• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terjemahan Modal Pada Teks „United Nations Convention On The Law Of The Sea (Unclos ‟82)‟ Dalam Bahasa Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Terjemahan Modal Pada Teks „United Nations Convention On The Law Of The Sea (Unclos ‟82)‟ Dalam Bahasa Indonesia"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

TERJEMAHAN MODAL PADA TEKS „UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (UNCLOS 1982)‟

DALAM BAHASA INDONESIA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis padanan makna modal pada teks UNCLOS 1982 dalam bahasa Indonesia; (2) menemukan teknik-teknik terjemahan yang digunakan dalam penerjemahan modal pada teks UNCLOS 1982 ke dalam bahasa Indonesia; dan (3) menganalisis kualitas terjemahan modal pada teks UNCLOS 1982 dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Data penelitian ini adalah modal yang terdapat di dalam teks Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (KPBB-HL). Sumber data penelitian ini adalah buku Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut yang ditulis dalam dua bahasa, yaitu bahasa Inggris sebagai teks sumber (TSu) dan bahasa Indonesia sebagai teks sasaran (TSa). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep Miles, Huberman dan Saldana (2014: 31-33) yaitu model analisis interaktif yang mengklasifikasikan analisis data dalam tiga langkah: (i) kondensasi data, yaitu suatu proses memilih, menyederhanakan, mengabstrakkan, dan atau mentransformasikan data; (ii) penyajian data, yaitu sebuah pengorganisasian, penyatuan dari infomasi yang memungkinkan penyimpulan dan aksi; dan (iii) penarikan kesimpulan. Berdasarkan data analisis ditemukan bahwa: (1) dalam terjemahan teks UNCLOS 1982, modal dalam TSu dipadankan maknanya dengan 10 kata dalam TSa, yaitu harus (keharusan), tidak boleh (larangan), dapat, boleh, dibenarkan (izin), mungkin, dapat (kemungkinan), dianggap (anggapan), akan (keinginan), hendaknya, seharusnya (harapan), dan dapat (kemampuan); (2) penerjemahan modalitas dalam teks UNCLOS 1982 menggunakan 7 jenis teknik penerjemahan, yaitu padanan lazim (18%), literal (14%), kreasi diskursif (51%), modulasi (0,5%), reduksi (14%), transposisi (1,5%), dan amplipikasi linguistik (1%), di mana kreasi diskursif merupakan jenis teknik penerjemahan modalitas yang paling sering digunakan; dan (3) tingkat keakuratan penerjemahan modalitas dalam teks UNCLOS 1982 adalah 81% akurat, sebanyak 85% kalimat pada TSa yang mengandung makna modalitas berterima dalam TSa, dan 87% pesan yang terdapat dalam TSa dapat dipahami maknanya oleh pembaca.

(2)

THE TRANSLATION OF MODALS USED IN THE „UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (UNCLOS 1982)‟ TEXT IN

BAHASA INDONESIA

ABSTRACT

This study aims at (1) analyzing the meaning equivalence of modals used in the UNCLOS 1982 text in bahasa Indonesia; (2) finding out the translation techniques used in translating modals used in the UNCLOS 1982 text into bahasa Indonesia; and (3) analyzing the quality of the translation of modals used in the UNCLOS 1982 text into bahasa Indonesia. This study used a descriptive qualitative research method. The data of this study were modals used in the UNCLOS 1982 text. The source of data was a book entitled Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang

Hukum Laut (KPBB-HL) written in two languages, i.e. in English as the source

text (ST) and in Bahasa Indonesia as the target text (TT) version entitled. The data were analyzed using interactive model proposed by Miles, Huberman and Saldana (2014: 31-33). The analysis was done in three stages, namely: (i) data condensation, a process of selecting, focusing, simplifying, abstracting, and/or transforming the data; (ii) data display, an organized, compressed assembly of information that allows conclusion drawing and action; and (iii) conclusion drawing. Based on the data analysis, it was found that: (1) in the translated text of UNCLOS 1982, modals in the source text were equivalent in meaning with 10 words in the target text, they are harus (obligation), tidak boleh (prohibition),

dapat, boleh, dibenarkan (permission), mungkin, dapat (possibility), dianggap

(assumption), akan (intention), hendaknya, seharusnya (wish), and dapat (ability); (2) the translation of modals used in the UNCLOS 1982 text applied 7 kinds of translation technique, namely proper equivalent (18%), literal (14%), discursive creation (51%), modulation (0,5%), reduction (14%), transposition (1,5%), and linguistic amplification (1%), among which discursive creation was the most frequent technique used; and (3) in terms of the quality of the translation, 81% of the modals were translated accurately, 85% of the translation of modals was acceptable, and 87% of the messages contained in the target text were easily understood by the readers.

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi berjudul “Implementasi United Nations Convention On The Law Of The Sea (UNCLOS) 1982 Terhadap Penetapan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)” telah

Salah satu kelemahan atau kegagalan Konvensi Hukum Laut I ini adalah bahwa rezim hak lintas damai yang dihasilkannya dianggap tidak memadai untuk dipakai

Setelah berlakunya Konvensi Hukum Laut tersebut atau dikenal dengan istilah United Nation Convention on The law of The Sea (UNCLOS) 1982, di dalam prakteknya

Setelah berlakunya Konvensi Hukum Laut tersebut atau dikenal dengan istilah United Nation Convention on The law of The Sea (UNCLOS) 1982, di dalam prakteknya

1) Pembajakan laut harus melibatkan tindakan kriminal seperti kekerasan, penyekapan atau penjarahan. 2) Pembajakan laut harus dilakukan di laut lepas atau tempat lain diluar

Demikian juga pelayaran dengan menggunakan hak lintas transit karena ketentuan Pasal 41 Konvensi Hukum Laut 1982 yang mengatur alur laut dan skema pemisah lintas

Kedua faktor tersebut adalah alasan rasional yang menyebabkan wilayah Laut Cina Selatan dan Kepulauan Spartly menjadi sengketa antara 4 (empat) negara ASEAN

14 Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pengesahan Perjanjian Antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan