• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kritik atas Metodologi Penyusunan Standar Akuntansi Perbankan Syari'ah Oleh: Abdul Mujib

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kritik atas Metodologi Penyusunan Standar Akuntansi Perbankan Syari'ah Oleh: Abdul Mujib"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Kritik atas Metodologi Penyusunan Standar Akuntansi Perbankan Syari'ah

Oleh: Abdul Mujib∗ Abstrak

Kebutuhan untuk melakukan perubahan sistem keuangan perbankan menjadi penting mengingat sistem perbankan dalam kehidupan ekonomi modern memegang peranan yang sangat signifikan, khususnya bagi negara-negara yang berpenduduk muslim. Perubahan sistem dilakukan dengan konseptualisasi sistem perbankan yang bersumber dari intepretasi terhadap konsep dasar Islam.Lahirnya standar akuntansi keuangan ‘PSAK 59’ tentang akuntansi perbankan syari’ah merupakan angin baru bagi dunia perbankan syari’ah khususnya dan perkembangan sistem ekonomi Islam umumnya. Banyak makna yang terkandung dengan munculnya PSAK 59 yang diprakarsai oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) ini. Dari sudut pandang perkembangan industri perbankan syariah, PSAK 59 diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik dalam berhubungan dan berbisnis dengan bank syari’ah sehingga memacu perkembangan industri perbankan syari’ah di Indonesia.

Pernyataan standar akuntansi keuangan perbankan syari’ah ini cenderung menggunakan pendekatan induktif, yaitu pendekatan yang didasarkan pada praktek akuntansi kontemporer. Pilihan pendekatan ini sangat pragmatis mengingat desakan keperluan agar dapat digunakan segera oleh lembaga keuangan syari’ah. Pada masa-masa mendatang perlu ada usaha untuk mencoba beralih kepada metode-metode lain yang sekiranya dapat mendukung kesempurnaan dari standar akuntansi syari’ah itu sendiri. Salah satu metode yang direkomendasikan adalah metode hybrid yaitu memadukan pengembangan akuntansi yang selama ini digunakan dengan pendekatan deduktif, agar lebih dekat pada penerapan nilai-nilai dasar syariah.

Kata kunci: sistem keuangan, PSAK 59, hybrid, syari'ah. A. Pendahuluan

Lahirnya standar akuntansi keuangan ‘PSAK 59’ tentang akuntansi perbankan syari’ah merupakan ‘angin’ baru bagi dunia perbankan syari’ah khususnya dan perkembangan system ekonomi Islam umumnya. Banyak makna yang terkandung dengan munculnya PSAK 59 yang diprakarsai oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) ini. Dari sudut pandang perkembangan industri perbankan syariah, PSAK 59 diharapkan dapat

Dosen pada Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Saat ini sedang

menempuh Program Doktor di PPS UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan menulis disertasi berjudul Kritik Atas Interpretasi Norma Fiqih Pada Produk Perbankan Syari’ah.

(2)

meningkatkan kepercayaan publik dalam berhubungan dan berbisnis dengan bank syariah sehingga memacu perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia. Jika ditilik dari iklim dan kehidupan bisnis masyarakat Indonesia tingkat integrasi nilai-nilai moral agama masih rendah, sehingga instrumen ini dapat dijadikan babak baru dalam proses pengembangan bisnis yang berwawasan Islam maupun pengembangan ilmu bisnis yang menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas, spirit agama, dan keperdulian sosial.

Kendati demikian, langkah positif yang telah dilakukan oleh IAI tersebut perlu dibarengi dengan berbagai follow-up. Seperti sosialisasi kepada masyarakat maupun dalam bentuk pengkajian PSAK itu sendiri agar selanjutnya nanti dapat dikembangkan lagi instrumen bisnis Islami yang lebih baik. Makalah ini akan mencoba melakukan analisis beberapa isu strategis berkaitan dengan pengembangan akuntansi syariah yang diharapkan dapat membantu pengembangan standar akuntansi berbasis syari’ah di masa-masa yang akan datang. Untuk sampai pada harapan itu, tulisan ini terlebih dahulu mengilustrasikan secara singkat tentang perbankan syari’ah, untuk selanjutnya memotret peran penting standar akuntansi dalam industri perbankan syari’ah, Kearah standar akuntansi yang syari’ah, beberapa keunggulan dan kelemahan pendekatan hybrid, dan diakhiri dengan penutup.

B. Perbankan Syari’ah: Teori dan Praktek

Ekonomi Islam selama beberapa dasawarsa merupakan topik yang paling banyak mendapat perhatian dari para sarjana dan pakar di banding

disiplin lainnya.1 Berbagai upaya pendukung telah dilakukan untuk

‘meng-Islamisasi-kan’ ekonomi, mulai dari konferensi, seminar Internasional, penerbitan literature, pusat riset, sampai pada bidang pendidikan.

Bagi penganjurnya, ekonomi Islam dimaksudkan sebagai alternatif terhadap system ekonomi kapitalis dan sosialis yang bukan saja dianggap tidak sejalan dengan ajaran Islam namun dalam perjalananpanjangnya telah menunjukkan ketidak berdayaannya dalam menjawab permasalahan-permasalahan ekonomik yang di hadapi oleh negara-negara dunia – khususnya negara-negara di dunia ketiga-. Kehadiran sebuah sistem yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kesamaan hak, pemerataan dan kerjasama serta dinamisme ekonomi dan pertumbuhan yang berdiri di atas nilai-nilai idiologis dengan masyarakat adalah suatu keniscayaan.

1 H. L. M. A. Rifai Hasan, “Ekonomi Islam: Gagasan, Kritik dan Harapan”, dalam

(3)

Sebagai sebuah dokrin yang universal Islam diyakini menyediakan suatu sistem ekonomi yang meniscayakan penggunaan sumber-sumber daya yang diberikan oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan pokok umat dan memberikan kondisi kehidupan yang lebih baik. Karena pemenuhan kebutuhan ini penting bagi kesejahteraan umum, wajib bagi suatu masyarakat Islam untuk mendayagunakan semua cara yang tersedia dalam rangka mewujudkan tujuan ini.2

Penghapusan bunga adalah salah satu dari reformasi yang diupayakan, akan tetapi upaya eliminasi bunga dalam segala bentuk kerja ekonomi bukanlah satu satunya ukuran yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan-tujuan social Islam. Untuk itu hingga kini para pakar ekonomi Islam terus melakukan berbagai upaya untuk menghasilkan kerangka kerja sistem ekonomi pasca eliminasi sistem bunga. Hasil kerja tersebut dapat dinikmati saat ini dengan beroperasinya sistem keuangan perbankan syari’ah di berbagai belahan dunia, terutama oleh negara-negara muslim.

Kebutuhan untuk melakukan perubahan sistem keuangan perbankan ini menjadi perioritas mengingat sistem perbankan dalam kehidupan ekonomi modern memegang peranan penting. Perubahan sistem dari mekanisme Interest menjadi interest free banking system dengan melakukan konseptualisasi sistem perbankan yang bersumber dari hasil interpretasi konsep al-Qur’an dan hadis dengan realitas praktek ekonomi modern.

Di Indonesia, arah perubahan sistem tersebut baru muncul pada

tahun 1991,3 ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia,

namun perdebatan terkait dengan eksistensi dari sistem perbankan syari'ah

2 M. Umer Chapra, Towards A Just Monetary System, edisi Indonesia oleh Ikhwan

Abidin, (Jakarta; Gema Insani Press, 2000), p. xxvi. Lihat juga Abdullah Saeed, Islamic Banking And Interest A Study of Prohibitatiaon of Riba and Its Contemporary Interpretation, (Leiden; New York; Koln: Brill, 1996), p. 1

3 Perbankan syari’ah mendapatkan peluang setelah adanya deregulasi sektor

perbankan pada tahun 1983. Kondisi ini terjadi siring dengan keleluasaan yang diberikan oleh pemerintah dalam penentuan suku bunga termasuk di dalamnya adalah suku bunga nol. Sungguhpun demikian kondisi ini belumlah memungkinkan untuk membuka lembaga perbankan baru. Baru pada tahun 1988 setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan ‘PAKTO’ yang memberikan kesempatan untuk mendirikan institusi keuangan baru. Namun kembali lagi kondisi ini belum seratus persen memberikan kondisi yang kondunsip untuk mendirikan lembaga keuangan yang berbasis syari’ah. Baru setelah lahirnya Undang-undang Perbankan No. 7 Tahun 1992, di mana dalam UU tersebut memberikan kepastian hukum kepada lembaga perbankan untuk menentukan jenis imbalan yang akan diambil dari nasabahnya, baik dalam bentuk bunga ataupun keuntung bagi hasil. Muhammad, (ed) Bank Syari’ah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman, (Yogyakarta : Ekonisia, 2004), p. 58

(4)

sendiri telah lama diperdebatkan oleh berbagai elemen. Perkembangannya baru dirasakan beberapa tahun terakhir, setelah tiga belas tahun sistem ini dioperasikan, yang ditandai dengan hadirnya beberapa bank umum syari’ah dan beberapa kegiatan ekonomi dan investasi, termasuk pasar modal dan asuransi.

Sebagai financial intermediary institution, saat ini perbankan syari’ah menawarkan beberapa produk, baik produk yang berupa penghimpunan dana (funding) yang meliputi; wadiah dan mudarabah, penyaluran dana (financing), seperti; jual-beli (murabahah, salam, dan istisna'), ijarah, bagi hasil (musyarakah dan mudarabah) maupun jasa-jasa lainnya (services) berdasarkan prinsip syari’ah, seperti hiwalah, rahn, kafalah, dan sarf. Di Indonesia produk-produk ini diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang bank bagi hasil. UU ini dilengkapi dengan surat keputusan Direksi Bank Indonesia, 12 Mei 1999, No 32/33/KEP/DIR tentang Bank Umum, 32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syari’ah, 32/35/KEP/DIR tentang Bank Perkriditan Rakyat, 32/36/KEP/DIR tentang Bank Perkriditan Rakyat Berdasar Prinsip Syari’ah.4

Produk perbankan syari’ah sebagaimana yang tertuang dalam UU dan SK Direksi BI tersebut di atas merupakan penjabaran dari hasil interpretasi terhadap konsep dasar syari'at Islam yang dilakukan oleh Dewan Syari’ah Nasional MUI, baik yang merujuk langsung kepada al-Qur'an dan hadis maupun pada literatur hukum Islam [fiqh).

Sebagai ilustrasi, produk murabahah5 misalnya, pada praktek

diperbankan syari’ah merupakan produk pembiayaan. Dalam aplikasinya produk ini sangat identik dengan pembiayaan konsumtif pada perbankan konvensional. Menurut fatwa DSN (Dewan Syari’ah Nasional) bahwa murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga

belinya dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.6

Sehingga pembiayaan yang diberikan adalah komoditi (barang) dan pembayarannya dapat dilakukan dengan cara tangguh.

Produk lain yang menjadi bagian dari produk investasi, yaitu produk mudharabah. Dalam aplikasinya produk ini, bank bertindak sebagai mudharib dan nasabah (investor) bertindak sebagai sahib al-mal.

4 Deputi Bank Indonesia (BI), Cetak Biru Perkembangan Perbankan Syari’ah Indonesia,

(Jakarta: Deputi Bank Indonesia (BI)2003), p. 2.

5 Sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004

Tanggal 14 Oktober 2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syari’ah Pasal 36 – 39.

6 Fatwa No. 04/DSN-MUI/IV/2000. Lihat Majelis Ulama Indonesia, Himpunan

(5)

Selanjutnya bank menggunakan dana tersebut untuk pembiayaan mudharabah. Hasil usaha tersebut akan dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati.7

Produk selanjutnya adalah produk penyertaan, yaitu produk musyarakah. Dalam aplikasinya produk ini, bank berkerjasama dengan pihak tertentu untuk suatu proyek usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kuntungan dan resiko akan

ditanggung bersama-sama sesuai dengan kesepakatan.8

Kendati secara umum asset total dari pebankan syari’ah saat ini masih relatif kecil. Tercatat hingga akhir triwulan pertama tahun 2005 ini asset perbankan syari’ah telah mencapai 15,6 triliun. Sejak awal pendiriannya hingga saat ini perbankan syari’ah Indonesia secara keseluruhan telah menunjukkan perkembangan yang cukup fantastis terutama dalam segi kuantitas layanan. Saat ini telah beroperasi 3 bank umum syari’ah, 16 unit usaha syari’ah dan 88 BPR syari’ah yang didukung oleh 455 kantor pelayanan kas. Volume usaha menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan, terutama dari perolehan dana pihak ketiga (DPK) yang mengalami peningkatam 72,5 persen, sehingga pada triwulan pertama tahun ini total dana pihak ketiga adalah 11,8 triliun.

Untuk mengembangkan iklim usaha perbankan syari’ah, saat ini telah dirumuskan beberapa hal yang digariskan sebagai kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh untuk periode waktu 10 tahun mulai 2002. Arah kebijakan perbankan nasional di masa datang dilandasi oleh visi mencapai sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna mencapai kestabilan sistem keuangan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Dalam API (Arsitektur Perbankan Indonesia) telah ditetapkan 6 sasaran utama yaitu pertama; menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan. Kedua; menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu kepada standar internasional. Ketiga; menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko. Keempat; menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional. Kelima; mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung

7 Fatwa No. 03/DSN-MUI/IV/2000 dan Fatwa No. 07/DSN-MUI/IV/2000 .

Ibid, p. 223

(6)

terciptanya industri perbankan yang sehat. Keenam; mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan nasabah.

Sejalan dengan itu dalam cetak biru pengembangan perbankan syariah ditetapkan bahwa untuk periode 2004-2008 dilakukan masih berpegang kepada 4 pilar mendasar yaitu: pertama, kepatuhan kepada prinsip syariah. Kedua, pembentukan regulasi kehati-hatian. Ketiga, efisiensi dan daya saing, dan keempat, mendukung stabilitas sistem keuangan dan kemanfaatan terhadap ekonomi.

Dengan memadukan antara arahan cetak biru dan API maka untuk mewujudkan sistem perbankan syariah yang tangguh memerlukan dukungan beberapa faktor penting yaitu; Penguatan struktur. Dalam struktur perbankan yang menjadi fokus perhatian adalah penyediaan modal yang memadai. Perbankan syari’ah harus memiliki struktur permodalan yang kuat. Modal yang kuat akan membentuk manajemen yang profesional dan memperkuat daya tahan bank terhadap resiko usaha. Argumentasi yang muncul terkait dengan risiko usaha adalah mempertanyakan kegiatan usaha bank syari’ah sebagai pengelola dana yang berbasis bagi hasil. Asumsi yang timbul adalah bank syari’ah akan meminimalkan risiko yang muncul terhadap bank karena risiko sudah dibagi antara investor atau pemilik dana (shahibul mal) dengan bank sebagai pengelola dana (mudharib)

Faktor lain yang tidak kalah pentinya adalah Efektivitas Pengaturan. Pengaturan yang diterbitkan dan disempurnakan BI pada dasarnya mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, pasar keuangan, dan dalam rangka pengendalian moneter. Dalam konteks perbankan konvensional kualitas pengaturan yang baik terkait erat dengan penerapan standar operasional, dan salah satunya adalah standar akuntansi. dan good governance dari para pengelola dan pengguna dunia perbankan khususnya perbankan syari’ah.9

Untuk itu lahirnya standar akuntansi keuangan ‘PSAK 59’ tentang akuntansi perbankan syari’ah merupakan ‘angin’ baru bagi pengembangan sistem keuangan Islam. Sehingga dengan kehadiran standar ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik dalam berhubungan dan berbisnis dengan bank syari’ah dan dapat memacu perkembangan industri perbankan syari’ah di Indonesia.

9 Dhani Gunawan Idat, Perbankan Syari’ah Dalam Kerangka API, e-Syari’ah.com.,

(7)

C. Peranan Penting Standar Akuntansi dalam Industri Perbankan Syari’ah

Perbankan Syari’ah10 yang tengah berkembang di dunia dewasa ini

merupakan fenomena baru dalam dunia ekonomi modern. Sistem ini telah

berkembang dengan pesat di dunia Islam selama seperempat abad,11 tidak

kurang dari tujuh puluh negara di dunia telah mengoperasikan sistem perbankan syari’ah ini, baik sebagai salah satu atau satu-satunya sistem perbankan yang dianut. Di Indonesia perkembangan ini baru dirasakan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, yang ditandai dengan hadirnya beberapa ‘Bank Syari’ah’. Kendati secara umum asset total dari perbankan syari’ah saat ini masih relatif kecil bila dibandingkan dengan perbankan non-syari’ah, namun dalam perkebangannya perbankan syari’ah mendapatkan dukungan dan sambutan luas dari berbagai kalangan. Dengan penekanan pada sistem Profit and Loss Sharing-nya perbankan Syari’ah secara umum telah dianggap memeberikan solusi atas persoalan riba dalam kehidupan masyarakat.

Sejak awal pendiriannya hingga saat ini perbankan syari’ah dunia secara keseluruhan telah menunjukkan perkembangan yang cukup fantastis baik dari segi kuantitas maupun kualitas pelayanan serta produk-produknya. Namun perkembangan ini belum memberikan sumbangan yang signifikan bagi dunia ekonomi dan industri. Permasalahan ini timbul sebagai akibat minimnya infrastruktur yang mendukung operasional dari perbankan model ini. Salah satu contohnya adalah permasalahan standar akuntansi.12

10 Bank Syariah juga dikenal dengan istilah Bank Islam atau juga Bank Tanpa

Bunga adalah lembaga keuangan yang mengerahkan dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya kembali kepada masyakakat dengan produk dan sistem operasional yang berlandaskan pada ketentuan-ketentuan dasar syariah (al-Qur’an dan Hadis). Dengan kata lain bahwa perbankan syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pelayanan (pembiayaan dan pelayanan jasa-jasa keuangan lainnya) dalam lalulitas pembayaran berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Lihat Karnaen A. Purwataatmadja, “Peluang dan Strategi Operasional BMI”, dalam M.Ruslli Karim (ed), Berbagai Aspek Ekonomi Islam, (Jogjakarta: Tiara Wacana dan UII, 1992), p. 127-155. Lihat juga Drs. Muhammad, M.Ag., Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syariah, (Jogakarta: Pusat Studi Ekonomi Islam STIS, 2003), p. 13 Lihat juga Marvyn K. Lewis dan Latifah M. Algaoud, Islamic Banking, edisi Indonesia oleh Burhan Wirasubrata, (Jakarta: Serambi, 2003), p.11.

11 Marvyn K. Lewis dan Latifah M. Algaoud, Islamic …, p. 9. Lihat juga Syed

Nawad Haider Naqvi, “Islamic Banking; An Evaluation”, dalam IIUM Journal of Economics and Management, Vol. 8 No. 1 (2000), p. 41-70

12 Perangkat ini sangat penting sebagai sarana informasi bagi publik dan

(8)

Selama ini perbankan syariah menggunakan standar akuntansi perbankan non-syariah -khususnya di Indonesia-. Dari sinilah selanjutnya perbankan syari’ah mulai menuai banyak kritik. Stigma negartif belakangan muncul terutama yang mempertanyakan ke-syari’ah-an dari perbankan syari’ah.

Bagaimana mungkin institusi keuangan yang sudah menyandang predikat syari’ah ini dapat mencerminkan ke-syari’ah-annya kalau berjalan setengah-setengah, pada satu sisi menjalankan prinsip-prinsip syari’ah – terutama dalam produk-, namun pada sisi yang lain masih menggunakan perangkat dan aturan main dari lembaga non-syari’ah.

Akuntansi Syari’ah adalah bagaimana memformulasikan bentuk lain dari akuntansi agar dapat menyajikan informasi akuntansi yang lebih adil. Metodenya saat ini masih digodok dan memerlukan pemikiran lebih mendalam. Langkah awal yang dilakukan sekarang baru berbicara mengenai segi filosofis dan teori.

Untuk itu keberadaan pernyataan standar akuntansi keuangan syari’ah menjadi penting bagi perkembangan dan eksistensi perbankan syari’ah di masa-masa mendatang, maka dengan kelahiran dari PSAK 59 ini merupakan babak baru bagi dunia perbankan syari’ah nasional. Pernyataan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada 1 Mei 2002 mengenai PSAK No. 59 adalah standar akuntansi keuangan perbankan syari’ah yang secara metodologis merupakan modifikasi

struktur tubuhnya masih menggunakan struktur akuntansi modern.13

Bagi lembaga keuangan perbankan syari’ah, PSAK 59 merupakan pedoman penyusunan laporan keuangan agar sesuai dengan tujuannya : 1. Pengambilan keputusan investasi dan pembiayaan

2. Menilai prospek arus kas

keputusan bisnis dan infestasi. Sebagaimana yang tercermin dalam pengertian, yaitu seni dalam menganalisis, mencatat, menggolongkan/mengklasifikasikan, mengikhtisarkan dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi, dan kejadian-kejadian ekonomi dari suatu entitas hokum atau social, Proses mengidentifikasikan, mengukur, dan menyampaikan informasi ekonomi sebagai bahan informasi dalam hal mempertimbangkan berbagai alternatif dalam mengambil kesimpulan oleh para pemakainya, bahasa bisnis yang memberikan informasi tentang kondisi ekonomi suatu perusahaan/organisasi dan hasil usaha/aktivitasnya dalam waktu atau periode tertentu, sebagai pertanggung jawaban manajemen serta untuk pengemabilan keputusan. Lihat Hartanto Widodo dan Teten Kustiawan, Akuntansi dan Manajemen Keuangan, (Jakarta : Institut Manajemen Zakat, 2001), p. 18

13 Iwan Triyuwono, “Kritik atas Konsep Teori yang Digunakan dalam Standar

Akuntansi Perbankan Syari’ah, makalah disampaikan dalam Seminar Akuntansi Syari’ah yang diselenggarakan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang pada Sabtu (13/3/2006).

(9)

3. Memberikan informasi atas sumber daya ekonomi 4. Memberikan informasi atas sumber daya ekonomi

5. Memberikan informasi kepatuhan bank terhadap prinsip syari’ah 6. Memberikan informasi mengenai zakat

7. Memberikan informasi penemuhan fungsi sosial bank

Di samping itu PSAK 59 juga diperlukan untuk menyeragamkan bentuk laporan keuangan perbankan syari’ah sehingga dapat meningkatkan daya saing dalam kompetisi dunia perbankan secara umum. D. Ke Arah Standar Akuntansi yang Syari’ah

Bagi dunia perbankan syari’ah nasional kehadiran dari standar ini memiliki arti tersendiri terutama bagi perkembangan lembaga keuangan perbankan syari’ah ke depan. Namun kehadiran ini tidak serta merta diterima begitu saja tanpa adanya pengkajian dan penelitian yang seksama terhadap beberapa kemungkinan yang ditimbulkan dari standar ini. Salah satunya adalah apakah standar yang di susun oleh team dari IAI ini sudah dapat mencerminkan nilai-nilai dasar syari’ah sebagaimana yang diharapkan oleh para penggagas ekonomi Islam?

Untuk itu bagi penulis perlu dilakukan beberapa kajian dan penelitian terutama pada model pendekatan dalam penyusunan standar ini. Secara umum ada tiga pendekatan yang dapat dipakai dalam pengembangan standar akuntansi syari’ah; Pendekatan pertama adalah pendekatan deduktif; pendekatan induktif; dan pendekatan campuran (pendekatan hybrid).

Pendekatan deduktif adalah pendekatan yang mencoba

mengembangkan akuntansi berdasarkan prinsip-prinsip ajaran Islam, untuk selanjutnya menggunakan prinsip-prinsip tersebut sebagai dasar dalam pengembangan akuntansi syari’ah. Pendekatan ini cukup banyak digunakan oleh akademisi dalam melakukan pengkajian tentang teori akuntansi syari’ah, antara lain Akhyar Adnan,14 Gaffikin, dan Iwan Triyuwono.15

Oleh karena dikembangkan langsung dari prinsip-prinsip syari’ah maka tingkat kesesuaian metode ini dengan syari’ah relatif lebih tinggi dibanding dengan metode lain. Akan tetapi metode deduktif ini sulit diterapkan dalam praktek keseharian. Terutama dalam hal : (1) Kajian yang dikembangkan masih sebatas filosofis dan teori, dan belum pada

14 Muhammad Akhyar Adnan, “Standar Akuntansi Perbankan Syariah”, Materi

Islamic Banking Training Fakultas Ekonomi Universitas Gajahmada, 3 Oktober 2001.

15 Iwan Triyuwono, “Organisasi, Akuntansi, dan Spiritualisme Islam”, Makalah

(10)

tataran praktis. (2) adanya gap antara lingkungan bisnis masyarakat muslim dengan prasyarat yang diperlukan untuk dapat diterapkannya metode ini. (3) Belum adanya contoh yang dapat dijadikan sebagai model pengembangan motode ini.

Sebaliknya dalam metode induktif, pengembangan akuntansi dimulai dari prinsip akuntansi kontemporer, selanjutnya diuji kesesuaiannya dengan prinsip dasar syari’ah, sekiranya tidak bertentangan, prinsip tersebut akan terus digunakan dan sekiranya bertentang, prinsip tersebut akan ditolak penggunaannya. Prinsip ini merupakan pendekatan yang parsial, pragmatis dan mengandung asumsi yang tidak Islami sehingga beresiko dalam pencapaian tujuan social ekonomi Islam.16

Walau demikian, pendekatan inilah yang digunakan oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (sebuah lembaga Internasional yang membuat standar akuntansi dan auditing untuk lembaga keuangan syari’ah- sering disingkat dengan AAOIFI) dalam pengembangan akuntansi untuk lembaga keuangan syari’ah.

Pertimbangan utama dalam pemilihan pendekatan ini adalah kemudahan dalam penggunaan metode ini dalam pengembangan standar maupun praktik akuntansi untuk lembaga keuangan syari’ah.

Adapun pendekatan ketiga adalah pendekatan hybrid yang mengkombinasikan kedua pendekatan di atas. Pendekatan ini memadukan prinsip yang digariskan oleh syari’ah Islam dengan persoalan kontemporer yang dihadapi masyarakat. Titik tekan dari pendekatan ini adalah mengidentifikasikan kebutuhan informasi oleh para pengguna laporan keuangan dalam perspektif Islam. Selanjutnya barulah standar akuntansi syari’ah dikembangkan sebagaimana yang dilakukan sebelumnya oleh AAOIFI.

Pendekatan ini mencoba mangatasi berbagai kelemahan dari pendekatan deduktif yang sulit diterapkan dan kelemahan pendekatan induktif yang lebih daminan nilai-nilai kapitalis-nya dari pada nilai-nilai Islamnya.

Karena mengacu pada standar yang telah dikeluarkan oleh IAI PSAK 59 cenderung menggunakan pendekatan induktif, yaitu pendekatan yang didasarkan pada praktek akuntansi kontemporer. Pilihan pendekatan pragmatis tersebut seperti halnya terjadi pada AAOIFI, sulit dihindari, mengingat desakan keperluan agar dapat digunakan segera oleh lembaga keuangan syari’ah. Seandainya bukan metode ini yang digunakan, boleh

16 Muhammad Anwar, “Islamic Economic Methodology”, Paper of The economic

(11)

jadi penerapan standar akuntansi berprespektif syari’ah akan mengalami penundaan yang cukup lama.

Oleh karena itu, adanya kelemahan dalam penggunaan metode induktif, IAI mesti berupaya untuk beralih ke metode hybrid yaitu memadukan pengembangan akuntansinya selama ini dengan pendekatan deduktif, agar lebih dekat pada penerapan nilai-nilai dasar syari’ah. Paling tidak kedepan –sebagai sebuah catatan- IAI dalam menyusun standar akuntansi syari’ah, harus benar-benar mampu memadukan kepentingan-kepentingan dunia usaha perbankan syari’ah dengan prinsip-prinsip dasar syari’ah itu sendiri.

E. Beberapa Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan

Hybrid

Pendekatan yang ditawarkan dalam tulisan ini secara absolut belum tentu menjadi satu-satunya pendekatan untuk lebih mempertegas wajah syari’ah dari perbankan syari’ah. Peling tidak inilah salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki beberapa prinsip yang selama ini telah diimplementasikan dalam sistem ekonomi Islam.

Sebagai pendekatan alternatif, tentu tidak terlepas dari prokontra dan perdebatan. Untuk menjembatani hal itu, berikut ini ada beberapa hal yang menjadi keunggulan dan sekaligus menjadi kelemahan dari metode ini. Adapun Keunggulan-keunggulannya adalah :

1. Prinsip yang menjadi landasan dasarnya adalah syari’ah atau nilai-nilai dasar moral Islam.

2. Keterlibatan pakar fiqh (dalam hal ini Dewan Syariah Nasional) dalam penyusunan dan memformat standar.

3. Dalam penyusunannya standar dilakukan di atas fondasi yaitu ayat-ayat kauniyah (dunia empiris) dan ayat-ayat qauliyah (al-Qur’an).

Sementara beberapa kelemahannya antara lain:

1. Dalam hal Pendekatan ini masih memungkinkan terjadinya multi-interpretasi atas nilai-nilai syari’ah dalam prakteknya nanti.

2. Pendekatan ini masih dalam fase

early development

, sehingga masih

kurang mendapatkan respon posistif dari berbagai kalangan terutama golongan yang skeptis terhadap Islamisasi.

F. Penutup

Bagaimanapun babak ini telah dimulai sedangkan selanjutnya adalah bagaimana upaya untuk manjaga dan mengawal ‘proyek ideal' ini terus dapat dipertahankan dan selalu ditingkatkan di masa-masa mendatang. Untuk itu peranan dan keikutsertaan berbagai pihak dalam pengembangan

(12)

standar akuntansi syari’ah khususnya dan pengembangan sistem ekonomi Islam pada umumnya mutlak adanya.

Bagi IAI sendiri, mesti ada usaha untuk mencoba mempertimbang-kan metode-metode lain yang sekiranya dapat mendukung kesempurnaan dari standar akuntansi syari’ah itu sendiri. Salah satu metode yang direkomendasikan adalah metode hybrid yaitu memadukan pengembangan akuntansinya selama ini dengan pendekatan deduktif, agar lebih dekat pada penerapan nilai-nilai dasar syariah.

Sebagai sebuah catatan, paling tidak ke depan IAI dalam menyusun standar akuntansi syari’ah, harus benar-benar mampu memadukan kepentingan-kepentingan dunia usaha perbankan syari’ah dengan prinsip-prinsip dasar syari’ah itu sendiri. Kepentingan ini hanya dapat tercapai manakala IAI sebagai komite yang berkompeten dalam membidani lahirnya pernyataan standar akuntansi keuangan perbankan syari’ah dapat menggandeng dan duduk bersama-sama pakar hukum Islam atau Dewan Syari’ah Nasional. Sehingga ke depan pernyataan standar akuntansi keuangan perbankan syari’ah benar-benar menemukan standar yang tepat sesuai dengan karakteristik dari usahanya. Wallâhu a'lam…

(13)

Daftar Pustaka

Adnan, Muhammad Akhyar, “Standar Akuntansi Perbankan Syariah”, Materi Islamic Banking Training Fakultas Ekonomi Universitas Gajahmada, 3 Oktober 2001.

Anwar, Muhammad, 1997, “Islamic Economic Methodology”, Paper of The economic seminar on Islamic Economics, IIIT, Washington, USA.

Chapra, M. Umer, Towards A Just Monetary System, edisi Indonesia oleh Ikhwan Abidin, Jakarta: Gema Insani Press, 2000

Hasan, P. A. Rifai, “Ekonomi Islam : Gagasan, Kritik dan Harapan”, dalam Jurnal Ulumul Quran, Vol II, No. 9. (1991)

Karim, M. Ruslli, (ed), Berbagai Aspek Ekonomi Islam, Jogjakarta: Tiara Wacana dan UII, 1992

Marvyn K. Lewis dan Latifah M. Algaoud, Islamic Banking, edisi Indonesia oleh Burhan Wirasubrata, Jakarta: Serambi, 2003

Muhammad (ed), Bank Syariah: Analisis Kekuatan, Peluang, Tantangan dan Ancaman, (Jogjakarta : Ekonisia, 2002

Muhammad (ed), Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syariah, Jogakarta: Pusat Studi Ekonomi Islam STIS, 2003

Naqvi, Syed Nawad Haider, “Islamic Banking; An Evaluation”, dalam IIUM Journal of Economics and Management, Vol. 8 No. 1 (2000)

Purwataatmadja, Karnaen A., “Peluang dan Strategi Operasional BMI”, dalam M.Ruslli Karim (ed), Berbagai Aspek Ekonomi Islam, Jogjakarta: Tiara Wacana dan UII, 1992

Saeed, Abdullah, Islamic Banking And Interest A Study of Prohibitatiaon of Riba and Its Contemporary Interpretation, Leiden: Brill, 1996

Triyuwono, Iwan, “Kritik atas Konsep Teori yang Digunakan dalam Standar Akuntansi Perbankan Syari’ah, makalah Seminar Akuntansi Syari’ah, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang 13 Maret 2006

Triyuwono, Iwan, “Organisasi, Akuntansi, dan Spiritualisme Islam”, Makalah Stadium General Syariah Banking Institut, Yogyakarta, 28 September 1996

(14)

Widodo, Hartanto, dan Teten Kustiawan, Akuntansi dan Manajemen Keuangan, Jakarta : Institut Manajemen Zakat, 2001.

Yaya, Rizal,“Strategi Alternatif Pengembangan Akuntansi Syariah”, dalam Harian Umum Republika, edisi Senin, 1 Desember 2003.

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang terakhir diubah dengan Peraturan Presiden No.. dengan ini diumumkan Hasil

Daya terima adalah tingkat kesukaan panelis terhadap warna, rasa, aroma, dan tekstur cookies yang dibuat dengan penambahan tepung biji nangka dan kubis merah

Pada hari ini Kamis tanggal Lima belas Bulan Duabelas Tahun Dua Ribu Enam Belas (15-12-2016), Panitia Pengadaan telah melaksanakan tahapan Penjelasan

dihasilkan motor harus sama dengan daya yang diserap oleh

Ada sekian banyak aspek gambaran yang dapat dipilih untuk dimasukkan menjadi perwakilan makna dalam film.Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan

bahwa dalam rangka mewujudkan transformasi perpustakaan sebagai pusat belajar masyarakat berbasis teknologi, informasi dan komunikasi yang berkesinambungan, diperlukan

Suhadi (2007) Pengaruh profitabilitas dan IOS terhadap kebijakan dividen dan likuiditas sebagai variabel moderating Variabel dependen: kebijakan dividen Variabel

Boleh berbeda, tetapi tidak menjadi antagonis yang sulit didamaikan (Miftah Thoha, 2008:95). Pada prinsipnya Indonesia adalah negara hukum, maka UUD 1945 merupakan sumber