• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saran DAFTAR PUSTAKA. penyimpanan daging ikan selama penyimpanan beku. Ucapan Terimakasih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Saran DAFTAR PUSTAKA. penyimpanan daging ikan selama penyimpanan beku. Ucapan Terimakasih"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

kenaikan kadar air, karena disebabkan proses pengeringan yang tidak optimal. Kadar air, kadar protein, abu , derajat putih dan viskositas kitosan dan oligo-kitosan masih berada di bawah standar mutu disebabkan oleh kurang optimalnya proses deproteinsasi, demineralisasi, deasetilasi dan depolimerisasi. Tinggginya kandungan abu (mineral) menurunkan kelarutan dari kitosan dan oligo-kitosan sehingga nilai viskositas menjadi rendah.

Saran

Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan maka disarankan untuk meaplikasikan oligo-kitosan sebagai cryoprotectant pada

penyimpanan daging ikan selama penyimpanan beku.

Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional yang melalui Lembaga Penelitian Unlam telah membantu dana penelitian sampai naskah ini terwujud.

DAFTAR PUSTAKA

Angka SL, Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor.:47

[AOAC] Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. 1999. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. 16th edition. Washington, D.C.

Bastaman S. 1989. Studies on degradation and extraction pf chitin and chitosan from Prawn shels. Dept. Mechanical Manufacturing, Aeronautical and Chemical Engineering. Queen’s Univ. Belfast

Benjakul S, Sophanodora P. 1993. Chitosan production from carapace and shell of black tiger shrimp. ASEAN Food J. 8(4):145-148

(2)

Fish Scientiae, Volume 4 Edisi 6, Desember 2013

Candra, 2010. Penggunaan hidrolisat kitin dan sampel sebagai cryoprotectant dalam surimi ikan manyung (Arius thalassinus) [tesis]. Bogor: Institus Pertanian Bogor

Emmawati A, Jenie BSL, Fawzya YN. 2007. Combination of Soaking in Sodium Hydroxide and Chitin Deacetylase Application on Shrimp Chitin in Producing Low Molecular Weight Chitosan. Teknologi Pertanian Journal 3(1):12-18 FMC Corp. 1977. Carrageenan. New Jersey. USA : Marine Colloid Monograph

Number One. Marine Colloids Division FMC Corporation. Springfield.:23-29

Hartati FK, Susanto T, Rakhmadiono S, Adi SL. 2002. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tahap deproteinasi menggunakan enzim protease dalam pembuatan kitin dari cangkang rajungan (Portunus pelagicus). Biosain. 2 (68-77)

Kim SO. 2004. Physicochemical and functional properties of crawfish chitosan as affected by different processing protocols [tesis]. Seoul: Seoul National University

Kurita Keisuke, 2001. Controlled functionalization of the polysaccharide chitin. Journal Progress In Polymer Science. 26:1921-1971

Lee V, Tan E. 2002. Enzymatic Hydrolisys of Prawn Shell Waste for The Purification of Chitin. Departemen of Chemical Engineering. Loughborough University.

Lim CK, Halim AS, Lau HY, Ujang Z, Hazri A. 2007. In vitro cytocology model of oligo-chitosan and N, Ocarboxymethyl chitosan using primary normal human epidermal keratinocyte cultures. J Appl Biomaterials & Biomechanics. 5: 82– 87

Mao L, Wu T. 2007. Gelling properties and lipid oxidation of kamaboko gels from grass carp (Ctenopharyngodon idellus) influenced by chitosan. Journal of Food Engineering. 82:128–134

Shahidi F, Janak Kamil VA, You-Jin Jeon. 1999. Food Applications of Kitin and Chitosans. Trends in Food Science and Technology:10:37-51

Somjit K, Ruttanapornwareesakul Y, Hara K, Nozaki Y. 2005. The cryoprotectantt effect of shrimp kitin and shrimp kitin hydrolysate on denaturation and unfrozen water of lizardfish surimi during frozen storage. Food Research International. 38:345-355

Sofia I, Pirman, Haris Z. 2010. Karakterisasi fisiokimia dan fungsional kitosan yang diperoleh dari limbah cangkang udang windu. J Tek Kim Indones. 1(9):11-18

(3)

Srijanto B., Parayanto I., Masduki, Purwatiningsih, 2006. Pengaruh Derajat Deasetilasi Bahan Baku Pada Depolimerisasi Kitosan. Jurnal Akta Kimindo. 1:67-72

Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Sumantri B, penerjemah. Jakata: Gramedia Pustaka Utama

Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Edisi Kedua. Liberty.:64-72

(4)

Fish Scientiae, Volume 4 Edisi 6, Desember 2013

TUTUPAN TERUMBU KARANG KABUPATEN KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

(STUDI KASUS PERAIRAN SEPAGAR)

COVERCROP OF CORAL REEFS KABUPATEN KOTABARU THE PROVINCE OF SOUTH KALIMANTAN

(CASE STUDY WATERS SEPAGAR)

1)

Deddy Dharmaji

1)

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru

E-mail: deddyperikanan@gmail.com

ABSTRACT

This research aims to know the percentage of living coral cover in the village of Sepagar. The benefits of this research are as input for the parties involved in the efforts of the management and conservation of coral reefs in the waters of the village Sepagar. The results of the observation and calculation of the coral reefs is done using the method of Point Intercept Trancek (PIT) shows that the community of coral reefs in the waters of the Sepagar included in the types of coral reefs of the sandbar (patch reef). Generally burnt coral reefs grow and develop in the relatively shallow waters with depths ranging from 1-5 meters. The results showed on the three stations found 7 of the 10 components of the reef that is. Acropora (AC), Non-Acropora (NA), Dead Coral with Algae (DCA), Dead Coral (DC), Soft Coral Sand (SC) (S), and the Rubble (R). Component not found is Fleshy Seawed (FS), Rock (RK) and Silt (SL). At station 1, the total percentage of living coral closure (living cover) by 51.4%, In station 2 of 55,3 % , and in station 3 of 51.3 % .The percentage the coral lived in waters sepagar in good not far different the percentage the coral live in every station

Keyword: the percentage covering , coral reefs

PENDAHULUAN Latar Belakang

Terumbu karang di permukaan bumi kita diperkirakan meliputi wilayah seluas 600.000 km2 dan

dengan beberapa macam jenis. Jenis ekosistem ini terletak antara 30O lintang utara dan selatan khatulistiwa yang kehadirannya merupakan ciri yang dominan dari perairan dangkal di daerah khatulistiwa. Luas ekositem terumbu karang di perairan Indonesia

(5)

diperkirakan sekitar 84.305 km2 yang terdiri dari 50.223 km2 terumbu penghalang, 19.540 km2 terumbu cincin (atol), dan 14.542 km2 terumbu tepi yang mewakili 18 % dari total luas terumbu karang yang ada di dunia, (Tomascik et.al, 1997).

Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu dari ekosistem pantai yang memiliki keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem terumbu karang memberikan manfaat langsung pada manusia dengan menyediakan bahan makanan, berupa ikan, udang kerang, bahan baku obat-obatan, bahan baku bangunan dan bahan lain. Terumbu karang juga memiliki peranan dalam menopang kelangsungan ekosistem-ekosistem lain di sekitarnya (Juwana dan Romimohtarto, 2001).

Menurut Sukarno (1995), sumberdaya perikanan terumbu karang menyediakan sumber makanan dan penghasilan bagi manusia, terutama masyarakat pesisir karena memiliki produktivitas dan nilai ekonomis yang relatif tinggi. Ikan-ikan dan molusca yang hidup di terumbu karang dapat mencapai sekitar 10-30 ton/km2 pertahunnya.

Perairan Indonesia terdapat sekitar 3000 spesies ikan yang hidup di sekitar terumbu karang yang termasuk ke dalam 17 ordo dan 100 famili (Kuiter, 1992). Sedangkan menurut Dahuri (1996), terumbu karang yang terdapat pada lingkungan perairan dangkal atau pesisir, pertumbuhan karangnya yang maksimun memerlukan perairan yang jernih, dengan suhu perairan yang hangat, gerakan gelombang besar dan sirkulasi air yang lancar serta terhindar proses sedimentasi.

Walaupun terumbu karang terlihat luas dan merupakan sistem yang sangat stabil, tetapi mengalami kerusakan dalam skala besar oleh berbagai kekuatan, diantaranya seperti perusakan mekanik oleh badai tropik yang sangat hebat (topan dan angin puyuh), kegiatan manusia yang menyebabkan pengendapan lumpur dari daratan akibat penggundulan hutan, pembuangan limbah melalui sungai dan pantai seperti limbah-limbah industri (logam berat), penangkapan ikan dengan bahan peledak dan bahan kimia beracun serta penambangan karang untuk bahan bangunan (Ongkosongo, 1988).

(6)

Fish Scientiae, Volume 4 Edisi 6, Desember 2013

Kerusakan terumbu di pesisir Kalimantan Selatan diduga karena sedimentasi yang tinggi yang terbawa oleh arus dari sungai-sungai yang mengalir menuju laut, aktivitas penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti penangkapan dengan menggunakan alat tangkap Trawl dan bom yang dapat merusak terumbu karang bahkan kematian pada terumbu karang serta pengambilan karang untuk bahan bangunan dan hiasan aquarium. Kerusakan terumbu karang ini juga diduga terjadi di perairan Sepagar Kabupaten Kotabaru yang akan dijadikan daerah penelitian.

Wilayah pesisir dan laut Kabupaten Kotabaru memiliki 2 tipe terumbu karang yaitu, terumbu karang tepi (fringing reefs) dan gosong terumbu (patch reefs). Berdasarkan peta Dishidros, peta digital C-Map, peta LP Bakosurtanal dan citralandsad TM, sebaran terumbu karang di Kabupaten Kotabaru tersebar pada pulau-pulau kecil di Kabupaten Kotabaru berada di sebelah barat. Terumbu karang di perairan Kotabaru cenderung menurun persentase tutupan karangnya. Hal ini diduga adanya perubahan iklim yang memicu

peningkatan suhu air laut yang dikenal dengan EL Nino. Satu dekade terakhir dimana kondisi penataan kawasan atas belum baik, terjadi perubahan kawasan tangkapan hujan akibat illegal loging, konversi lahan menjadi kawasan pertambangan dan perkebunan telah memicu peningkatan aliran permukaan (run off) ketika musim penghujan (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kotabaru, 2010). Kerusakan karang juga terjadi di Desa Sepagar Kecamatan Pulau-Laut Barat. Hal ini dapat dilihat lansung dari aktivitas penduduk setempat yang banyak merambah hutan untuk di jadikan lahan perkebunan dan illegal

loging kayu di hulu Sungai

Sakarambut dan sekitarnya, dimana aliran sungainya langsung menuju ke arah laut.

Kondisi terumbu karang di perairan Desa Sepagar Kecamatan Pulau Laut Barat Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan dipengaruhi oleh aktivatas manusia dan lingkungan di sekitarnya, seperti pemukiman, aktivitas lalu lintas kapal nelayan, dan aktivitas penangkapan ikan.

(7)

METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan (2)

Alat yang digunakan untuk pengamatan dan dokumentasi kegiatan berupa kamera bawah air, rol meter, kunci identifikasi terumbu karang, GPS, Scuba Diving, Snorkel. Peta lokasi.

Analisis Data

Data-data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data penutupan terumbu karang berdasarkan komponen karang yang ada di lokasi penelitian.

Pemilihan lokasi stasiun dilakukan secara purposive dengan pengamatan pendahuluan meng-gunakan metode Manta Tow, yaitu metode yang dilakukan dengan cara melakukan kegiatan obsevasi wilayah di bawah air yang dapat dilihat dengan baik oleh perenang snorkel, yang ditarik dengan perahu kecil. Metode ini diadopsi dari White (2000). Pemilihan lokasi posisi penelitian ditetapkan menurut kriteria sebagai berikut : a. Keterwakilan, yaitu daerah yang

mewakili berbagai kondisi terumbu

karang (sangat baik, baik, rusak, kritis) serta memiliki luasan yang cukup.

b. Keamanan, yaitu lokasi yang terlindung dari gelombang perairan terbuka, sehingga dapat melakukan aktifitas pelaksanaan penelitian secara optimal.

c. Memiliki berbagai tipe ekosistem yang ada di sekitar terumbu karang.

Stasiun penelitian berjumlah 3 titik, dengan koordinat sebagai berikut :  Stasiun 1 S 03˚53’ 44,25” E 116˚2’53”18”  Stasiun 2 S 03˚52’ 15,3” E 116˚02’44,0”  Stasiun 3 S 03˚52’23,10” E 116˚3’35,13”

Penetapan garis transek dilakukan dengan cara mem-bentangkan roll-meter sepanjang 25 meter di atas koloni terumbu karang pada masing-masing titik stasiun yang sudah ditentukan dan sejajar dengan garis pantai.

Metode pengamatan dan pengambilan data karang

(8)

Fish Scientiae, Volume 4 Edisi 6, Desember 2013

menggunakan metode Point Intercept

Trancek (PIT), yaitu metode untuk

mendata kondisi karang hidup dan biota pendukung lainnya di suatu lokasi terumbu karang dengan cara yang mudah dan dalam waktu yang cepat. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui kondisi terumbu karang di daerah berdasarkan persen tutupan karang hidup dengan mudah dan cepat. Secara teknis metode PIT adalah cara menghitung persen tutupan (% cover) terumbu karang secara acak, dengan menggunakan tali bertanda di tiap jarak 0,5 meter atau juga dengan pita bersekala (roll meter). Metode PIT digunakan untuk menentukan komunitas bentos sensil (biota yang hidup di dasar atau melekat di dasar perairan) di terumbu karang berdasarkan bentuk pertumbuhan dalam satuan persen, dengan jalan mencatat jumlah biota bentik yang pada masing-masing disepanjang garis transek 25 m atau 50 m (Manuputty dan Djuriah 2006).

Data tutupan terumbu karang dihitung menggunakan % penutupan karang (% cover penutupan karang) menurut English et.al., (1997) di

dalam Manuputty et.al., (2006) dengan

rumus :

x100%

Menurut Suharsono (1995) baik buruknya nilai kondisi karang dapat dilihat dari nilai persentase tutupan karang sebagai berikut:

1. Kondisi baik sekali = 71-100% 2. Kondisi baik = 51-70% 3. Kondisi rusak = 26-50% 4. Kondisi kritis = 0-25%

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil pengamatan terhadap tutupan terumbu karang kabupaten kotabaru provinsi kalimantan selatan (studi kasus perairan sepagar) ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2, serta divisualisasikan pada Gambar 1, Gambar 2, Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5, Gambar 6, Gambar 7 dan

Gambar 8.

hal. 80-91

(9)

Tabel 1. Nilai Persentase Tutupan Seluruh Komponen Terumbu Karang Persentase Penutupan Karang (%) STASIUN ( PIT) AC NA DC DCA SC R S Total Komponen 1 16 20 10 16 20 6 12 100 2 18 16 8 18 14 8 18 100 3 26 24 12 8 0 0 30 100 Rerata 20 20 10 14 11,3 4,6 20 100 1 %Tutupan 20 20 10 14 11,4 4,6 20 100 1 18 10 20 6 2 12 22 100 2 24 20 6 10 12 10 18 100 3 24 28 0 12 18 0 18 100 Rerata 22 19,3 8,7 9,3 14 7,3 19,3 100 2 %Tutupan 22 19,3 8,7 9,3 14 7,3 19,3 100 1 22 20 6 16 4 0 32 100 2 20 22 0 16 10 10 22 100 3 20 22 8 18 12 0 20 100 Rerata 21,3 21,3 4,7 16,7 8,7 3,3 24,7 100 3 %Tutupan 21,3 21,3 4,7 16,7 8,7 3,3 24,7 100 Tabel 2. Persentase Tutupan Karang Hidup Tiap Stasiun

Persentase Penutupan Karang Hidup (%) Komponen TerumbuKarang STASIUN AC NA SC Total %Tutupan 1 20 20 11,4 51,4 2 22 19,3 14 55,3 3 21,3 21,3 8,7 51,3

Gambar 1. Grafik Tutupan Seluruh Komponen Terumbu Karang Pada Stasiun 1.

20% 20% 10% 14% 11.4% 4.6% 20% 0 10 20 30 40 50 AC NA DC DCA SC R S P e rs e n ta se t u tu p an (% )

komponen terumbu karang

Stasiun 1

(10)

Fish Scientiae, Volume 4 Edisi 6, Desember 2013

Gambar 2. Grafik Tutupan Seluruh KomponenTerumbu Karang Pada Stasiun 2

Gambar 3. Grafik Tutupan Seluruh Komponen Terumbu Karang Pada Stasiun 3

Gambar 4. Grafik Persentase Tutupan Karang Hidup Pada Stasiun 1

22% 19.3% 8.7% 9.3% 14% 7.3% 19.3% 0 10 20 30 40 50 AC NA DC DCA SC R S P e rs e n ta se p e n u tu p an (% )

Komponen terumbu karang

Stasiun 2

21.3% 21.3% 4.7% 16.7% 8.7% 3.3% 24.7% -10 10 30 50 AC NA DC DCA SC R S P e rs e n ta se t u tu p an (% )

Komponen terumbu karang

Stasiun 3

20% 20% 11.4% -10 10 30 50 AC NA SC P er se n ta se t u tu p a n k a r a n g h id u p ( % )

Komponen karang hidup

Stasiun 3

(11)

Gambar 5. Grafik Persentase Penutupan Karang Hidup Pada Stasiun 2

Gambar 6. Grafik Persentase Penutupan Karang Hidup Pada Stasiun 3

Pembahasan

Hasil pengamatan terumbu karang menunjukkan bahwa komunitas terumbu karang di perairan Sepagar termasuk dalam tipe terumbu karang gosong (patch reef). Umumnya

terumbu karang gosong tumbuh dan berkembang pada perairan yang relatif dangkal dengan kedalaman berkisar 1-5 meter. 21.3% 21.3% 8.7% 0 10 20 30 40 50 AC NA SC P e rs e n ta se t u tu p an k ar an g h id u p (% )

Komponen karang hidup

Stasiun 1

22% 19.3% 14% 0 10 20 30 40 50 AC NA SC P er se n ta se tu tu p an k ar an g h id u p ( % )

Komponen karang hidup

Stasiun 2

(12)

Fish Scientiae, Volume 4 Edisi 6, Desember 2013

Hasil pengamatan pada tiga stasiun ditemukan 7 dari 10 komponen karang yaitu. Acropora (AC),

Non-Acropora (NA), Dead Coral with Algae (DCA), Dead Coral (DC), Soft Coral (SC) Sand (S), dan Rubble (R).

Sedangkan komponen yang tidak ditemukan adalah Fleshy Seawed (FS),

Rock (RK) dan Silt (SL).

Komponen karang hidup berdasarkan komponen karang yang tumbuh dan berkembang pada stasiun pengamatan, komponen karang hidup terdiri dari Hard Coral Acropora (AC), Hard Coral Non Acropora (NA) dan Soft Coral (SC). Persentase penutupan karang hidup pada setiap stasiun disajikan pada Tabel 2.

Berdasarkan hasil pengamatan dalam penelitian ini didapatkan 3 jenis pertumbuhan karang hidup yaitu,

Acropora (AC), Non Acropora (NA),

dan Soft Coral (SC). Komunitas terumbu karang di perairan Sepagar termasuk dalam tipe terumbu karang gosong (patch reef). Terumbu karang di daerah ini didominasi oleh karang

hard coral dari jenis Acropora (AC). Hard coral umumnya memiliki bentuk

dan struktur yang relatif padat dan keras. Karang ini juga memiliki sifat

pertumbuhan yang relatif cepat sehingga sering menjadi komponen yang dominan dalam komunitas karang pada suatu perairan.

Pada stasiun 1, total persentase penutupan karang hidup (living cover) sebesar 51,4 %, sedangkan pada stasiun 2 sebesar 55,3 %, dan pada stasiun 3 sebesar 51,3 %. Persentase penutupan karang hidup pada perairan Sepagar tergolong baik berdasarkan kriteria Suharsono (1995) dan persentase penutupannya untuk tiap stasiun tidak jauh berbeda.

Persentase penutupan karang hidup pada stasiun 1 yaitu 51,4 %, karang pada stasiun 1 ini termasuk dalam kategori baik, walaupun ada sebagian karang yang rusak. Hal ini dilihat dari adanya patahan-patahan karang (rubble) seperti pada Gambar 7.

Gambar 7. Rubble

Persentase penutupan karang hidup tertinggi terdapat di stasiun 2 yaitu sebesar 55,3 % dan didominasi oleh karang hard coral acropora (AC). Berdasarkan hasil pengamatan kondisi

(13)

lingkungan yang cukup mendukung dan terhindar dari faktor-faktor penyebab rusaknya terumbu karang seperti faktor manusia dan jarangnya para nelayan yang melakukan penangkapan di daerah tersebut. Gambar jenis karang yang ada pada stasiun 2 sebagai berikut.

.

Gambar 8. Acropora (AC)

Stasiun 3 persentase penutupan karangnya yang terendah yaitu 51,3 % bila dibandingkan dengan stasiun 1 dan stasiun 2, kerusakan ini diduga karena letak lokasi terumbu karang yang dekat muara sungai. Terumbu karang yang tumbuh di dekat muara sungai secara tidak langgsung akan selalu mendapatkan pasokan air tawar yang mengalir dari sungi menuju laut apalagi bila musim hujan yang dapat mengakibatkan kematian pada beberapa jenis terumbu karang dan sedimentasi yang tinggi hingga membuat beberapa jenis karang tidak

dapat bertahan. Hal ini diperparah dengan dijadikannya sebagai jalur keluar masuknya kapal nelayan ke sungai. Hal ini dibuktikan juga dengan adanya sebagian Death Coral (DC) dan rubble (R) pada stasiun 3, akan tetapi kondisi ini masih dalam kategori baik. Gambar karang yang ada pada stasiun 3 sebagai berikut :

Gambar 9. Death Coral dan Rubble

Secara umum kondisi terumbu karang diperairan Sepagar dikategorikan dalam kondisi baik, meskipun demikian apabila kondisi ini tidak mendapat perhatian khusus dan serius dari pihak pemerintah dan masyarakat setempat, maka kemungkinannya dalam beberapa tahun ke depan terumbu karang di perairan Sepagar akan rusak total bahkan punah. Kondisi terumbu karang yang masih baik di perairan Sepagar menunjukkan bahwa perairan sepagar memiliki potensi yang tinggi dalam mendukung produktivitas primer,

(14)

Fish Scientiae, Volume 4 Edisi 6, Desember 2013

kehidupan ikan dan molusca serta biota laut lainya di kawasan tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pada tiga stasiun ditemukan 7 dari 10 komponen karang yaitu.

Acropora (AC), Non-Acropora (NA), Dead Coral with Algae (DCA), Dead Coral (DC), Soft Coral (SC) Sand (S),

dan Rubble (R). Komponen yang tidak ditemukan adalah Fleshy Seawed (FS), Rock (RK) dan Silt (SL). Pada stasiun 1, total persentase penutupan

karang hidup (living cover) sebesar 51,4 %, pada stasiun 2 sebesar 55,3 %, dan pada stasiun 3 sebesar 51,3 %. Persentase penutupan karang hidup pada perairan Sepagar tergolong baik dan tidak jauh berbeda persentase penutupan karang hidup di setiap stasiun.

Saran

Diperlukan adanya data kondisi kualitas air yang menunjang untuk kehidupan terumbu karang.

DAFTAR PUSTAKA

Dahuri R., Rais J., Ginting. S.P, Sitepu M.J.1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita . Jakarta. Hal.79

DKP Kabupaten Kotabaru, 2010. Kajian Potensi Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kotabaru.

Juwana, S. dan Romimohtarto, K. 2001. Biologi Laut. Jakarta. Djamban.hlm.321 - 323.

Kuiter, R. H. dan T. Tonozuka.1992. Photo Guide Indonesian Reef Fishes Zoonetics. Australia. Hal.893.

Manuputty dan Djuriah. 2006. Panduan Metode Point Intercept Transect (PIT) Untuk Masyarakat. COREMAP II - LIPI. Jakarta. 66 halaman. Jakarta.

Ongkosongo, O. S. R.,1988. The Seribu Coral Reef. PT.Stavac. Indonesia. 253 halaman.

(15)

Suharsono, 1995. Wisata Bahari Kepulauan Taka Bone Rate di Kepulauan Lucipara. Puslitbang Oceanologi LIPI, Jakarta.153 halaman.

Sukarno, 1995. Materi Pendidikan Metologi Penelitian Penentuan Terumbu Karang. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oceanografi Lembaga Ilmu Penetahuan Indonesiadan Universitas Diponegoro. Jakarta. 86 halaman.

Tomascik, Tomas dan Anmari J. Mah,1997. The Ecology Of the Indonesia Sea Part

II. Periplus Edition (HK) Ltd. Singapore.512 p.

White, A. T,. 2000. Coral Reffs Valuable Resource of Sout East Asia ICLARM

Education Series I, International Center for Living Aquatic Resource Management, Manila Pilipina. 36 p.

Gambar

Tabel 1. Nilai Persentase Tutupan Seluruh Komponen Terumbu Karang  Persentase Penutupan Karang (%)  STASIUN  ( PIT)  AC  NA  DC  DCA  SC  R  S  Total  Komponen  1  16  20  10  16  20  6  12  100  2  18  16  8  18  14  8  18  100  3  26  24  12  8  0  0  30
Gambar 3. Grafik Tutupan Seluruh Komponen Terumbu Karang Pada Stasiun 3
Gambar 5. Grafik Persentase Penutupan Karang Hidup Pada Stasiun 2
Gambar 8.  Acropora (AC)

Referensi

Dokumen terkait

Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat sebagian besar dipenuhi melalui kebudayaan yang bersumber

 Kelompok yang memberikan andil/sumbangan inflasi pada Agustus 2015, yaitu kelompok bahan makanan 1,87 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,10

Dari hasil uji BNT (Tabel 2) diketahui bahwa kadar air rata-rata dari daging buah nanas kering yang dihasilkan dari interaksi perlakuan tanpa pelayuan dan pengeringan vakum pada

Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan

Akuntansi pertanggungjawaban adalah suatu sistem akuntansi yang disusun sedemikian rupa sehingga pengumpulan serta pelaporan biaya dan pendapatan dilakukan sesuai

Beberapa jenis indikator kinerja yang digunakan dalam pelaksanaan pengukuran kinerja kegiatan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Palembang tahun 2019

Tekanan jual atas saham INCO yang membuat harga sahamnya sempat jatuh ke Rp.2250 pada sesi pertama perdagangan, akhirnya berhasil terangkat akibat pasar merespon positif

Pendekatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan melakukan survai terhadap proyek-proyek konstruksi bangunan bertingkat untuk mengidentifikasi