• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Sosial Budaya dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI Pada Bayi 0-6 Bulan Dusun IX Desa Bandar Setia Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Sosial Budaya dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI Pada Bayi 0-6 Bulan Dusun IX Desa Bandar Setia Tahun 2015"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persiapan menyusui pada masa kehamilan merupakan hal yang penting

karena dengan persiapan dini ibu akan lebih baik dan siap untuk menyusui

bayinya. Setiap ibu untuk percaya dan yakin bahwa ibu akan sukses dalam

menyusui bayinya, meyakinkan ibu akan keuntungan Air Susu Ibu (ASI) dan

kerugian susu buatan/formula (Rukiyah, 2009).

Menurut World Health Organization (WHO), lebih kurang 1,5 juta anak

meninggal karena pemberian makanan yang tidak benar. Kurang dari 15% bayi

di seluruh dunia diberi ASI eksklusif selama empat bulan dan sering kali

pemberian makanan pendamping ASI tidak sesuai dan tidak aman (Humairon

(2010) dalam jurnal Baharuddin, Rosmawar, Munazar, 2011). Angka kematian

anak dan balita 51% disebabkan oleh pneumonia, diare, campak dan malaria,

lebih dari separuh kematian tersebut (54%) erat hubungannya dengan status gizi

(Wargiana, dkk, (2012).

Penelitian di Sri Lanka menunjukkan 23% bayi menerima MP-ASI pada

usia 4 bulan, dan hampir semua ibu-ibu sudah mulai memberikan makanan padat

seperti nasi tim, biskuit, dll. Total dari 410 bayi, terdapat 34% bayi diberikan

MP-ASI sebelum usia 6 bulan. Data UNICEF tahun 2006 menyebutkan bahwa

kesadaran ibu untuk memberikan ASI di Indonesia baru 14% itupun diberikan

(2)

Angka Kematian Bayi (AKB) berdasarkan Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Bayi pada tahun 2012

sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi tersebut diperkirakan

ada kaitannya dengan perilaku pemberian Air Susu Ibu (ASI). Bayi baru lahir

yang tidak diberikan ASI dan diberikan pengganti ASI/susu formula akan relatif

mudah terserang diare dan alergi, ancaman kekurangan gizi dan dapat

meningkatkan resiko infeksi (Profil Kesehatan Indonesia, 2013).

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, menyatakan bayi yang

mendapatkan ASI ekslusif di Indonesia hanya 15,3%. Masalah utama rendahnya

pemberian ASI di Indonesia adalah faktor sosial budaya dan kurangnya

pengetahuan ibu, keluarga dan masyrakat (Saleh, 2011).

Resiko pemberian MP-ASI sebelum usia 6 bulan akan mengakibatkan

gangguan kesehatan antara lain obesitas, alergi terhadap zat gizi yang terdapat

dalam makanan, zat pewarna dan pengawet yang tidak diinginkan den

pencemaran dalam penyimpanan. Salah satu efek pemberian MP-ASI adalah

terjadinya diare. Dalam MP-ASI terkandung konsentrasi tinggi karbohidrat dan

gula yang sukar untuk dicerna oleh organ pencernaan bayi apabila dicerna terlalu

dini (Asne (2008) dalam jurnal Lola, 2012).

Dampak negatif dari pemberian makanan pendamping ASI dini

berdasarkan riset yang dilakukan oleh pusat penelitian dan pengembangan gizi

dan makanan selama 21 bulan diketahui, bayi yang diberikan makanan tambahan

pada usia <6 bulan lebih banyak yang terserang diare, batuk-pilek, dan panas

ketimbang bayi yang diberikan ASI saja. Semakin bertambahnya umur

bayi, frekuensi terserang diare, batuk-pilek, dan panas semakin meningkat

(3)

Provinsi Sumatera Utara (2012) menunjukkan bahwa 58,74% ibu

memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini pada bayi 0-6 bulan dan

sebesar 41,26% ibu tidak memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini

(Profil Kesehatan Indonesia, 2013).

Rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan, baik di

daerah perkotaan maupun di pedesaan, dipengaruhi banyak hal. Diantaranya,

rendahnya pengetahuan dan kurangnya informasi pada ibu dan keluarga

mengenai pentingnya pemberian ASI ekslusif, tata laksana rumah sakit ataupun

rumah bersalin lain yang tidak memberlakukan bed-in (ibu dan bayi berada

dalam satu kasur) ataupun rooming-in (ibu dan bayi berada pada satu kamar atau

rawat gabung), tidak jarang juga fasilitas kesehatan memberikan susu formula

kepada bayi baru lahir, dan banyaknya ibu bekerja yang menggangap repot

menyusui sambil bekerja (Riksani, 2012).

Rendahnya pemberian ASI dikeluarga menjadi salah satu pemicu

rendahnya status gizi pada bayi dan balita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

gangguan pertumbuhan pada awal kehidupan balita disebabkan oleh faktor-faktor

kekurangan gizi sejak janin dalam kandungan yang disebabkan karena

memberikan MP-ASI terlalu dini atau terlalu lambat. Data BPS menunjukkan

bahwa anak diberi ASI pada hari pertama yang kelahirannya baik ditolong dokter

atau bidan sebesar 53% ibu yang memberikan ASI ekslusif hanya 22,49%

(4)

Menurut penelitian yang dilakukan Yulfira, dkk (2005), di daerah Jawa

sosial budaya merupakan faktor yang melatar belakangi perilaku pemberian ASI.

Pemberian madu, air putih dan madu/gula merah, pisang, bubur dan biskuit pada

bayi usia dini merupakan pola perilaku yang dilakukan turun temurun yang

didasari nilai-nilai masyarakat setempat, sehingga hal ini menyebabkan ibu-ibu

tidak bisa memberikan ASI secara ekslusif. Pola perilaku/kebiasaan tersebut

merupakan hambatan sosial budaya terhadap pemberian ASI ekslusif.

Hasil penelitian yang dilakukan Candra (2014), di Puskesmas Desa Banaran

Kecamatan Pesantren Kota Kediri pemberian ASI ekslusif hanya 25,8%,

didapatkan 23 ibu menyusui 19 diantaranya mengatakan tidak menyusui bayinya

secara ekslusif atau bayinya sampai berusia 6 bulan dan sebelum bayi berusia 6

bulan ibu telah memberikan makanan tambahan kepada bayinya. Hal ini

menyebabkan tingginya angka pemberian makanan pendamping ASI.

Berdasarkan hasil survei awal yang peneliti lakukan pada tanggal 15

november 2014 di Dusun IX Desa Bandar Setia terdapat jumlah bayi 0-6 bulan

sebanyak 38 bayi. Diperoleh hasil keterangan 4 dari 5 ibu menyatakan sudah

memberikan MP-ASI dini, yaitu susu formula, bubur dan pisang. Karena mereka

beranggapan bahwa ASI belum cukup mengenyangkan bagi bayinya, bahkan

mereka mengatakan bahwa pemberian MP-ASI dini dikarenakan kebiasaan

mereka dari dulunya.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang hubungan sosial budaya dengan pemberian makanan

pendamping ASI pada bayi 0-6 bulan di Dusun IX Desa Bandar Setia Tahun

(5)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas “Apakah ada hubungan sosial

budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI pada Bayi 0-6 Bulan di

Dusun IX Desa Bandar Setia tahun 2015”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan sosial budaya dengan pemberian

makanan pendamping ASI pada bayi 0-6 bulan di Dusun IX Desa

Bandar Setia tahun 2015.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui sosial budaya dalam pemberian makanan

pendamping ASI pada bayi 0-6 bulan di Dusun IX Desa Bandar

Setia tahun 2015.

b. Untuk mengetahui frekuensi pemberian makanan pendamping ASI

pada bayi 0-6 bulan di Dusun IX Desa Bandar Setia tahun 2015.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Petugas Kesehatan Bandar Setia

Sebagai bahan masukan dan sumber pemikiran bagi tenaga kesehatan

yang berada di Dusun IX Desa Bandar Setia untuk lebih meningkatkan

(6)

2. Bagi Institusi Pendidikan khususnya D-IV Bidan Pendidik

Dapat digunakan sebagai sumber bacaan atau kepustakaan untuk peneliti

selanjutnya mengenai MP-ASI pada bayi 0-6 bulan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan pada peneliti selanjutnya agar dapat memperluas informasi

Referensi

Dokumen terkait

Menganalisis Hubungan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini dengan kejadian ISPA Pada Bayi 0-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Moti Kota Ternate, Menurut

Latar belakang : Dampak negatif dari pemberian makanan pendamping ASI dini berdasarkan riset yang dilakukan oleh pusat penelitian dan pengembangan gizi dan

Latar belakang : Dampak negatif dari pemberian makanan pendamping ASI dini berdasarkan riset yang dilakukan oleh pusat penelitian dan pengembangan gizi dan

Pengumpulan data untuk pengaruh perilaku ibu yang berbudaya jawa dalam pemberian makanan pendamping ASI ( MP-ASI) pada bayi usia 0-6 bulan yaitu dengan

Pengetahuan Ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) secara dini pada bayi 0-6 bulan di Ruang Anak Rumah Sakit Djatiroto di kategorikan memiliki

pemberian makanan pendamping ASI dini dengan insiden diare pada bayi usia 1-6. bulan di wilayah kerja Puskesmas Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei

Hubungan Antara Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini dengan Insiden Diare pada Bayi 0-6 Bulan di Puskesmas Aek Goti, Kecamatan Silangkitang, Kabupaten Labuhanbatu

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0-6 bulan di Desa Sedayu Kabupaten Wonosobo adalah tingkat pengetahuan yang tinggi,