• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 KAJIAN TEORI, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. 1. Pengertian Supply Chain Management. chain management antara lain sebagai berikut:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 KAJIAN TEORI, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. 1. Pengertian Supply Chain Management. chain management antara lain sebagai berikut:"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB 2

KAJIAN TEORI, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

A. Supply Chain Management

1. Pengertian Supply Chain Management

Istilah SCM di dalam dunia bisnis sering diidentikkan dengan istilah logistik dan operation management. Pada istilah ini menyangkut beberapa proses sourcing, making, maupun delivering. Pada umumnya, upaya yang ada lebih mengedepankan pada peningkatkan kinerja pada proses tersebut. Beberapa pendapat yang menyatakan definisi supply chain management antara lain sebagai berikut:

1. Menurut Nahmias, sebuah supply chain adalah seluruh jaringan terkait pada aktivitas dari sebuah firma yang mengaitkan pemasok, pabrik, gudang, toko, dan pelanggan. (Nahmias 2005)

2. Menurut Heizer dan Render, definisi SCM adalah pengintegrasian aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi, dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan. (Heizer dan Render 2005)

3. Menurut Said, SCM adalah pengelolaan informasi, barang dan jasa mulai dari pemasok paling awal sampai ke konsumen paling akhir dengan menggunakan pendekatan sistem yang terintegrasi dengan tujuan yang sama. (Said 2006)

(2)

4. Semua sumber dan aktivitas yang saling berhubungan yang dibutuhkan untuk membuat dan mengantarkan barang dan jasa kepada konsumen. Supply chain terentang dari titik dimana sumber alam diambil dari bumi sampai kembali ke bumi (from dirt to dirt). (Vanany, 2009)

5. Kumpulan pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasi pemasok, manufaktur, warehouse, dan stroge sehingga barang produksi dan didistribusikan dalam jumlah yang tepat, ke lokasi yang tepat, pada waktu yang tepat untuk meminimasikan biaya sistem dan memuaskan permintaan custumer. (Vanany, 2009)

6. Suatu proses terintegrasi dimana sejumlah entiti bekerja sama untuk mendapatkan bahan baku, mengubah bahan baku menjadi produk jadi dan mengirimkannya ke retailer dan konsumen. Entiti terdiri dari pihak manufaktur, pemasok, transporter, retailer dan konsumen.( Vanany,2009)

7. Suatu jaringan organisasi yang menyangkut hubungan antara upstreams dan downstreams dalam proses dan kegiatan yang berbeda yang menghasilkan nilai yang terwujud dalam barang dan jasa di tangan ultimate user (Vanany, 2009)

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat ditarik suatu pengertian tentang SCM yaitu suatu kesatuan proses aktivitas produksi dari bahan baku diperoleh dari pemasok, proses penambahan nilai (produksi) yang merubah bahan baku menjadi barang jadi, proses

(3)

penyimpanan persediaan barang (inventory) sampai dengan proses pengiriman (delivery) barang jadi tersebut ke retailer dan konsumen. Semua kesatuan tersebut diupayakan dalam rangka meningkatkan kepuasaan konsumen. Pada Gambar 2.1 diperlihatkan contoh aliran supply chain dari pemasok sampai ke konsumen.

Gambar 2.1 Aliran SCM (Sumber: Vanany,2009)

2. Sistem Pengukuran Kinerja Supply Chain

Pengukuran kinerja supply chain tidak hanya berkaitan dengan satu departemen atau satu fungsional saja, akan tetapi harus mengintegrasikan seluruh area yang relavan yaitu melibatkan R&D, production, marketing, logistic dan customer service. Pengukuran kinerja yang selama ini berkembang di perusahaan, masih bersifat functional-based. Dengan munculnya konsep supply chain, pengukuran kinerja proses secara keseluruhan seperti perfect order fulfiilment, new product development dan total cyle time.

3. Perkembangan Sistem Pengukuran Kinerja Supply Chain

Ide dari pengukuran kinerja ini diawali dari pengukuran operasi manufaktur yang dilakukan oleh F.W. Taylor, (father of scientific

(4)

methods) pada awal abad ke- 20. Beliau melakukan penelitian mengenai studi gerak dan waktu. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang ada dan kemudian dianalisa untuk membuat standar kerja dari pekerja yang ada serta membuat kriteria yang objektif untuk mengukur dan menetapkan kinerja dan efisiensi pekerja tersebut. Lama-kelamaan pandangan pengukuran kinerja semakin berkembang. Penelitian mengenai pengukuran kinerja tidak lagi difokuskan pada penelitian kinerja individual melainkan mengarah pada pengukuran kinerja bisnis perusahaan. Pada awal tahun 1920 mulailah muncul dan berkembang sistem pengukuran secara tradisional yang masih berfokus pada satu indikator saja yaitu finansial. Pengukuran kinerja sebaiknya memiliki orientasi jangka panjang dibandingkan dengan jangka pendek. Ukuran finansial menunjukkan dampak kebijakkan dan prosedur perusahaan pada posisi keuangan perusahaan jangka pendek, hal ini merupakan salah satu kekurangan sistem pengukuran kinerja secara tradisional.

Seiring dengan perubahaan yang terjadi di lingkungan dunia usaha, mulai berkembang pengukuran kinerja yang berfokus pada pengukuran non finansial. Menurut Maskell (2009), untuk pengukuran non finansial. Beberapa keuntungan sistem pengukuran non finansial antara lain adalah pengukura tersebut lebih sesuai dengan kondisi saat ini dibandingkan dengan pengukuran finansial, lebih mudah diukur dan presisi, lebih bermanfaat bagi pekerja untuk melakukan perbaikan berkesinambungan,

(5)

konsisten dengan tujuan dan strategi perusahaan dan sangat fleksibel. Faktor-faktor yang bersifat non finansial lebih berorientasi jangka panjang dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi kinerja perusahaan, misalnya indikator yang berkaitan dengan kualitas produk yang dapat meningkatkan penjualan dan kepuasan konsumen dalam jangka panjang. Seiring dengan berkembangnya industri di abad ke 21, SCM telah menjadi fokus utama dari setiap organisasi bahkan beberapa penelitian terkini menyatakan bahwa supply chain management merupakan praktis untuk meningkatkan kinerja world class company.

Sesuai dengan perkembangan sistem pengukuran kinerja supply chain, Chibba dan Horte (2005) menyebutkan pada Gambar 2.2 diperlihatkan empat tipe pengukuran kinerja SCM.

1. Functional Measures

Pengukuran secara terpisah dari masing-masing fungsi yang ada dalam supply chain, seperti pengukuran pengiriman saja (delivery) atau produksi saja.

2. Internal Integrated Measures

Pengukuran kinerja terhadap semua fungsi yang ada dalam supply chain dalam satu perusahaan.

3. One side Integrated Measures

Mendefinisikan kinerja dalam batasan antar organisasi atau antar perusahaan dan mengukur kinerja antar perusahaan dalam perspektif supplier atau customer.

(6)

4. Total Chain Measures

Pengukuran kinerja supply chain secara lengkap yang mencakup antar perusahaan, termasuk hubungan dari pemasok sampai ke konsumen.

Type1 Type2 Type3 Type4

4. Tujuan Pengukuran Kinerja Supply Chain

Perusahaan perlu menggunakan sejumlah pengukuran kinerja untuk menentukan tujuan dan kinerja diharapkan. Perusahaan harus mengembangkan indikator kinerja yang sesuai untuk menginterprestasikan dan mendeskripsikan secara kuantitatif kriteria yang digunakan mengukur efektivitas dari sistem tersebut (Vanany, 2009).

Dengan melakukan pengukuran kinerja supply chain, perusahaan dapat mengontrol kinerja perusahaan secara langsung maupun tidak langsung dan perusahaan dapat mengetahui tingkat kinerja perusahaan saat ini, apakah tujuan yang ditetapkan tercapai atau tidak. Hasil pengukuran kinerja dijadikan sebagai landasan bagi perusahaan untuk meningkatkan kinerja melalui perbaikan yang berkesinambungan.

Gambar 2.2 Empat Tipe Pengukuran Kinerja Supply Chain Supplier

Custom

Plan Source Mak Deliver Specific

Customer need

(7)

ful-B. Produksi

1. Pengertian Produksi

Produksi adalah kegiatan perusahaan untuk menghasilkan barang atau jasa dari bahan bahan atau sumber-sumber faktor produksi untuk dijual lagi. Tanggung jawab bagian produksi adalah memutuskan keputusan keputusan penting untuk mengubah sumber-sumber ekonomi menjadi hasil yang dapat dijual.

Agar supaya keputusan terutama operasi di dalam perusahaan bermanfaat dengan baik, efisen dan efektif, maka perlu menggunakan pola pengambilan keputusan yang baik pula.Salaa satu macam Pola pengambilan keputusan sebagai berikut :

Gambar 2.3

Pola Pengambilan Keputusan Produksi Identifikasi Masalah Penemuan Model Pengumpulan Data Analisa Data Rangking Alternatif Keputusan

(8)

Berikut contoh keputusan manajemen produksi :

Tabel 2.1

Contoh Keputusan Manajemen Produksi 2. Efesiensi

Pengertian efisiensi menurut Mardiasmo (2011) adalah sebagai berikut :

“Efisiensi merupakan output tertentu yang merupakan hasil proses produksi atau hasil kerja tertentu yang dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendah rendahnya”

Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa tingkat efisiensi dicapai dengan penggunaan sumberdaya seminimum mungkin untuk menghasilkan output yang optimum.

Pada dasarnya efisiensi produk lebih menitikberatkan pada kemampuan organisasi dalam menggunakan sumber sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang diharapkan.Efisiensi produk dapat dilihat dari dua sisi yaitu kemampuan organisasi untuk mencapai hasil

(9)

tertentu yang diharapkan dengan menggunakan sumber daya yang seminimal mungkin atau kemampuan organisasi untuk menggunakan sejumlah sumber daya tertentu untuk mencapai hasil yang maksimal. 3. Efektfitas

Efektifitas merupakan salah satu kunci keberhasilan sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya. Setiap kegiatan dalam organisasi yang dilakukan secara efektif akan membawa hasil yang baik dan memuaskan.Mengingat akan pentingnya efektivitas tersebut maka setiap organisasi senantiasa dituntut agar dapat mengukur tingkat efektivitas dari setiap kegiatan yang dilaksanakan, hal ini dilakukan agar setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam organisasi tersebut dapat membawa hasil yang baik serta sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

C. Value Based Management

1. Pengertian Manajemen Berbasis Nilai (Value Based Management) Value based management atau manajemen berbasis nilai memiliki beberapa arti, diantaranya:

“Value Based Management is an approach that ensures corporations are run consistently on value.”(Young & O’Byrne, 2001)

Manajemen berbasis nilai adalah sebuah pendekatan yang memastikan perusahaan tetap berjalan sesuai dengan nilai, yang telah ditentukan sebelumnya.

(10)

“Values-based management is an approach to managing in which managers establish, promote, and practice an organization's shared values. An organization's values reflect what it stands for and what it believes in.”(Robbins & Coulter, 2010)

Manajemen berbasis nilai merupakan sebuah pendekatan untuk mengelola apa yang dibangun, dipromosikan, dan dipraktekkan oleh para manajer yang terkait dengan nilai organisasi bersama. Sebuah nilai organisasi mencerminkan apa yang dituju dan apa yang dipercaya, dalam hal ini adalah apa yang menjadi tujuan dan kepercayaan sebuah organisasi.

2. Tiga unsur dari Manajemen Berbasis Nilai (Value Based Management)

a. Menciptakan Nilai.

Bagaimana perusahaan dapat meningkatkan atau menghasilkan nilai masa depan maksimal. Lebih atau kurang sama dengan strategi. b. Mengelola untuk Nilai.

Pemerintahan, perubahan manajemen, budaya organisasi, komunikasi, kepemimpinan.

c. Mengukur Nilai.

Terkait dengan sebuah penilaian

Manajemen Berbasis Nilai tergantung pada tujuan perusahaan dan nilai-nilai perusahaan. Tujuan perusahaan dapat menjadi ekonomi (Nilai Pemegang Saham) atau bisa juga bertujuan konstituen lain secara langsung (Nilai Pemangku Kepentingan).

(11)

3. Tujuan penerapan Manajemen Berbasis Nilai (Value Based Management)

Sebuah nilai organisasi bersama membentuk budaya organisasi dan mempengaruhi cara organisasi beroperasi, kehidupan perusahaan dan mempraktikan nilainya, serta mencapai tujuan bersama melalui berbagi informasi dan keterlibatan tim dalam perencanaan dan pelaksanaan perubahan. Informasi harus dibagi pada seluruh organisasi agar karyawan didorong untuk terjadinya perbaikan secara terus menerus. Untuk setiap perusahaan yang percaya pada nilai dan praktik berbasis manajemen, bersama nilai perusahaan melayani berbagai tujuan.

Setiap Manajemen berbasis nilai memiliki beberapa tujuan, yaitu: a. Nilai Organisasi Bersama

Gambar 1. Bagan Tujuan Nilai Organisasi bersama

Nilai yang ada di dalam suatu organisasi dibagi minimal menjadi empat tujuan utama. Berikut adalah penjelasannya:

1) Tujuan yang pertama dari nilai bersama adalah bahwa mereka bertindak sebagai tonggak penunjuk untuk keputusan manajerial dan tindakan.

(12)

2) Tujuan lain dari nilai bersama adalah dampak mereka pada perilaku karyawan dalam membentuk dan mengomunikasikan apa yang menjadi harapan organisasi terhadap anggotanya. 3) Pengaruh pemasaran usaha.

4) Nilai bersama adalah cara untuk membangun semangat tim dalam organisasi.

Ketika karyawan menerima nilai perusahaan menyatakan, mereka mengembangkan komitmen yang lebih pribadi untuk pekerjaan mereka dan merasa wajib untuk mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka. Karena nilai bersama mempengaruhi jalan kerja yang dilakukan, sehingga karyawan menjadi lebih antusias bekerja bersama sebagai sebuah tim untuk mendukung nilai perusahaan.

4. Mengembangkan Nilai Bersama

Seperti setiap perusahaan yang menggunakan manajemen berbasis nilai akan memberikan pengetahuan bahwa tidak mudah untuk mendirikan nilai sebuah perusahaan. Tetapi komitmen karyawan untuk mengembangkan bersama nilia perusahaan tidak berhenti di situ. Mereka menyadari bahwa mereka benar-benar menggunakan nilai untuk membantu menentukan dan mengembangkan nilai tersebut. Mereka menyadari bahwa nilai bersama benar-benar penting. Mereka mulai memahami bahwa mereka adalah bagian dari budaya perusahaan yang

(13)

unik di mana nilai berbentuk strategi bisnis. Beberapa saran yang spesifik untuk mengembangkan perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Libatkan semua orang di perusahaan.

2. Biarkan menyesuaikan nilai oleh departemen individu atau unit. 3. Mengharapkan dan menerima resistensi karyawan.

4. Jauhkan pernyataan singkat. 5. Hindari pernyataan sepele.

6. Meninggalkan referensi keagamaan. 7. Tantangan.

8. Hidup .

Perusahaan yang berjalan dan mempraktekkan manajemen berbasis nilai telah menerima perspektif yang luas tentang komitmen mereka untuk bertanggung jawab secara sosial dan sosial responsif. Satu nilai tertentu yang banyak dilakukan oleh para manajer ialah mulai harus menyadari betapa pentingnya tanggung jawab organisasi dan individu terhadap lingkungan.

5. Fungsi dari Value Based Management

Value based management penting karena Setiap perusahaan beroperasi dan bersaing di beberapa pasar: Pasar untuk produk dan layanan, Pasar untuk manajemen perusahaan dan kontrol (persaingan dalam menentukan siapa yang bertanggung jawab dari suatu organisasi, ancaman pengambilalihan, restrukturisasi dan / atau Leveraged Buy-out),

(14)

Pasar modal (bersaing untuk mendukung investor dan uang), Para karyawan dan pasar manajer (kompetisi untuk citra perusahaan dan kemampuan untuk menarik bakat atas).

D. Penelitian Terdahulu

TABEL 2.2 NO Nama dan Tahun

Penelitian Variabel Yang Diteliti Kesimpulan 1 GatotYudoko dan Sonny Susanto (2010) Variabel Dependen : Strategi operasi Tim Supply Chain Management, Variabel independen : value based management Dengan menggunakan konsep value based management dapat meningkatkan strategi tim supply chain management dalam operasi perusahaan 2 Simplisius Fridolin

Bernard dan Dr.Y Sugiarto (2011) Variabel dependen : supply chain management, variabel independen : kualitas hubungan pemasok dan supplier Kualitas hubungan berpengaruh positif terhadap supply chain management

(15)

(2011) Kinerja Perusahaan (produksi dan operasional), variabel independen : Supply Chain Management signifikan kinerja perusahaan terhadap supply chain management 4 Muhammad Ikbal (2012) Variabel dependen : supply chain management, variabel independen : cooperative strategy Cooperative Strategy memiliki pengaruh posiif terhadap supply chain management

5 Regina Suharto dan Devie (2013) Variabel Dependen : keunggulan bersaing dan kinerja perusahaan (produksi dan operasional), variabel independen : supply chain management Adanya pengaruh signifikan antara supply chain management terhadap keunggulan bersaing dan kinerja perusahaan

6 Slamet Hariadi, Muh. Asdar, Ria

Variabel independen : kompetensi

Adanya pengaruh signifikan kompetensi

(16)

Mardiana (2013) strategis, variabel dependen : kinerja

supply chain

management

srategis terhadap kinerja

supply chain

management

7 Desi Ariani dan Bambang Munas Dwiyanto (2013) Variabel dependen : kinerja perusahaan (operasional dan produksi), variabel independen supply chain management Adanya pengaruh signifikan antara supply chain management terhadap kinerja perusahaan

E. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap suatu masalah yang telah dirumuskan dalam suatu penelitian dan masih perlu diuji kebenarannya dengan menggunakan data empiris.

H1 : Supply Chain Management berpengaruh signifikan terhadap

efektfitas dan efisiensi produksi di PT SIAPTEK

H2 : Value based management dapat memoderasi hubungan antara

kinerja supply chain management terhadap efektifitas dan efisiensi produksi di PT SIAPTEK

(17)

F. Model Konseptual Penelitian

Gambar 2.4 Konseptual Penelitian

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

KINERJA SCM (X) Efektifitas dan Efisiensi Produksi (Y)

VARIABEL MODERASI Value Based Management

Gambar

Gambar 2.1 Aliran SCM  (Sumber: Vanany,2009)
Gambar 1.  Bagan Tujuan Nilai Organisasi bersama
TABEL 2.2  NO  Nama dan Tahun
Gambar 2.4  Konseptual Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Kerinci Nomor : 08 Tahun 2012 tanggal 22 Juni 2012 tentang Penunjukan panitia Pengadaan Barang dan Jasa pada Dinas Peternakan dan Perikanan Kab.. Kerinci Tahun Anggaran

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran inkuiri, peningkatan kemampuan argumentasi ilmiah siswa setelah melakukan model pembelajaran

Pada hari ini ... telah melakukan rapat pleno rekapitulasi dukungan perbaikan Pasangan Calon Perseorangan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Minahasa

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan pengetahun dan mengembangkan wawasan, khususnya dalam bidang manajemen yang berkaitan dengan gaya kepemimpinan,

Sedangkan berdasarkan perubahan jarak meander terhadap muara, lebih banyak meander yang mengalami pengurangan jarak terhadap muara (sebanyak 26 meander). Selama kurun

Batang Mimpi ini juga merupakan muara limpasan air dari beberapa sungai seperti Batang Piruko, Batang Runcing, Batang Lapan, Sungai Lawe dan Sungai Palangko pada

Dalam melakukan identifikasi item kerja, menggunakan metode breakdown cost model. Breakdown cost model yaitu bagan biaya item pekerjaan mulai dari elemen tertinggi

La investigación, plantea develar el soporte material de un conjunto de experiencias de Lumpen Bola en la ciudad, recreando el recorrido plástico del artista,