• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Buku Putih Sanitasi adalah buku yang berisi hasil pemetaan mengenai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1 Buku Putih Sanitasi adalah buku yang berisi hasil pemetaan mengenai"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam upaya menyejahterakan masyarakat, Pemerintah Indonesia telah membuat banyak program yang dipromosikan melalui kampanye sosial. Hal serupa dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung. Pemerintah Kota Bandung mencanangkan berbagai program, salah satunya adalah program yang berkaitan dengan kesehatan dan kebersihan lingkungan. Program ini merupakan salah satu tugas pokok dan fungsi dari Dinas Kesehatan Kota Bandung untuk melakukan sosialisasi kesehatan kepada masyarakat, contohnya melalui Program Upaya Kesehatan Masyarakat, Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Program Pengembangan Lingkungan Sehat, dan lain-lain (www.bandung.go.id, diakses pada tanggal 17 November 2014, pukul 21.00 WIB).

Selain itu, ada gagasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan yaitu untuk menyatukan dua program yakni Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) dan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Caranya dengan mengimplementasikan PPSP melalui pilar-pilar STBM. Dua kota telah dipilih sebagai lokasi proyek percontohan tersebut yakni di Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh (Kelurahan Pusong dan Kelurahan Tumpok Teungoh) dan Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat (Kelurahan Cipageran & Kelurahan Citeureup) (http://www.sanitasi.or.id/ ,diakses pada 16 Desember 2014, pukul 00.53 WIB). Oleh karena itu, pada penjelasan selanjutnya, peneliti turut menggunakan Buku Putih Sanitasi1 Kota Cimahi sebagai salah satu referensi.

1

Buku Putih Sanitasi adalah buku yang berisi hasil pemetaan mengenai kondisi sanitasi suatu kabupaten / kota pada waktu tertentu. Pemetaan kondisi sanitasi tersebut diperoleh berdasarkan hasil dari serangkaian studi yang dilakukan oleh Pokja AMPL Kabupaten / Kota yang bersangkutan dan menjadi Baseline bagi perumusan strategi pembangunan sanitasi skala kabupaten / kota untuk lima tahun kedepan..

(2)

2 Undang-undang No. 36 tahun 2009 pasal 9 menjelaskan bahwa setiap orang wajib mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (www.sanitasi.net, diakses pada tanggal 4 November 2014, pukul 21.00 WIB). Namun, sayangnya kesadaran masyarakat untuk turut menjaga dan bertanggung jawab akan kebersihan dan kesehatan belum sepenuhnya terjadi, terutama pada sektor sanitasi. Sanitasi merupakan hal yang sangat penting karena berhubungan dengan hidup sehari-hari dan berkaitan dengan kepentingan orang banyak. Di Indonesia sendiri, sanitasi belum menjadi prioritas pembangunan. Hal ini terlihat dari rendahnya kualitas dan cakupan pelayanan sanitasi bagi masyarakat. Tantangan terbesar pada isu sanitasi adalah masih banyak masyarakat yang tidak menyadari jika kebiasaan bersanitasinya itu salah. Hal ini terjadi karena rendahnya kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam mengelola sanitasi, kurangnya koordinasi antara pihak yang berkepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah, dan kurangnya minat dunia usaha untuk berinvestasi di sektor sanitasi.

Dalam Buku Putih Sanitasi Kota Cimahi (2012), disebutkan bahwa di ASEAN, Indonesia menduduki peringkat ke-6, yaitu tepat berada dibawah Vietnam dan diatas Myanmar dalam urusan kondisi sanitasi. Padahal, kondisi sanitasi suatu wilayah menjadi salah satu indikator kualitas kesehatan masyarakat di wilayah tersebut. Buku Putih Sanitasi Kota Cimahi (2012) juga menerangkan bahwa pada tingkat nasional akses masyarakat terhadap sarana dan prasarana sanitasi masih rendah, dimana 70 juta penduduk masih melakukan praktek buang air besar sembarangan (BABS), 92% Tempat Pengolahan Akhir (TPA) sampah masih bersifat open

dumping, 14.000 ton tinja dan 176.000 m3 urine terbuang setiap harinya ke

badan air, tanah, danau dan pantai. Situasi demikian menyebabkan tingginya tingkat pencemaran dan meningkatkan dampak resiko kesehatan bagi masyarakat.

Karena sanitasi merupakan hal yang sangat erat dengan kehidupan sehari-hari, maka banyak sektor-sektor lainnya yang terkena imbas dari

(3)

3 buruknya sanitasi. Sebagai contoh dampak langsung dari sanitasi yang buruk adalah keadaan kesehatan masyarakat. Di Indonesia, diare merupakan penyebab kedua terbesar kematian balita. Menurut Agung Laksana, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat menyebutkan bahwa sebanyak 1,4 juta anak menderita diare setiap tahunnya dengan kerugian yang terjadi pada sektor kesehatan yaitu sebesar Rp 29 triliun (www.merdeka.com , diakses pada 4 November 2014, pukul 21.34 WIB).

Buku Putih Sanitasi Kota Bandung (2010) menerangkan bahwa berdasarkan catatan medis di puskesmas dan rumah sakit, penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) selalu menempati peringkat tertinggi disusul diare untuk tingkat kejadian (prevalensi) penyakit, terutama pada kelompok umur balita. Keduanya merupakan jenis penyakit akibat saniasi buruk.

Angka penyakit pada kelompok umur balita mempunyai arti penting karena balita belum mempunyai kekebalan tubuh yang sempurna sehingga rawan terkena penyakit dan balita mempunyai ketergantungan terhadap kelompok orang dewasa dalam upaya melakukan pencegahan dan mendapatkan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu tingginya angka penyakit ISPA dan diare pada kelompok umur 0-5 tahun menunjukkan kondisi sanitasi yang buruk di lingkungan tempat tinggalnya.

Selain dari sisi kesehatan, sanitasi buruk juga berdampak pada pariwisata suatu daerah. Hal ini dilaporkan oleh Studi Economic of

Sanitation Intervention atau ESI yang menyatakan bahwa presentase

terbesar (hampir 50%) sekaligus alasan utama wisatawan tidak ingin kembali adalah karena fasilitas sanitasi yang tidak memadai2. Kerugian yang ditimbulkan akibat buruknya sanitasi terhadap pariwisata mencapai Rp 1,4 triliun (World Bank : 2011). Sebagaimana dimaklumi, pariwisata merupakan salah satu sektor perekonomian yang sangat menguntungkan

2 “Economic Assessment of Sanitation Interventions in Indonesia”, A

six-country study conducted in Cambodia, China, Indonesia, Lao PDR, the Philippines and Vietnam under the Economics of Sanitation Initiative Phase 2 (ESI-2), The Water and Sanitation Program of the World Bank, November 2011.

(4)

4 bagi suatu daerah dan penduduknya. Oleh karena itu sangat disayangkan apabila sanitasi di suatu tempat wisata merupakan alasan utama bagi para wisatawan enggan kembali atau tidak merekomendasikannya kepada pihak lain sebagai tujuan wisata.

Grafik 1. 1 Efek Sanitasi Terhadap Pariwisata dan Bisnis

Sumber : Studi ESI 2 – Water and Sanitation Program –World Bank

Dampak yang lebih besar lagi yaitu pada perekonomian negara. Setiap tahunnya, Indonesia mengalami kerugian sebanyak Rp. 56 triliun dengan biaya kesehatan per tahun mencapai Rp. 139.000 per orang akibat sanitasi yang buruk (health.detik.com, diakses pada tanggal 4 November 2014, pukul 21.34 WIB).

Pemerintah Indonesia berusaha memperbaiki keadaan ini dengan melaksanakan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Pusat. Program ini dimaksudkan untuk menjadikan pembangunan sanitasi sebagai salah satu prioritas dalam pembangunan di daerah. Program ini dijalankan dengan mengerahkan berbagai sumber daya, yaitu dari masyarakat, swasta, pemerintah daerah, hingga pemerintah pusat agar pembangunan sanitasi permukiman dilakukan lebih tepat sasaran.

Program PPSP diselenggarakan oleh Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) Nasional yang merupakan lembaga lintas sektor terdiri dari 8 kementerian, yaitu BAPPENAS,

0%

10% 20% 30% 40% 50%

Sanitasi

Tidak aman

Biaya

Tidak ada keperluan

Bisnis

Turis

(5)

5 Kementerian PU, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perumahan Rakyat dan Kementerian Perindustrian. Demikian pula di tingkat provinsi dan kota atau kabupaten dibentuk Pokja AMPL Provinsi dan Pokja AMPL Kota atau Kabupaten.

Ada 6 tahapan PPSP yang harus dijalankan oleh Pokja AMPL. Advokasi dan kampanye merupakan langkah pertama dari pelaksanaan Program PPSP. Caranya adalah dengan melakukan berbagai pendekatan kepada para pemangku kepentingan guna membangun kesadaran bahwa “Sanitasi adalah urusan bersama seluruh pihak”.

Advokasi dan kampanye sanitasi dilakukan secara serempak baik pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten / kota yang dilakukan oleh Pokja AMPL. Demikian pula Pokja AMPL Kota Bandung sebagai pelaksana Program PPSP di Kota Bandung menjalankan kegiatan serupa. Advokasi dan kampanye yang dilakukan oleh Pokja AMPL dimaksudkan untuk mensosialisasikan sanitasi yang baik dan benar dengan sasaran yaitu meningkatnya kepedulian para pemangku kepentingan terhadap layanan sanitasi pemukiman.

Dalam melakukan advokasi dan kampanye, diperlukan strategi komunikasi yang tepat agar penyampaian pesan kepada pihak yang dituju berjalan efektif dan mendapat umpan balik yang positif. Dalam merumuskan strategi komunikasi, diperlukan perumusan tujuan yang jelas, juga terutama memperhitungkan kondisi dan situasi khalayak (Arifin, 1984 : 59).

Tahapan proses PPSP kedua adalah Pengembangan Kelembagaan dan Peraturan. Sedangkan yang ketiga adalah Penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK) yang didahului oleh penyusunan Buku Putih Sanitasi.

Guna menyusun Buku Putih Sanitasi dan SSK, Pokja AMPL kabupaten/ kota melakukan berbagai studi yang terdiri dari studi untuk mengumpulkan data primer, yaitu:

(6)

6 1) Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health

Risk Assesment/ EHRA);

2) Studi komunikasi dan pemetaan media,

3) Studi penyedia layanan sanitasi (Sanitation Supply Assessment/ SSA); dan

4) Studi pemberdayaan masyarakat, gender, dan kemiskinan.

Studi lainnya adalah melalui pengumpulan data sekunder yang berasal dari laporan-laporan atau dokumen pendukung lainnya, yaitu studi kelembagaan dan studi keuangan.

Setelah data didapatkan, maka Pokja AMPL melakukan analisa dan pengkajian guna memetakan kondisi sanitasi Kota Bandung. Hasil pemetaan tersebut disajikan dalam Buku Putih Sanitasi (Sanitation White

Book). Dinamakan Buku Putih Sanitasi adalah untuk memberikan makna

bahwa substansi di dalamnya merupakan fakta yang menunjukkan kondisi sanitasi apa adanya. Buku putih sanitasi inilah yang menjadi bahan dasar (baseline) dalam menyusun Strategi Sanitasi Kota (SSK). Buku Putih Sanitasi merupakan dasar dan acuan dimulainya pekerjaan sanitasi yang lebih terintegrasi karena menyediakan data dasar yang esensial dan komprehensif mengenai struktur, situasi, dan kebutuhan sanitasi kota. Setelah menyusun Buku Putih Sanitasi dan SSK, Pokja AMPL Kota Bandung kemudian menyusun Memorandum Program Sektor Sanitasi (MPSS). Dijelaskan dalam dokumen MPSS, bahwa MPSS itu merupakan penjabaran lebih lanjut dari program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam Strategi Sanitasi Kota (SSK). Memorandum Program Sektor Sanitasi (MPSS) juga merupakan terminal program dan kegiatan pembangunan sektor sanitasi kota yang dilaksanakan untuk pemerintah kota, provinsi, pusat, dan masyarakat setempat dalam kurun waktu lima tahun yang pendanaannya berasal dari berbagai sumber yaitu APBN, APBD Provinsi, APBD kota, PD Kebersihan, PDAM, hibah/hutang, swasta, dan masyarakat.

(7)

7 Pendanaan untuk program PPSP sendiri dibagi menjadi dua jenis, yaitu untuk kegiatan non fisik dan kegiatan fisik. Pada kegiatan non fisik, pemerintah bertanggung jawab dalam menyediakan informasi mengenai kebersihan dan risiko kesehatan terkait sanitasi. Sedangkan kegiatan fisik, yaitu pemerintah menyediakan sarana pembangunan sanitasi secara fisik bagi publik.

Sebagai obyek penelitian dalam penulisan skripsi ini, penulis memilih penyelenggraan program PPSP di Kota Bandung dengan alasan sebagai berikut:

1) Kota Bandung merupakan salah satu dari empat kota pertama (Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Bogor dan Kota Cirebon) yang menjadi peserta PPSP di Indonesia sejak tahun 2010. Dengan demikian Pokja AMPL Kota Bandung telah melewati fase yang lengkap selama 5 tahun periode pelaksanaan PPSP sebagaimana dituangkan dalam SSK Kota Bandung. Advokasi dan kampanye pada program PPSP di Kota Bandung periode pertama yang telah berjalan sejak tahun 2010 hingga 2014 memerlukan evaluasi secara sistematis dan menyeluruh. Evaluasi ini diperlukan untuk melihat sejauh mana pencapaian hasil yang telah diperoleh.

2) Pokja AMPL Kota Bandung saat ini sedang mempersiapkan penyusunan Buku Putih Sanitasi dan SSK periode kedua (2015 – 2019). Salah satu input startegis yang diperlukan untuk bahan perbaikan adalah hasil evaluasi pelaksanaan PPSP, khusunya strategi komunikasi advokasi dan kampanye pada periode sebelumnya. 3) Kota Bandung saat ini dengan semboyan ”Bandung Juara” sedang

menggalakan berbagai program yang mendukung pelestarian lingkungan seperti membangun taman tematik, Bandung bebas asap rokok (www.merdeka.com, diakses pada 12 Januari 2015, pukul 21.07 WIB), membentuk detektif lingkungan (www.regional.kompas.com, diakses pada 12 Januari 2015, pukul 21.08 WIB), membuat Gerakan Pungut Sampah yang dilaksanakan

(8)

8 pada hari Senin, Rabu, dan Jumat (www.regional.kompas.com, diakses pada 12 Januari 2015, pukul 21.10 WIB), dan lain-lain. Setiap program tersebut menuntut perhatian dan partisipasi para pemangku kepentingan di Kota Bandung sehingga dipastikan mengimplementasikan strategi komunikasi advokasi dan kampanye. Hasil evaluasi strategi komunikasi advokasi dan kampanye pada program PPSP Periode 1 dapat dimanfaatkan untuk merumuskan strategi yang sama pada program-program tersebut.

4) Dalam hal pengelolaan air limbah domestik, Kota Bandung merupakan satu dari sedikit kota di Indonesia yang memiliki sistem pengolahan limbah domestik yang lengkap, yaitu sistem pengolahan terpusat (off-site sewerage system) dan sistem pengolahan setempat (on-site system) dengan tangki septik di setiap halaman rumah penduduk. Tapi pada sisi lain ada fakta masih banyaknya masyarakat yang secara tidak sadar melakukan praktek BABS (open defecation), yaitu dengan menyalurkan pipa buangan toilet langsung ke sungai Cikapundung dan sungai-sungai lainnya.

5) Kota Bandung juga sering kali dihadapkan dengan permasalahan sampah yang menumpuk di tempat penampungan sementara (TPS). Hal ini menujukkan belum efektifnya peran masyarakat dalam mengurangi volume sampah yang dibuang melalui program 3R (Reduce, Reuse & Recycle).

6) Rendahnya kesadaran dan peran masyarakat dalam mengelola sampah juga berakibat pada seringnya kejadian banjir pada saat hujan lebat akibat penyumbatan saluran drainase oleh sampah yang dibuang sembarangan.

7) Penulis yang merupakan warga Kota Bandung bermaksud memberikan kontribusi pemikiran bagi peningkatan efektivitas program perbaikan lingkungan, khususnya dalam mengevaluasi strategi komunikasi advokasi dan kampanye pada program PPSP yang ditangani oleh Pokja AMPL Kota Bandung.

(9)

9 Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian dengan judul “Strategi Komunikasi Dalam Advokasi dan Kampanye Sanitasi (Studi Evaluatif Pada Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Oleh Pokja AMPL Kota Bandung)”.

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti menetapkan fokus penelitian, yaitu : “bagaimana efektivitas implementasi strategi komunikasi advokasi dan kampanye pada Program PPSP yang dilakukan oleh Pokja AMPL Kota Bandung”. Dalam penelitian ini, masalah yang ingin diangkat oleh peneliti adalah :

1. Bagaimana implementasi strategi komunikasi advokasi dan kampanye pada Program PPSP yang dilakukan oleh Pokja AMPL Kota Bandung pada periode tahun 2010-2014?

2. Bagaimana hambatan yang dihadapi oleh Pokja AMPL Kota Bandung dalam mengimplementasikan strategi komunikasi advokasi dan kampanye pada Program PPSP periode tahun 2010-2014?

3. Bagaimana efektivitas strategi komunikasi advokasi dan kampanye pada Program PPSP di Kota Bandung ditinjau dari alokasi anggaran pendanaan dan kepedulian masyarakat dalam bentuk peningkatan cakupan pelayanan sanitasi selama periode tahun 2010-2014?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini, yakni :

1. Untuk memahami strategi komunikasi advokasi dan kampanye pada Program PPSP di Kota Bandung

2. Untuk mengatahui hambatan dari pelaksanaan strategi komunikasi advokasi dan kampanye pada Program PPSP di Kota Bandung

3. Untuk mengetahui efektivitas implementasi strategi komunikasi advokasi dan kampanye pada Program PPSP di Kota Bandung ditinjau dari alokasi anggaran pendanaan dan kepedulian

(10)

10 masyarakat dalam bentuk peningkatan cakupan pelayanan sanitasi

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Aspek Teoritis (Keilmuan)

Manfaat secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan wawasan serta menjadi referensi dalam penelitian ilmu komunikasi selanjutnya. Terutama mengenai pemahaman strategi komunikasi dan aplikasinya pada pembangunan sektor sanitasi dan lingkungan

1.4.2 Aspek Praktis

Manfaat praktis bagi peneliti, penelitian ini berguna untuk memperdalam ilmu komunikasi, menambah pengetahuan baru mengenai strategi komunikasi pada kegiatan sosial, dan menambah pengetahuan baru mengenai sanitasi. Sedangkan bagi Pokja AMPL Kota Bandung, penelitian ini bermanfaat sebagai kontribusi pikiran mengenai efektivitas strategi komunikasi untuk merumuskan strategi yang sama pada periode berikutnya. Hal ini diharapkan dapat memaksimalkan efek kegiatan kampanye guna meningkatkan komitmen para pemangku kepentingan bagi pembangunan sanitasi serta menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya sanitasi. Manfaat bagi pembangunan sanitasi secara umum, penelitian ini meningkatkan efek advokasi dan kampanye di lingkungan akademik bahwa sanitasi merupakan urusan kita bersama 1.5 Tahapan Penelitian

Penelitian ini akan meneliti bagaimana strategi komunikasi dalam advokasi dan kampanye program PPSP yang dilakukan oleh Pokja AMPL Kota Bandung pada periode pertama, sehingga akan didapatkan apa saja kelebihan dan kekurangan dari strategi komunikasi tersebut, yang pada akhirnya akan memberikan rekomendasi kepada Pokja AMPL dalam

(11)

11 melakukan advokasi dan kampanye program PPSP pada periode selanjutnya. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Persiapan penelitian

Persiapan penelitian dilakukan dengan menentukan topik yang akan dibahas dan diteliti. Peneliti juga memperdalam pengetahuan mengenai topik yang akan diteliti melalui berbagai sumber seperti website resmi PPSP, berita pada media online, Dinas Kesehatan Kota Bandung, fasilitator program PPSP, dan dokumen-dokumen yang terkait dengan program PPSP.

2. Proses Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mengkaji fenomena yang disajikan secara deskriptif, bukan berupa data statistik sebagaimana yang didapat dari pendekatan kuantitatif. Pendekatan kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-sedalam-dalamnya (Kriyantono, 2012 : 56). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi evaluatif guna mengkaji keberhasilan suatu program. Penelitian evaluatif ingin melihat hubungan dan juga efektivitas pencapaian tujuan suatu program yang diteliti. Peneliti ingin mengevaluasi strategi komunikasi advokasi dan kampanye pada program PPSP di Kota Bandung (periode pertama) yang telah berjalan selama lima tahun sejak tahun 2010.

Data yang terkumpul merupakan hasil dari proses penelitian melalui metode wawancara semistruktur yang dilakukan kepada Pokja AMPL Kota Bandung, observasi non-partisipan, dan dokumentasi yang didapat selama melakukan proses penelitian untuk mendapatkan informasi yang mendukung analisis data. Pada metode wawancara semistruktur, pewawancara biasanya mempunyai daftar pertanyaan tertulis tapi memungkinkan untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan secara bebas, yang terkait dengan permasalahan (Kriyantono, 2012 : 101).

(12)

12 1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

1.6.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Bandung dengan mengevaluasi strategi komunikasi advokasi dan kampanye sosial oleh Pokja AMPL Kota Bandung serta melakukan penelitian di tiga kelurahan yang ada Kota Bandung, yaitu Kelurahan Tamansari, Kelurahan Cipadung, dan Kelurahan Kujangsari .

1.6.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Maret 2015. Selama periode tersebut, peneliti akan mengumpulkan dan menganalisis data yang relevan hingga menjadi sebuah laporan penelitian.

Gambar

Grafik 1. 1 Efek Sanitasi Terhadap Pariwisata dan Bisnis

Referensi

Dokumen terkait

Hasil tangkapan tuna sirip kuning dan tuna bambulo yang tersebar pada ketiga stasiun penelitian di perairan Simeulue, terdiri dari tuna sirip kuning dengan kelas

Berdasarkan hipotesis yang telah diturunkan maka dapat digambarkan model konseptual untuk penelitian mengenai bagaimana kualitas jasa dan harga dalam mempengaruhi minat beli

Penelitian lain dilakukan oleh Edy Susanto dan Marhamah (2016) Tentang Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Daerah dengan variable Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan ini adalah sebagai berikut:.. 1) Pretest diberikan kepada kedua kelompok sebelum pembelajaran dilakukan, dengan tujuan

Metode : Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan menggunakan data primer yaitu preparat apusan mukosa rongga mulut kelompok tukang cat semprot

Teratai memiliki daun berbentuk lebar dan tipis yang mengakibatkan penguapan air terjadi dengan mudah, selain itu batang teratai memiliki rongga-rongga udara yang

Pengujian SQL injection dengan menggunakan logika AND dan penambahan single quote pada kedua framework Ruby on Rails dan CakePHP sudah dilakukan, maka dari hasil pengujian

Hal tersebut disebabkan karena untUk dosis yang sarna pacta energl yang berbeda ion-ion yang mempunyai energi lebih besar akan masuk ke dalam bahan lebih dalam daripada ion-ion