• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. waktu ke waktu (Gunawan Sumodiningrat,2009: 6). Disamping itu pembangunan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. waktu ke waktu (Gunawan Sumodiningrat,2009: 6). Disamping itu pembangunan"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan adalah suatu proses yang dilakukan secara terus-menerus dalam rangka memperbaiki indikator sosial maupun ekonomi pada suatu wilayah dari waktu ke waktu (Gunawan Sumodiningrat,2009: 6). Disamping itu pembangunan juga merupakan suatu proses yang multi dimensional yang menyangkut perubahan-perubahan penting dalam suatu struktur, sistem sosial, ekonomi, sikap masyarakat, dan lembaga-lembaga nasional, akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan angka pengangguran, dan pemberantasan kemiskinan (Todaro,1997).

Sebelumnya, perencanaan pembangunan dan seluruh agenda pembangunan ditentukan oleh pemerintah berdasarkan asumsi pejabat atas prioritas dan kebutuhan masyarakat. Keadaan ini membuat masyarakat cenderung bersikap pasif terhadap berbagai permasalahan pembangunan dan cenderung melahirkan anemo masyarakat yang tidak terlalu peduli akan masalah pembangunan sehingga ada anggapan bahwa perencanaan pembangunan daerah hanya merupakan tanggungjawab pemerintah saja dan kalau pun ada aspirasi masyarakat, itu hanya dianggap sebagai sumbang saran yang tidak mengikat.

Akibat dari strategi perencanaan yang bersifat sentralistik tersebut, berbagai masalah timbul kehadapan masyarakat antara lain pembangunan yang dilaksananakan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga selain hasilnya

(2)

masih dirasakan kurang mengangkat kualitas hidup masyarakat dan menjadi terbengkalai karena kurang mendapat respon positif dari mayarakat.

Seperti yang dikemukakan oleh Mochtar Mas’ud (dalam Afifuddin : 70). bahwa pada era orde baru strategi pembangunan bertumpu pada pengejaran efisiensi daripada partisipasi. Sehingga pada saat itu perencanaan pembangunan atau pemerintah dihadapkan kepada dua pilihan strategi pembangunan yang dilematis, prioritas produktivitas atau prioritas demokrasi. Yang mana keduanya bersifat “zero sum game”, artinya jika salah satu yang dipilih yang satunya harus dipinggirkan. Pemerintah pada saat itupun memilih produktivitas dengan keyakinan bahwa demokrasi akan tercapai dengan sendirinya tatkala produktivitas menghasilkan tingkat kemakmuran tertentu bagi rakyat seperti halnya yang diterapkan di negara Jepang, Korea selatan, dan Singapura. Namun, strategi tersebut terbukti gagal total. Pembangunan yang menekan partisipasi dan demokrasi bukan hanya menyebabkan implosi (ledakan ke dalam) namun juga eksplosi (ledakan keluar). Akibat riilnya adalah krisis yang berlangsung 1997 yang disusul dengan jatuhnya rejim orde baru.

Seiring dengan gerakan reformasi yang bergulir di Indonesia pada pertengahan tahun 1998, pemerintah dituntut untuk melakukan perombakan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang dulunya bersifat sentralistik menuju pada desentralisasi. Mulai dari kelembagaan, manajemen, serta perilaku para aparatur pemerintahan. Salah satu kebijakan yang kemudian diterapkan adalah dengan menerapkan sistem otonomi daerah dimana daerah diberikan pelimpahan kewenangan untuk mengurus, menata, dan mengatur daerahnya sendiri dengan asumsi bahwa daerah lebih mengetahui/memahami potensi, kebutuhan dan segala

(3)

permasalahan yang ada di daerah yang bersangkutan serta dalam rangka percepatan pelayanan kepada masyarakat dan menyerap aspirasi masyarakat setempat.

Pelaksanaan otonomi daerah dimulai ditetapkannya UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang berlaku sejak 1 Januari 2001. Dan untuk saat ini kedua undang-undang yang sangat penting dan strategis sifatnya bagi sistem pemerintahan di daerah tersebut kemudian diubah sebagaimana yang telah diundangkan dalam UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang pada dasarnya tetap mempertahankan format umum otonomi daerah, namun memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada pemerintah provinsi dan pemerintah pusat untuk menjamin konsistensi kebijakan secara nasional. Dengan adanya undang-undang tersebut sebagai payung hukum dari pelaksanaan pemerintahan di daerah maka diharapkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan dengan lebih cepat dalam hal pemberian pelayanan kepada masyarakat, efektif dan efisien. Salah satu wujud dari penyelenggaraan pemerintahan itu adalah melalui pelaksanaan pembangunan daerah.

Melalui UU No.32 tahun 2004 ini, bangsa Indonesia secara tegas menghendaki agar ditengah euforia reformasi, sistem yang sentralistik menuju desentralistik, pemerintah daerah harus mengarahkan berbagai hal dalam rangka implementasi kebijakan otonomi daerah pada percepatan perwujudan kesejahteraan masyarakat melalui kualitas pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat, dan optimalisasi pembangunan peran serta dan tanggungjawab masyarakat terhadap

(4)

pembangunan (partisipasi masyarakat dalam pembangunan). Suatu skema baru otonomi daerah, yang di dalamnya termuat semangat melibatkan masyarakat, dengan menekankan bahwa kualitas otonomi akan ditentukan oleh sejauh mana keterlibatan masyarakat. Maka dengan sendirinya harus ditunjukkan adanya saluran aspirasi masyarakat sejak dini. Dari sini dapat kita lihat bahwa sudah seharusnya bahwa ide awal dari proses pembangunan harus menyertakan masyarakat dalam perumusannya. Makna perumusan ini merupakan proses perumusan yang umum, dimana pada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan pokok-pokok harapan, dan kepentingan dasarnya.

Dalam Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, secara tegas menyatakan bahwa ada 16 (enam belas) urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah Kabupaten/kota, yang meliputi :

1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan.

2. Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang.

3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. 4. Penyediaan sarana dan prasarana umum.

5. Penanganan bidang kesehatan. 6. Penyelenggaraan Pendidikan. 7. Penanggulangan masalah sosial. 8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan.

9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah. 10. Pengendalian lingkungan hidup.

(5)

12. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil. 13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan. 14. Pelayanan administrasi penanaman modal. 15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya.

16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Maka, tidak dapat dipungkiri bahwa era reformasi dan otonomi daerah telah memberikan peluang dan ruang gerak bagi pemerintah daerah dan masyarakat setempat (lokal) dalam melaksanakan pembangunan di daerah menurut prakarsa sendiri berdasarkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Hal ini menegaskan bahwa otonomi daerah melalui UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah ini dibangun atas dasar semangat otonomi luas dan nyata serta menghendaki pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah.

Kemudian, didalam Undang-undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dijelaskan juga bahwasanya dalam sistem perencanaan pembangunan nasional dan daerah mengamanatkan adanya partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan. Dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa dalam sistem perencanaan pembangunan ada 5 (lima) pendekatan yang digunakan dalam penyusunan perencanaan pembangunan, yakni meliputi :

1. Pendekatan politik, yaitu memandang bahwa pemilihan presiden/kepala daerah adalah proses penyusunan rencana, karena rakyat memilih menentukan pilihannnya berdasarkan program-program yang ditawarkan masing-masing

(6)

calon presiden/kepala daerah. Oleh karena itu, rencana pembangunan dari agenda pembangunan yang ditawarkan presiden/kepala daerah pada saat kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka menengah.

2. Pendekatan teknokratik, dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu.

3. Pendekatan partisipatif, dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki. Dimana proses partisipatif ini akan tercermin dalam pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), yang diharapkan mampu untuk mengakomudir dan memahami apa yang sebenarnya yang menjadi kebutuhan dan aspirasi masyarakat untuk diagendakan dalam pembangunan daerah yang sedang dan akan berlangsung.

4. Pendekatan atas-bawah (top-down), dan ; 5. Pendekatan bawah-atas (bottom-up).

Pendekatan atas-bawah (top-down) dan pendekatan bawah-atas (bottom-up) dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses atas – bawah dan bawah-atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan , dan Desa.

Pasca pemilihan Bupati Dairi, dimana pemilihan ini merupakan pertama kalinya penduduk Dairi memilih secara langsung Bupati dan Wakil Bupati Dairi, yang mana pada Pemilukada Bupati Dairi ini dilaksanakan 2 (dua) kali putaran,

(7)

Putaran pertama pada tanggal 28 oktober 2008 yang diikuti oleh 7 (tujuh) pasangan calon, dan putaran kedua pada tanggal 9 Desember 2008 yang diikuti oleh 2 (dua) pasangan calon yang memiliki suara terbanyak pada putaran pertama.

Pemilihan umum kepala daerah secara langsung ini tentunya sangat jauh berbeda dengan pemilihan Bupati/Wakil Bupati Dairi sebelumnya yang dipilih oleh anggota DPRD Dairi melalui sidang Istimewa dengan agenda rapat pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Dairi, dimana pada pemilihan bupati yang dipilih oleh anggota DPRD ini setiap pasangan calon yang diajukan oleh partai politik cukup menyampaikan visi dan misi di depan para anggota DPRD Dairi namun untuk pemilihan kepala daerah (Bupati/Wakil Bupati Dairi) secara langsung, maka merujuk pada Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan pada pasal 59 ayat (5) point (k) Daerah mengamanatkan bahwa setiap pasangan calon wajib menyerahkan naskah visi, misi dan program dari setiap pasangan calon secara tertulis sebagai salah satu syarat untuk maju sebagai kontestan pada pemilihan kepala daerah. Yang mana visi dan misi dari Bupati/Wakil Bupati Dairi terpilih tersebut akan menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Dairi (RPJMD-Dairi).

Kemudian didalam UU.No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), dijelaskan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan penjabaran dari visi, misi dan program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program

(8)

kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dala kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Seiring dengan pergantian kepala daerah di Kabupaten Dairi, yang mana Kabupaten Dairi saat ini dipimpin oleh Bapak KRA.Johnny Sitohang Adinegoro dan Bapak Irwansyah Pasi, SH sebagai Bupati dan Wakil Bupati Dairi periode 2009-2014 yang dilantik pada tanggal 20 April 2009, maka secara otomatis visi dan misi serta motto Kabupaten Dairi yang pada masa kepemimpinan Bapak DR.MP.Tumanggor, Dess adalah “Membangun Bersama Rakyat” berubah dengan motto yang dicanangkan oleh Bapak KRA.Johnny Sitohang Adinegoro dan Bapak Irwansyah Pasi, SH, yakni “Bekerja Untuk Rakyat” yang sepertinya lebih memotivasi masyarakat Dairi agar lebih giat bekerja pada profesi masing-masing dan keterlibatan rakyat dalam setiap aktivitas pembangunan di Kabupaten Dairi (Buletin Bakohumas Kabupaten Dairi. Edisi khusus 2009: 4). Yang mana motto “Bekerja Untuk Rakyat”bukan hanya motto Bupati dan Wakil Bupati Dairi namun bisa dijadikan motivasi bagi masyarakat Dairi untuk ambil andil dalam membangun Daerah (Sidikalang Pos, Edisi I, 9-16 Maret 2010: 2).

Berbagai upaya pembangunan yang sampai saat ini sedang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Dairi seperti perbaikan jalan, pendirian sekolah-sekolah, peningkatan derajat kesehatan masyarakat, peningkatan ketahanan pangan dan agrobisnis, pengembangan kepariwisataan, dan sebagainya cukup mendapat respon dari masyarakat walaupun hasilnya belumlah dirasakan secara maksimal.

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan menjadi isu penting manakala diletakkan atas dasar keyakinan bahwa masyarakatlah yang paling tahu apa yang

(9)

mereka butuhkan dan masyarakat jugalah yang paling tahu permasalahan yang mereka hadapi (Juliantara Dadang, 2004 : 136). Maka sudah selayaknya Kabupaten Dairi yang saat ini terdiri dari 15 (lima belas) kecamatan yang tebagi dalam 8 (delapan) kelurahan dan 161 desa yang memiliki karakteristik penduduk dan kebutuhan yang berbeda-beda pula, untuk itu Pemerintah Kabupaten Dairi dalam melaksanakan fungsi Pelayanan pembangunan perlu menampung aspirasi masyarakat dan memberikan ruang partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan Kabupaten Dairi sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan menumbuhkembangkan kesadaran akan partisipasi aktif masyarakat terhadap pembangunan di Kabupaten Dairi.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas penulis merasa tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul : “Perencanaan Partisipatif dalam

Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan dalam latar belakang, maka yang menjadi perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : “

1. Bagaimanakah proses perencanaan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014 ? 2. Bagaimanakah bentuk partisipasi masyarakat dalam penyusunan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014 ?

(10)

3. Bagaimanakah proses perencanaan partisipatif dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014 ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui proses perencanaan dalam penyusunan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014.

2. Untuk mengetahui proses perencanaan partisipatif dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014. 3. Untuk mengetahui bentuk partisipasi masyarakat dalam penyusunan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014.

1.4.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Secara ilmah, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan

berfikir secara ilmiah dan menuliskannya di dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari ilmu administrasi negara.

2. Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan atau referensi bagi Pemerintah Kabupaten Dairi dan para stakeholders pembangunan dalam proses partisipatif penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dairi.

(11)

3. Secara Akademis, penelitian ini dapat menambah wawasan bagi penulis dan pembaca, dan bagi mereka yang berminat dengan masalah ini, dan sebagai referensi bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU.

1.5.Kerangka Teori

Dalam penelitian kerangka teori digunakan untuk memberikan landasan dasar yang berguna untuk membantu penelitian dalam memecahkan masalah. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberi gambaran dan batasan tentang konsep-konsep yang digunakan sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan, dengan demikian penulisan dapat menggunakan teori-teori yang relevan dengan tujuan penelitian.

1.5.1 Pembangunan

Istilah “pembangunan” harus dipahami dalam konteks yang luas. Alasan untuk mengatakan demikian dikarenakan terdapat kesepakatan yang mengatakan pembangunan harus mencakup segala segi kehidupan dan penghidupan bangsa dan negara yang bersangkutan, meskipun dengan skala prioritas yang berbeda dari suatu negara dengan negara lain.

Dalam konteks luas tersebut, Menurut Afifuddin (2010 : 52) bahwa pembangunan tersebut mengandung pengertian :

(12)

Pembangunan merupakan rangakaian kegiatan yang berlansung secara berkelanjutan dan terdiri dari tahapan-tahapan. Banyak cara yang dapat digunakan untuk menentukan pentahapan tersebut, seperti berdasarkan jangka waktu, biaya, atau hasil tertentu yang diharapkan.

2. Pembangunan adalah perubahan

Perubahan dalam arti mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang. Kondisi yang lebih baik itu harus dilihat dalam cakupan segi kehidupan dan bukan sekedar meningkat taraf hidupnya, akan tetapi juga dalam segi-segi kehidupan lainnya. Karena dapat dipastikan bahwa satu segi kehidupan bertalian erat dengan segi-segi kehidupan lainnya, misalnya peningktan di bidang ekonomi, sosial dan politik, dan sebagainya. 3. Pembangunan adalah pertumbuhan

Yang dimaksud dengan pertumbuhan ialah kemampuan suatu negara untuk terus selalu berkembang, cakupannya pun adalah seluruh segi kehidupan. Sebagai wujud implementasinya, tidak ada satu pun segi kehidupan yang luput dari usaha pembangunan. Karena suatu negara dipandang sebagai suatu organisme, maka logis pulalah apabila pertumbuhan itu diperlakukan sebagai bagian yang mutlak dari pengertian pembangunan.

4. Pembangunan adalah rangkaian usaha yang secara sadar dilakukan

Keadaan yang lebih baik, yang didambakan oleh suatu masyarakat, serta pertumbuhan yang diharapkan akan terus berlangsung, tidak akan terjadi dengan sendirinya, apalagi secara kebetulan. Berarti bahwa baik secara konseptual maupun secara operasional, tujuan dan berbagai kegiatan dengan sengaja ditentukan dalam

(13)

seluruh potensi dan kekuatan. Satu kondisi ideal yang merupakan sasaran pembangunan adalah apabila kesadaran itu terdapat dalam diri seluruh warga masyarakat pada semua lapisan dalam tingkatan dan tidak terbatas hanya pada kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat.

5. Pembangunan adalah sesuatu rencana yang tersusun secara rapi yang dilakukan secara terencana, baik jangka panjang, menengah dan jangka pendek.

Perencanaan mutlak dilakukan oleh dan dalam setiap organisasi, apa pun tujuannya, apa pun kegiatannya tanpa melihat apakah organisasi bersangkutan besar atau kecil. Negara merupakan organisasi, sehingga dalam usaha pencapaian tujuan pembangunan para pimpinannya mau tidak mau pasti terlibat dalam kegiatan-kegiatan perencanaan. Merencanakan berarti mengambil keputusan sekarang tentang hal-hal yang akan dilakukan pada jangka waktu tertentu di masa depan. Perencanaan merupakan keputusan untuk waktu yang akan datang, mengenai apa yang akan dilakukan, Bilamana akan dilakukan, Dan siapa yang akan melakukan.

6. Pembangunan adalah cita-cita akhir dari perjuangan negara atau bangsa

Pada umumnya, komponen-komponen dari cita-cita akhir dari negar-negara modern di dunia baik yang sudah maju atau pun yang sedang berkembang adalah : keadilan sosial, kemakmuran yang merata, perlakuan sama di mata hukum, kesejahteraan material dan spiritual, kebahagiaan untuk semua, ketentraman dan keamanan. Semuanya dapat disimpulkan menjadi kebahagiaan lahir batin, Akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa keadaan kebahagiaan lahir batin tersebut tidak akan pernah tercapai, berarti bahwa selama satu negara atau bangsa ada, selama itu pulalah ia terus melakukan kegiatan pembangunan.

(14)

Dari pengertian tersebut tersirat bahwa pembangunan berarti proses menuju perubahan-perubahan yang dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat itu sendiri. Berdasarkan beberapa defenisi tersebut, sasaran pembangunan yang utama adalah manusia dan esensi dari pembangunan tersebut adalah adanya perubahan dari kondisi yang selumnya menjadi lebih baik lagi (adanya peningkatan kualitas hidup).

1.5.2 Perencanaan Pembangunan Daerah

1.5.2.1 Pengertian Perencanaan Pembangunan Daerah

Berbicara mengenai perencanaan pembangunan daerah tentunya tidak terlepas dari konsep perencanaan. Dimana istilah perencanaan ini sudah sangat umum kita dengarkan dalam pembicaraan sehari-hari. Perencanaan berasal darikata rencana, yang berarti rancangan atau rangka sesuatu yang akan dikerjakan. Dari pengertian yang sederhana ini dapat diuraikan komponen penting, yakni tujuan (apa yang hendak dicapai), kegiatan (tindakan-tindakan untuk merealisasikan tujuan), dan waktu (kapan, bilamana kegiatan itu hendak dilakukan). Dengan demikian, suatu perencanaan bisa dipahami sebagai respon (reaksi) terhadap masa depan (Abe, 2005:57).

Perencanaan menurut George R.Terry (dalam Nasution,2008 : 5) adalah merupakan upaya untuk menggunakan asumsi-asumsi mengenal masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Sedangkan Sondang.P Siagian (dalam Nasution, 2008 : 7) mendefenisikan perencanaan sebagai keseluruhan proses

(15)

pemikiran dan penentuan secara matang dari pada hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Conyers dan Hill (dalam Nasution, 2008 : 5) mendefenisikan perencanaan sebagai suatu proses yang bersinambung yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumberdaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang. Dari segi politik, Miriam Budiarjo (dalam ketaren, 2009 :39) mendefenisikan perencanaan sebagai sebuah proses konsensus antara kelompok-kelompok warga negara dan juga konsensus antara negara yang diperankan oleh kepala pemerintahan dan warganya, dimana konsensus tersebut akan melahirkan adanya keputusan publik.

Oleh karena itu, Perencanaan mutlak diperlukan dalam setiap kegiatan termasuk pada pembangunan daerah, sebab tanpa adanya kegiatan perencanaan maka akan terjadi kesimpang siuran yang pada akhirnya akan menimbulkan berbagai hal negatif seperti : tumpang tindih (overlapping), ketidakjelasan arah, dan sebagainya yang akan mengakibatkan pemborosan.

Perencanaan pembangunan menurut Nasution (2008: 105) merupakan suatu tahapan awal dalam proses pembangunan. Sebagai tahapan awal, perencanaan pembangunan akan menjadi bahan pedoman atau acuan dasar bagi pelaksanaan pembangunan (action plan). Oleh karena itu, perencanaan pembangunan hendaknya bersifat implementatif (dapat dilaksanakan) dan aplikatif (dapat diterapkan). Sedangkan menurut Riyadi dan Deddy Bratakusumah, Perencanaan pembangunan adalah suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk

(16)

melaksanakan suatu rangkaian kegiatan atau aktivitas kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material) maupun non fisik (mental dan spiritual), dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik.

Khusus untuk meluruskan pemahaman dan pelaksanaan perencanaan pembangunan di Indonesia, Undang-undang No.25 Tahun 2004 mendefenisikan perencanaan pembangunan yakni Sebagai Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah suatu kesatuan tata-cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan tahunan, yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Demikian pula menurut Nurcholis (2008:18), bahwa perencanaan pembangunan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia, yang dituangkan dalam suatu dokumen sebagai panduan bagi para pelaku pembangunan untuk mencapai tujuan negara. Perencanaan pembangunan ini dibuat ditingkat nasioanal dan daerah (provinsi dan kabupaten/kota).

Secara umum perencanaan pembangunan daerah menurut Nasution (2008) didefenisikan sebagai proses dan mekanisme untuk merumuskan rencana jangka panjang, menengah, dan pendek di daerah yang dikaitkan pada kondisi, aspirasi, dan potensi daerah dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam rangka menunjang pembangunan nasional. Sedangkan secara praktis, menurut Nasution (2008), bahwa perencanaan pembangunan daerah didefenisikan sebagai suatu usaha yang sistematis dari pelbagai pelaku (actor), baik umum (publik) atau pemerintah, swasta maupun

(17)

kelompok masyarakat lain pada tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling kebergantungan dan keterkaitan aspek-aspek lingkungan lainnya dengan cara:

1. Secara terus-menerus menganalisis kondisi dan pelaksanaan pembangunan daerah.

2. Merumuskan tujuan-tujuan dan kebijakan-kebijakan pembangunan daerah. 3. Menyusun konsep strategi-strategi bagi pemecahan masalah (solusi). 4. Melaksanakan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang tersedia. 5. Sehingga peluang-peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah dapat ditangkap secara berkelanjutan.

1.5.2.2 Syarat-Syarat Perencanaan Pembangunan Daerah

Menurut Rainer Rohdewold (dalam Ketaren 2009: 50) bahwasanya pembangunan daerah itu dilakukan denagan syarat-syarat :

1. Kejelasan data kependudukan

Karena penduduk merupakan sasaran pemanfaat dari perencanaan pembangunan. Ketidakjelasan data kependudukan menyebabkan perencanaan pembangunan akan menemui kesulitan dalam menentukan penyusunan alokasi pembangunan.

2. Kejelasan batas administratif yang menjadi jangkauan perencanaan.

Kadang-kadang perencanaan pembangunan daerah yang dilakukan pada suatu wilayah yang batas-batasnya tidak jelas. Ketidakjelasan itu disebabkan oleh kondisi geografis yang kompleks, misalnya berupa wilayah perairan, wilayah pegunungan, wilayah kepulauan terpencil. Dalam kondisi demikian perencanaan

(18)

pembangunan daerah tidak dapat dialkukan secara murni berdasarkan wilayah administratif daerah;

3. Kejelasan Pembiayaan.

Ketidakjelasan pembiayaan akan menimbulkan kesulitan dalam menentukan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan perncanaan pembangunan. Ketidakjelasan tujuan ini diakibatkan oleh kesulitan untuk menentukan sumberdaya pembangunan yang hendak dipakai untuk membiayai perncanaan pembangunan.

4. Kejelasan Permasalahan yang dihadapi.

Jika permasalahan yang dihadapi sulit diidentifikasi, perencana pembangunan akan mengalamin kesulitan untuk menentukan pilihan kebijakan. Ketidakjelasan permasalahan yang dihadapi ini diakibatkan oleh gesekan kepentingan diantara para pengusul atau gesekan kepentingan diantara para pengambil kebijakan politik.

5. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai.

Ketidakjelasan tujuan yang hendak dicapai akan menimbulkan kesulitan untuk menetukan siapa yang akan bertanggungjawab pada pelaksanaan perencanaan pembangunan. Ketidakjelasan tujuan pembangunan ini diakibatkan oleh kesulitan untuk menentukan sektor pembangunan yang menjadi pilihan pembangunan (prioritas utama,pertama,kedua dan seterusnya).

Menurut Sondang P.Siagian (dalam Nasution 2009: 22), bahwa perencanaan yang baik itu harus memenuhi syarat-syarat, sebagai berikut :

(19)

2. Dibuat oleh orang-orang yang yang berkompeten dan paham dengan tujuan yang ingin dicapai.

3. Disertai perincian yang teliti

4. Tidak boleh terlepas dari pemikiran pelaksanaan / actions plans. 5. Bersifat sederhana

6. Perencanaan itu harus luwes (fleksibel). 7. Ada ruang pengambilan Resiko

8. Harus bersifat praktis

9. Bersifat forcasting atau perkiraan.

1.5.2.3 Tujuan dan Fungsi Perencanaan Pembangunan

Sesuai dengan Undang-Undang No.25 tahun 2004, dalam rangka mendorong proses pembangunan secara terpadu dan efisien, pada dasarnya perencanaan pembangunan nasional di Indonesia mempunya 5 tujuan dan fungsi pokok, yakni sebagai berikut :

1. Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan.

2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar daerah, waktu dan fungsi pemerintah, baik pusat maupun daerah.

3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan.

4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan. 5. Menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif dan adil.

(20)

1.5.2.4 Jenis dan Sistem Perencananaan Pembangunan Daerah

Menurut UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebagaimana dimaksud pada pasal 3 ayat (2), menyatakan bahwa perencanaan pembangunan nasional tersebut menghasilkan :

a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).

c. Rencana Pembangunan Jangka Pendek (Rencana Pembangunan Tahunan). Maka rencana pembangunan daerah berada dalam kesatuan sistem perencanaan pembangunan nasional yang terdiri dari :

a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD). b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). c. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKP)

Perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Dairi yang tersusun dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten (RPJP-Kab), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten (RPJM-Kab) dan Rencana Kerja Pemerintah Kabupaten (RKP-Kab), merupakan kebijaksanaan perumusan kebijaksanaan daerah dan koordinasi antar sektor dan merupakan seluruh rencana strategis yang menggambarkan segala sesuatu yang perlu diwujudkan.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Dairi (RPJP-Kab.Dairi) memuat visi,misi dan arah pembangunan Kabupaten Dairi yang mengacu pada RPJP Provinsi Sumatera Utara dan RPJP Nasional. RPJP Kabupaten Dairi ini memberikan gambaran apa yang hendak dicapai oleh Pemerintah Kabupaten Dairi dalam jangka waktu 20 tahun.

(21)

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Dairi (RPJM-Kab.Dairi) merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Bupati Dairi yang penyusunannya berpedoman pada Kab.Dairi dan memperhatikan RPJP-Prov.Sumut, dan RPJP Nasional. RPJM-Kab.Dairi ini memuat kebijakan keuangan Kabupaten Dairi, strategi pembangunan Kabupaten Dairi, kebijakan umum, dan program kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Dairi dan program kerja kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. RPJM-Kab.Dairi ini memberikan gambaran apa yang akan dicapai dalam 5 tahun kedepan

Rencana kerja Pemerintah Kabupaten Dairi (RKP-Kab.Dairi) merupakan penjabaran dari RPJM-Kab.Dairi dan mengacu pada RKP-Prov.Sumut dan RKP Nasional memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, dan pendanaannya, baik yang langsung dilaksanakan oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. RKP-Kab.Dairi ini memberikan apa yang akan dikerjakan dan dicapai dalam tahun anggaran berjalan.

1.5.2.5 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D)

Menurut UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) merupakan penjabaran dari visi, misi dan program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan

(22)

umum dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dala kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Dairi merupakan pedoman dan acuan bagi dinas, badan, dan kantor serta bagian pada sekretariat daerah di lingkungan pemerintah kabupaten Dairi dan merupakan acuan bagi Pemerintah Kabupaten Dairi dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) kab.Dairi setiap tahunnya.

Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dilakukan dengan tahapan dan jadwal sebagai berikut :

Pendekatan Materi awal Rancangan

Awal

Rancangan Musrenbang Rancangan Akhir Pengesahan

Pendekatan politik 1. Visi, misi dan program kepala daerah hasil pilkada langsung Pendekatan teknokratik 2.Ka.Bappeda menjabarkan

visi, misi dan

program kepala daerah pada rancangan awal RPJMD 3.Ka.Bappeda mengakomodasi rancangan Renstra SKPD untuk menyempurnakan rancangan awal RPJMD 5.Ka.Bappeda menyempurnakan Draft RPJMD sesuai hasil kesepakatan dalam Musrenbang Pendekatan partisipatif 4. Rancangan RPJMD

(23)

menjadi bahan bahasan dengan stakeholders dalam Musrenbang RPJMD Prosedur Pengesahan 6. RPJMD disahkan melalui peraturan kepala daerah dan atau RPJMD disahkan melalui Peraturan Daerah (Perda) Jadwal Masa kampanye calon kepala daerah Paling lambat setelah kepala daerah hasil pilkada dilantik Tiga bulan setelah kepala daerah hasil pilkada dilantik

Sumber : Modul Bahan Pelatihan dan Pendampingan Penyusunan Rencana

(24)

1.5.3 Partisipasi

Salah satu ciri manajemen pemerintahan yang menganut paham demokrasi adalah , mengikut sertakan seluruh masyarakat dalam proses pembangunan melaui partisipasi, mulai dari perencanaan sampai tahap evaluasi. Sedangkan demokrasi mengandung kata kunci partisipasi. Pada prinsipnya “parisipasi” mempunyai makna yang sama dengan “peran serta”.

Kata partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “participation” , take a part, yang diartikan sebagai peran serta atau ambil bagian atau kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Longman Dictionary of Contemporary English menyatakan ‘ Participation is the act of taking part inan activity of event”, pengertian ini menekankan pengambilan kegiatan pada aktivitas , dalam arti masyarakat melakukan aktivitas. Sementara Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefenisikan partisipasi yaitu pengambilan bagian, keikutseertaan, peran serta dan penggabungan diri menjadi peserta. Jadi secara singkat partisipasi merupakan keterlibatan mental atau pikiran dan emosi perasaan sumbangan dalam usaha mencapai tujuan serta turut tanggungjawab terhadap usaha yang bersangkutan. Atau dengan kata lain partisipasi merupakan suatu proses yang dalam tujuan pencapaiannya melibatkan kepentingan rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun tidak langsung).

Partisipasi dalam urusan publik belakangan ini menjadi bahan perhatian dan sorotan. Banyak kalangan yang menggunakan kata partisipasi sehingga tanpa kata partisipasi rasanya diskusi, seminar, musyawarah ataupun kebijakan yang diluncurkan kurang mendapatkan tempat di hati masyarakat. Kata partisipasi ini juga

(25)

sering dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang bernuansa pembangunan, kebijakan dan pelayanan pemerintah. Sementara kata “partisipatif” menunjukkan kata sifat yaitu untuk menerangkan kata dasarnya, sehingga partisipatif lebih bermakna sebagai kata sifat yang menitikberatkan pada persoalan proses partisipasi.

Bank Dunia (1999) mendefenisikan partisipasi sebagai proses dimana setiap stakeholders mempengaruhi dan membagi pengawasan pada inisiatif pembagunan dan keputusan serta sumber daya yang mempengaruhi mereka.

Partisipasi yang melibatkan masyarakat dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap penyelenggara dan lembaga pemerintahan, karena dengan melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan maka diharapkan kepercayaan publik terhadap penyelenggga dan lembaga pemerintahan dapat terus ditingkatkan. Maka dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat ini dipercaya sebagai indikator bagi menguatnya dukungan dan keabsahan pemerintah yang sedang berkuasa. Disamping itu juga partisipasi akan mendorong orang untuk ikut untuk bertanggungjawab didalam suatu kegiatan, karena apa yang disumbangkannya adalah atas dasar kesukarelaan sehingga timbul rasa bertanggungjawab kepada organisasi (Supriyatno, 2009:343).

Ada 3 (tiga) bentuk partisipasi menurut Oakley (1991), yaitu :

1. Partisipasi sebagai bentuk kontribusi, yaitu interpretasi dominan dari partisipasi dalam pembangunan adalah dengan melihatnya sebagai suatu keterlibatan secara sukarela atau bentuk kontribusi lainnya dari masyarakat desa menetapkan sebelumnya program dan proyek pembangunan.

(26)

2. Partisipasi sebagai organisasi, meskipun diwarnai dengan perdebatan yang panjang antara praktisi dan teoritisi mengenai organisasi sebagai instrument yang fundamental bagi partisipasi, namun dapat dikemukakan bahwa perbedaan organisasi dan partisipasi terletak pada hakekat bentuk organisasi yang biasa dibentuk atau organisasi yang muncul dan dibentuk sebagai hasil dari adanya partisipasi. Selanjutnya dalam melaksanakan partisipasi dapat dilakukan melalui beberapa dimensi, yaitu :

1. Sumbangan pikiran (ide atau gagasan) 2. Sumbagan materi (dana, barang dan alat)

3. Sumbangan tenaga (bekerja atau memberi kerja)

4. Memanfaatkan atau melaksanakan pelayanan pembangunan.

3. Partisipasi sebagai pemberdayaan, yaitu partisipasi merupakan latihan pemberdayaan bagi masyarakat meskipun sulit untuk mendefenisikan akan tetapi pemberdayaan merupakan upaya untuk mengembangkan kerterampilan dan kemampuan masyarakat untuk ikut terlibat dalam pembangunan.

Menurut Budi Supriyatno (2009:344) bahwa partisipasi masyarakat yang dibutuhkan dalam pembangunan adalah partisipasi yang dilakukan secara sukarela atau tanpa paksaan dan didorong oleh prakarsa atau swadaya masyarakat. Tentunya hal ini sangat relevan dengan cita-cita otonomi daerah yakni untuk mendorong prakarsa dan swadaya masyarakat. Cara berpartisipasi ini dapat dikategorikan atas :

1. Partisipasi dalam pembuatan keputusan

Artinya keputusan-keputusan untuk kepentingan umum yang dibuat pemerintah seyogyanya melibatkan masyarakat, sehingga keputusan-.

(27)

keputusan tersebut akan sangat bermanfaat bagi masyarakat. Keputusan-keputusan yang selama ini dinilai tidak bermanfaat, karena dibuat secara top-down tanpa melibatkan masyarakat.

2. Partisipasi dalam melakukan perencanaan pembangunan

Dalam merencanakan pembangunan, agar tidak menyimpang perlu melibatkan masyarakat yang diberi kesempatan untuk berpartisipasi, seperti perencanaan pembebasan tanah masyarakat untuk pelebaran jalan, atau untuk membangun gedung sekolah, sarana kesehatan (Rumah sakit ataupun Puskesmas), gedung-gedung pemerintah, ataupun sarana dan prasarana publik lainnya.

3. Partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan

Dalam hal ini masyarakat perlu dilibatkan dalam pelaksanaan pembangunan sehingga terjadi sinergi antara pemerintah dan masyarakat, misalnya dalam pembangunan terminal, pembangunan sarana dan prasarana kepariwisataan. 4. Partisipasi dalam evaluasi

Untuk memastikan bahwa perencanaan sesuai dengan pelaksanaan, seluruh kegiatan harus dievaluasi. Evaluasi ini tentunya perlu melibatkan partisipasi masyarakat.

Sebenarnya, jika ditinjau dari tujuan dan semangat otonomi daerah tentunya sangat baik sekali dan relevan untuk mempercepat kesejahteraan masyarakat, namun yang masih menjadi masalah adalah desentralisasi dan otonomi daerah yang sekarang ini dilaksanakan belum sepenuhnya menjamin partisipasi

(28)

masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan.Yang menjadi kendala ataupun permasalahan dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat di Indonesia adalah :

1. Sering muncul dilema karena ada upaya untuk menghindari ataupun meniadakan partisipasi dengan alasan time consumming, costly, dan masyarakat juga malas karena time consumming dan banyak tantangan dari opposing interest groups. 2. Permasalahan yang biasanya dihadapi di tubuh pemerintah adalah :

a. Siapa yang berpartisipasi (scope of participation).

b. Bagaimana caranya pihak-pihak yang berpartisipasi tersebut dapat saling berkomunikasi dan mengambil keputusan (mode of communication and decissions).

c. seberapa jauh yang didiskusikan dalam partisipasi itu diadopsi atau diperhatikan dalam kebijakan atau kegiatan publik ( extent of authority).

3. Tidak tersedia ruang partisipasi yang cukup yang memungkinkan masyarakat terlibat dalam proses-proses politik yang berhubungan dengan kepentingan mereka.

4. Disisi lain bahwa keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan juga belum secara memadai diakomodasi oleh saluran-saluran partisipasi yang tersedia (Juliantara Dadang,2004:137).

5. Masih rendahnya akses terhadap informasi publik mengenai kegiatan perencanaan pembangunan dan pemerintahan, hal ini menyebabkan kualitas partisipasi masyarakat menjadi rendah.

6. Proses partisipasi tanpa substansi, dalam hal ini banyak event-event atas nama partisipasi hanya fokus pada prosedur dengan melupakan substansi partisipasi

(29)

sebagai wahana untuk kesetaraan relasi kekuasaan dan keadilan distribusi sumberdaya.

7. Rendahnya keterlibatan dan keterwakilan kelompok perempuan.

Hampir seluruh forum musyawarah dan lembaga perwakilan warga masih didominasi oleh kelompok laki-laki dan cenderung mengabaikan keterwakilan kelompok peremuan.

8. Apatisme Masyarakat, muncul akibat berbagai kegitan yang melibatkan partisipasi masyarakat tidak membuahkan hasil dan tidak sesuai dengan keinginan dan cita-cita masyarakat sehingga masyarakat merasa apatis terhadap partisipasi.

Kemudian untuk menetukan keberhasilan partisipasi masyarakat, maka menurut Curtis Ventris (dalam Modul Bahan Diskusi Publik seri Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah, Jakarta 2007) menyatakan ada 5 kondisi sebagai faktor penentu keberhasilan partisipasi masyarakat, yaitu :

a. Political complexity (sistem politik yang berlaku, apakah memungkinkan keterwakilan).

b. Accountability (akuntabel terhadap kepentingan umum).

c. Tidak ada cooptation (praktek cooptasi yang mematikan partisipasi.

d. Political economy, dimana masyarakat dan pemerintah berjuang untuk memenuhi kepentingan masing-masing.

(30)

1.5.4 Perencanaan Partisipatif

Perencanaan pembangunan kabupaten menggunakan kerangka kerja partisipatif yang disebut dengan perencanaan pembangunan partisipatif . Perencanaan pembangunan partisipatif menghendaki adanya keterlibatan aktif dan optimal dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) yang ada di kabupaten, pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki. Pemerintah kabupaten/kota dalam membuat perencanaan tetap harus mengacu kepada dokumen pembangunan provinsi dan dokumen perencanaan pembangunan nasional. Jadi, perencanaaan pembangunan partisipatif ini memadukan antara proses perencanaan yang bergerak dari bawah ke atas (bottom-up) dan proses perencanaan yang bergerak dari atas kebawah (top down).

Perencanaan Partisipatif adalah perencanaan yang dalam tujuannnya melibatkan kepentingan rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun tidak langsung). Tujuan untuk kepentingan rakyat, yang bila dirumuskan dengan tanpa melibatkan rakyat maka akan sulit dipastikan bahwa rumusannya berpihak pada rakyat. Menurut Alexander Abe (2005), perencanaan partisipatif akan mempunyai dampak penting yaitu:

1. Terhindar dari peluang terjadinya manipulasi.

2. Memberikan nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan. 3. Meningkatkan kesadaran dan keterampilan politik rakyat.

Konsep perencanaaan pembangunan partisipatif, jika dikaitkan dengan pendapat friedman, sebenarnya merupakan suatu proses politik untuk memperoleh kesepakatan bersama (collegtiveagreement) melalui aktivitas negosiasi antar seluruh

(31)

pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan. Proses politik ini dilakukan secara transparan dan aksesibel sehingga masyarakat memperoleh kemudahan mengetahui setiap proses pembangunan yang dilaksanakan serta setiap tahap perkembangannya. Dalam hal ini perencanaan partisipatif ini dirancang sebagai sebuah alat pengambilan keputusan yang diharapkan dapat meminimalkan potensi konflik antar stakeholder pembangunan.

Perencanaan partisipatif ini juga dapat dipandang sebagai instrumen pembelajaran masyarakat (social learning) secara kolektif melalui interaksi antar seluruh pelaku (actor) pembangunan tersebut. Pembelajaran ini pada akhirnya akan meningkatkan kapasitas seluruh stakeholder dalam upaya pencapaian tujuan, arah dan sasaran pembangunan. Selain sebuah proses politik, perencanaan partisipatif ini juga merupakan sebagai sebuah proses teknis. Dalam proses ini yang lebih ditekankan adalah peran dan kapasitas fasilitator untuk mendefenisikan dan mengidentifikasi stakeholder secara tepat. Selain itu proses ini juga diarahkan untuk memformulasikan masalah secara kolektif, merumuskan strategi dan rencana tindak kolektif, serta melakukan mediasi konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya publik.

Menurut Wiyoso (2009 : 194), konsep partisipasi masyarakat dapat dicapai apabila masyarakat berpartisipasi secara aktif dalam setiap kegiatan yang menyangkut kepentingan mereka. Namun, partisipasi masyarakat dalam memberdayakan mereka tidak cukup apabila sifatnya hanya mobilisasi atau indoktrinasi. Demikian juga pemberdayaan masyarakat tidak dapat mencapai hasil yang optimum apabila partisipasi hanya bersifat konsolidasi. Maka bentuk partisipasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat perlu dipahami secara baik. Pemberdayaan masyarakat

(32)

adalah upaya untuk memberikan keleluasaan pada masyarakat agar mereka dapat menentukan pilihan-pilihan dalam menanggapi dinamika kehidupan yang berubah sehingga perubahan sesuai dengan yang akan mereka sepakati dan terapkan.

Dalam pembangunan yang sentralistik dan top-down partisipasi cenderung bersifat manipulatif indoktrinasi. Masyarakat biasanya pasif dan hanya menerima tanpa pernah dilibatkan dalam dialog dan komunikasi, sehingga partisipasi ini bersifat satu arah dimana kerjasama sebagai bagian terpenting dalam partisipasi tidak atau kurang berjalan. Keputusan-keputusan yang diambil bukan berdasarkan pada kesepakatan-kesepakatan tetapi lebih ditentukan oleh kepentingan-kepentingan yang berkuasa (mendominasi) atau mereka yang merencanakan program.

Karena suasana tata kehidupan masyarakat telah berubah menuju demokrasi maka partisipasi seharusnya berubah ke arah yang lebih mengikutsertakan berbagai pihak (stakeholder) yang terlibat dalam proses pemberdayaan masyarakat. Partisipasi dalam bentuk saling hubungan yang terwujud atas dasar saling memerlukan dan kerjasama secara wajar (equal) dengan upaya yang saling menguntungkan. Equal tidak hanya sekedar dalam bentuk struktur dan fungsi tetapi dalam tanggungjawab bersama atas resiko dan konsekuensi dari kesepakatan bersama.

Untuk itu, menurut Wiyoso (2009 : 194), dalam meningkatkan partisipasi masyarakat, diperlukan syarat-syarat sebagai berikut :

1. Adanya peluang untuk memberikan saran dan perhatian sehingga setiap orang mempunyai kontribusi dalam forum diskusi pengambilan keputusan.

(33)

3. Adanya upaya untuk saling memahami dan posisi saling bernegosiasi, dan berdialog, serta semangat toleransi dengan seluruh anggota kelompok masyarakat. 4. Dalam setiap diskusi tidak hanya sekedar menghasilkan keputusan tetapi secara

bersama-sama memikirkan implikasi dan akibat dari keputusan yang diambil menyangkut keuntungan dan hambatan dan kemungkinan kerugian.

5. Dalam interaksi ada proses saling belajar dan upaya untuk mengoptimalkan hasil melalui metode partisipatoris yaitu berusaha melakukan proses evaluasi untuk menimbulkan kesadaran diri masyarakat.

1.5.5 Perencanaan Partisipatif dalam Penyusunan RPJMD

Perencanaan Partisipatif dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah adalah keterlibatan mental atau pikiran dan emosi perasaan, sumbangan masyarakat dan para pemangku kepentingan (stakeholder) pembangunan dalam penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dengan tujuan untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.

Sebagai wujud dari proses perencanaan partisipatif dalam perencanaan pembangunan daerah, maka untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) perlu menyelenggarakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) penyusunan RPJMD, yang dilaksanakan sepanjang bulan maret.

Musrenbang adalah forum multi-pihak terbuka yang secara bersama mengidentifikasi dan menentukan prioritas kebijakan pembangunan masyarakat. Kegiatan ini berfungsi sebagai negosiasi, rekonsiliasi, dan harmonisasi perbedaan

(34)

antara pemerintah dan pemangku kepentingan non pemerintah, sekaligus mencapai konsensus bersama mengenai prioritas kegiatan pembangunan berikut anggarannya (Modul Bahan Pelatihan dan Pendampingan Penyusunan Rencana pembangunan, USAID LGSP, 2007 : 2).

Pemerintah telah menetapkan kegiatan Musrenbang sebagai sarana untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan pembangunan di daerah. Berbagai prakarsa juga telah ditempuh sejumlah daerah untuk meningkatkan efektifitas partisipasi masyarakat, antara lain dengan melembagakan prosedur Musrenbang dalam Peraturan Daerah (Perda) dan keterlibatan stakeholder dalam berbagai pembahasan dan perumusan perencanaan pembangunan daerah, baik rencana jangka panjang, menengah, maupun rencana kerja tahunan pemerintah daerah.

Adapun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) disusun dengan tahapan dan langkah-langkah sebagai berikut :

2. Tahap pertama: Penyiapan Rancangan Awal RPJM

Rancangan awal RPJM yang disiapkan oleh kepala Bappeda untuk mendapatkan gambaran awal visi, misi, dan program bupati terpilih yang memuat strategi pembangunan kabupaten, kebijakan umum, program prioritas bupati, dan arah kebijakan keuangan kabupaten. Rancangan awal RPJMD menjadi pedoman bagi kepala SKPD dalam menyusun rancangan Renstra-SKPD.

2. Tahap kedua : Penyiapan Rancangan Rencana Strategis (Renstra) SKPD.

Penyiapan Rancangan Rencana Strategis (Renstra) SKPD merupakan tanggungjawab kepala SKPD yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD dengan

(35)

berpedoman pada rancangan RPJM. Program dalam renstra SKPD bersifat indikatif, tidak mengabaikan keberhasilan yang sudah dicapai selama ini, dan diselaraskan dengan program prioritas bupati terpilih.

3. Tahap ketiga : Penyusunan Rancangan Akhir RPJM Kabupaten.

Rancangan akhir RPJM merupakan integrasi rancangan awal RPJM dengan rancangan Renstra-SKPD, yang penyusunannya menjadi tanggungjawab Kepala Bappeda, dan menjadi masukan utama dalam Musrenbang Jangka Menengah Kabupaten.

4. Tahap keempat : Penyelenggaraan Musrenbang Jangka Menengah kabupaten. Musrenbang Jangka Menengah kabupaten merupakan forum konsultasi dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan untuk membahas rancangan RPJM kabupaten. Tujuan penyelenggaraan Musrenbang Jangka Menengah Kabupaten adalah mendapatkan komitmen para pemangku kepentingan pembangunan yang menjadi masukan dalam penyempurnaan rancangan RPJM. Musrenbang Jangka Menengah kabupaten dilaksanakan paling lambat 3 bulan setelah bupati/wakil bupati terpilih dilantik.

Adapun langkah-langkah dalam penyelenggaraan Musrenbang Jangka Menengah Kabupaten adalah sebagai berikut :

a. Persiapan, meliputi :

1. Penggandaan naskah rancangan RPJM Kabupaten.

2. Menyiapkan panduan pelaksanaan yang memuat durasi, tanggal/waktu pelaksanaan, mekanisme, dan susunan acaradengan kelompok bahasan sebagai berikut :

(36)

i. Pemaparan visi, misi, dan program bupati.

ii.Pemaparan kondisi umum kabupaten dan prediksi 5 tahun kedepan.

iii. Pemaparan dan penyepakatan strategi pembangunan kabupaten dan kebijakan umum.

iv. Pemamparan dan penyepakatan arah kebijakan keuangan kabupaten.

v.Pemaparan dan penyepakatan program pembangunan kabupaten yang meliputi program SKPD, lintas SKPD, dan program kewilayahan.

3. Mengirim surat undangan kepada peserta.

b. Pelaksanaan Musrenbang Jangka Menengah Kabupaten

1. Pembukaan oleh : Bupati (sekaligus membuka secara resmi, dan ketua Bappeda kabupaten), Ketua DPRD.

2. Pemaparan visi, misi, dan program bupati oleh kepala Bappeda. 3. Pemaparan kondisi umum kabupaten dan prediksi oleh tim

fasilitasi/tenaga ahli.

4. Pemaparan dan penyepakatan strategi pembangunan kabupaten dan kebijakan umum oleh tim fasilitasi.

5. Pemaparan dan penyepakatan arah kebijakan keuangan kabupaten oleh tim fasilitasi/tenaga ahli.

(37)

6. Pemaparan dan penyepakan program pembangunan kabupaten yang meliputi program SKPD, lintas SKPD, dan program kewilayahan oleh kepala SKPD.

7. Kepala Bappeda kabupaten merumuskan kesepakatan para pemangku kepentingan pembangunan hasil Musrenbang Jangka Menegah Kabupaten.

8. Penutupan : Kepala Bappeda kabupaten membacakan hasil rumusan kesepakatan dalam Musrenbang dan diakhiri dengan sambutan dan penutupan secara resmi oleh Bupati.

c. Keluaran

Materi kesepakatan dan komitmen hasil Musrenbang Jangka Menengah Kabupaten sebagai masukan utama penyempurnaan rancangan RPJM, menjadi rancangan akhir RPJM.

d. Peserta

1. Para Kepala satuan Kerja Perangkat Daerah, anggota DPRD, instansi/lembaga daerah, TNI dan POLRI, Pengadilan dan Kejaksaan, para pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan kabupaten.

2. selain unsur-unsur terkait di atas Kabupaten wajib mengikutsertakan perwakilan dari Bappeda Provinsi dan mengikutsertakan pihak-pihak lain yang dianggap memiliki kepentingan terhadap pembangunan kabupaten.

(38)

e. Nara Sumber

1. Kepala Bappeda sebagai penyampai Rancangan RPJM. 2. Fasilitator/tenaga ahli dalam mengenai bahan bahasan.

3. Fasilitator/tenaga ahli dalam memfasilitasi pembahasan dan pengambilan keputusan dalam Musrenbang jangja Menengah Kabupaten.

5. Tahap kelima : Penyusunan Rancangan Akhir RPJM

Penyusunan rancangan akhir RPJM kabupaten merupakan tanggungjawab Kepala Bappeda kabupaten dengan masukan utama hasil kesepakatan Musrenbang Jangka Menengah Kabupaten untuk disampaikan kepada bupati, dan selanjutnya diproses untuk ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten

Adapun langkah-langkah dalam penyusunan Rancangan akhir RPJM kabupaten adalah, sebagai berikut :

a. Menyusun rancangan akhir RPJM dengan memuat kesepakatan hasil Musrenbang Jangka Menengah Kabupaten dibantu tim fasilitasi.

b. Menyusun naskah akademis rancangan peraturan daerah tentang RPJM dibantu Tim fasilitasi dan Kepala SKPD yang bertanggung jawab tehadap pelaksanaan tugas dan fungsi hukum.

c. Menyampaikan rancangan akhir RPJM, beserta naskah akademis dan naskah kesepakatan hasil Musrenbang Jangka Menengah Kabupaten kepada bupati.

(39)

Agar RPJM kabupaten menjadi dokumen perencanaan Jangka Menengah kabupaten, maka perlu ditetapkan dengan peraturan daerah paling lambat 3 (tiga) bulan sejak bupati dilantik. Peraturan Daerah tentang RPJM menjadi pedoman kepala SKPD untuk menyempurnakan rancangan Renstra-SKPD menjadi Renstra-SKPD, yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala SKPD.

Adapun langkah-langkah dalam penetapan Peraturan daerah tentang RPJM adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan surat Bupati, perihal penyampaian naskah rancangan Peraturan daerah tentang RPJM oleh kepala SKPD yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi hukum, beserta lampirannya kepada DPRD sebagai inisiatif Pemerintah kabupaten. 2. Sebelum RPJM ditetapkan menjadi Peraturan daerah perlu melakukan

(40)

Diagram Tata cara Penyusunan RPJM Kabupaten

(Sumber : Undang-undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional). diacu Lokasi Kegiatan Rencana Tata Ruang Analisis Keuangan Daerah Visi, Misi dan

Program Bupati Musrenbang Jangka Menegah Kabupaten Rumusan hasil Kesepakatan & Komitmen Stakeholder Rancangan Awal RPJM --- - Srtategi Pembangunan Kabupaten - Arah Kebijakan Umum - Arah Kebijakan Keuangan Daerah - Program Prioritas dijabarkan Rancangan Renstra SKPD - Visi, Misi, Tujuan, - Strategi,, Kebijakan - Program, Indikasi Kegiatan, dan Pendanaan • Rancangan kerangka Regulasi • Rancangan Kerangka Pendanaan Rancangan Akhir RPJM - Visi, Misi, Program Bupati - Arah, Kebijakan keuangan daerah - Strategi Pembangun an Kabupaten & Kebija- Kan umum - Program, indikasi kegiatan, dan penda- naan • Ranca-ngan Kerang- ka Reu-lasi • Ranca-ng an Kerang-ka pen- Danaan - Program transisi - Kaidah Pelaksana-an. Penetapan Perda Tentang RPJM Peraturan Daerah tentang RPJM Prediksi Kondisi Umum Kabupaten - Geografi -Perekonomi-an daerah - Sosial-Buadaya - Prasarana dan sarana - Pemeriintah-an Umum - dll Rancangan RPJM - Visi, Misi, Program Bupati - Arah Kebijakan Keuangan daerah - Strategi Pembangun an Kabupatend & Kebija-kan Umum - Program, indikasi ke-giatan, dan pendanaan a.Rancang an Kerang-ka Reulasi b.Rancang an Kerang- kaPenda-naan

(41)

1.6 Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah yang digunakan dalam menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995 : 37).

Agar mendapatkan pembatasan yang jelas dari setiap konsep yang akan diteliti maka penulis mencoba mengemukakan defenisi dari beberapa konsep yang digunakan, yaitu :

1. Pembangunan merupakan proses menuju perubahan-perubahan yang dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat dari kondisi yang sebelumnya menjadi lebih baik lagi (adanya peningkatan kualitas hidup).

2. Perencanaan Pembangunan secara umum merupakan proses dan mekanisme untuk merumuskan rencana jangka panjang, menengah, dan pendek di daerah yang dikaitkan pada kondisi, aspirasi, dan potensi daerah dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.

3. Partisipasi merupakan keterlibatan mental atau pikiran dan emosi perasaan sumbangan dalam usaha mencapai tujuan serta turut tanggungjawab terhadap usaha yang bersangkutan. Atau dengan kata lain partisipasi merupakan suatu proses yang dalam tujuan pencapaiannya melibatkan kepentingan rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun tidak langsung).

4. Perencanaan Partisipatif merupakan Pendekatan perencanaan yang dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan

(42)

menciptakan rasa memiliki. Hal ini dapat dilihat dari keikutsertaan masyrakat dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)

5. Perencanaan Partisipatif dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah adalah keterlibatan mental atau pikiran dan emosi perasaan, sumbangan masyarakat dan para pemangku kepentingan (stakeholder) pembangunan dalam penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dengan tujuan untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.

6. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Derah (RPJMD) merupakan penjabaran dari visi, misi dan program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dala kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

7. Musrenbang Jangka Menengah kabupaten merupakan forum konsultasi dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan untuk membahas rancangan RPJM kabupaten.

1.7 Operasionalisasi Konsep

Defenisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel sehingga dalam pengukuran ini dapat

(43)

diketahui indikator-indikator apa saja yang melekat dalam variabel sebagai pendukung untuk dianalisa dari variabel tersebut (singarimbun, 1999:46).

Adapun yang menjadi operasionalisasi konsep dalam penelitian ini adalah proses perencanaan partisipatif dalam penyusunan RPJMD, yaitu :

a. Pembangunan, dengan indikator :

1. Pembangunan merupakan suatu proses 2. Pembangunan adalah perubahan 3. Pembangunan adalah pertumbuhan

4. Pembangunan adalah rangkaian usaha yang secara sadar dilakukan

5. Pembangunan adalah sesuatu rencana yang tersusun secara rapi yang dilakukan secara terencana, baik jangka panjang, sedang dan jangka menengah.

b. Perencanaan Pembangunan Daerah, dengan indikator : 1. Kejelasan data kependudukan

2. Kejelasan batas administratif yang menjadi jangkauan perencanaan 3. Kejelasan Pembiayaan

4. Kejelasan Permasalahan yang dihadapi 5. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai c. Partisipasi Masyarakat, dengan indikator :

1. Adanya peluang untuk memberikan saran dan perhatian sehingga setiap orang mempunyai kontribusi dalam forum diskusi pengambilan keputusan. 2. Dibutuhkan komunikasi dua arah.

(44)

3. Adanya upaya untuk saling memahami dan posisi saling bernegosiasi, dan berdialog, serta semangat toleransi dengan seluruh anggota kelompok masyarakat.

4. Dalam setiap diskusi tidak hanya sekedar menghasilkan keputusan tetapi secara bersama-sama memikirkan implikasi dan akibat dari keputusan yang diambil menyangkut keuntungan dan hambatan dan kemungkinan kerugian. 5. Dalam interaksi ada proses saling belajar dan upaya untuk mengoptimalkan

hasil melalui metode partisipatoris yaitu berusaha melakukan proses evaluasi untuk menimbulkan kesadaran diri masyarakat.

c. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), dengan indikator :

1. Wujud atau dimensi yang diberikan oleh masyarakat dalam Musrenbang, misalnya berupa ide, gagasan, materi maupun sumbangan tenaga.

2. Keterlibatan masyarakat dalam penetapan rencana pembangunan daerah. Keterlibatan ini adalah apakah masyarakat dilibatkan dalam proses Musrenbang termasuk dalam hal pengambilan keputusan.

3. Keterwakilan masyarakat dalam komposisi peserta Musrenbang. Artinya apakah peserta Musrenbang sudah mewakili seluruh elemen termasuk wakil dari perempuan.

4. Penetapan sasaran program pembangunan sesuai dengan aspirasi masyarakat.

d. Proses partisipatif dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dengan indikator :

(45)

1. Mekanisme/tata cara pelaksanaan Musrenbang penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Bagaimanakah Musrenbang itu diselenggarakan, siapa yang bertanggungjawab dan siapa yang berkoordinasi dalam pelaksanaan Musrenbang RPJMD tersebut. Apakah pelaksanaan Musrenbang tersebut telah sesuai dengan prosedur Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musrenbang RPJMD.

2. Usulan program dan kegiatan yang diajukan dalam Musrenbang RPJMD. Program-program apa saja yang diajukan, apakah sesuai dengan visi dan misi yang diajukan oleh bupati terpilih pada saat kampanye.

3. komunikasi antar peserta dalam penyelenggaraan Musrenbang RPJMD. Artinya bagaimanakah arus komunikasi selama berlangsungnya Musrenbang RPJMD baik antar peserta maupun antar peserta dengan SKPD yang hadir.

(46)

1.8.Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, kerangka teori, lanasan teori penelitian, dan sitematika penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data, unit analis data dan tekhnik analisa data.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini memuat gambaran lokasi penelitian berupa sejarah, visi, misi, tugas pokok, fungsi, komposisi pegawai dan struktur organisasi.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang dianalisis.

BAB V ANALISA DATA

Bab ini memuat kajian dan analisa data yang diperoleh dari lokasi penelitian.

BAB VI PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian yang dilakukan.

Gambar

Diagram Tata cara Penyusunan RPJM Kabupaten

Referensi

Dokumen terkait

CV Ashifa Jati Indofurni tidak melakukan impor bahan baku/produk kayu, bahan baku seluruhnya berasal dari pemasok domestik. Verifier 2.1.2.(f) Rekomendasi

Dalam penjelasannya semua kepentingan ialah kepentingan pemerintah dan masarakat secara adil dengan memperhatikan golongan masarakat lemah; terpadu ialah dirumuskan menjadi

Pajak reklame merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang terus meningkat penerimaannya seiring dengan meningkatnya jumlah pelaku usaha akibat pertumbuhan

Selain itu, perlu ditekankan bahwa desa dalam konteks ini diposisikan sebagai unit wilayah administrarif terkecil dalam wilayah kerajaan (rājya, rāt,atau

menggunakan 3 tahap karena terbatas oleh waktu. LKS yang dikembangkan memiliki beberapa ciri khas yang membedakan dengan bahan ajar yang lainnya. Adapun ciri khas dari

014:006 Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia menyelamatkan kamu dari (Fir'aun dan) pengikut- pengikutnya,

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan pembelajaran berbasis komputer model tutorial dibandingkan dengan media animasi slide show

Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan tersebut, sampai perkara aquo diputus tidak ada bukti bahwa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor :