• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terjemahan Modal Pada Teks „United Nations Convention On The Law Of The Sea (Unclos ‟82)‟ Dalam Bahasa Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Terjemahan Modal Pada Teks „United Nations Convention On The Law Of The Sea (Unclos ‟82)‟ Dalam Bahasa Indonesia"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa yang merupakan bagian dari komunitas dunia. Salah satu organisasi komunitas dunia tersebut adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB sebagai suatu organisasi yang melibatkan banyak bangsa memiliki berbagai macam badan, dewan, dan lembaga sesuai bidang yang menjadi tanggung jawabnya. Salah satu bidang yang dinaungi oleh PBB adalah bidang kelautan.

Sebagai anggota PBB, Indonesia merupakan negara Maritim yang sangat berkepentingan dan, dengan demikian, mendorong adanya kesepakatan aturan tentang laut. Kesepakatan ini bertujuan untuk menghindari adanya persengketaan terhadap pemanfaatan laut tersebut. Bagi Indonesia aturan tentang laut ini sangat penting karena hukum laut tersebut mengatur tentang Rejim Hukum Negara Kepulauan yang merupakan perwujudan dari konsepsi Wawasan Nusantara/Negara Kepulauan yang diperjuangkan Bangsa Indonesia sejak tahun 1957 melalui Deklarasi Djuanda (Kusumaatmadja, 2012).

(2)

yang khusus mengurusi kelautan dalam kabinetnya. Pembentukan kementerian ini diharapkan mampu untuk memaksimalkan potensi dan fungsi laut yang ada di wilayah negara Indonesia.

Upaya untuk memaksimalkan potensi kelautan Indonesia dapat dilakukan dengan merujuk kepada konvensi hukum laut internasional yang dikenal dengan United Nations Convention Law of the Sea (UNCLOS 1982). Menyikapi konvensi ini, Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982 dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985. Konvensi Hukum Laut yang dihasilkan dari Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa ini mendefinisikan hak dan tanggung jawab negara dalam penggunaan lautan di dunia serta menetapkan pedoman untuk bisnis, lingkungan, dan pengelolaan sumber daya alam laut (United Nations, 1998).

(3)

baik serta mudah dipahami oleh kalangan masyarakat luas dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Sebuah teks dalam bahasa sumber (BSu) setelah diterjemahkan ke bahasa sasaran (BSa) seharusnya sampai ke tujuan praktisnya yakni membantu pembaca dalam BSa memahami teks tersebut sebagaimana yang dimaksud oleh penulis asli teks dalam BSu (Mukhtar, 2011:55) sehingga teks tersebut dalam BSa merupakan hasil yang sepadan (ekuivalen), terbaca dan berterima dengan keakuratan pesan dalam Bsu. Keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan merupakan kriteria untuk mencapai kualitas terjemahan yang baik (Larson, 1984; Machali, 2000; Nababan, 2004; Nagao dkk., 1988).

Mengingat begitu pentingnya peran KPBB-HL ini bagi bangsa Indonesia, maka penerjemahannya harus merujuk kepada tiga kriteria yang disebutkan di atas. Kesalahan maupun kekhilafan dalam menerjemahkan teks ini tidak dapat ditolerir karena menyangkut kedaulatan Indonesia sebagai negara maritim. Di samping itu, kesepadanan makna tentang hukum laut sangat penting sebagai dasar legalitas bagi aparat pelaksana lapangan maupun bagi perwakilan negara-negara sahabat yang berada di Indonesia demikian juga halnya bagi Bangsa Indonesia dalam menyelesaikan sengketa laut maupun dalam rangka diplomasi penegakan hukum demi kepentingan Bangsa Indonesia. Secara khusus, teks terjemahan ini merupakan teks yang wajib dipahami dan dipatuhi oleh Prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut sebagai salah satu unsur pelaksana di lapangan; dan secara umum, wajib dipahami dan dipatuhi oleh rakyat Indonesia.

(4)

Sipadan dan Ligitan yang dipercaya banyak orang telah lepas dari Indonesia dan direbut Malaysia menjadi semacam referensi umum yang selalu disebut jika ada kasus terkait kedaulatan atas pulau. Tidak sedikit yang meyakini bahwa kasus Sipadan dan Ligitan akan terjadi lagi pada Indonesia (Asrana, 2013:29-30). Meskipun demikian, prediksi tersebut dapat saja tidak terjadi jika teks terjemahan KPBB-HL dalam BSa benar-benar telah mewakili makna yang ingin disampaikan dalam teks BSu UNCLOS 1982. Ini hanya salah satu kasus di antara kasus-kasus lainnya yang terjadi berkenaan dengan kedaulatan laut Indonesia.

Salah satu hal yang sangat penting diperhatikan dalam penerjemahan teks UNCLOS 1982 ini adalah penerjemahan modal karena perbedaan penerjemahan modal dapat mempengaruhi perbedaan makna yang signifikan. Selanjutnya, penerjemahan modal sangat bergantung kepada konteks di mana unsur modalitas itu digunakan; dengan kata lain, meskipun setiap jenis modal memiliki makna tersendiri, namun makna tersebut dapat saja berbeda ketika digunakan dalam konteks yang berbeda. Kemungkinan adanya perbedaan makna ini memunculkan celah adanya kesalahan dalam penerjemahan modal.

Berikut ini merupakan contoh teks yang berhubungan dengan kekurangtepatan penerjemahan modal dalam teks terjemahan KPBB-HL.

BSu: The system of straight baselines may not be applied by a state. BSa: Sistim penarikan garis pangkal lurus tidak boleh diterapkan oleh

suatu negara. (Pasal 7 ayat 6)

(5)

tersebut harus diperhatikan. Terjemahan modal „may‟ (BSu) menjadi „boleh‟ (BSa) kurang tepat dikarenakan tingkatan obligasi yang terdapat dalam kata „boleh‟ lebih rendah. Dengan mengganti kata „boleh‟ menjadi „dapat‟, maka makna

yang disampaikan lebih tegas ataupun lebih tinggi dalam tingkatan obligasinya. Tingkatan modalitas dapat dilihat pada hasil temuan Cahyadi (2015:174) yang mengungkapkan tingkatan obligasi modal deontik dalam bahasa Indonesia. Menurutnya, kata „dapat‟ menghasilkan makna penegasian makna modalitas kebolehan (deontik) dengan kadar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kata „dapat‟.

Pada terjemahan modal teks di atas, penerjemah menerapkan teknik penerjemahan harafiah dan si penerjemah tidak mengaitkan terjemahannya dengan konteks penggunaan modal tersebut. Dalam teks tersebut, modal „may‟ diikuti oleh „beapplied” yang dalam BSa diterjemahkan “diterapkan” yang dibentuk melalui proses infleksi dengan bentuk dasar “menerapkan”. Dalam KBBI (2002),

makna kata “menerapkan” adalah mempraktikkan sehingga secara tersirat mengandung makna ketegasan. Meskipun modal “may” dapat diterjemahkan dengan “boleh” dalam BSa; akan tetapi pada konteks ini, terjemahan yang tepat adalah “dapat”. Dengan demikian, menurut tingkat keakuratannya, terjemahan

modal pada teks tersebut kurang akurat karena pesan yang disampaikan kurang tepat dalam BSa.

(6)

penggunaan modal dalam penyampaiannya. Oleh karena itu, kesalahan dalam menerjemahkan modal dapat berakibat fatal bagi negara-negara yang wilayahnya saling berbatasan, seperti contoh kasus yang dipaparkan di paragraf sebelumnya.

Salah satu contoh kasus yang terjadi akibat dari kesalahan pemahaman makna dalam UNCLOS 1982 adalah pencurian ikan (illegal fishing) yang dilakukan oleh Kapal MV Hai Fa asal China yang mencuri 15 ton hiu martil dan hiu koboi di perairan Indonesia yang berlangsung dari Juni 2014 sampai Desember 2014. Kapal tersebut ditangkap dan hanya dituntut denda sebesar Rp. 200.000.000,-. Berkenaan dengan hal ini, ahli kelautan dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Prof. Dr. Eduard Izaak mengatakan Undang-Undang Perikanan tidak boleh melampaui apa yang telah diamanatkan UNCLOS (United Nation Convention On the Law of The Sea) atau biasa disebut Konvensi Hukum tahun 1982 (news.detik.com, April 2015). Di dalam UNCLOS 1982 pasal 51 ayat 1 disebutkan:

BSu : Without prejudice to article 49, an archipelagic State shall respect existing agreements with other States and shall recognize traditional fishing rights and other legitimate activities of the immediately adja cent neighbouring States in certain areas falling within archipelagic waters... Such rights shall not be transferred to or shared with third States or their nationals.

(7)

Dalam contoh di atas, terdapat tiga kali penggunaan modal „shall‟ di

dalam BSu yang diterjemahkan masing-masing dengan kata „harus‟, „harus‟, dan „boleh‟ di dalam BSa. Modal „shall‟ di dalam teks hukum mengandung makna obligasi yang tegas yang dapat diterjemahkan dengan kata „harus‟. Akan tetapi, pada klausa terakhir, kata „shall‟ diterjemahkan dengan kata „boleh‟ yang

memiliki tingkatan obligasi yang rendah. Hal ini terjadi karena modal „shall‟ digunakan dalam bentuk negatif yang memang kurang tepat diterjemahkan dengan kata „tidak harus‟. Akan tetapi, pemilihan kata „boleh‟ juga kurang tepat

karena tingkatan obligasinya yang rendah sehingga menimbulkan celah untuk diingkari. Dengan mengganti kata „boleh‟ menjadi „dapat‟, maka makna yang

disampaikan lebih tegas ataupun lebih tinggi dalam tingkatan obligasinya. Celah seperti inilah yang dapat membuat lemahnya hukuman yang diberikan

kepada penangkapan ikan ilegal yang dilakukan oleh kapal Hai Fa sehingga mendapat perhatian yang serius dari berbagai pihak, termasuk pemerintah melalui kementerian kelautan dan perikanan.

Teks UNCLOS 1982 merupakan teks yang berperan sangat penting dalam menangani masalah-masalah kelautan seluruh negara di dunia, khususnya di

Indonesia. Teks UNCLOS 1982 mengatur definisi-definisi teknis kelautan, aturan-aturan yang harus ditaati, dan larangan-larangan yang harus dihindari. Untuk mencapai tujuan tersebut, teks UNCLOS 1982 menggunakan modal, dan penerjemahan modal tersebut harus dilakukan secara tepat.

(8)

berkualitas dapat memberikan dampak yang mempengaruhi pemaknaan isi konvensi tersebut. Ketidaktepatan ataupun ketidakakuratan dalam penerjemahan modal akan menyebabkan kesalahan dalam mengimplementasikan isi konvensi tersebut di lapangan.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Merujuk kepada latar belakang masalah penelitian yang telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana modal pada teks UNCLOS 1982 diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia?

2. Teknik-teknik terjemahan apa saja yang digunakan dalam penerjemahan modal pada teks UNCLOS 1982 ke dalam bahasa Indonesia?

3. Bagaimana kualitas terjemahan modal pada teks UNCLOS 1982 dalam bahasa Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang telah

dirumuskan dalam pertanyaan penelitian. Dengan demikian tujuan penelitian

ini adalah:

1. Menganalisis padanan makna modal pada teks UNCLOS 1982 dalam

(9)

2. Menemukan teknik-teknik terjemahan yang digunakan dalam

penerjemahan modal pada teks UNCLOS 1982 ke dalam bahasa

Indonesia.

3. Menganalisis kualitas terjemahan modal pada teks UNCLOS 1982 dalam

bahasa Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi kepada bidang

penerjemahan baik secara teoritis maupun praktis.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk meningkatkan

mutu terjemahan khususnya penerjemahan padanan modal dalam keakuratan dan

menghindari terjadinya multitafsir. Di samping itu, hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi bahan masukan dan bahan panduan dalam menerjemahkan modal

dalam Teks Konvensi perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum laut secara

khusus, dan dalam menerjemahkan teks-teks lainnya secara umum. Berikutnya,

hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para peneliti dalam bidang terjemahan

linguistik terapan dan analisa wacana untuk melihat pentingnya kesepadanan

makna dan pemilihan teks yang tepat di dalam penerjemahan.

(10)

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca maupun aparat pelaksana lapangan dalam memahami hasil terjemahan UNCLOS „82 dengan

akurat sehingga mengurangi keragu-raguan dalam bertindak. Di samping itu,

hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah

dalam hal ini otoritas yang berkepentingan dalam penerjemahan teks

UNCLOS ‟82 agar dapat menghindari terjadinya ketidakakuratan dan multitafsir dalam menerjemahkan UNCLOS ‟82.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada terjemahan modal, kualitas dan teknik

penerjemahan yang digunakan dalam terjemahan teks UNCLOS 1982. Kualitas

terjemahan difokuskan kepada tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan

teks BSa.

1.6 Klarifikasi Istilah

Guna memahami dan membantu melanjutkan penelitian “Terjemahan Modal dalam Teks „United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS ’82)‟ dalam Bahasa Indonesia”, peneliti menggunakan beberapa istilah yaitu;

1. Bab adalah bagian isi buku teks terjemahan UNCLOS 1982 yang terdiri dari satu pasal atau beberapa pasal.

(11)

Markas Besar Angkatan Laut Dinas Pembinaan Hukum melalui izin dari Direktur Jenderal Politik Departemen Luar Negeri Republik Indonesia pada tahun 2003.

3. Kualitas terjemahan adalah suatu ukuran standar pada hasil terjemahan yang menunjukkan tingkat kesepadanan dalam penyampaian pesan dari BSu ke BSa berdasarkan tiga aspek: keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan.

4. Modal adalah kata yang digunakan dalam kalimat yang menyatakan sikap pengguna bahasa terhadap hal yang disampaikan, yaitu mengenai perbuatan, keadaan, peristiwa, atau sikap terhadap lawan bicaranya yang dapat berupa pernyataan keharusan, kemungkinan, keinginan, atau keizinan.

5. Pasal adalah bagian dari bab yang terdapat di dalam buku teks terjemahan UNCLOS 1982.

6. Penerjemahan adalah mengalihkan pesan atau bisa juga dikatakan sebagai proses suatu terjemahan untuk mengalihkan pesan secara akurat dari UNCLOS 1982 (TSu) ke Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (TSa).

(12)

8. Teknik penerjemahan adalah prosedur atau cara yang digunakan untuk mengalihkan pesan dari BSu ke BSa, diterapkan pada tataran kata, frasa, klausa maupun kalimat yang menggunakan modalitas yang terdapat pada teks terjemahan UNCLOS 1982. Oleh sebab itu, teknik penerjemahan dapat disebut sebagai realisasi dari proses pengambilan keputusan, yang hasilnya dapat diidentifikasikan pada teks terjemahan.

9. Teks adalah teks UNCLOS 1982 yang dibagi kepada pasal-pasal. 10. UNCLOS adalah kependekan dari United Nations Convention On The

Referensi

Dokumen terkait

4. Simpan file tersebut. Agar file dapat terbaca oleh file video “Insidious Chapter 2.mkv”, file yang kita buat di notepad disimpan dengan format extension“.srt”,

• Pemikiran yang diungkapkan tidak terdiri dari kata-kata yang satu sama lain terlepas, tetapi kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang dapat dimengerti.. Itulah

Abstrak : Kualitas sumber daya manusia yang rendah memang merupakan fenomena umum di negara-negara sedang berkembang, dan merupakan masalah pokok dalam usaha percepatan

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, karena atas rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Penggunaan Model Problem

(4) Historiografi merupakan kegiatan menyusun atau merekontruksi fakta- fakta yang telah tersusun yang didaptakan dari penafsiran sejarawan terhadap sumber-sumber sejarah

yurisprudensi masa lampau atau jalan kebenaran menuju kesadaran Eso Terrys Ihwal status penghambaan (ubudiyah) dihadapan Tuhan, tetapi juga dengan tugas- tugas masa

Berdasarkan dugaan ada- nya keuntungan dan kerugian akibat pengha- pusan fiskal luar negeri tersebut, kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis dampak

Melalui proses filtrasi dengan alat gelas ini memungkinkan dilakukan recovery cairan ionik dan digunakan kembali (re-use) sebagai pelarut hidrolisis untuk sampel tandan kosong