• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Sikap Kerja terhadap Keluhan Muskuloskeletal pada Perajin Batu Bata di Kecamatan Darussalam Aceh Besar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Sikap Kerja terhadap Keluhan Muskuloskeletal pada Perajin Batu Bata di Kecamatan Darussalam Aceh Besar"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keluhan Muskuloskeletal

Menurut Tarwaka (2004), keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament dan tendon.Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.

(2)

Frekuensi yang lebih sering terjadi gangguan muskuloskeletal adalah pada area tangan, bahu dan punggung. Aktivitas yang menjadi penyebab terjadinya gangguan muskuloskeletal yaitu penanganan bahan dengan punggung yang membungkuk atau memutar, membawa ke tempat yang jauh (aktivitas mendororng dan menarik), posisi kerja yang statis dengan punggung membungkuk atau terus-menerus dan duduk atau berdiri tiba-tiba, mengemudikan kendaraan dalam waktu yang lama (getaran seluruh tubuh), pengulangan atau gerakan tiba-tiba meliputi memegang dengan atau tanpa kekuatan besar (Merulalia, 2010).

Menurut Tarwaka (2004) yang mengutip dari Peter Vi (2000) menjelaskan tentang faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan muskuloskeletal yaitu :

1. Peregangan otot yang berlebihan

(3)

2. Aktivitas berulang

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus-menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi. 3. Sikap kerja tidak alamiah

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan lain-lain. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja. 4. Faktor penyebab sekunder

Faktor penyebab sekunder yaitu terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak, getaran dengan frekuensi yang tinggi, dan paparan suhu yang terlalu dingin ataupun yang terlalu panas.

5. Penyebab kombinasi

Penyebab kombinasi meliputi umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, kekuatan fisik dan ukuran tubuh.

(4)

membedakan keluhan muskuloskeletal yang terjadi akibat kerja atau penyebab lain yang bukan akibat kerja, yaitu :

1. Gejala biasanya muncul setelah mengerjakan pekerjaan yang sama selama beberapa waktu (biasanya mingguan hingga bulanan)

2. Gejala menghilang setelah berhenti mengerjakan pekerjaan tertentu

3. Jenis pekerjaan diketahui dapat menimbulkan rangkaian gejala yang dialami pekerja

4. Pekerjaan mungkin mempunyai faktor predisposisi terhadap gejala tersebut, misalnya usia, spondilisis, dan lain-lain.

Menurut Tarwaka (2004), langkah-langkah untuk mengatasi keluhan muskuloskeletal dimaksudkan untuk mengeliminir overexertion dan mencegah adanya sikap kerja tidak alamiah. Langkah-langkah tersebut meliputi :

1. Rekayasa teknik

Rekayasa teknik pada umumnya dilakukan melalui pemilihan beberapa alternatif sebagai berikut :

a. Eliminasi, yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada.

b. Substitusi, yaitu mengganti alat/ bahan lama dengan alat/ bahan baru yang aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur penggunaan peralatan.

c. Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan pekerja. d. Ventilasi, yaitu dengan menambah ventilasi untuk mengurangi resiko

(5)

2. Rekayasa manajemen

Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan sebagai berikut :

a. Pendidikan dan pelatihan

b. Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang c. Pengawasan yang intensif

2.2. Sikap Kerja

Sikap tubuh dalam bekerja adalah suatu gambaran tentang posisi badan, kepala dan anggota tubuh (tangan dan kaki), baik dalam hubungan antar bagian-bagian tubuh tersebut maupun letak pusat gravitasinya. Faktor-faktor yang paling berpengaruh meliputi sudut persendian, inklinasi vertikal badan, kepala, tangan dan kaki serta derajat penambahan atau pengurangan bentuk kurva tulang belakang. Faktor-faktor tersebut akan menentukan efisien atau tidaknya sikap tubuh dalam bekerja. Sikap tubuh bisa dikatakan efisien adalah jika menempatkan tekanan yang seimbang pada bagian-bagian tubuh yang berbeda, atau membutuhkan sedikit usaha otot untuk bertahan, atau terasa nyaman bagi masing-masing orang (Community, 2008).

(6)

mengoperasikan mesin dan peralatan yang merinci macam gerak, arah dan kekuatannya yang harus dilakukan (Suma’mur, 2009).

Menurut Tarwaka (2004), ada beberapa sikap kerja yang sering dijumpai pada saat melakukan pekerjaan,yaitu :

1. Sikap kerja duduk

Bekerja dengan posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain : pembebanan pada kaki, pemakaian energi dan keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi. Namun demik ian, sikap kerja duduk yang terlalu lama dapat menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan melengkung sehingga cepat lelah. Pulat (1992), memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi duduk yaitu sebagai berikut :

a. pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki,

b. pekerjaan utama adalah menulis atau memerlukan ketelitian pada tangan,

c. tidak diperlukan tenaga dorong yang besar,

d. objek yang dipegang tidak memerlukan tangan bekerja pada ketinggian lebih dari 15 cm dari landasan kerja,

e. diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi, f. pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama,

(7)

2. Sikap kerja berdiri

Selain sikap kerja duduk, sikap kerja berdiri juga banyak dijumpai pada industri. Seperti halnya sikap kerja duduk, sikap kerja berdiri juga mempunyai keuntungan dan kerugian. Menurut Sutalaksana (2000), sikap kerja berdiri merupakan sikap kerja siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Pada dasarnya berdiri itu sendiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan duduk. Pulat (1992) dan Clark (1996) memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri yaitu sebagai berikut :

a. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut

b. Harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg) c. Sering menjangkau ke atas, ke bawah, dan ke samping d. Sering melakukan pekerjaan dengan menekan ke bawah e. Diperlukan mobilitas yang tinggi

3. Sikap kerja dinamis

(8)

Tabel 2.1 Pemilihan Sikap Kerja terhadap Jenis Pekerjaan yang Berbeda-beda di luar daerah jangkauan optimum

4. Pekerjaan ringan dengan pergerakan berulang 5. Pekerjaan perlu ketelitian 6. Inspeksi dan monitoring 7. Sering berpindah-pindah

Sumber : Tarwaka (2004)

Sikap kerja yang tidak alamiah dan cara kerja yang tidak ergonomis dalam bekerja harus dihindarkan karena dapat menyebabkan terjadinya nyeri otot pada daerah-daerah tubuh tertentu seperti pinggang dan bahu. Untuk itu pada waktu bekerja diusahakan agar bersikap secara alamiah dan bergerak optimal (Ramandhani, 2008).

Menurut Ramandhani (2008), sikap tubuh dalam bekerja yang dikatakan secara ergonomik adalah yang memberikan rasa nyaman, aman, sehat dan selamat dalam bekerja, yang dapat dilakukan antara lain dengan cara :

a. Menghindarkan sikap yang tidak alamiah dalam bekerja b. Diusahakan beban statis menjadi sekecil-kecilnya

(9)

d. Agar diupayakan bekerja dengan sikap duduk dan berdiri secara bergantian. Menurut Sulistyadi dan Susanti (2003), postur/ sikap tubuh saat bekerja dapat dianalisa dan kemudian diberi nilai untuk diklasifikasikan dengan menggunakan metode Ovako Work Analysis System (OWAS). Metode ini dapat memberikan informasi penilaian postur tubuh pada saat bekerja sehingga dapat melakukan evaluasi dini atas risiko kecelakaan tubuh. Beberapa penilaian diberikan pada postur tubuh manusia yang terdiri atas beberapa bagian yaitu punggung, lengan, kaki, beban kerja dan fasa kerja. Penilaian tersebut digabungkan untuk melakukan perbaikan kondisi bagian postur tubuh yang berisiko terhadap kecelakaan.

2.3. Fasilitas Kerja

Fasilitas kerja yang tidak ergonomis dapat menimbulkan penyesuaian sikap kerja seperti sikap kerja duduk membungkuk dan jongkok yang dapat menyebabkan keluhan rasa sakit pada bagian tubuh (Hamonangan, 2006).

Suatu fasilitas kerja disebut ergonomis apabila secara antropometri, faal, biomekanik dan psikologis kompatibel dengan pemakainya. Dalam mendesain fasilitas kerja yang sangat penting untuk diperhatikan satu desain berpusat pada manusia pemakainya atau human centered design (Sutalaksana, 1999).

(10)

1. Memperhatikan perbaikan-perbaikan metode atau cara kerja dengan menekankan prinsip-prinsip ekonomi gerak dengan tujuan pokok meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

2. Mempertimbangkan kebutuhan akan data yang menyangkut dimensi tubuh manusia. Data antropometri akan menunjang dalam proses perancangan fasilitas kerja dengan tujuan mencari keserasian hubungan fasilitas kerja dan manusia pemakainya.

3. Mempertimbangkan pengaturan tata letak fasilitas kerja yang digunakan, pengaturan ini bertujuan untuk mencari keserasian hubungan fasilitas kerja dan manusia pemakainya.

2.4. Antropometri dan Aplikasinya dalam Perancangan Fasilitas Kerja

Istilah antropometri berasal dari kata anthro yang berarti manusia dan metri yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam memerlukan interaksi manusia. Data antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal perancangan areal kerja, perancangan peralatan kerja, perancangan produk-produk konsumtif dan perancangan lingkungan kerja fisik (Wignjosoebroto, 2008).

(11)

pusat gravitasi, dan massa segmen tubuh manusia. Ukuran-ukuran tubuh manusia sangat bervariasi, bergantung pada umur, jenis kelamin. ras, pekerjaan dan periode dari masa ke masa.

Antropometri merupakan suatu pengukuran yang sistematis terhadap tubuh manusia, terutama seluk beluk dimensional ukuran dan bentuk tubuh manusia. Antropometri yang merupakan ukuran tubuh digunakan untuk merancang atau menciptakan suatu sarana kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh pengguna sarana kerja tersebut. Seperti diketahui bahwa ukuran alat kerja menentukan sikap, gerak dan posisi pekerja, maka penerapan antropometri mutlak diperlukan untuk menjamin adanya sistem kerja yang baik (Ramandhani, 2008).

Menurut Nurmianto (2008), antropometri adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik tubuh manusia, ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan data tersebut untuk penanganan masalah desain. Penerapan data antropometri ini akan dapat dilakukan jika tersedia nilai mean (rata-rata) dan SD (standar deviasi) dari suatu distribusi normal.

(12)

saat seseorang melakukan aktivitas atau sedang melakukan pekerjaan (Sulistyadi dan Susanti, 2003).

Menurut Sulistyadi dan Susanti (2003), pengukuran antropometri pada hakekatnya adalah pengukuran jarak antara dua titik pada tubuh manusia yang ditentukan. Ada dua metoda pengukuran antropometri yaitu :

a. Metoda ukur dengan antropometer

Antropometer adalah alat ukur dengan satuan panjang sentimeter yang dirancang secara khusus untuk digunakan dalam pengukuran ukuran-ukuran tubuh manusia, mulai dari tinggi badan tegak (berdiri), tinggi duduk tegak sampai dengan ukuran lainnya. Dengan bantuan alat ini diukur data antropometri dengan mudah.

b. Metode ukur tukang jahit

Pengukuran antropometri dengan metode ukur tukang jahit adalah pengukuran terhadap ukuran bagian tubuh manusia dengan menggunakan pita atau rol ukur yang biasa digunakan oleh tukanh jahit. Pada pengukuran antropometri tukang jahit, pengukuran yang biasa dilakukan dengan antropometer diselenggarakan dengan meteran ukur plastik biasa.

(13)

pertimbangan-pertimbangan bahwa manusia berbeda satu sama lainnya, manusia mempunyai keterbatasan dan manusia selalu mempunyai harapan tertentu serta prediksi terhadap apa yang ada di sekitarnya (Tarwaka, 2004).

Sulistyadi dan Susanti (2003) mengatakan bahwa hasil pengukuran data antropometri diaplikasikan untuk perancangan fasilitas kerja. Mengingat data ukuran dan jenis kelamin yang berbeda pada tiap individu maka dalam merancang digunakan data antropometri berdasarkan :

a. Prinsip perancangan fasilitas kerja berdasarkan individu ekstrim (minimum atau maksimum)

Perancangan fasilitas kerja berdasarkan individu ekstrim dapat dibagi menjadi dua. Pertama perancangan dengan data nilai persentil tinggi (90%, 95% atau 99%). Misalnya untuk merancangkan tinggi pintu diambil dari tinggi manusia persentil 99% ditambah dengan kelonggaran. Kedua, perancangan fasilitas dengan data persentil kecil atau rendah (10%, 5% atau 1%). Misalnya membuat tinggi jemuran pakaian digunakan data tinggi jangkauan tangan persentil rendah.

b. Perancangan fasilitas kerja yang dapat disesuaikan

(14)

c. Perancangan fasilitas kerja berdasarkan data rata-rata pemakainya

Perancangan fasilitas kerja berdasarkan data rata-rata bertujuan untuk memberikan kenyamanan atau nilai fungsi yang tinggi bagi banyak orang dengan biaya yang rendah. Misalnya tinggi kursi tempat duduk.

2.5. Landasan Teori

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Bila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri pada otot (Grandjean, 1988).

(15)

umumnya terjadi karena karakteristik tuntutan tugas, fasilitas (alat) kerja dan stasiun

kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja.

2.6.Kerangka Konsep

Berdasarkan teori yang telah diuraikan di atas, maka peneliti akan memfokuskan untuk mengkaji variabel sikap kerja yang menyebabkan terjadinya keluhan muskuloskeletal. Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan intervensi dengan pemberian fasilitas kerja, karena sikap kerja tidak alamiah umumnya disebabkan oleh fasilitas kerja yang tidak ergonomis. Kerangka konsep pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Variabel Independen Variabel dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Sikap Kerja Keluhan Muskuloskeletal

Gambar

Tabel 2.1 Pemilihan Sikap Kerja terhadap Jenis Pekerjaan yang Berbeda-beda
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Rasio perputaran aktiva tetap pada tahun 2014 sebesar 0,2 kali, angka ini menunjukkan bahwa dalam satu tahun rata-rata dana yang tertanam dalam aktiva t etap berputar 0,2 kali..

Therefore, this research paper was prepared to highlight the implementation of waqf higher education model in University College Bestari (UCB), Terengganu in Malaysia, a

Peningkatan Keterampilan Membaca Pantun Melalui Model Cooperative Integrated, Reading And Composition Berbantuan Komik Strip Pada Siswa Kelas IV SD 2

Menambah dan memperluas pengetahuan peneliti dalam bidang Manajemen Sumber Daya Manusia khususnya yang berhubungan dengan pengaruh stres kerja dan motivasi terhadap kinerja

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis SWOT sebagai Penentu Strategi Pemasaran PT Kencana Laju Madiri

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa sebagian besar kesiapan menjadi orang tua pada remaja yang menikah dini di Dusun Tanuditan Trirenggo Bantul Yogyakarta Tahun

Setiap penemuan, jangka waktu, lokasi, tingkah laku kelompok, ukuran dan komposisi dicatat. Waktu rata-rata pengamatan kelompok selama kedua survei monitoring di bulan September