• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berfungsi sebagai inisiator dan agen perubahan secara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berfungsi sebagai inisiator dan agen perubahan secara"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sumber daya manusia memiliki peran penting bagi kelangsungan hidup suatu organisasi. Kunci sukses perubahan dalam suatu organisasi adalah adanya sumber daya manusia yang berfungsi sebagai inisiator dan agen perubahan secara terus menerus (Ulrich, 1998). Oleh karena itu , sumber daya manusia merupakan aset pokok dalam suatu organisasi yang memiliki peran dalam menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan

Sumber daya manusia (SDM) berpotensi menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan bagi suatu organisasi apabila memenuhi kriteria bernilai, langka, sulit ditiru dan tidak dapat diganti (Wright, McMahan dan McWilliams, 1993). Jika memenuhi kriteria tersebut, SDM menjadi bagian integral dan sangat diperlukan dalam organisasi (Kazlauskaite dan Buciuniene, 2008).

Peran SDM sebagai bagian integral dari organisasi juga berlaku di organisasi Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai lembaga pemegang puncak kekuasaan kehakiman serta peradilan negara tertinggi. Mahkamah Agung mempunyai posisi dan peran strategis di bidang kekuasaan kehakiman karena tidak hanya membawahi empat lingkungan peradilan tetapi juga manajemen di bidang administratif, personil dan finansial, serta sarana dan prasarana.

(2)

Kebijakan satu atap memberikan tanggungjawab dan tantangan karena Mahkamah Agung, Pengadilan Tingkat Banding sampai Pengadilan Tingkat Pertama dituntut untuk menunjukkan kemampuannya mewujudkan organisasi sebagai lembaga yang profesional, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Dengan meningkatnya reformasi di lembaga peradilan, hal tersebut akan berdampak pada semakin besarnya tuntutan transparansi dan informasi publik. Adanya pembaruan yang berkelanjutan dapat meningkatkan citra peradilan di mata masyarakat, badan legislatif maupun eksekutif di Indonesia.

Dalam Cetak Biru (Blue Print) Pembaruan Peradilan 2010-2035, terdapat enam fungsi pelaksanaan fungsi pendukung, yaitu: Manajemen Sumber Daya Manusia, Manajemen Sumber Daya Keuangan, Manajemen Sarana dan Prasarana, Manajemen Teknologi dan Informasi (TI), Transparansi Peradilan dan Fungsi Pengawasan.

Komitmen organisasional menjadi penting bagi sumber daya manusia selain kemampuan dan keahlian agar organisasi dapat bekerja optimal. Komitmen menjadi salah satu faktor utama penyokong kinerja individu ketika menghadapi tugas kerja beserta hambatan-hambatannya dengan berbagai tingkat kesulitan. Komitmen pada organisasi mencerminkan bagaimana seorang individu mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan terikat dengan tujuan-tujuannya. Organisasi dituntut untuk dapat meningkatkan kepuasan kerja dengan tujuan untuk mendapatkan tingkat komitmen organisasional yang lebih tinggi, dan pada gilirannya dapat mempermudah terwujudnya produktivitas yang tinggi pula (Mowday, 1999).

(3)

Komitmen organisasional dipandang sebagai keinginan yang kuat untuk tetap bertahan sebagai anggota organisasi, berusaha mempertahankan nama organisasi dan keyakinan serta penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Komitmen organisasional masih dipandang penting dan relevan di dunia kerja karena komitmen organisasional memiliki pengaruh yang sangat berarti pada sikap dan perilaku karyawan di tempat kerja (Dockel, 2003 dan Mowday, 1999)

Meyer dan Allen (1997) merumuskan suatu definisi mengenai komitmen organisasional sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut anggota yang memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi.

Komitmen merupakan dasar dari suatu kelekatan psikologis yang dimiliki seorang individu pada organisasinya. Akan tetapi tidak jarang perusahaan maupun pegawai belum memahami arti komitmen secara sungguh-sungguh. Padahal pemahaman tersebut sangatlah penting agar tercipta kondisi kerja yang kondusif sehingga perusahaan dapat berjalan secara efisien dan efektif (Staw, 1991). Seringkali perusahaan menuntut adanya komitmen pada karyawan, yang mengarah pada tuduhan ketika terlihat kinerja seseorang menurun, perusahaan menganggap karyawan tersebut berkomitmen rendah. Permasalahan yang muncul pada perusahaan yang karyawan mempunyai komitmen yang rendah dapat

(4)

membawa dampak negatif pada perusahaan seperti menurunnya produktivitas, kualitas kerja, kepuasan, tidak mengindahkan peraturan, absensi maupun turnover karyawan. Sebaliknya adanya komitmen organisasi yang tinggi akan memberikan pengaruh positif, yaitu menimbulkan kepuasan kerja, semangat kerja, prestasi kerja yang baik dan keinginan untuk tetap bekerja di perusahaan.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara pada pasal 3 juga memasukkan komitmen sebagai salah satu prinsip Aparatur Sipil Negara disamping nilai dasar, kode etik dan kode perilaku, integritas moral dan tanggungjawab pada pelayanan publik, kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas, kualifikasi akademik, jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan profesionalitas jabatan.

Di dalam dunia kerja, dapat ditemui banyak karyawan dengan beragam kepribadian. Tipe-tipe kepribadian tersebut memiliki karakteristik yang unik dan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Kepribadian sangat berpengaruh terhadap perilaku individu, khususnya dalam dunia kerja dan kehidupan sehari-hari. Kepribadian juga merupakan salah satu cara dimana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu yang lain. Kepribadian terbukti berguna untuk memahami, menjelaskan dan memprediksi sikap kerja yang penting (misal: kepuasan kerja) dan perilaku organisasi (misal: kepemimpinan dan efektivitas, motivasi dan usaha) (Ones, Dilchert, Viswesvaran dan Judge, 2007).

Model the Four Layers of Diversity yang dikemukakan oleh Gardenswarts dan Rowe (1998) menjadikan kepribadian berada ditengah-tengah roda perbedaan sebagai tahapan perbedaan yang menunjukkan bahwa setiap

(5)

individu memiliki kepribadian unik. Kepribadian yang berbeda-beda dari masing individu berpengaruh terhadap kontribusi yang diberikan oleh masing-masing individu terhadap organisasi. Berdasarkan hal tersebut maka karakteristik kepribadian menjadi penting dalam proses seleksi pegawai (Ones, Dilchert, Viswesvaran dan Judge, 2007).

John dan Srivastava (1999) mengemukakan suatu konsesus tentang taksonomi umum ciri-ciri kepribadian, yaitu lima besar dimensi kepribadian (the

“Big-Five” personality dimensions). Pemilihan nama “Big Five” ini bukan

berarti kepribadian itu hanya ada lima melainkan pengelompokan dari ribuan ciri ke dalam lima himpunan besar yang disebut dimensi kepribadian. Istilah the

Big-Five diciptakan Goldberg pada tahun 1981 untuk menegaskan tingkat abstraksi

yang tinggi dari lima dimensi kepribadian: (1) Extraversion, ditandai oleh adanya semangat dan keantusiasan. (2) Agreeableness, memiliki ciri ketulusan dalam berbagi, kehalusan perasaan, fokus pada hal-hal positif pada orang lain. (3)

Conscientiousness, yaitu sungguh-sungguh dalam melaksanakan tugas,

bertanggung jawab, dapat diandalkan, dan menyukai keteraturan dan kedisiplinan. (4) Neuroticism, merupakan lawan dari emotional stability. Sifat ini identik dengan emosi negatif seperti rasa khawatir, tegang, dan takut. (5) Openness to

experience, dimensi ini erat kaitannya dengan keterbukaan wawasan dan

orisinalitas ide.

Ada beberapa hal yang mendorong terciptanya komitmen organisasi, di antaranya: kepuasan kerja, lingkungan kerja, budaya organisasi, sikap atasan dan bawahan, hubungan dengan rekan kerja dan kohesivitas kelompok. Pada

(6)

penelitian ini difokuskan pada faktor kohesivitas kelompok. Mossholder, Bedeian dan Armenakis (Gibson et al., 2003) melaporkan adanya hubungan antara tingkat kohesivitas kelompok dengan komitmen organisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kohesivitas kelompok berpengaruh positif terhadap komitmen karyawan terhadap organisasi yang digambarkan dengan menurunnya tekanan kerja dan kecenderungan meninggalkan pekerjaan serta meningkatnya prestasi kerja. Kelompok yang kohesivitasnya tinggi, diyakini mempunyai komitmen yang tinggi pula untuk mempertahankan kelompok tersebut. Komitmen pada kelompok yang kecil ini pada akhirnya akan berkembang menjadi komitmen yang lebih luas yaitu komitmen terhadap organisasi, tergantung seberapa jauh kesamaan kelompok dengan organisasi.

Robbins (2008) menyatakan bahwa semakin kohesif suatu kelompok, para anggota semakin mengarah ke tujuan. Selanjutnya tingkat kohesivitas akan memiliki pengaruh terhadap komitmen terhadap organisasi tergantung dari seberapa jauh kesamaan tujuan kelompok dengan organisasi. Pada kelompok dengan kohesivitas yang tinggi yang disertai dengan adanya penyesuaian yang tinggi dengan tujuan organisasi maka kelompok tersebut akan berorientasi pada hasil ke arah pencapaian tujuan.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh United Nations Office on Drugs

and Crime (2006) menyimpulkan bahwa kualitas personel lembaga kehakiman

tidak dipengaruhi oleh jumlah aparat peradilan. Mutu putusan para hakim berbanding lurus dengan profesionalitas para hakim. Keputusan bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik

(7)

Indonesia Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009 juncto Nomor 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim disebutkan prinsip-prinsip dasar kode etik dan perilaku hakim yang diimplementasikan dalam sepuluh aturan perilaku sebagai berikut: berperilaku adil, berperilaku jujur, berperilaku arif dan bijaksana, bersikap mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, berperilaku rendah hati, bersikap professional.

Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 008-A/SEK/SK/I/2012 tentang Aturan Perilaku Pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia disebutkan bahwa nilai dasar aturan perilaku pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia adalah: transparansi, akuntabilitas, mandiri, memiliki integritas, tertib, cermat, bertanggung jawab, bersikap profesionalisme dan religiusitas.

Pengadilan Negeri Sidoarjo memiliki visi mewujudkan supremasi hukum melalui kekuasaan kehakiman yang mandiri, efektif, efisien serta mendapat kepercayaan publik, professional dalam memberikan pelayanan hukum yang berkualitas, keterbukaan, etis, terjangkau dan biaya yang rendah bagi masyarakat serta mampu menjawab pelayanan publik. Dalam rangka mewujudkan visi tersebut diperlukan SDM yang berkualitas agar tingkat komitmen Pegawai Negeri Sipil terhadap organisasi dapat terjaga sebagai wujud memberikan pelayanan terbaik di bidang peradilan kepada masyarakat pencari keadilan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Dian Joelistiawati, S.H., M.H., selaku Kepala Sub Bagian Kepegawaian Pengadilan Negeri Sidoarjo pada 13 Mei 2015 diketahui bahwa tingkat komitmen Pegawai Negeri Sipil Pengadilan Negeri

(8)

Sidoarjo terhadap organisasi masih rendah. Hal tersebut dibuktikan dengan dikeluarkannya surat keputusan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada dua Pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Negeri Sidoarjo pada tahun 2006 dan 2009.

Data Sub Bagian Kepegawaian Pengadilan Negeri Sidoarjo menunjukkan sampai dengan tahun 2015 terdapat dua Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan tidak dengan hormat karena melakukan pelanggaran disiplin kerja yaitu PNS berinisial SM pada tahun 2006 dan EL pada tahun 2009. Tiga orang pegawai mengundurkan diri dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil, yaitu pegawai berinisial LN pada tahun 2005, pegawai berinisial SP pada tahun 2010 dan pegawai berinisial BT pada tahun 2015. Sedangkan data kehadiran pegawai pada bulan April 2015 menunjukkan terdapat 17 orang yang tidak hadir dengan keterangan, dua pegawai tidak hadir tanpa keterangan, 37 kejadian datang terlambat, 51 kejadian pulang lebih cepat, 20 kejadian ijin karena sakit, 14 pegawai tidak menghadiri apel hari Senin dan hari Jum’at, serta empat pegawai tidak hadir dalam rapat dinas rutin.

Berdasarkan data dari Kepaniteraan Perdata Pengadilan Negeri Sidoarjo, sampai dengan bulan Juli tahun 2015 masih terdapat 18 perkara perdata yang belum diputus dan belum diminutasi dari 118 perkara perdata gugatan yang diajukan di Pengadilan Negeri Sidoarjo. Tunggakan perkara tersebut menyalahi standar operasional prosedur (SOP) dan hukum acara perdata yang mana batas waktu penyelesaian perkara perdata adalah tidak lebih dari lima bulan sejak

(9)

mediasi. Fenomena tersebut mencerminkan sikap profesionalisme beberapa pegawai negeri sipil pada Pengadilan Negeri Sidoarjo masih rendah.

Selain itu permasalahan lain yang dihadapi oleh Pengadilan Negeri Sidoarjo adalah tingginya tingkat konflik antar individu dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari. Hal ini berdasarkan laporan yang diterima Bapak Budi Susilo, S.H., M.H., selaku Ketua Pengadilan Negeri Sidoarjo. Informasi yang didapat dari hasil wawancara dengan beliau terdapat sekitar satu sampai dua konflik setiap bulannya yang terjadi diantara pegawai negeri sipil. Hal ini disebabkan kerana masing-masing pegawai negeri sipil memiliki kepribadian yang berbeda-beda dan rendahnya kekompakan diantara pegawai dalam menjalankan pekerjaannya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Toetoeng Tri Harnoko H.S., S.H., M.H., selaku Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri Sidoarjo, bahwa kekompakan diantara pegawai negeri sipil di Pengadilan Negeri Sidoarjo hanya terbatas pada kelompok kecil yaitu sebatas satu sub bagian, kepaniteraan atau dalam satu majelis persidangan. Seringkali terjadi pertikaian antar personil lintas bagian dalam menjalankan tugas dan kewajiban mereka sehari-hari. Selain itu, karyawan dan panitera pengganti yang dimutasi atau mendapatkan sering merasa cemas dan khawatir apabila mereka dipromosikan ke tempat yang baru karena pertimbangan biaya hidup dan jauh dari keluarga, khawatir terhadap beban kerja dan lingkungan pekerjaan yang baru di tempat baru.

Pola assessment test yang dilakukan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia terhadap calon pegawai negeri sipil dan calon hakim belum

(10)

menggunakan lima besar dimensi kepribadian tersebut. Tes potensi akademik dan tes psikologi yang dilakukan lebih menekankan pada faktor intelektual dan integritas calon pegawai negeri sipil dan calon hakim. Begitu juga dengan pola promosi yang mengabaikan dimensi kepribadian masing-masing pegawai negeri sipil yang akan dipromosikan ke jabatan baru.

Dalam menghadapi kondisi tersebut, maka organisasi perlu mempertimbangkan aset sumber daya manusia yang dimiliki dan mengelola dengan baik agar pegawai yang ada berdedikasi penuh terhadap organisasi. Salah satu upayanya adalah dengan mengenal dan memahami karakter individu pegawai dan meningkatkan kekompakan dalam kelompok agar kepuasan pegawai tercapai dan mampu memberikan performa kerja terbaik sebagai wujud dedikasi dan komitmen mereka terhadap organisasi.

1.2. Rumusan Masalah

Melalui penjelasan latar belakang penelitian di atas menunjukkan bahwa sumber daya manusia memainkan peran yang besar dalam perkembangan suatu organisasi. Keterbatasan sumber daya manusia yang memiliki integritas tinggi pada Mahkamah Agung Republik Indonesia menjadi penting bagi Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk memperhatikan komitmen organisasional Pegawai Negeri Sipil dalam jajaran empat lingkungan peradilan di bawahnya. Komitmen organisasional dalam suatu organisasi menjadi penting karena terkait dengan kinerja, produktivitas dan kesediaan pegawai untuk bertahan dalam suatu

(11)

organisasi tempat bekerjanya. Dengan kata lain efektifitas organisasi dapat dicapai dengan keberadaan pegawai yang berkomitmen terhadap organisasi.

Organisasi perlu mengenal karakter kepribadian karyawan agar upaya membuat karyawan lebih stabil dan produktif dapat berjalan optimal. Adanya pengaruh sifat kepribadian terhadap komitmen organisasi juga sesuai dengan pernyataan Caldwell dan O’Reily (1990) bahwa semakin sesuai sifat kepribadian seseorang dengan tuntutan pekerjaan (the person-job fit) maka semakin baik unjuk kerja dan sikap yang berhubungan dengan pekerjaannya. Sedangkan studi Seniati (2006) terhadap sejumlah dosen pada Universitas Indonesia menemukan bahwa model hubungan teoritik yang terdiri dari masa kerja, sifat kepribadian, kepuasan kerja dan iklim psikologis sesuai (fit) untuk menjelaskan komitmen dosen pada universitas, yang mana mana masa kerja dan sifat kepribadian memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap komitmen dosen pada universitas dibandingkan kepuasan kerja. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sifat kepribadian adalah suatu yang melekat pada diri dosen dan sulit diubah.

Komitmen organisasi karyawan juga berkaitan erat dengan situasi lingkungan dalam pekerjaan. Kelompok informal merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu organisasi formal, seperti perusahaan maupun instansi pemerintahan. Kelompok informal ini mampu memberikan pengaruh kepada anggotanya, termasuk mempengaruhi komitmen organisasi anggotanya. Pengaruh yang diberikan akan semakin besar seiring dengan semakin kompaknya anggota dalam kelompok itu.

(12)

Keputusan bersama Ketua Mahkamah Agung R.I. dan Ketua Komisi Yudisial R.I. Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009 Jo. Nomor: 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim disebutkan prinsip-prinsip dasar kode etik dan perilaku hakim yang diimplementasikan dalam sepuluh aturan perilaku sebagai berikut: berperilaku adil; berperilaku jujur, berperilaku arif dan bijaksana, bersikap mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, berperilaku rendah hati, bersikap profesional. Demikian juga berdasarkan Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung R.I. Nomor: 008-A/SEK/SK/I/2012 tentang Aturan Perilaku Pegawai Mahkamah Agung R.I. yang menyebutkan pula bahwa nilai dasar aturan perilaku pegawai Mahkamah Agung R.I. adalah: transparansi, akuntabilitas, mandiri, memiliki integritas, bersikap profesionalisme dan religiusitas. Di sisi sebaliknya, tingkat kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil pada Pengadilan Negeri Sidoarjo masih rendah, hal ini didukung dengan data beberapa pegawai negeri sipil yang diberhentikan tidak dengan hormat pada tahun 2006 dan 2009, dan tiga orang pegawai negeri sipil yang mengundurkan diri dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil pada tahun 2005, 2010 dan 2015. Begitu juga dengan tingkat kehadiran pada bulan April 2015 yang menyajikan data masih tingginya tingkat absensi maupun perilaku ketidakdisiplinan sebagai bentuk rendahnya komitmen mereka terhadap organisasi.

Barrick dan Mount (1991) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kepribadian dapat memprediksi kinerja dengan baik di pekerjaan yang tingkat otonominya tinggi. Dari hasil penelitian meta analisis Barrick dan Mount (1991)

(13)

ditemukan hanya sifat kepribadian conscientiousness yang menunjukkan hubungan positif yang konsisten terhadap kinerja. Individu yang memiliki trait

conscientiousness yang tinggi merupakan seseorang yang mempunyai tujuan,

bertanggung jawab, tangguh dan berorientasi pada pencapaian prestasi (De Raad, 2000). Sifat kepribadian conscientiousness ini senada dengan kode etik dan perilaku hakim dan pegawai Mahkamah Agung R.I.

Sifat kepribadian neuroticism merupakan dimensi yang menggambarkan seseorang dalam menghadapi stress dan cenderung ke arah klinis. Individu dengan neuroticism negatif dicirikan sebagai seseorang yang mudah gugup, depresi dan merasa tidak aman. Dalam menghadapi masalah, terkadang terlihat karakteristik maladaptif dan rasa tidak berdaya yang membuat seseorang individu tidak berfungsi secara efektif (De Raad, 2000). Perilaku sebagian pegawai yang datang terlambat, pulang lebih cepat, tidak menghadiri apel pagi dan sore, tidak menghadiri rapat dinas bulanan dan tidak masuk kerja tanpa keterangan merupakan sebagian karakteristik kepribadian neuroticism.

Robbins (2008) menyatakan bahwa semakin kohesif suatu kelompok, para anggota semakin mengarah ke tujuan. Selanjutnya tingkat kohesivitas akan memiliki pengaruh terhadap komitmen terhadap organisasi. Pada kelompok dengan kohesivitas yang tinggi yang disertai dengan adanya penyesuaian yang tinggi dengan tujuan organisasi maka kelompok tersebut akan berorientasi pada hasil ke arah pencapaian tujuan. Berdasarkan data yang diperoleh melalui wawancara dengan Bapak Budi Susilo, S.H., M.H., selaku Ketua Pengadilan Negeri Sidoarjo didapatkan data bahwa konflik diantara pegawai masih sering

(14)

terjadi. Hal ini dikarenakan kekompakan diantara Pegawai Negeri Sipil pada Pengadilan Negeri Sidoarjo dalam menjalankan pekerjaannya masih rendah. Kekompakan tersebut dijelaskan sebagai kohesivitas kelompok dalam penelitian ini.

Merujuk pada penjelasan sebelumnya, penelitian ini mencoba untuk melihat pengaruh sifat kepribadian conscientiousness dan sifat kepribadian

neuroticism serta persepsian kohesivitas kelompok terhadap tingkat komitmen

kontinuan organisasional pada Pengadilan Negeri Sidoarjo sebagai badan peradilan tingkat pertama di bawah Mahkamah Agung Republik Indonesia.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, maka pertanyaan penelitian yang penulis ajukan adalah:

a) Apakah sifat kepribadian conscientiousness memiliki pengaruh positif terhadap komitmen kontinuan organisasional?

b) Apakah sifat kepribadian neuroticism memiliki pengaruh positif terhadap komitmen kontinuan organisasional?

c) Apakah persepsian kohesivitas kelompok memiliki pengaruh positif terhadap komitmen kontinuan organisasional?

(15)

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

a) Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif sifat kepribadian

conscientiousness terhadap komitmen kontinuan organisasional Pegawai Negeri Sipil pada Pengadilan Negeri Sidoarjo.

b) Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif sifat kepribadian

neuroticism terhadap komitmen kontinuan organisasional Pegawai Negeri Sipil pada Pengadilan Negeri Sidoarjo.

c) Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif persepsian kohesivitas kelompok pada komitmen kontinuan organisasional Pegawai Negeri Sipil pada Pengadilan Negeri Sidoarjo.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan kontribusi terhadap pihak-pihak berikut:

1.5.1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi bukti empiris terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya bagi manajemen sumber daya manusia terkait hubungan antara sifat kepribadian conscientiousness dan sifat kepribadian neuroticism serta persepsian kohesivitas kelompok terhadap komitmen kontinuan organisasional. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi peneliti-peneliti untuk pengembangan penelitian berikutnya.

(16)

1.5.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan memberi sumbangsih terhadap perusahaan atau organisasi untuk bidang manajemen sumber daya manusia khususnya yang terkait dengan tingkat komitmen organisasional terhadap perusahaan atau organisasi. Selain itu penelitian ini juga diharapkan memberi masukan terhadap manajemen perusahaan atau organisasi dalam upaya meningkatkan persepsian kohesivitas kelompok dengan mengetahui dan mengenal lebih dalam karakteristik individu pegawai agar pegawai dapat memberikan performa kerja terbaiknya demi kelangsungan perusahaan atau organisasi kedepannya.

1.6. Sistematika Penulisan

Pokok pembahasan dalam penelitian ini akan dibagi menjadi beberapa bab dan sub bab pembahasan yang keseluruhannya membentuk alur penelitian. Berikut sistematika penulisan penelitian:

a) BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dibahas tentang latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. b) BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dibahas tentang beberapa teori yang digunakan untuk menganalisis masalah pada organisasi yang menjadi obyek penelitian. Adapun sumber teori diperoleh dari literatur seperti jurnal, artikel, buku dan penelitian yang terkait.

(17)

c) BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini dibahas tentang identifikasi variabel-variabel penelitian, data yang digunakan, sampel penelitian, metode pengambilan sampel, metode pengambilan data.

d) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini dibahas tentang analisis kuantitatif berdasar data-data yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner pada Pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Negeri Sidoarjo. Hasil yang diperoleh lalu dianalisis terkait hubungan variabel-variabel dalam penelitian ini.

e) BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab penutup yang berisi simpulan, batasan penelitian dan saran atas permasalahan dari hasil analisis pada bab sebelumnya.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Perbandingan

Metode ini sangat berguna jika kita tidak mengetahui nilai aktual minimum dan maksimum dari data.. Normalization method

Setelah desain bentuk beauty case dipilih 2 desain, kemudian perancang fokus untuk menentukan ukuran pada desain yang telah dipilih pada tahap sebelumnya. Ukuran pada

Pola penguasaan tanah orang jawa cenderung berada diantara dua kutub yang berlawanan yaitu antara pemilikan komunal yang kuat atau hak ulayat dan pemilikan

Hasil pembuktian hipotesis ke-2 (dua) menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi yang diajar dengan menggunakan

Sedangkan beberapa fakta analisis hasil UKK Matematika siswa kelas VIII D, terkait tabel 4 di atas adalah sebagai berikut: (1) untuk tingkat kesukaran dengan kategori mudah,

Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang penulis lakukan sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana di Instutut Pertanian Bogor, berjudul “Aplikasi Gel Lidah Buaya (Aloe

Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga (Jakarta: Bineka Cipta, 2004), hlm 11.. Citra diri atau merasa diri, maksudnya sama saja. Ketika