• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan merupakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan merupakan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua peristiwa yang berbeda namun saling terkait satu sama lain. Setiap makhluk hidup pasti mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan merupakan proses bertambahnya kemampuan dalam fungsi tubuh yang lebih kompleks (Adriana, 2011). Perkembangan berjalan cepat terutama pada masa bayi dan balita (Barasi, 2007).

Usia satu tahun pertama kehidupan merupakan fase tumbuh kembang yang paling pesat dibandingkan fase lain, terutama pertumbuhan otak. Pertumbuhan berkaitan erat dengan perkembangan. Pertumbuhan bertanggungjawab untuk meningkatkan kekuatan otot agar bisa bergerak dan mengendalikan motorik untuk melaksanakan tugas pada tiap fase perkembangan (Allen, 2010).

Perkembangan motorik halus merupakan salah satu bagian perkembangan anak. Perkembangan motorik halus merupakan perkembangan yang melibatkan koordinasi antara syaraf pusat, urat syaraf dan otot (Allen, 2010). Perkembangan motorik halus mengacu pengembangan kontrol atas otot-otot kecil dari tubuh, seperti gerakan tangan dan jari-jari (Prado, 2012). Perkembangan motorik halus akan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur (Santrock, 2011).

(2)

2 Usia 7-11 bulan merupakan usia penting bagi perkembangan motorik halus bayi karena di usia tersebut tangan bayi secara bertahap mampu menggenggam benda seperti pensil hingga mampu mengkoordinasi tangannya untuk mengambil sebuah benda kecil, seperti kacang polong dengan menjepitnya (Kemenkes, 2010 dan Santrock, 2011). Awal mula meraih dan menggenggam menandai prestasi penting dalam perkembangan motorik dan interaksi bayi (Santrock, 2011).

Keterlambatan perkembangan motorik halus usia satu tahun pertama kehidupan berbahaya bagi anak karena tidak menyediakan landasan bagi keterampilan motorik, sehingga anak akan selalu terlambat dalam menguasai tugas perkembangannya dan berbahaya bagi penyesuaian sosial serta pribadi anak. Anak akan merasa tidak percaya diri, emosional, tidak mandiri dan dipandang sebagai anak yang terbelakang karena anak tidak menguasai tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok sosialnya (Hurlock, 2001). Perkembangan motorik halus dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah status gizi (Solihin, 2013), asupan besi dan asupan seng (Ardinaria, 2014).

Tumbuh kembang yang baik pada periode emas dapat diwujudkan dengan pemberian makanan bergizi yang cukup dan sesuai kebutuhan anak. Makanan yang kurang baik dari segi kualitas dan kuantitas dapat menyebabkan malnutrisi pada anak (Almatsier, 2004). Malnutrisi rentan terjadi pada anak setelah usia enam bulan karena pada usia tersebut anak mulai mendapat makanan tambahan pendamping Air Susu Ibu (ASI) untuk mencukupi kebutuhan gizinya (Adisasmito, 2010).

(3)

3 Anak yang mendapat makanan pendamping ASI yang tidak sesuai kebutuhan baik kualitas maupun kuantitasnya maka anak akan kekurangan asupan gizi (Adisasmito, 2010). Kekurangan asupan gizi dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan gagal tumbuh. Gagal tumbuh yang berlangsung terus-menerus mengakibatkan anak menjadi pendek atau disebut stunted (Sheedom, 2014). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 dapat diketahui bahwa prevalensi stunted pada balita pada tahun 2010 sebanyak 35,6% dan terjadi peningkatan sebesar 1,6% pada tahun 2013 sehingga menjadi 37,2%.

Kecepatan dan tingkat perkembangan berkaitan erat dengan kematangan fisiologis dari sistem syaraf, otot dan kerangka tubuh (Allen, 2010). Anak yang cenderung mengalami masalah pertumbuhan fisik akan beresiko mengalami masalah perkembangan motorik (Santrock, 2011). Anak yang mengalami kegagalan pertumbuhan pada usia satu tahun pertama kehidupan akan mengganggu pertumbuhan, kematangan dan faal sel syaraf, terutama di cerebellum yang merupakan pusat koordinasi gerak motorik. Gerakan motorik tidak bisa dilakukan dengan sempurna apabila mekanisme otot belum sempurna. Kemampuan mekanik dari striped muscle anak stunted rendah karena kematangan otot tersebut lambat, sehingga mengakibatkan kemampuan motorik anak stunted terhambat (Hurlock, 2001).

Hasil penelitian bahwa terdapat hubungan antara stunted dengan perkembangan motorik halus anak (Amanda, 2014; Solihin, 2013). Ernawati (2014) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa penurunan status gizi akan menimbulkan gangguan perkembangan yang tidak normal yang salah satunya ditandai dengan lambatnya gerak motorik.

(4)

4 Asupan zat gizi makronutrien dan mikronutrien akan mempengaruhi tumbuh kembang balita. Zat besi merupakan mikronutrien yang ikut andil dalam proses tumbuh kembang balita. Zat besi berperan dalam myelinasi. Myelinasi merupakan proses pembungkusan akson dengan selubung myelin. Selubung myelin membantu impuls berjalan lebih cepat ke sepanjang akson sehingga meningkatkan kecepatan informasi berjalan dari neuron ke neuron (Santrock, 2011).

Defisiensi besi akan menggangggu proses myelinasi. Myelinasi yang tidak sempurna menyebabkan informasi dari otak pusat lambat diterima oleh sel tubuh, sehingga tubuh lambat untuk merespon informasi dari otak. Gerakan tubuh yang lambat dalam merespon informasi akan menganggu perkembangan motorik halus anak. Anak yang terlambat mengalami kejadian penting motorik memiliki tingkat myelinasi yang menurun secara signifikan (Santrock, 2011).

Defisiensi besi juga berpengaruh negatif terhadap fungsi sistem neurotransmiter sehingga dapat mengurangi kepekaan reseptor saraf dopamin (Almatsier, 2004). Menurunnya densitas dan afinitas reseptor dopamin akan berpengaruh terhadap performa motor, kognitif dan perilaku (Mc Cann, 2007). Hasil penelitian Ardiaria (2014) menyimpulkan adanya hubungan defisiensi asupan zat besi dengan perkembangan motorik balita. Sebanyak 72,7% anak usia 3-6 tahun di PAUD di willayah Puskesmas Kebayoran Lama yang terganggu perkembangan motorik halusnya karena kekurangan asupan zat besi (Amanda, 2014). Sejalan dengan penelitian Zulaekah, dkk (2014) menyebutkan bahwa perkembangan anak yang

(5)

5 meliputi motorik kasar, motorik halus dan bahasa pada anak malnutrisi anemia lebih rendah dibandingkan dengan anak malnutrisi tidak anemia.

Asupan seng berpengaruh terhadap perkembangan motorik halus anak. Seng merupakan mineral yang berperan terhadap pertumbuhan sel syaraf pusat. Seng berkontribusi terhadap pembentukan struktur dan fungsi otak (Nurlinda, 2013), yaitu sebagai neurotransmiter (Grober, 2012). Fungsi neurotransmiter yang buruk akan berpengaruh terhadap perkembangan motorik anak (Gellens, 2014) karena dapat menurunkan kepekaan reseptor saraf dopamin yang akan berpengaruh terhadap performa motorik anak (Mc Cann, 2007).

Defisiensi seng berpengaruh terhadap hormon pertumbuhan yaitu menurunnya Insuline-Like Growth Factor I (IGF-I), sehingga dapat menghambat pertumbuhan (Nurlinda, 2013). Pertumbuhan yang terhambat akibat defisiensi seng akan berpengaruh terhadap perkembangan motorik halus anak. Kematangan syaraf pusat, saraf dan otot akan terlambat pada anak stunted sehingga kemampuan motorik akan mengalami keterlambatan (Allen, 2010). Hasil penelitian Ardiaria (2014) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara asupan seng dengan perkembangan motorik anak usia 2-5 tahun di wilayah kerja puskesmas Bangetayu Kecamatan Genuk Kota Semarang.

Target Pemerintah dalam BAPPENAS (2013) adalah menurunkan angka stunted sampai 32% di setiap provinsi di Indonesia. Data balita stunted di provinsi Yogyakarta adalah 30% (Riskesdas, 2013). Data dari Puskesmas Kokap bahwa jumlah balita stunted di Desa Hargorejo, Kecamatan Kokap,

(6)

6 Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Yogyakarta lebih tinggi dari target stunted pemerintah, yaitu mencapai 41% (Profil Puskesmas Kokap, 2014).

Hasil survey pendahuluan yang dilakukan Peneliti pada bulan Oktober 2015 terhadap 10 bayi usia 7-11 bulan di Desa Hargorejo bahwa terdapat 3 bayi (30%) yang mengalami keterlambatan motorik halus yaitu bayi belum bisa memungut dengan kedua tangannya secara bersamaan dan tidak merespon benda yang jatuh disekitarnya, 3 bayi (30%) tidak merespon benda yang jatuh disekitarnya dan 4 bayi (40%) normal.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti akan meneliti tentang hubungan status gizi, asupan besi dan asupan seng terhadap perkembangan motorik halus balita usia 7-11 bulan di Desa Hargorejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan status gizi, asupan besi dan asupan seng terhadap perkembangan motorik halus bayi usia 7-11 bulan di Desa Hargorejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menganalis hubungan status gizi, asupan besi dan asupan seng terhadap perkembangan motorik halus bayi usia 7-11 bulan di Desa Hargorejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta

(7)

7 2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan status gizi, mendeskripsikan asupan besi, mendeskripsikan asupan seng dan mendeskripsikan perkembangan motorik halus bayi usia 7-11 bulan di Desa Hargorejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta

b. Menganalisis hubungan status gizi terhadap perkembangan motorik halus bayi usia 7-11 bulan di Desa Hargorejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta

c. Menganalisis hubungan asupan besi terhadap perkembangan motorik halus bayi usia 7-11 bulan di Desa Hargorejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta

d. Menganalisis hubungan asupan seng terhadap perkembangan motorik halus bayi usia 7-11 bulan di Desa Hargorejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta

D. Manfaat

1. Bagi Dinas Kesehatan Yogyakarta

Penelitian ini dapat memberikan informasi pada Dinas Kesehatan tentang tumbuh kembang balita usia 7-11 bulan di Desa Hargorejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta

2. Bagi Puskesmas Kokap I

Diharapkan data dari hasil penelitian ini, pihak Puskesmas dapat melihat perkembangan motorik halus balita di wilayahnya guna mengoptimalkan program kerja untuk melakukan deteksi dini status gizi dan tumbuh kembang balita.

(8)

8 3. Bagi Ibu

Penelitian ini dapat memberikan informasi status gizi, kecukupan asupan besi dan seng serta perkembangan motorik halus bayi kepada Ibu, sehingga dapat dijadikan deteksi dini kejadian malnutrisi pada bayi.

Referensi

Dokumen terkait

meminimalkan resiko infeksi yang terjadi di rumah sakit yaitu dengan..

Kompensasi sangat penting untuk menunjang kinerja karyawan dalam meningkatkan hasil kerja yang optimal, karena kompensasi merupakan salah satu aspek yang paling sensitif

Tingkat kecukupan protein balita berkorelasi langsung terhadap peran orang tua, penelitian menunjukkan sebagian besar balita pemilih makan yang ada di wilayah Kerja

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, mengevaluasi dan mengidentifikasi adanya DRPs serta mengetahui besarnya persentase dari tiap-tiap jenis kategori DRPs pada pasien

pelaksanaan proses pendidikan dan sarana pengembangan sumber daya manusia dalam menghasilkan insan-insan pembangunan yang terampil dan berkualitas. Hal ini

Model perencanaan pengelolaan hutan lindung mangrove berkelanjutan di Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten kubu Raya perlu dilakukan dengan pendekatan yang bersifat

Batik adalah salah satu budaya asli Indonesia, secara konvensional batik merupakan gambar ragam hias diatas sehelai kain dengan menggunakan lilin batik (malam),

pasien gangguan jiwa sesuai dengan masalah utama isolasi sosial:.