita dibagi dalam beberapa tahap besar sehingga akan terkonstruksi dengan baik. Berikut langkah kerjanya:

1. Persiapan basis data

Persiapan dimulai dengan mengolah data assay, yakni membagi profil-profil laterit dari setiap lubang bor yang ada. Kemudian dari data-data assay ini, kami membuat rekapitulasi data.

2. Posting Lubang Bor

Setelah basis data disiapkan, selanjutnya adalah melakukan posting lubang bor berdasarkan kordinat dari setiap titik bor.

3. Pembuatan Poligon dan Penampang Endapan

Kami melakukan perhitungan cadangan dengan menggunakan metoda poligon dan metoda penampang. Daerah pengaruh cadangan terukur diasumsikan sebesar 25 m.

4. Perhitungan cadangan

Setelah sketsa luas poligon dan bentuk panampang endapan, selanjutnya kami melakukan perhitungan cadangan.

5. Data-data yang kami gunakan dalam proses pengerjaan ini adalah : a. Data borehole

b. Data kordinat titik-titik lubang bor c. Data elevasi titik-titik lubang bor

(16)

15 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

2.2 Analisis Statistika

2.2.1 Data Borehole

(17)

16 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

2.2.2 Statistik Data Univariat

Gambar 2.1 Histogram Al2O3

Analisis:

Dari Histogram Al2O3 di atas dapat dilihat bahwa histogram tersebut terdistribusi

hampir normal dengan populasi tunggal karena memiliki skewness 0,30204 (mendekati

nol) dan nilai median ≈ nilai mean (38,35 ≈ 39,02). Standar deviasi pada Histogram Al2O3 adalah 10,3924, sedangkan koefisien variasi mempunyai nilai 0,266 (26,6%) yang

menunjukan bahwa penyebaran data kadar Al2O3 cukup bervariasi, cenderung tidak

(18)

17 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

Gambar 2.2 Histogram Fe2O3

Analisis:

Dari Histogram Fe2O3 di atas dapat dilihat bahwa histogram tersebut memiliki arah

kemencengan ke kanan dan skewness posititif 0,87 (mendekati satu) dengan populasi tunggal, serta Nilai Median < Nilai Mean. Standar deviasi pada histogram Fe2O3 adalah

7,75, sedangkan koefisien variasi mempunyai nilai 0,447 (44,7%) yang menunjukan bahwa penyebaran data kadar Fe2O3 cukup bervariasi, cenderung tidak homogen dan

(19)

18 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

Gambar 2.3 Histogram SiO2

Analisis:

Dari histogram SiO2 di atas dapat dilihat bahwa histogram tersebut terdistribusi

hampir normal karena memiliki skewness -0,017 (mendekati nol) dan nilai median ≈ nilai mean (21,81 ≈ 22,17). Namun terlihat bahwa histogram tersebut memiliki dua buah puncak (bimoidal). Hal ini menunjukan bahwa data berasal dari dua buah populasi yang terdiri dari puncak yang tinggi mewakili nilai background, sedangkan puncak yang lebih rendah mewakili nilai anomali. Standar deviasi pada histogram SiO2 adalah 7,81,

sedangkan koefisien variasi mempunyai nilai 0,352 (35,2%) yang menunjukan bahwa penyebaran data kadar SiO2 cukup bervariasi, cenderung tidak homogen dan menyebar.

(20)

19 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t

diamati pada kadar yang rendah pada Fe2O3, dan sebaliknya. Hal ini dapat dikorelasikan

dengan proses terbentuknya endapan bauksit tersebut. Dimana kandungan dalam tanah akan mengalami proses perlindihan, dan kandungan Al2O3 akan tahan terhadap proses

tersebut sehingga mengakibatkan endapan bauksit akan berada pada lapisan di atas. Fe2O3 yang mengalami proses perlindihan tersebut perlahan kandungannya akan

berkurang, berbanding dengan Al2O3 kandungannya akan tetap, namun akibat

kandungan lain mengalami proses perlindihan, maka mengakibatkan kandungan Al2O3

(21)

20 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t

dikorelasikan dengan proses terbentuknya endapan bauksit tersebut sama seperti pada analisa Gambar 2.4, dimana kandungan dalam tanah akan mengalami proses perlindihan, dan kandungan Al2O3 akan tahan terhadap proses tersebut sehingga mengakibatkan

endapan bauksit akan berada pada lapisan di atas. SiO2 yang mengalami proses

perlindihan tersebut perlahan kandungannya akan berkurang, berbanding dengan Al2O3

(22)

21 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

2.2.3.3 Fe2O3 vs SiO2

Gambar 2.6 Scatter Plot Fe2O3 vs SiO2

Analisis:

Dari hasil scatter plot di atas (sumbu-x Fe2O3 dan sumbu-y SiO2) menunjukan

bahwa gradien dari garis yang terbentuk cenderung datar, namun masih menunjukan kemiringan negatif yang sangat kecil dengan nilai regresi yang diperoleh R2 = 0,0133.

Serta distribusi persebaran scatter plot yang sangat tersebar menunjukkan bahwa kandungan Fe2O3 tidak memiliki hubungan dengan SiO2. Hal ini dapat diperkuat dengan

(23)

22 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

2.2.4 Statistik Data Multivariant Terner Diagram (Al2O3 - Fe2O - SiO2)

Gambar 2.7 Multivariant Terner Diagram

Analisis:

Terlihat dari diagram di atas nilai terakumulasi membentuk menjadi sebuah kontur data dengan rata-rata kandungan Al2O3 yang tinggi dibandingkan dengan kadar Fe2O3

dan SiO2. Grafik tersebut mencapai jumlah maksimum pada kadar Al2O3 yaitu sekitar

46%, kadar Fe2O3 yaitu 21%, dan kadar SiO2 yaitu 33%, yang kemudian terdistribusi

(24)

23 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)

37 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

(39)

38 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

Sebelum masuk ke pengolahan logam, bijih bauxite biasanya dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan mineral lempung, pasir dll. Concression Factor (CF) merupakan faktor perolehan (% berat) bijih bauxite bersih setelah pencucian.

(40)

39 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

2.4 Rekapitulasi Data

(41)

40 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

2.5 Statistik Data Rekapitulasi

2.5.1 Persebaran Ketebalan Setiap Horizon

2.5.1.1 Persebaran Ketebalan Top Soil

Dari hasil data rekapitulasi horizon di dapatkan bahwa ketebalan top soil yang dominan adalah 0 meter. Terdapat anomali ketebalan yaitu pada ketebalan 1 meter. Data memiliki kemencengan skewness positif dimana data banyak tersebar pada ketebalan yang rendah.

(42)

41 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

2.5.1.2 Persebaran Ketebalan Bauxite

Berdasarkan data rekapitulasi didapatkan data tersebar pada nilai yang tinggi sehingga kemencengan data berupa skewness negatif. Data ketebalan bauksit memiliki variasi data yang cukup besar. Terdapat anomali data pada data ketebalan yang rendah yaitu data dengan ketebalan dibawah 6,4 meter dan anomali pada data ketebalan yang tinggi yaitu pada data dengan ketebalan diatas 10,4 meter. Ketebalan dominan yaitu pada ketebalan 8,4 meter sampai 9,5 meter.

(43)

42 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

2.5.1.3 Persebaran Ketebalan Bedrock

Dari hasil data rekapitulasi horizon di dapatkan bahwa ketebalan bedrock yang dominan adalah 0 meter. Terdapat anomali ketebalan yaitu pada ketebalan 2 meter. Data memiliki kemencengan skewness positif dimana data banyak tersebar pada ketebalan yang rendah.

(44)

43 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

2.5.2 Peta Persebaran Kadar Horizon Top Soil

2.5.2.1 Kadar Al2O3

Dari hasil data rekapitulasi di dapatkan bahwa hanya sedikit kadar Al2O3 yang

terdapat pada top soil. Hal ini dapat terlihat dari sejumlah besar top soil mengandung 0% kadar Al2O3 dan hanya beberapa top soil yang memiliki kadar Al2O3 di dalamnya.

Bentuk kemencengan dari data adalah skewness positif dimana data banyak terdapat pada kadar yang rendah. Terdapat juga anomali pada data kadar tertinggi yaitu pada data kadar diatas 12%. Data spasial top soil yang memiliki kadar Al2O3 terdapat pada

barat laut dan tenggara pada peta.

(45)

44 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

2.5.2.2 Kadar Fe2O3

Dari hasil data rekapitulasi di dapatkan bahwa hanya sedikit kadar Fe2O3 yang

terdapat pada top soil. Hal ini dapat terlihat dari sejumlah besar top soil mengandung 0% kadar Fe2O3 dan hanya beberapa top soil yang memiliki kadar Fe2O3 di dalamnya.

Bentuk kemencengan dari data adalah skewness positif dimana data banyak terdapat pada kadar yang rendah. Terdapat juga anomali pada data kadar tertinggi yaitu pada data kadar diatas 35%. Data spasial top soil yang memiliki kadar Fe2O3 terdapat pada

barat laut dan tenggara pada peta.

(46)

45 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

2.5.2.3 Kadar SiO2

Dari hasil data rekapitulasi di dapatkan bahwa hanya sedikit kadar SiO2 yang

terdapat pada top soil. Hal ini dapat terlihat dari sejumlah besar top soil mengandung 0% kadar SiO2 dan hanya beberapa top soil yang memiliki kadar SiO2 di dalamnya.

Terdapat juga anomali pada data kadar tertinggi yaitu pada data kadar diatas 25%. Data spasial top soil yang memiliki kadar SiO2 terdapat pada barat laut dan tenggara pada

peta.

(47)

46 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

2.5.3 Persebaran Kadar dalam Horizon Bauxite

2.5.3.1 Kadar Al2O3

Histogram memperlihatkan skewness positif atau persebaran grafik cenderung ke data yang nilainya kecil. Hal ini berarti histogram memperlihatkan bahwa data kadar Al2O3 cenderung banyak pada kadar dibawah nilai rata-ratanya dimana kadar rata-rata

Al2O3 adalah 39,30 %. Standar deviasinya cukup besar memperlihatkan variasi data

yang sangat beragam. Data spasial pada peta memperlihatkan bahwa kadar rendah terakumulasi pada utara peta dan kadar tinggi di sebelah selatan peta.

(48)

47 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

2.5.3.2 Kadar Fe2O3

Histogram memperlihatkan kurva normal. Memperlihatkan bahwa data kadar Fe2O3 cenderung banyak pada kadar disekitar nilai rata-ratanya. Data spasial

memperlihatkan bahwa kadar rendah terakumulasi pada selatan peta sedangkan kadar tinggi di sebelah utara peta dengan bentuk bimodal atau terdapat dua buah data dengan frekuensi paling banyak. Standar deviasinya cukup besar memperlihatkan variasi data yang sangat beragam.

(49)

48 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

2.5.3.3 Kadar SiO2

Histogram memperlihatkan kurva yang mendekati normal, dapat dilihat dari nilai skewnes yang mendekati nol. Histogram memperlihatkan kadar SiO2 cenderung

banyak pada kadar disekitar nilai rata-ratanya. Data spasial memperlihatkan bahwa kadar rendah terakumulasi pada barat daya ke barat peta dan kadar tinggi terdapat di sebelah tenggara dan barat laut peta. Di utara juga memperlihatkan variasi yang cukup besar dari berkadar rendah ke yang tinggi. Pada histogram juga terdapat anomali pada kadar rendah.

(50)

49 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

BAB III

PERHITUNGAN SUMBERDAYA

DENGAN METODE POLIGON

3.1 Konstruksi Poligon

Salah satu metoda penaksiran umum yang digunakan dalam perhitungan cadangan adalah metoda poligon. Metoda penaksiran ini menggunakan titik data sebagai sentral data yang mewakili suatu areal tertentu. Metoda poligon pada umumnya digunakan dalam perhitungan cadangan endapan yang relatif homogen dan geometri sederhana.Kadar pada suatu luasan tertentu ditaksir dengan nilai data yang berada di tengah-tengah poligon.

(51)

50 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

Konstruksi Poligon

Gambar 3.2 Peta Persebaran Bor

Gambar 3.3 Penentuan Daerah Pengaruh

1

(52)

51 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

Gambar 3.4 Penentuan Batas Tiap Titik Bor Dari Daerah Pengaruh

Gambar 3.5 Pembuatan Garis Batas Poligon

3

(53)

52 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

Gambar 3.6 Konstruksi Metoda Poligon

3.2 Prosedur Perhitungan

Adapun prosedur perhitungan dalam metoda polygon, yaitu :

1. Poligon-poligon dikonstruksikan yang mencakup semua titik bor dengan

menggunakan daerah pengaruh maksimum 25 meter untuk sumberdaya terukur. 2. Luas masing-masing poligon dihitung. Pembuatan poligon dan perhitungan luas

ini dilakukan dalam AutoCAD map 2014.

3. Tonase untuk horizon top soil dan horizon bauksit masing-masing lubang bordihitung dengan mengalikan luas poligon dengan tebal horizon dan SG (specific gravity) nya serta geological losses sebesar 10%.

4. Tonase sumberdaya top soil adalah total tonase horizon tersebut dari semua lubang bor. Begitu juga untuk tonase sumberdaya horizon bauksit.

5. Kadar rata-rata untuk Al2O3, Fe2O3 dan SiO2 pada masing-masing horizon

dihitung dengan menggunakan pembobotan tonase.

(54)

53 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

Gambar 3.7 Luas Daerah Terukur

Gambar 3.8 Luas Daerah Terukur dan Terkira

3.3 Hasil Perhitungan

3.3.1 Jumlah Sumberdaya Top Soil

Jumlah Sumberdaya Top Soil adalah 4.010,617 Ton (tabel perhitungan terlampir).

3.3.2 Jumlah Sumberdaya Bauksit

(55)

54 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t

Metoda lain dalam perhitungan cadangan adalah metoda penampang. Metoda ini merupakan sebuah metoda yang tergolong tradisional, dapat dilakukan dengan tangan, dan mudah untuk dimodifikasi, tetapi membutuhkan konsumsi waktu yang tinggi. Badan bijih dibagi dalam beberapa penampang berdasarkan kondisi geologinya disepanjang lintasan pemboran atau penampang. Dalam mengkonstruksi penampang ini kami melakukannya dengan menggunakan perangkat lunak AutoCAD.

Gambar 4.1 Teknis Penentuan Lintasan Dalam Metode Penampang

Data awal yang dibutuhkan :

1. Peta topografi dengan skala peta yang representatif 2. Peta model endapan atau distribusi data titik bor 3. Peta batasan - batasan sumberdaya

4. Data ketebalan tiap horizon

(56)

55 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

4.2Prosedur dan Asumsi Perhitungan

1. Dibuat sebelas buah penampang Utara-Selatan sesuai dengan lintasan pemboran.

2. Daerah ekstrapolasi yang digunakan maksimum 25 meter untuk sumberdaya terukur.

3. Luas masing-masing bidang horizon.di setiap penampang dihitung

4. Volume masing-masing bidang horizon dihitung dengan menggunakan rumus mean area.

4.3 Hasil Perhitungan

4.3.1 Jumlah Sumberdaya Top Soil

Jumlah Sumberdaya Top Soil adalah 1.706,118 Ton (tabel perhitungan terlampir).

4.3.2 Jumlah Sumberdaya Bauksit

Jumlah Sumberdaya Bauksit adalah 776.332,7 Ton (tabel perhitungan terlampir).

Analisis :

(57)

56 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t diskontinu. Metoda poligon sendiri merupakan metoda sederhana dalam penentuan jumlah sumberdaya. Perhitungan jumlah sumberdaya berdasar dari pengaruh luasan pengaruh titik bor dengan ketebalan lapisan bedasarkan data bor. Kekurangan perhitungan sumberdaya dengan metoda poligon adalah nilai kadar yang berada di pusat daerah pengaruh belum cukup akurat untuk diasumsikan mewakili keseluruhan daerah pengaruh dan bisa terjadi kemungkinan bahwa bentuk endapan tidak sesuai daerah pengaruh karena pada metoda poligon posisi titik data dan bentuk endapan belum diperhitungkan hanya berdasarkan luas daerah pengaruh.

Metoda penampang merupakan metoda tradisional. Metoda ini mudah untuk dimodifikasi, mudah untuk dipahami, mudah untuk dikoreksi, dan butuh proses pengerjaan yang cukup memakan waktu. Pada metoda penampang, lintasan penampang ditentukan berdasarkan peta distribusi lubang bor dan penampang dikontruksikan sesuai lintasan penampangnya yaitu lintasan Utara– Selatan. Dalam mengkonstruksi penampang, hal yang menjadi perhatian adalah ketebalan tiap horizon. Ketebalan tiap horizon dianggap kontinu sehingga faktor ini yang sangat memengaruhi dalam perhitungan cadangan. Pemilihan rumus perhitungan berdasarkan variasi dimensi antara kedua penampang. Dalam metoda poligon, volume didapatkan dengan mengalikan luas poligon dengan tebal horizon. Sedangkan dalam metoda penampang volume didapatkan dengan mengalikan rata-rata luas dua penampang dengan jarak antar penampang.

Hasil perhitungan yang didapatkan dengan menggunakan metoda poligon dan penampang memang berbeda. Faktor utama perbedaan ini adalah hal interpretasi data. Interpretasi data yang digunakan dalam kedua metoda ini berbeda dan memiliki karakteristik yang khas. Untuk metode poligon kita dapat menginterpretasikan bahwa daerah pengaruh tersebut ke segala arah, namun pada metode penampang kita hanya dapat menginterpretasikan perhitungan searah dengan lintasan pada metode yang kita buat.

5.2Galat Perhitungan

(58)

57 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

Tabel 5.1 Galat Perhitungan Sumberdaya

5.3Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari laporan ini antara lain :

1. Dengan melakukan iterasi berdasarkan cut off grade, data ketebalan bauksit memiliki variasi data yang cukup besar. Ketebalan dominan antara 8,4 meter sampai 9,5 meter sedangkan top soil memiliki ketebalan dominan 0 meter.

2. Metoda Poligon dan Penampang dapat digunakan dalam perhitungan sumberdaya bauksit. Dari kedua metoda ini didapatkan jumlah sumberdaya top soil dan juga bauksit. Hasil perhitungan yang didapatkan dengan menggunakan metoda poligon dan penampang memang berbeda. Faktor utama perbedaan ini adalah hal interpretasi data. Interpretasi data yang digunakan dalam kedua metoda ini berbeda dan memiliki karakteristik yang khas.

(59)

58 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

DAFTAR PUSTAKA

Syafrizal.Slide Kuliah Metoda Perhitungan Cadangan Teknik Pertambangan ITB 2014.Bandung

Notosiswoyo, Sudarto, dkk. 2005. Metode Perhitungan Cadangan TE-3231. Bandung: Penerbit ITB

http://www.academia.edu/5874108/Bauksit_Triswan_edit_oktober_2013_baru (diakses pada tanggal 2 Desember 2014 pukul 20.00)

(60)

59 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

.

(61)

60 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

a. Peta Topografi Drill Hole

(62)

61 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

c. Peta Ketebalan Bauksit

(63)

62 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

e. Peta Kadar SiO2 (Bauksit)

(64)

63 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

g. Peta Kadar Fe2O3 (Bauksit)

(65)

64 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

i. Peta Kadar Al2O3 (Bauksit)

(66)

65 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

k. Peta Sumberdaya

l. Peta Penampang

(67)

66 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

Penampang 1

(68)

67 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

Penampang 3

(69)

68 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

Penampang 5

(70)

69 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

Penampang 7

(71)

70 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

Penampang 9

(72)

71 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

(73)

72 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

(74)

73 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

(75)

74 | T u g a s B e s a r M e t o d e P e r h i t u n g a n C a d a n g a n – B a u k s i t ( 2 0 1 4 ) – K e l o m p o k 2

Gambar

Gambar 1.3 : Peta Persebaran Bauksit Di Dunia
Gambar 1.5 : Cryptobauxite
Gambar 1.6 : Profil Endapan Bauksit
Gambar 2.1 Histogram Al2O3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kompetensi Dasar Dasar : : 3.8 3.8 Menerapkan Menerapkan prosedur prosedur yang yang sesuai sesuai untuk untuk menyelesaikan menyelesaikan masalah program linear terkait

Kebijakan luar negeri yang dilancarkan oleh Jepang ini termasuk dalam kebijakan luar negeri dalam bidang ekonomi, kebijakan-kebijakan tersebut diantaranya adalah

Berdasarkan latar belakang diatas, perumusan masalahnya adalah Bagaimana membangun suatu sistem informasi kependudukan yang berbasis web untuk pendataan didesa, dimana

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa “Unified Modelling Language (UML) adalah sebuah bahasa yang berdasarkan grafik atau

Konstruksi kelembagaan pada bagian ini perlu dilihat dari dua sisi, pertama dari sisi kelembagaan negara, yaitu badan pemerintahan yang bertanggungjawab dalam

Ini terlihat salah satu dari persebaran benda-benda prasejarah dari logam di sejumlah wilayah di Indonesia yang memperlihatkan kesamaan dengan kebudayaan logam yang

Tujuan penelitian ini adalah (i) membandingkan dampak integrasi perdagangan dunia melalui ASEAN-Japan Comprehensive Economic Agreement dan ASEAN-Australia-New Zealand

Karena tidak didapatkan pengaruh yang signifikan antara turnover intension dan konflik santri-keluarga terhadap kepuasan studi di pondok pesantren maka perl dilakukan