• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Asuhan Keperawatan Dalam Penyembuhan Luka Gangren Pada Penderita DM di RSUD dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Asuhan Keperawatan Dalam Penyembuhan Luka Gangren Pada Penderita DM di RSUD dr. Pirngadi Medan"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peranan Asuhan Keperawatan dalam Penyembuhan Luka Gangren pada Penderita DM di RSUD Dr. Pirngadi Medan

2.1.1 Defenisi Asuhan Keperawatan

Asuhan Keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/ pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah Keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat humanistik (Barbara, 1995).

2.1.2 Peran Perawat

Peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara professional sesuai dengan kode etik profesional. Dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri demi untuk kejelasan.

Pada peran ini perawat diharapkan mampu :

a. Memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat sesuai diagnosis masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai pada masalah yang kompleks.

(2)

c. Perawat menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi diagnosis keperawatan mulai dari masalah fisik sampai pada masalah psikologis. (Sukarmin, 2008).

2.1.3 Tugas Perawat

a. Bertanggung jawab membantu klien dan keluarga menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform consent) atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya.

b. Mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, harus dilakukan karena klien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan klien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak-hak klien dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

2.1.4 Kepatuhan 1. Defenisi

Kepatuhan adalah tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan dokter atau oleh yang lainnya (Bart, 1994).

Sackett (1976) mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai "sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan (Niven, 2002).

2. Faktor-faktor yang Mendukung Kepatuhan Pasien

(3)

terdiri dari 5 elemen, yaitu: 1) Pendidikan, 2) Akomodasi, 3) Modifikasi faktor lingkungan dan sosial, 4) Perubahan model terapi, 5) Meningkatkan interaksi professional kesehatan dengan pasien (Niven, 2002).

3. Hubungan Perilaku Pasien Diabetes Mellitus terhadap Kepatuhan Menjalani Program Diet

Defenisi kepatuhan dalam menjalani program diet adalah ketaatan pasien DM untuk melakukan diet sesuai dengan ketentuan yang diberikan professional kesehatan. Menurut Dimatteo (1984) cara meningkatkan kepatuhan diantaranya melalui perilaku sehat dan pengontrolan perilaku dengan faktor kognitif, dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga yang lain, teman, waktu dan uang merupakan faktor yang penting dari kepatuhan dalam program-program medis, dan dukungan dari professional kesehatan.

Seharusnya pada pasien yang menderita DM menghindari makanan yang banyak mengandung gula dan makanan yang mempunyai lemak tinggi. Namun karena berbagai alasan misalnya pengetahuan, sikap, dan tindakan pasien DM dalam program diet. Hal ini dapat mengakibatkan tujuan dari pemberian diet tidak tercapai (Niven, 2002).

Faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan pasien DM dalam menjalankan program diet (Bimantaro, 2011)

1. Pengetahuan

(4)

tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bart (1994) dapat dikatakan bahwa perilaku yang dilakukan atas dasar pengetahuan akan lebih bertahan dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Jadi pengetahuan sangat dibutuhkan agar pasien DM dapat mengetahui mengapa mereka harus melakukan suatu tindakan sehingga perilaku pasien DM dapat lebih mudah untuk diubah kearah yang lebih baik. Sebenarnya 95% kesembuhan pasien diabetes tergantung pada si pasien sendiri. Apakah mereka mengenali atau memahami, karena semakin banyak pemahaman mereka mengenai diabetes, maka keberhasilan dalam mengontrol gula darah akan tercapai dan mengetahui dari berbagai komplikasi, dan juga mematuhi diet diabetes yang dianjurkan (Vitaheath, 2007)

2. Sikap

(5)

Dengan semakin baiknya sikap seseorang terhadap kepatuhan diet yang dianjurkan, maka pencegahan akan timbulnya gejala diabetes dapat dilakukan, sehingga para keadaan penderita diabetes akan semakin baik (Soegondo, 2008). 3. Tindakan

Menurut Notoatmodjo (2007) tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi suatu perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan yang dengan mudah diamati atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003). Tindakan atau cara yang perlu diperhatikan dalam kepatuhan diet diabetes mellitus ini adalah dengan menganut pola makan 3 J, yaitu: jumlah dihabiskan, jadwal diikuti, jenis dipatuhi.

Derajat ketidakpatuhan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: 1) Kompleksitas prosedur pengobatan, 2) Derajat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan, 3) Lamanya waktu dimana pasien harus mematuhi nasihat tersebut, 4) Apakah penyakit tersebut benar-benar rnenyakitkan, 5) Apakah pengobatan tersebut terlihat berpotensi menyelamatkan hidup, 6) Keparahan penyakit yang dipersepsikan sendiri oleh pasien dan bukan professional kesehatan (Niven, 2002). 4. Mengurangi Ketidakpatuhan

Menurut (Hartono, 2005) mengusulkan 5 titik rencana untuk mengatasi ketidakpatuhan pasien, yaitu :

a) Satu syarat untuk semua rencana menumbuhkan kepatuhan adalah mengembangkan tujuan kepatuhan.

(6)

dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk mengubah perilaku, tetapi juga untuk mempertahankan perubahan tersebut.

c) Pengontrolan perilaku sering kali tidak cukup untuk mengubah perilaku itu sendiri.

d) Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga yang lain, teman, waktu, dan uang merupakan faktor-faktor penting dalam kepatuhan terhadap program-program.

e) Dukungan dari profesional kesehatan merupakan faktor lain yang dapat memengaruhi perilaku kepatuhan (Niven, 2002).

2.1.5 Diet Diabetes Mellitus 1. Defenisi Diet

Diet adalah kunci utama penurunan berat badan. Diet rendah kalori dan tinggi serat perlu diupayakan, disamping pembakaran yang teratur melalui olahraga setiap hari (Tandra, 2008).

Kunci diet diabetes adalah memilih karbohidrat yang aman dan kurangi mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat kompleks seperti gula tepung halus, roti manis, biskuit, permen, sirup, dan makanan ringan, dan dapat diganti dengan makanan lengkap (yaitu buah, sayuran, kacang biji, dan makanan lainnya yang belum diproses) yang efektif memperbaiki resistensi insulin (Vitaheath, 2006).

2. Prinsip, Tujuan Diet

(7)

karbohidrat sehingga tidak menjadi beban bagi mekanisme pengaturan gula darah. Tujuan utama dari diet adalah mengendalikan kadar gula darah agar tetap berada di antara nilai-nilai normal, yaitu yang terletak antara nilai 60 mg%-130 mg%. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi. Gizi yang baik adalah mengandung Karbohidrat 45-60%, Protein 10-20% dan Lemak 20-25%. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman. Dalam penentuan status gizi dipakai Body mass index (BMI) = Indeks massa tubuh (Parkeni, 2002).

BMI =

) (

) ( 2 cm TB

kg BB

(8)

Berat badan lebih = 110-120% BB idaman Gemuk = > 120% idaman

Jumlah kalori yang diperlukan di hitung dari berat badan idaman dikali kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita) kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas 10-30% untuk atlet dan pekerja berat dapat lebih banyak lagi sesuai dengan kalori yang dikeluarkan dalam kegiatannya. Untuk pasien DM yang mengidap pola penyakit lain, pola pengaturan makanan disesuaikan dengan penyakit penyertanya, perlu diingatkan bahwa pengaturan makan pasien DM tidak berbeda dengan pasien normal, kecuali jumlah kalori dan waktu makan terjadwal untuk kelompok sosial ekonomi rendah, makan dengan komposisi karbohidrat sampai 70-75% juga memberikan hasil yang baik, jumlah kandungan kolesterol (300 mg/hari) diusahakan lemak diambil dari sumber asam lemak tak jenuh, dan menghindari lemak jenuh, jumlah kandungan serat ± 259/hari, diutamakan serat larut garam, garam secukupnya. Pasien DM dengan tekanan darah yang normal masih diperbolehkan mengkonsumsi garam seperti pasien sehat, kecuali bila mengalami hipertensi harus mengurangi konsumsi garam, pemanis buatan dapat dipakai secukupnya, gula sebagai bumbu masakan masih diizinkan pada keadaan glukosa terkendali, masih diperbolehkan untuk mengkonsumsi sukrosa (gula pasir) sampai 5% kalori (Pranadji, 2006).

3. Standar Diet Diabetes Mellitus

(9)

dapur yang boleh diikuti oleh seorang penderita DM adalah 1 sendoh teh perhari. Sedangkan untuk waktu pemberian insulin, sebaiknya disuntikkan ½ jam sebelum makan.

Sebenarnya tidak ada formula diet khusus bagi penderita diabetes. Hal terpenting adalah harus mengenal dahulu apa itu makanan yang merupakan sumber karbohidrat, protein, lemak, dan serat, buah bervariasi dan atur makanan tersebut setiap harinya. Sebaiknya diabetes mengkonsumsi sedikit karbohidrat dan lemak, tinggi protein dan serat, serta kurangi makanan yang manis dan hewani. Semua tergantung jumlah kadar glukosa darah (Tandra, 2008).

Standar diet Diabetes Mellitus adalah pola makan sehari dalam satuan penukar sesuai dengan kebutuhan kalori sehari. Standar diet berikut dikelompokkan menjadi 1100, 1300, 1500, 1700, 1900, 2100, 2300, 2500 kalor berdasarkan berat badan normal.

Tabel 2.1 Standar Diet Diabetes Mellitus

(10)

Tabel 2.1 (Lanjutan)

 Untuk standar diabetes 2300 kalori ada penambahan 1 gelas susu  Makan pagi dan sore jenis lauk hewan, protein hewani lemak rendah  Makan siang jenis lauk hewan, protein hewani lemak sedang

(11)

makan secara teratur setiap hari dan atur jenis, jumlah, dan jadwalnya. Dengan demikian anda bisa memperkirakan kapan dan bagaimana glukosa darah anda naik atau turun (Tandra, 2008).

Adapun komposisi makanan yang dianjurkan adalah : 1. Karbohidrat

a. Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi b. Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam

sehari 2. Lemak

a. Ada 3 macam jenis lemak yaitu lemak jenuh, lemak tidak jenuh dan lemak tidak jenuh berantai jamak

b. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah makanan yang banyak mengandung lemak jenuh antara lain daging berlemak, keju, margarin, minyak, saus, dan susu

c. Lemak tidak jenuh terdapat dalam minyak jagung, minyak kacang, avokad dan ikan. Lemak tidak jenuh lebih sehat dari lemak jenuh karena lemak jenuh mengandung banyak kolesterol yang tidak baik untuk jantung dan pembuluh darah.

3. Buah dan Sayur

(12)

4. Protein

a. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, cumi-cumi, udang), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, kacang-kacangan; tahu, dan tempe. 5. Natrium

a. Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 1 sendok teh garam dapur 6. Serat

a. Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang cukup serat seperti kacang-kacangan, buah, dan sayur-sayuran (Soegondo, 2008)

Tabel 2.2 Daftar Makanan Dalam Satuan Penukar No. Bahan Makanan Jenis Ukuran rumah

(13)

Tabel 2.2 (Lanjutan)

No. Bahan Makanan Jenis Ukuran rumah tangga Sumber : Soegondo, 2008

Tabel 2.3 Menu DM 1700 Kalori di Rumah Sakit

Waktu Makanan

Udang, tahu, cabe ijo Urap sayuran

Sumber : (Pranadji, 2006).

Hambatan Menu yang disajikan (Boy, 2015). 1. Pengetahuan

(14)

2. Prasangka

Prasangka buruk terhadap beberapa jenis bahan makanan bergizi tinggi dapat mempengaruhi gizi seseorang.

3. Kebiasaan

Adanya kebiasaan yang merugikan atau pantangan terhadap makanan tertentu dapat mempengaruhi status gizi.

4. Kesukaan

Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan dapat mengakibatkan kurangnya variasi makanan, sehingga tubuh tidak memperoleh zat-zat yang dibutuhkan secara cukup.

5. Ekonomi

Status ekonomi dapat mempengaruhi perubahan status gizi karena penyediaan makanan bergizi membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit.

Pola contoh menu yang dapat diikuti oleh pasien baik di rumah maupun di rumah sakit menurut penulis antara lain agar pasien memenuhi diet dan dapat dipatuhi sebagai berikut :

Tabel 2.4 Menu DM 1700 Kalori Makan pagi :

Nasi putih 1,25 unit

1 gls susu skim 75 unit

Sebutir telur ayam 25 unit

Makan siang : Nasi putih

Daging cah kembang kol

1,25 unit 3,00 unit Sayur bening bayam

Pisang barangan

0,25 unit 0,50 unit Makan malam :

Nasi, sayur, daging, ikan goreng, gado-gado 1 gls jus tomat

(15)

Sumber : Fransiska (2000)

1. Pasien langsung

Peningkatan pemahaman pasien akan pencegahan dan penyesuaian keadaan penyakit secara psikologis serta kualitas yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.

2. Dukungan keluarga

Untuk mendapatkan interaksi dari keluarga bahwa dicintai dan diperhatikan secara fisik psikologis dari pasangan hidup, orang tua pasien, saudara, anak, kerabat, teman, rekan kerja, staf medis dan masyarakat.

3. Dukungan pelayanan kesehatan a. Preventif(pencegahan),

b. Promotif (peningkatan kesehatan), c. Kuratif (pengobatan),

d. Rehabilitatif (pemulihan).

Menurut Syahbudin (2002), penyuluhan dibedakan sebagai berikut: 1. Penyuluhan untuk Pencegahan Primer

(16)

meningkatkan fasilitas pelayanan kesehatan bagi pasien diabetes. Pada penyuluhan tingkat primer ini yang menjadi sasaran adalah orang sehat yang belum terdiagnosa diabetes, tetapi berisiko tinggi untuk terkena diabetes, misalnya anak-anak penderita diabetes dan sebagainya. Adapun materi penyuluhan yang perlu disampaikan pada mereka adalah megenai faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya diabetes dan usaha untuk mengurangi faktor risiko tersebut. 2. Penyuluhan untuk Pencegahan Sekunder

Penyuluhan untuk pencegahan sekunder perlu diberikan pada mereka yang baru terdiagnosa diabetes. Kelompok pasien diabetes ini masih sangat perlu diberi pengertian mengenai penyakit diabetes supaya, mereka dapat mengendalikan penyakitnya mengontrol gula darah, mengantur makanan dan melakukan aktifitas olah raga sesuai dengan keadaan dirinya sehingga pada akhirnya pasien akan merasa nyaman karena bisa mengendalikan gula darahnya. Materi penyuluhan pada tingkat pertama adalah:

 Diabetes : Apakah itu diabetes mellitus.  Penatalaksanaan diabetes secara umum.

 Obat-obat untuk mengontrol glukosa darah (tablet dan insulin).  Perencanaan makan dengan menggunakan bahan makanan penukar.  Diabetes dan kegiatan jasmani (olah raga).

(17)

 Pemeliharaan kaki diabetes.

3. Penyuluhan untuk Pencegahan Tersier

Pada penyuluhan untuk pencegahan tersier subyek yang menjadi sasaran adalah mereka yang sudah mengalami komplikasi. Jadi dalam hal ini yang sangat perlu disuluhkan pada pasien adalah :

 Maksud, tujuan dan cara pengobatan pada komplikasi kronik diabetes.  Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan.

 Kesabaran dan ketaqwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan

keadaan hidup dengan komplikasi kronik.

Dalam hal pengobatan pasien yang sudah mengalami komplikasi kronik, untuk mencapai tujuan pengobatan pasien harus bekerja sama dengan suatu tim yang akan membantunya dalam proses pengobatan sehingga tujuan pengobatannya dapat tercapai. Manajemen dilakukan oleh tim multi disiplin yang merupakan kelompok dari beberapa disiplin yang mempunyai tujuan yang sama dalam bidang kesehatan/diabetes. Tim ini terdiri dari dokter, perawat mahir/khusus diabetes dan ahli diet. Setiap anggota tim bertanggung jawab atas pendapatannya dan keputusannya dalam bidang masing-masing demi tercapainya tujuan pengobatan pasien.

2.1.6 Latihan Jasmani

(18)

demikian kadar gula bisa menjadi turun.

Menyembuhkan secara alamiah lebih baik dalam pengobatan diabetes. Obat baru digunakan jika penurunan gula darah secara alamiah sangat sulit dilakukan, sehingga dikuatirkan menimbulkan macam-macam komplikasi.

Diabetesi perlu memeriksa kadar gula darahnya sebelum melakukan olahraga. Olahraga fisik tidak boleh dilakukan bila kadar gula lebih dari 250 mg/dl. Bila kadar gula darah kurang dari 100 mg/dL sebaiknya mengkonsumsi makanan kecil sebelum melakukan olahraga fisik (Fransiska, 2000).

(19)

Tabel 2.5 Denyut Nadi yang Harus Dicapai Per Menit Denyut Nadi yang Harus Dicapai Per Menit

Usia (Tahun) Denyut Nadi

30 136-165

35 135-160

40 128-155

45 124-150

50 119-145

55 115-140

60 111-135

65 107-130

70 101-120

Sumber : Fransiska, 2000

Jenis olahraga fisik yang paling aman dan tepat adalah olahraga aerobik seperti berjalan, bersepeda, berenang, dan senam kelompok. Sedangkan bagi usia lanjut disarankan menggunakan sepeda statis.

(20)

Biasanya berdasarkan kondisi penderita, dokter menentukan jenis insulin yang diberikan.

Latihan beban juga dianjurkan untuk penderita memelihara kadar gula, juga akan memelihara kadar gula, juga akan memelihara masa otot penderita sehingga tetap kokoh. Khusus diabetes yang parah, misalnya saraf kakinya sudah terganggu, pilih olahraga ringan dan tidak terlalu banyak benturannya, misalnya bersepeda, itupun harus dilakukan dengan hati-hati, terutama kalau sudah sampai terjadi retinopati, karena terjadinya perdarahan sangat besar.

Pilihannya memang agak sulit, kita harus bekerja secara inter-disipliner. Jadi yang dianjurkan berolahraga hanya mereka yang betul-betul tidak masih aktif, tidak memiliki keterbatasan pada saraf, radang sendi dan keterbatasan lainnya. Dalam melakukan olahraga, ada beberapa hal gula darah penderita saat melakukan olahraga 300 mg/dl. Jika lebih dari itu dikuatirkan terjadi ketosis (kelebihan keton dalam jaringan). Penderita dengan kadar gula yang terlalu rendah pun dilarang melakukan olahraga karena dikuatirkan terjadi hipoglikemia (Sitanggang, 2007).

Penderita diabetes sebaiknya berbekal makanan atau minuman yang manis-manis, boleh permen, roti isi selai, teh manis atau manisan manis lainnya., Langsung saja makan atau minum bekal itu secukupnya. Juga bila bila keringat dingin sudah mulai mengucur menunjukkan gula darah tubuh sudah menurun.

(21)

penting karena tidak semua diabetes dapat melakukan olahraga tanpa risiko. Hanya penderita diabetes mellitus dan tidak tergantung suntikan insulin yaitu penderita yang masih pada stadium ringan atau sedang yang dapat melakukannya dengan aman. Apabila penyakit yang diderita sudah disertai komplikasi seperti penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi, atau disertai umur maka harus berkonsultasi ke dokter terlebih dahulu.

Olahraga fisik yang dianjurkan sebagai berikut : (Soedjono, 2000). • Terus menerus selama 50-60 menit, tanpa berhenti.

• Berirama dan teratur seperti jalan kaki, lari dsb. • Cepat dan lambat bergantian tanpa berhenti.

• Dilakukan secara bertahap dengan beban latihan di tingkatkan perlahan-lahan. • Latihan ketahanan, untuk meningkatkan kesegaran jantung dan pembuluh

darah bagi diabetes olahraga yang teratur dan terukur akan mendapatkan keuntungan sebagai berikut :

• Mempermudah glukosa menembus membran sel sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel-sel tubuh yang membutuhkan.

• Menimbulkan efek-efek insulin pada tubuh sehingga pendistribusian glukosa ke otot-otot yang memerlukan bisa berjalan semakin efektif.

• Secara umum dapat memperkecil risiko terkena serangan jantung koroner. 2.1.7 Olahraga Fisik Senam Kaki pada Pasien Luka Gangren

Senam kaki dilakukan pada posisi berdiri, duduk dan tidur manfaatnya : • Membantu memperbaiki peredaran darah yang terganggu dan memperkuat

(22)

• Mengatasi adanya keterbatasan gerak sendi • Mencegah terjadinya kelainan bentuk pada kaki

Gerakan senam kaki diabetes yang dapat dilakukan oleh pasien DM secara teratur dengan sendiri atau bersama-sama :

1 Jika dilakukan dalam posisi duduk maka posisikan pasien duduk tegak diatas bangku dengan kaki menyentuh lantai.

2. Dengan meletakkan tumit dilantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan ke atas lalu dibengkokkan kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 5 kali.

3. Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat ujung telapak kaki ke atas. Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit kaki diangkatkan ke atas. Cara ini dilakukan bersamaan pada kaki kiri dan kanan secara bergantian dan diulangi sebanyak 5 kali.

(23)

sebanyak 5 kali. Lalu turunkan kembali ke lantai dan gerakkan ke tengah.

5. Jari-jari kaki diletakkan di lantai. Tumit diangkat dan buat gerakan memutar dengan pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 5 kali.

6. Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakkan jari-jari ke depan turunkan kembali secara bergantian ke kiri dan ke kanan. Ulangi sebanyak 5 kali.

7. Luruskan salah satu kaki di atas lantai kemudian angkat kaki tersebut dan gerakkan ujung jari kaki ke arah wajah lalu turunkan kembali kelantai.

(24)

9. Angkat kedua kaki dan luruskan, pertahankan posisi tersebut. Gerakkan pergelangan kaki ke depan dan ke belakang.

10. Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan kaki , tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 9 lakukan secara bergantian

11. Letakkan sehelai koran di lantai. Bentuk kertas itu menjadi seperti bola dengan kedua belah kaki. Kemudian, buka bola itu dan dilicinkan kembali menjadi lembaran seperti semula menggunakan kedua belah kaki. Cara ini dilakukan hanya sekali saja (Fransiska, 2000).

 Robek koran menjadi 2 bagian, pisahkan kedua bagian koran.

 Sebagian koran disobek-sobek menjadi kecil-kecil dengan kedua kaki  Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua kaki lalu

(25)

2.2 Konsep Dasar Perawatan Luka

Konsep dasar perawatan luka menurut Dealey (2008) sebagai berikut: 1. Luka kaki merupakan kejadian luka yang tersering pada pasien diabetes,

termasuk pada pasien dengan diabetes.

2. Ada banyak alasan mengapa pasien dengan diabetes berisiko tinggi terhadap kejadian luka kaki, diantaranya adalah :

a. Diakibatkan kaki yang sulit bergerak, terutama jika wanita tersebut obesitas atau neuropati sensorik sehingga tidak sadar kakinya terluka, atau

b. Iskemia terutama jika wanita tersebut adalah perokok sehingga proses penyembuhan terhambat akibat konstriksi pembuluh darah.

3. Adanya gangguan sistem imunitas pada pasien diabetes menyebabkan luka kaki mudah terinfeksi dan menjadi gangren, sehingga makin sulit dalam perawatannya, serta berisiko terhadap tindakan amputasi.

4. Melalui penanganan yang profesional terhadap luka diabetes, baik pencegahan dan perawatannya diharapkan amputasi pada pasien diabetes dapat diturunkan. 5. Manajemen pada pasien dengan luka diabetes dilakukan secara terintegrasi

antar tim kesehatan, pasien dan keluarga secara komprehensif.

2.3 Pengertian Luka Kaki Diabetik

Berikut ini diuraikan mengenai beberapa istilah dan penelusuran yang berkaitan dengan masalah luka kaki diabetes (Pradana, 2010).

(26)

2. Luka diabetik atau diabetik foot ulcers sering juga disebut sebagai ulkus neurotrophik, trophik, perforasi atau malperforans. (Hal ini disebabkan karena adanya gangguan perfusi, kerentanan terhadap infeksi, neuropati, abnormalitas biokimia, terjadinya trauma yang berulang atau terus-menerus).

3. Luka diabetik adalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetik yang melibatkan gangguan pada saraf peripheral dan autonomik (Smith, 2000).

2.4 Patogenesis Umum terjadinya Luka Diabetik

Patogenesis umum terjadinya luka diabetik menurut Veves (2008) adalah sebagai berikut:

1. Untuk dapat mengerti dan selanjutnya dapat melakukan manajemen perawatan luka diabetik yang tepat, baik pencegahan maupun penatalaksanaan terhadap kaki diabetik, petugas kesehatan yang merawat kaki perlu sekali memahami pathogenesis terjadinya luka diabetik.

2. Luka kaki merupakan kejadian luka yang tersering pada klien diabetik, yang patogenesisnya diuraikan secara umum berikut ini :

a. Kaki diabetik sangat rentan terhadap kelainan pembuluh darah dan syaraf, walaupun keluhan dan gejala syaraf atau pembuluh darah tidak selalu bersamaan.

(27)

c. Infeksi inilah yang kemudian bisa menjadi “luka gangren’ dan memperburuk keadaan, yang akhirnya seringkali mengakibatkan kaki diamputasi.

d. Neuropati diabetik merupakan salah satu penyebab utama timbulnya luka.

2.5 Manajemen Perawatan Luka Diabetik dengan Gangren

Manajemen perawatan luka diabetik dengan gangren (American Diabetes Association, 2007) adalah:

2.5.1 Pengertian

a. Manajemen dan tindakan dalam perawatan luka telah berubah secara drastis selama beberapa dekade terakhir.

b. Penilaian manajemen perawatan luka dilakukan dengan pengkajian pasien secara umum, holistik dan komprehensif meliputi bio, psiko, sosio dan spiritual.

c. Tren utama dalam manajemen perawatan luka terkini adalah dengan menciptakan lingkungan luka dalam kondisi lembab (moisture balance). d. Lingkungan luka yang lembab memungkinkan penyembuhan luka lebih

cepat.

(28)

2.5.2 Tujuan Perawatan Luka

Adapun beberapa tujuan perawatan luka (Beckman, Creager and Libby, 2002) disebutkan di bawah ini :

a. Melepaskan atau mengangkat jaringan nekrotik untuk meningkatkan penyembuhan luka.

b. Mencegah, membatasi atau mengontrol infeksi. c. Menyerap eksudat

d. Mempertahankan lingkungan luka yang lembab e. Melindungi luka dari trauma selanjutnya.

f. Melindungi luka sekitar dari infeksi dan trauma. 2.5.3 Pengkajian Luka Diabetes

Pengkajian luka diabetes (Moesjoer, 2002) sebagai berikut: a. Hal-hal yang berkaitan dengan pengkajian luka:

1) Pengkajian adalah proses pengumpulan, identifikasi dan analisa dalam rangka memecahkan masalah klien.

2) Pengkajian luka adalah hal yang penting harus dilakukan dalam manajemen perawatan luka diabetes.

3) Kemampuan dalam melakukan pengkajian luka merupakan suatu ketrampilan perawatan luka yang penting dilakukan. 4) Pengkajian dalam hal perawatan luka bertujuan untuk :

a. Menilai tingkat keseriusan suatu luka.

(29)

c. Observasi kondisi luka apakah terjadi perubahan setiap penggantian dressing.

b. Hal-hal yang perlu dikaji luka diabetik, antara lain : 1. Letak Luka :

Letak atau lokasi dapat digunakan sebagai indicator terhadap kemungkinan penyebab terjadinya luka, sehingga kejadian luka dapat diminimalkan dengan menghilangkan penyebab yang ditimbulkan oleh letak dan lokasi yang dapat mengakibatkan terjadinya luka.

Masalah mobilitas yang disebabkan oleh luka pada kaki. Letak luka pada ibu jari kaki, penyebab tertinggi letak luka pada ibu jari kaki tersebut, adalah akibat penekanan karena penggunaan sepatu yang terlalu sempit. Oleh karena itu, angka kejadian untuk luka seperti ini dapat diminimalkan dengan tidak lagi menggunakan sepatu yang sempit.

2. Stadium Luka (Brunner, 2002)

Untuk kemudahan manajemen perawatan luka kaki diabetes, maka umumnya digunakan penentuan berdasarkan stadium luka untuk memudahkan penentuan stadium luka termasuk luka diabetes, maka digunakan pengklasifikasian berdasarkan : a) Warna Dasar Luka :

(30)

Society, 1984’ untuk memudahkan dalam manajemen luka.

ii. Sistem ini membatu memilih tindakan dan penggunaan topikal terapi perawatan luka serta mengevaluasi kondisi luka.

iii. Klasifikasi berdasarkan warna dasar luka tersebut, diuraikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 2.6 Klasifikasi Berdasarkan Warna Dasar Luka Gangren Warna Dasar

Luka

Keterangan Gambar

1. Red (R) – Merah

a. Warna dasar luka pink/ merah/ merah tua, sebagai disebut jaringan sehat, granulasi/ epitelisasi, vaskularisasi. b. Luka dengan dasar warna luka

merah tua (granulasi) atau terang (epitelisasi) dan selalu tampak lembab.

c. Merupakan luka bersih, dengan banyak vaskularisasi,

karenanya mudah berdarah. d. Tujuan perawatan luka dengan

warna dasar merah adalah dengan mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan lembab dan mencegah

(31)

Tabel 2.6 (Lanjutan)

a. Warna dasar luka kuning muda/ kuning kehijauan/ kuning tua/ kuning kecoklatan, disebut sebagai jaringan mati yang lunak, fibrionilitik, slough/slaf, evaskularisasi. terkontaminasi namun belum tentu terinfeksi (Anik, 2012). 3. Black (B)

– Hitam

Jaringan nekrosis, avaskularisasi.

Sumber: Ada, 1997

Tabel 2.7 Stadium Wagner untuk Luka Diabetik

Stadium Keterangan Gambar tetapi dengan bentuk tulang kaki yang menonjol (‘charchot arthropathies) Stadium I Hilangnya lapisan kulit hingga

(32)

Tabel 2.7 (Lanjutan)

Stadium Keterangan Gambar

Stadium II Lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau tendon (dengan goa).

Stadium III Penetrasi dalam, osteo,ileitis, pyarthrosis, abses plantar atau infeksi hingga tendon.

Termasuk ‘Gangrene’

Stadium IV Gangren sebagian, menyebar hingga sebagian dari jari kaki, kulit sekitarnya selulitis, gangrene lembab/kering. Stadium V Seluruh kaki dalam kondisi

nekrotik/ gangren.

Sumber: Corbett, 2003

3. Bentuk dan Ukuran Luka :

a. Mengetahui bentuk luka dan melakukan pengukuran luka, adalah :

i. Komponen penting pada awal pengkajian

(33)

iii. Penting dilakukan secara teratur untuk mengetahui keakuratan, misalnya setiap 3 hari atau seminggu sekali.

b. Pengkajian bentuk dan ukuran luka dapat dilakukan secara langsung.

4. Eksudat (Odor or exudates) :

a) Pengkajian terhadap bau tidak sedap dan jumlah eksudat pada luka akan mendukung dalam penegakan diagnosa ter-jadi infeksi atau tidak.

b) Bau dapat disebabkan oleh adanya kumpulan bakteri yang menghasilkan protein, apocrine sweat glands atau beberapa cairan luka.

5. Status Infeksi (wounds sepsis)

Merupakan infeksi luka yang sering timbul akibat infeksi nosokomial dirumah sakit. Proses peradangan biasanya muncul dala 36-48 jam, denyut nadi dan temperature tubuh pasien biasanya meningkat luka biasanya menjadi bengkak, timbul antara lain :

a. Kelainan kulit (Cellulitis) merupakan infeksi bakteri pada jaringan

(34)

c. Lymphangitis, yaitu infeksi lanjutan dari selulitis atau abses yang menuju ke sistem limpatik. Hal ini dapat diatasi dengan istirahat dan antibiotik.

5. Dehisiensi dan eviscerasi

Adalah rusaknya tautan antara kulit yang di insisi dan eviscerasi adalah keluarnya isi dari dalam luka.

6. Jaringan tambahan yang tumbuh di bekas luka (keloid)

Merupakan jaringan ikat yang tumbuh secara berlebihan. Keloid ini biasa muncul tidak terduga dan tidak pada setiap orang (Somantri, 2008).

2.5.4 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan luka ganggren diabetik (Amstrong and Lavery, 2008):

a. Infeksi berhubungan dengan neuropati, menurunnya kemampuan lekosit dalam menghancurkan mikroorganisme, gangguan vaskularisasi sekunder terhadap diabetes mellitus.

b. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan terhadap perawatan kaki/ luka gangrene diabetik, risiko amputasi.

2.5.5 Implementasi (Penatalaksanaan Luka)

Implementasi (penatalaksanaan luka) menurut Chevy (1995): a. Tujuan penatalaksanaan luka ganggren diabetik adalah;

1) Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab

(35)

3) Support the host (nutrisi, control gula darah, kontrol faktor penyerta) 4) Tingkatkan edukasi pada pasien

b. Perawatan Luka : 1) Mencuci luka

Mencuci luka merupakan hal terpenting untuk meningkatkan/ memperbaikidan mempercepat proses penyembuhan dan menghindari infeksi, proses pencucian luka bertujuan untuk membuang jaringan nekrotik, cairan luka yang berlebihan, sisa balutan, dan sisa metabolic tubuh pada permukaan luka. Cairan terbaik dan teraman untuk mencuci luka adalah cairan nontoksik misalnya Nacl 0,9%. Penggunaan hydrogen peroksida, larutan hipoklorit sebaiknya hanya digunakan pada jaringan nekrotik dan tidak digunakan pada jaringan granulasi. Cairan antiseptic seperti yodium sebaiknya hanya digunakan saat luka terinfeksi dan harus dilakukan pembilasan kembali dengan Nacl 0,9%.

(36)

3) Perawatan kulit di sekitar luka. Melindungi kulit disekitar luka adalah penting untuk menghindari terjadinya luka baru karena pada perawatan luka kronis seperti luka genggren diabetes pembalutan akan membutuhkan waktu yang cukup lama, pengunaan zincoksida salep cukup efektif untuk melindungi kulit sekitar luka dari cairan /eksudat, hanya memerlukan biaya yang cukup mahal. Untuk meminimalkannya perawat dapat melakukan pencucian kulit sekitar luka dengan Nacl 0,9%, bila eksudat berlebihan pertimbangkan untuk mengganti balutan 2 ± 3 kali sehari, untuk kulit yang kering beri lotion atau minyak.

4) Pemilihan jenis balutan (Arisanty, 2012).

Pemilihan jenis balutan bertujuan untuk mempertahankan suasana lingkungan luka dalam keadaan lembab, mempercepat proses penyembuhan, absorpsi eksudat / cairan luka yang keluar berlebihan dan membuang jaringan nekrotik. Jenis balutan topical terapi (occlusive dressing) antara lain:

a) Absorbent dressing : jenis ini dapat menyerap jumlah cairan luka paling banyak, berfungsi sebagai hemostatis tubuh jika terjadi perdarahan dan merupakan barier terhadap kontaminasi oleh pseudomonas

b) Hidro actif gel : adalah jenis topical terpi yang membantu proses peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri (support autolitik debridement) contoh: duoderm gel

(37)

luka dalam keadaan lembab, melindungi luka dari trauma dan menghindarkan kontaminasi, digunakan pada keadaan luka berwarna merah.

Jenis balutan occlusive dressing seperti yang diuraikan diatas mampu mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan kelembaban yang optimal, saat penggantian balutan akan tampak peluruhan jaringan nekrotik, slough dasar luka bersih, namun pembalut tersebut memerlukan biaya yangcukup mahal dan tim kesehatan lain belum seluruhnya tersosialisasi sehingga terkadang menjadi perdebatan (di Rumah sakit yang memiliki Center luka seperti RS Darmais sudah lazim dipergunakan). Untuk mempertahankan kelembaban luka dan meminimalkan biaya dapat dipergunakan kassa steril biasa (conventional) dengan madu sebagi topical terapi dengan justifikasi bahwa madu mengandung potassium sebagai antiseptik, bersifat absorbent (menarik cairan luka) hal ini terjadi karena adanya perbedaan osmolalitas antara madu dan cairan tubuh (cairan luka) sehingga madu dapat menarik cairan pada luka serta dapat mempertahankan kelembaban luka (Jervis, 2003).

2.5.6 Evaluasi Hasil

(38)

kemajuan seyogyanya dilakukan pengkajian ulang secara menyeluruh. Evaluasi dilakukan secara obyektif melalui pengukuran. Beberapa hal sering terjadi yang menyebabkan gagalnya proses penyembuhan luka: kondisi fisik dan mental pada luka pasien, adanya gas ganggren pada luka, tidak adequatnya tehnik tindakan perawatan luka (nekrotomi), gula darah belum terkontrol (pasien tidak patuh terhadap program diet), kurang adequatnya support nutrisi (pasien mengalami gastropati sehingga terjadi mual dan muntah).

2.5.7 Edukasi

Edukasi keperawatan sangat penting bahkan saat ini edukasi menjadi pilar ke 4 dalam penatalaksanaan pasien DM, edukasi memerlukan perencanaan, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum membuat perencanaan edukasi sebagai berikut (Caputo et al, 2004):

1) Edukasi dan latihan diberikan dengan instruksi tertulis dan verbal secara bersamaan dan mempergunakan media (lembar balik, leaflet,dan lain-lain) 2) Bila memungkinkan lakukan redemonstrasi oleh pasien bila ada tindakan

yang dapat dilakukan oleh pasien setelah pulang (perawatan di rumah). 3) Memahami dan mengerti keterbatasan pasien (lakukan berulang-ulang)

4) Mengembangkan sikap bersahabat dan terbuka antar perawat, pasien dan keluarganya.

5) Identifikasi faktor penunjang dan penghambat yang ada.

6) Gunakan secara maksimal sumber daya yang dimiliki oleh pasien/keluarga. 7) Melakukan evaluasi secara terus menerus jika diperlukan lakukan kunjungan

(39)

2.6 Aspek Farmakoterapi

Obat golongan ini sudah dipakai pada pengelolaan sejak tahun 1957 bermacam golongan ini umumnya mempunyai sifat farmakologis yang serupa, demikian efek klinisnya dan mekanisme kerjanya. Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel Beta pancreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Mekanisme kerja obat sulfonylurea: Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan. Menurunkan ambang sekresi insulin dan meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Menurut Soegondo (2007) pemberian obat anti diabetik ada beberapa macam.

2.6.1 Obat Hypoglikemik Oral

Obat pemicu insulin, yang terdiri dari sulfonylurea, glinid, biguanid, tiazolidindion, penghambat glukosidase alfa golongan mimetic dan inhibitor DPP-4

2.6.2 Obat Insulin

(40)

Tabel 2.8 Kriteria Pengendalian DM

Normal Sedang Buruk Glukosa darah puasa (mg/dl) 80-109 110-125 >126 Glukosa darah 2 jam (mg/dl) 110-144 145-179 >180 Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240 Kolesterol LDL (mg/dl) <100 100-129 >130 Kolesterol HDL (mg/dl) >45

Trigleserida (mg/dl) <150 150-199 >200

IMT 18,5-22,9 23-25 >25

Tekanan darah < 130/80 130-1407 >140/90 80-90

Sumber : Fransisca, (2000)

Menurut Soegondo (2009), yang penting diajarkan pada pasien tentang obat anti diabetik adalah :

1. Obat hyperglikemik oral bukanlah insulin yang diberikan secara oral. 2. Bicaralah informasi obat dengan pasien dan keluarga.

3. Diskusikan cara kerja, lama kerja jumlah pemberian bagaimana minumnya (sebelum dan sesudah makan) intraeraksi.

4. Sebutkan nama generik dan merek obat oral, terangkan tanda dan gejala penyebab, pencegahan, dan pengobatan hipoglikemia dan hiperglikemia.

5. Bila pasien belum pernah menyuntik insulin, mintalah kepadanya untuk menyuntik dirinya dengan garam fisiologis atau insulin yang sudah di siapkan. 6. Tunjukkan perbedaan suntikan setengah atau (50 unit) dan 1 cc (100 unit). 7. Jangan mengocoknya karena akan berbusa (suntikan dengan busa akan

mengandung insulin lebih sedikit).

(41)

penderita DM berupa kegiatan pengelolaan dengan tujuan :

• Menghilangkan keluhan dan gejala akibat defisiensi insulin (gejala DM ) • Mencegah komplikasi kronis yang dapat menyerang pembuluh darah, jantung,

ginjal, mata, syaraf, kulit, kaki dan sebagainya.

2.7 Model Psikologis Pada Perilaku Penderita DM

The Health Belief Model (HBM) adalah suatu model psikologi yang digunakan untuk memahami dan memprediksi perilaku sehat melalui aspek sikap dan keyakinan individu (Conner dan Norman, 1996). Model ini sangat membantu untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan yang memengaruhi seorang pasien dalam mencapai tujuannya dan mendemonstrasikan bagaimana seorang praktisi kesehatan dapat meningkatkan perilaku sehat pasien (Shapiro, 2008). Konsep HBM terdiri dari:

1) Perceived susceptibility, persepsi seseorang mengenai status kesehatannya/penyakit yang sedang diderita.

2) Perceived severity, persepsi seseorang mengenai keseriusan penyakit yang sedang diderita dan konsekuensi yang akan didapat akibat penyakit/kondisi tersebut.

3) Perceived benefits, keyakinan seseorang mengenai keefektifan tindakan yang disarankan untuk mengurangi risiko atau keseriusan dampak.

4) Perceived barriers, pendapat seseorang mengenai dampak psikologis dari tindakan yang disarankan

(42)

Keyakinan terhadap konsep sehat yang sesuai, seperti tingkat keparahan DM yang diderita, potensi terhadap komplikasi, dan efektifitas pengobatan mampu memprediksikan kepatuhan dengan lebih baik (Brownlee, 1987 dalam Delamater, 2006) Pasien akan patuh jika penatalaksanaan terapi terkesan masuk akal, efektif, biaya yang dikeluarkan sesuai dengan manfaat yang didapatkan, merasa memiliki kemampuan untuk mengikuti program, dan ketika lingkungan mereka mendukung perilaku yang sesuai dengan program penatalaksanaan DM.

Penelitian yang dilakukan oleh Harris dan Lina dalam Woolridge (1992) menyimpulkan bahwa health beliefs terbukti memiliki korelasi positif dengan kepatuhan. Sementara itu dari penelitian Woolridge (1992) disimpulkan bahwa health beliefs kurang mampu menyebabkan perubahan perilaku atau meningkatkan kontrol diabetes karena hanya salah satu dari sekian banyak faktor yang memengaruhi perilaku sehat.

(43)

2.8 Penyembuhkan Luka Gangren pada Penderita DM

Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkaan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan (Taylor, 1997).

2.9 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyembuhan Luka Gangren (Suzanne, 2002)

2.9.1 Diet Protein Tinggi Mempercepat Proses Penyembuhan

Untuk membantu tubuh dalam mempercepat proses penyembuhan luka, anda harus mencoba untuk memasukkan makanan berprotein tinggi ke dalam menu harian. Beberapa sumber dari protein adalah meliputi daging, ikan, putih telur, kacang-kacangan, bayam. Minuman yang kaya protein juga membantu karena tubuh tidak perlu bekerja ekstra keras untuk mencernanya.

2.9.2 Olahraga

Olahraga akan menguntungkan penderita diabetes, baik tipe I maupun tipe II. Olahraga membantu menurunkan kadar gula darah dengan memindahkan glukosa dari peredaran darah untuk digunakan sebagai sumber energi selama dan setelah berolah raga.

(44)

diberi debridement adalah suatu cara pengangkatan jaringan nekrotik, dengan syarat utama lingkungan luka harus dibasahi. Pada keadaan lembab, proteolytic enzim secara selektif akan melepas jaringan nekrosis dari tubuh. Pada keadaan melunak jaringan nekrosis akan mudah lepas dengan sendirinya ataupun dibantu dengan tindakan debridement lain yang biasa digunakan adalah dengan cara menggunakan metronidazole luka ditutup dengan kain kasa steril yang tipis. 2.9.4 Penyembuhan Luka Gangren dengan Pemberian Insulin

Penyembuhan luka selalu terjadi melalui tahapan yang berurutan mulai dari proses inflamasi, proliferasi, pematangan dan penutupan luka. Pada gangren, tindakan debridement yang baik sangat penting untuk mendapatkan hasil pengelolaan yang memadai.

Prinsip dasar pengelolaan gangren diabetik, adalah :

1. Evaluasi keadaan luka dengan cermat keadaan klinis luka dalamnya luka gambaran radiologi (adakah benda asing, osteomielitis, gas subkutis) lokasi luka vaskularisasi luka

2. Pengendalian keadaan metabolik sebaik-baiknya

3. Debridement luka yang adekuat dan radikal, sampai bagian yang hidup 4. Biakan kuman baik aerob maupun anaerob

5. Diberikan pengobatan pemberian insulin (Pramono, 2012).

2.10 Model Dukungan Sosial dan Keluarga pada Penderita DM 1) Definisi dukungan sosial

(45)

sosial sebagai sumber daya yang disediakan lewat interaksi dengan orang lain. "Social support is the resources provided to us through our interaction with other people".

2) Sumber dukungan sosial

Sumber dari dukungan sosial ini adalah orang lain yang akan berinteraksi dengan individu sehingga individu tersebut dapat merasakan kenyamanan secara fisik dan psikologis. Orang lain ini terdiri dari pasangan hidup, orang tua, saudara, anak, kerabat, teman, rekan kerja, staf medis serta anggota dalam kelompok kemasyarakatan.

3) Dampak dukungan sosial

(46)

4) Keuntungan dukungan sosial

Keuntungan utama dari dukungan sosial adalah sebagai coping strategy yang dapat dibagi kedalam beberapa fungsi lain yang lebih spesifik antara lain pemenuhan kebutuhan afiliasi, menentukan self identity dan self esteem, serta mengurangi stress (Duffy dan Wong, 2000).

2.11 Kerangka Konsep

Pada penelitian ini, kerangka konsep menunjukkan hubungan antar variabel yang akan diteliti yaitu menentukan adanya peran asuhan keperawatan dalam penyembuhan diabetes mellitus dengan gangren dilihat dari kadar gula darah, ukuran luka, waktu kadar gula darah menurun.

(47)

Kerangka Teori Penelitian

Sumber : Hidayat, 2007

Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian, Peran Asuhan Keperawatan dalam Penyembuhan Luka Gangren pada Penderita DM di

RSUD Dr. Pirngadi Medan

Berdasarkan kerangka teori Hidayat (2007) yang telah dikembangkan diatas, maka pengembangan kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Asuhan Keperawatan

- Diet

- Olahraga

- Perawatan luka

- Pengobatan (dokter)

- Psikologi

- Sosial

Karakteristik Responden

- Umur

- Jenis kelamin

- Status perkawinan

- Pendidikan

- Pekerjaan/penghasilan

- Tempat tinggal

Lain-lain :

- Komplikasi DM

Akut :

 Hipoglikemia

 Hiperglikemia

Kronik :

- Mikroangiopati

- Makroangiopati

(48)

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian, Peran Asuhan Keperawatan dalam Penyembuhan Luka Gangren pada Penderita DM di

RSUD Dr. Pirngadi Medan Karakteristik Subjek

- Umur

- Jenis kelamin - Psikologis - Sosial - Pendidikan

- Penghasilan Penyembuhan luka :

- Kadar Gula Darah - Ukuran luka Intervensi

- Asuhan keperawatan (perawat)

 Diet

 Olahraga fisik  Perawatan luka - Pengobatan Pemberian Insulin (Dokter)

Kelompok Kontrol Tidak di intervensi - Asuhan keperawatan

(perawat)  Diet

 Olahraga fisik  Perawatan luka - Pengobatan Pemberian

Gambar

Tabel 2.1 Standar Diet Diabetes Mellitus
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Tabel 2.2 Daftar Makanan Dalam Satuan Penukar
Tabel 2.2 (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dustbathing is one of the major behavioural systems of domestic fowl that is constrained by commercial caging systems. Although research conducted over the last 20 years has revealed

The aim of this experiment was to study the relationship between feather pecking and ground pecking in laying hens and the effect of group size on feather pecking behaviour. Hisex

Dihitung berdasarkan pada SNI 1726-2012.

Each segment reveals similar color and height, and it is possible that one actual building segment may be divided into several segments during the segmentation process,

tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai

Bapedalitbang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2017 mengadakan kegiatan lomba bidang Karya Tulis Ilmiah yang berupa hasil penelitian maupun gagasan tertulis dari sebuah inovasi

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol herba sawi pahit berpotensi menimbulkan gejala toksik dan meningkatkan kadar ureum pada dosis 100, 200, dan 800 mg/kg BB

Gagne yang memandang dengan yang memandang dengan pendekatan yang berbeda, memandang pendekatan yang berbeda, memandang kurikulum adalah gerakan bersama antara