• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Perusahaan

BreadLife hadir pertama kali di Indonesia dibawah naungan PT Rajasa pada tahun 2005 dan dikelola oleh perusahaan keluarga tersebut hingga bertahan 7 tahun. Pada September 2012, BreadLife di akuisi oleh NorthStar dimana pada saat itu BreadLife sudah memiliki 21 outlet yang tersebar 9 kota di Indonesia. NorthStar berusaha untuk melebarkan bisnisnya di bidang food and beverage melalui BreadLife. Ketika BreadLife diakuisisi, konsepnya baru terbatas pada toko roti saja. Pelanggan datang, kemudian memilih roti, dan membayar ke kasir, selesai. Namun, seiring berjalannya waktu dan keinginan ekspansi perushaan mereka ingin kembangkan konsep kios dan kafe untuk BreadLife. Perbedaan kios dengan store,kalau store luasnya kurang lebih 90-100 per meter persegi, kalau kios 30 meter persegi, kafe 120-150 meter persegi tergantung dengan bentuk dan lokasi. Kios tidak memproduksi roti di tempat karena kecil. Setiap format outlet punya feature memiliki yang berbeda.

Dalam rencana pengembangan konsep bisnis tersebut, perusahaan melakukan analisa market untuk melihat kondisi pasar Indonesia dalam beberapa jangka waktu kedepan. BreadLifemelakukan studi banding sampai Eropa, lalu ke Jepang, Taiwan, Korea Selatan, dan Singapura, karena BreadLife berusaha ingin menjadi trend setterdi bisnis bakery di Indonesia. BreadLife tidak hanya ingin

(2)

sekedar hadir, tapi juga mengikuti perkembangan lifestyle (gaya hidup) yang mengikuti perkembangan kelas menengah di Indonesia yang semakin meningkat.

BreadLife menusung konsep yang diambil dari negara Jepang, yakni konsep yang terhubung dengan Japanese bakery. Terdapat dua jenis konsep bakery di dunia, yakni western bakery dan Asian bread. Asian Bread lebih dipengaruhi Taiwan dan Jepang, karena Jepang sangat mahir membawa ke Eropa. BreadLife percaya konsep Japanese bakery baik karena konsep ini memiliki tiga karateristik, yakni kualitas nomor satu, kedua fresh, dan ketiga sehat dan pelayanan baik. BreadLife berusaha untuk menjadi pemain bakery utama dengan mengusung konsep Japanese bakery, karena Japanese bakery punya karateristik yang kuat, seperti yang umumnya melekat pada Japanese food dan ini yang menjadi pilar bagi BreadLife. BreadLife ingin menjadi sebuah pioneer dan tidak dianggap sebaai follower yang pada saat itu bisnis bakery di Indonesia sudah dikuasai oleh Breadalk dengan konsep dapur terbuka yng sama dengan BreadLife.

Pada Sepember 2014, BreadLife telan mempnyai 40 outlets di 14 kota yang tersebar di wilayah Indonesia. Untuk menjaga merek agar nilainya terus naik, pada tahun 2015 di hari ulang tahunnya yang ke 10 BreadLife melakukan peremajaan brand atau rebranding. Dalam kondisi persaingan yang sangat ketat kekuatan sebuah merek sangat dibutuhkan untuk memenangkan pasar. Langkah rebranding diharapkan lebih membuat konsumen nyaman, mendapatkan layanan lebih baik, menemukan suasana hangat dan menyenangkan saat berbelanja di BreadLife. Pada tahun 2015, BreadLife sudah memiliki 46 Outlets yang tersebar

(3)

di 14 kota di seluruh Indonesia dan hingga tahun 2016, BreadLife sudah memiliki 64 outlets di 14 kota yang tersebar di Indonesia.

1. Visi, Misi, dan Nilai Perusahaan

BreadLife memiliki pedoman kerja yang dituangkan dalam nilai-nilai perusahaan demi tercapainya kinerja yang baik bagi perusahaan dan juga pelanggan, yaitu :

 Kepeduliaan (Care): Peduli terhadap produk, pelanggan, asset perusahaan dan sesame karyawan denan usaha maksimal untuk mendapatkan hasil terbaik.

 Kebersihan (Hygiene): Mengutamakan kebersihan diri, llingkungan kerja, dan proses produksi sesuai dengan standard yang telah ditetapkan

 Inovatif (Innovative): Secara terus menerus melakukan perbaikan asset produk dan proses kerja

 Perbaikan berkelanjutan (Continuous Improvement): Menciptakan hal-hal baru yag berdampak positif terhadap perusahaan.

Visi

Visi BreadLife yaitu BeadLife ingin menjadi Artisan Bakery nomor satu di Indonesia.

Misi

BreadLife mempunyai misi untuk memberikan kualitas dan inovasi produk dan pengalaman terbaik kepada pelanggan. BreadLife juga mempunyai misi untuk meningkatkan nilai pemegang saham dan memberikan kesempatan terbaik bagi karyawan-karywannya untuk tumbuh dalam segi keahlian.

(4)

2. Perubahan Konsep BreadLife

Peremajaan atau rebranding merupakan wujud dari komitmen BreadLife untuk semakin dekat dan terus mendapatkan kepercayaan para pelanggan tak hanya karena sajian produk fresh, alami dan berkualitas tanpa tambahan pewarna dan pengawet, tapi juga karena BreadLife terus berinovasi dan berkembang serta selalu mengedepankan kepuasan pelanggan, pelayanan, kebersihan, kerapihan, serta atensi pada detil. Upaya untuk makin lebih dekat dengan pelanggan juga diwujudkan BreadLife dengan pembukaan gerai-gerai baru di berbagai lokasi, dengan beberapa format gerai yang bisa mengakomodir area lokasi dari yang kecil, hingga besar. Kelanjutan dari langkah rebranding ini, BreadLife yang sebelumnya hanya memiliki satu konsep Self Service Store untuk area yang luas, akan memiliki tiga format gerai yang dapat menyesuaikan dengan ukuran lokasi. Pertama Store Format yang memiliki area open kitchen dan self service counter dengan pilihan produk roti, cake dan minuman yang lengkap. Lalu dua format untuk area yang lebih kecil dan didukung offsite kitchen terdekat yaitu Kiosk dan Island Format dengan konsep Grab & Go dan pilihan produk roti, cake dan minuman tertentu serta Booth Format dengan konsep Grab & Go dan pilihan roti terbatas.

Gambar 4.1 Perubahan Konsep Outlets BreadLife Sumber: Data Internal Perusahaan (tahun 2016)

(5)

BreadLife kini tampil dengan logo berbentuk lingkaran berwarna merah-putih dengan sentuhan pola bunga krisan dan ombak dalam desain yang secara harmonis memadukan unsur modern dan tradisional Jepang. Warna dan bentuk logo yang terinspirasi dari bendera dan budaya makan di Jepang ini merepresentasikan kehangatan dan keterbukaan yang dapat dirasakan dari aneka produk roti yang disajikan fresh tiap hari, konsep open kitchen dan pelayanan kami. Elemen bunga krisan yang memiliki karakter cinta dan kepercayaan tanpa batas serta merupakan Kikumon - simbol keluarga Kaisar Jepang, merepresentasikan simbol kuatnya hubungan dan kepercayaan antara BreadLife dan para pelanggannya. Sedangkan elemen ombak yang terinspirasi dari “The Great Wave”relief tradisional khas Jepang yang terkenal karya Hokusai -

Gambar 4.2 Perubahan Konsep Outlets BreadLife Sumber: Data Internal Perusahaan (tahun 2016)

(6)

merepresentasikan semangat untuk terus berinovasi dan berkembang untuk menyongsong masa depan.

B. Analisis Karakteristik Profil Responden

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data primer. Data dikumpulkan dan diperoleh melalui penyebaran kuesioner secara langsung kepada 230 respondenyang dijumpai peneliti di tempat penelitian dan orang-orang yang diketahui pernah membeli dan menikmati produk BeadLife yang tersebar di Jakara Selatan. Dari keseluruhan 230 responden yang telah mengisi kuisioner ini pernah mengunjungi Outlet BreadLife di Jakarta Selatan. Informasi data mengenai karakteristik responden disajikan sebagai berikut:

1. Deskripsi Responden Menurut Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh gambaran tentang jenis kelamin dari responden yang dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Gambar 4.3 Perubaha Logo BreadLife

(7)

36% 64% koresponden laki laki koresponden perempuan

Table 4.1Deskripsi Menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Responden Jumlah Persentase

Laki-Laki 83 36%

Perempuan 147 64%

TOTAL 230 100%

Sumber: Data Primer yang diolah Penulis (2017)

Diagram 4.1 Proporsi Responden Berdsarkan Jenis kelamin

Dari diagramdan tabel 4.1 kalkulasi responden menurut jenis kelamin, dapat diketahui bahwa jumlah responden laki-laki lebih sedikit yaitu sebesar 36% (83 orang) dari jumlah responden perempuan yaitu sebesar 64% (147 orang). Dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden yang menjawab kuesioner ini adalah perempuan.

2. Deskripsi Responden Menurut Usia

Untuk deskripsi umur, penulis membagi beberapa klasifiasi umur. Hasil penghitungn dapat dlihat di tabel di halaman berikut :

(8)

Table 4.2 Deskripsi Menurut Usia

Usia Jumlah Responden Persentase

< 20 Tahun 20 9%

20 s/d 25 Tahun 66 29%

26 s/d 30 Tahun 103 45%

> 30 Tahun 41 18%

TOTAL 230 100%

Sumber: Data Primer yang diolah Penulis (2017)

Diagram 4.2 Proporsi Reponden Berdasarkan Usia

Dari penghitungan tabel dan pembagian diagram dari data yan telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa dari seluruh responden yang telah menjawab kuesioner paling banyak berusia antara 26-30 tahun berjumlah 103 orang (45%). Sedangkan yang paling sedikit menjawab kuesioner in yaitu responden yang berusia <20 tahun berjumlah 20 orang (9%).

3. Deskripsi Responden Menurut Pekerjaan

Jenis pekerjaan seseorang mempengaruhi kemampuan daya beli barang dan jasa yang dibutuhkan. Pemasar berusaha mengenali kelompok pekerjaan yang mempunyai minat di atas rata-rata akan produk dan jasa mereka. Sebuah

8% 29% 45% 18% (1) < 20 Tahun (2) 20 s/d 25 Tahun (3) 26 s/d 30 Tahun (4) > 30 Tahun

(9)

perusahaan bahkan dapat melakukan spesialisasi dalam memasarkan produk menurut kelompok pekerjaan tertentu.

Penyajian data responden menurut Pekerjaan tampak pada tabel dibwah ini:

Table 4.3 Deskripsi Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Jumlah Responden Persentase

PNS 5 2% PegawaiSwasta 165 72% Ibu RumahTangga 6 3% Pelajar / Mahasiswa 30 13% Lain – lain 24 10% TOTAL 230 100%

Sumber: Data Primer yang diolah Penulis (2017)

Diagram 4.3 Proporsi Respondon Berdasarkan Pekerjaan

Dari diagram 4.3 dapat dilihat bahwa berdasarkan jenis pekerjaan, mayoritas responden adalah pegawai swasta yaitu sebanyak 165 responden dengan persentase 72%. Selanjutnya responden dari kalangan pelajar/mahasiswa yaitu sebanyak 30 responden dengan persentase 13%. Dan responden dengan jenis

2% 72% 3% 13% 10% (1) PNS (2) PegawaiSwasta (3) Ibu RumahTangga (4) Pelajar / Mahasiswa (5) Lain – lain

(10)

pekerjaan lain-lain sebanyak 24 orang (10%), ibu rumah tangga 6 orang (3%) dan PNS 5 orang (2%).

4. Deskripsi Responden Menurut Penghasilan Perbulan

Ada bermacam macam sumber pendapatan, antara lain seorang pengusaha mendapatkan penghasilan dari laba usaha, pegawai negeri mendapatkan penghasilan berupa gaji, buruh pabrik mendapatkan penghasilan berupa upah, dan petani mendapatkan hasil dari panennya.Pendapatan yang mereka peroleh, akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam dan tidak terbatas jumlahnya. Akan tetapi yang menjadi masalah dalam pemenuhan kebutuhan adalah keterbatasan jumlah pendapatan yang mereka peroleh. Pola konsumsi adalah susunan tingkat kebutuhan seseorang atau rumah tangga dalam jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dengan pendapatan atau penghasilan yang diperoleh. Tujuan penyusunan pola konsumsi adalah untuk mengatur pengeluaran agar sesuai dengan priroritas kebutuhan. Penghhasilan seseorang perbulan juga dapat menentukan pola konsumsi seseorang dan frekuensi pembeliannya. .Penyajian data responden menurut besar penghasilan dapat dilihat tabel 4.4 di bawah ini :

Table 4.4 Deskripsi Menurut Penghasilan Perbulan

Penghasilan Perbulan Responden Jumlah Persentase

<Rp. 2.000.000,- 30 13%

(11)

Rp. 3.000.000,- s/d Rp. 4.000.000,- 34 15% Rp. 4.0000.000,- s/d Rp. 5.000.000,- 43 19% >Rp. 5.000.000,- 105 46% TOTAL 230 100%

Sumber: Data Primer yang diolah Penulis (2017)

Diagram 4.4 Proporsi Responden Berdasarkan Penghasilan

Dari data diagram 4.4 diatas dapat diketahui bahwa pendapatan responden yang < Rp 2.000.000 sebanyak 13% (30 orang). Untuk responden yang berpenghasilan Rp 2.000.000-Rp 3.000.000 sebanyak 8% (18 orang). Jumlah responden untuk yang berpenghasilan Rp 3.000.000-Rp 4.000.000 sebanyak 15% (34 orang). Responden yang berpenghasilan Rp 4.000.000-Rp 5.000.000 sebanyak 19% (43 orang) sedangkan responden berpenghasilan yang lebih dari Rp 5.000.000 sebanyak 46% (105 orang).

5. Deskripsi Responden Menurut Frekuensi Berkunjung

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh gambaran tentang berapa kali responden pernah berkunjung yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

13% 8% 15% 19% 46% (1) Kurang dariRp. 2.000.000,-(2) Rp. 2.000.000,- s/d Rp. 3.000.000 ,-(3) Rp. 3.000.000,- s/d Rp. 4.000.000,-(4) Rp. 4.0000.000 s/d Rp. 5.000.000,-(5) Lebih dariRp.

(12)

5.000.000,-Table 4.5Deskripsi Menurut Frekuensi Berkunjung

Frekuensi Responden Jumlah Persentase

2-3 kali 131 57%

4-5 kali 30 13%

> 5 kali 69 30%

TOTAL 230 100%

Sumber: Data Primer yang diolah Penulis

Diagram 4.5 Proporsi Responden Berdasarkan Frekuensi Berkunjung

Dari data diatas dapat diketahui bahwa frekensi responen yang mengunjungi gerai Breadlife terbanyak yaitu frekuensi 2-3 kali sebanyak 57% (131 orang), yang kedua terbanyak yaitu frekuensi > 5 kali kunjungan yaitu 30% (69 orang), dan responden dengan frekuensi kunjungan 4-5 kali adalah jumlah terkecil yaitu 13% (30 orang).

6. Deskripsi Responden Menurut Outlet BreadLife di Jakarta Selatan

Dari kuesioner yang telah disebar, penelitian ini juga ingin mengetahui gerai-gerai BreadLife di Jakarta Selatan yang paling bayak dikunnjungi oleh reponden. Di bawah ini adalah hasil yang diperoleh :

57% 13%

30% (1) 2-3 kali

(2) 4-5 kali (3) Lebih dari 5 kali

(13)

13%

22%

26% 5%

30%

3% Lotte Shopping Avenue

Pejaten Village Gandaria City Kuningan City Kota Kasablanka Sampoerna Strategic Square

Table 4.6Proporsi Jumlah Responden Menurut Outlet BreadLife di Jakarta Selatan

Penghasilan Perbulan Responden Jumlah Persentase

Lotte Shopping Avenue 31 13%

Pejaten Village 51 22%

Gandaria City 60 26%

Kuningan City 12 5%

Kota Kasablanka 69 30%

Sampoerna Strategic Square 7 3%

TOTAL 230 100%

Sumber: Data Primer yang diolah Penulis (2017)

Diagram 4.6 Proporsi Jumlah Responden Menurut Outlet BreadLife di Jakarta Selatan

Dari data yang diperoleh di halaman sebelumnya, dapat diketahui bahwa di Jakarta Selatan responden paling banyak mengunjungi gerai BreadLife di Mall Kota Kasabanka yaitu sebanyak 30% (69 orang). Kedua terbanyak responden banyak mengunjungi gerai BreadLife di Mall Gandaria City yaitu sebanyak 26% (60 orang). Responden juga banyak mengunjungi gerai BreadLife di Mall Pejaten Village sebesar 22% (51 orang) dan gerai di Mall Lotte Sopping Avenue sebanyak 13% (31 orang). Untuk gerai yang paling sedikit dikunjungi pertama yaitu gerai di

(14)

Kuningan City dengan jumlah 5% (12 orang) dan kedua paling sedikit yaitu gerai di Sampoerna Strategic Square yaitu dengan jumlah responden 3% (7 orang).

C.Analisis Karakteristik Jawaban Kuesioner

1. Karakteristik Kuesioner Berdasarkan Variabel Brand Awareness :

Tabel 4.7Uji Statistik Deskriptif Brand Awareness

No Pernyataan skor JUMLAH

Rata-rata 5 4 3 2 1 SS S N TS STS 1 BA1 23% 44% 27% 54 102 63 4% 9 1% 2 100% 230 3.857 2 BA2 34% 43% 18% 78 99 41 3% 7 2% 5 100% 230 4.035 3 BA3 47% 39% 11% 108 89 26 2% 5 1% 2 100% 230 4.287 4 BA4 21% 47% 26% 49 107 59 5% 12 1% 3 100% 230 3.813 5 BA5 26% 20% 33% 10% 10% 59 47 77 23 24 100% 230 3.409 6 BA6 23% 26% 35% 53 60 80 8% 19 8% 18 100% 230 3.483 7 BA7 16% 36% 35% 11% 36 83 81 26 2% 4 100% 230 3.526 JUMLAH 437 587 427 101 58 1610 PERSEN 27% 36% 27% 6% 4% 100%

Sumber: Data Primer yang diolah Penulis (2017)

Dari data di tabel 4.7 dapat dilihat deskripsi mengenai desripsi Brand Awareness. Dari total responden yang menjawab, yang menjadi perhatian adalah sebanyak 47% yang sangat setuju pada indikator BA3 yaitu pertanyaan tentang Brand BreadLife tidak asing bagi konsumen. Terdapat hasil terkecil sebanyak 1% Sangat Tidak Setuju di dua indikator yaitu pada BA1 tentang pertanyaan Brand BreadLife dapat dikenali dengan mudah dan pertanyaan kedua pada indikator BA4 mengenai kemampuan mengenali Brand BreadLife dengan Brand lainnya.

(15)

Pada jawaban indikator-indikator pada variable ini memiliki rata-rata jawaban pada level menengah yang berarti jawaban rata-rata responden adalah “Netral”

2. Karakteristik Quisioner Berdasarkan Variabel Perceived Quality

Tabel 4.8 Uji Statistik Deskriptif Perceived Quality

No Pernyataan Skor JUMLAH

Rata-rata 5 4 3 2 1 SS S N TS STS 1 PQ1 18% 41 45% 103 32% 73 5% 11 1% 2 100% 230 3.739 2 PQ2 14% 33 47% 107 35% 81 3% 7 1% 2 100% 230 3.704 3 PQ3 47% 108 39% 89 11% 26 2% 5 1% 2 100% 230 3.57 4 PQ4 23% 54 52% 119 22% 50 1% 3 2% 4 100% 230 3.939 5 PQ5 6% 13 39% 90 48% 111 4% 10 3% 6 100% 230 3.409 6 PQ6 12% 27 19% 43 60% 139 7% 15 3% 6 100% 230 3.304 7 PQ7 8% 18 42% 97 45% 103 3% 6 3% 6 100% 230 3.5 8 PQ8 10% 22 27% 62 57% 131 4% 10 2% 5 100% 230 3.374 9 PQ9 8% 18 27% 61 41% 95 20% 46 4% 10 100% 230 3.135 10 PQ10 12% 28 52% 120 30% 68 5% 11 1% 3 100% 230 3.691 11 PQ11 12% 28 51% 118 30% 68 5% 12 2% 4 100% 230 3.67 12 PQ12 10% 24 43% 100 36% 82 6% 14 4% 10 100% 230 3.496 13 PQ13 9% 20 49% 113 36% 83 5% 11 1% 3 100% 230 3.591 14 PQ14 7% 16 47% 107 40% 93 4% 10 2% 4 100% 230 3.526 JUMLAH 450 1329 1203 171 67 3220 PERSEN 14% 41% 37% 5% 2% 100%

Sumber: Data Primer yang diolah Penulis (2017)

Dari tabel 4.8 diatas dapat diketahui bahwan deskripdi mengenai Perceived Quality yang menjdai perhatian adalah responden yang paling banyak

(16)

menjawab netral pada pertanyaan PQ6 sebanyak 60%. Pernyataan tersebut yaitu mengenai Produk BreadLife tidak menggunakan bahan pengawet. Dan apabila dilihat secara keseluruhan untuk rata-rata jumlah pernyataan pada variabel ini responden berada pada jawaban “Netral”.

3. Karakteristik Quisioner Berdasarkan Variabel Brand Association

Tabel 4.9Uji Statistik Deskriptif Brand Association

No Pernyataan skor JUMLAH

Rata-rata 5 4 3 2 1 SS S N TS STS 1 BS1 5% 31% 44% 17% 11 71 101 39 3% 8 100% 230 3.165 2 BS2 4% 31% 47% 15% 9 71 109 35 3% 6 100% 230 3.183 3 BS3 8% 40% 38% 13% 18 92 87 30 1% 3 100% 230 3.4 4 BS4 13% 50% 34% 30 114 79 0% 1 3% 6 100% 230 3.7 5 BS5 10% 39% 34% 15% 24 90 79 34 1% 3 100% 230 3.426 6 BS6 12% 40% 36% 10% 27 92 83 22 3% 6 100% 230 3.487 7 BS7 12% 39% 40% 28 89 91 8% 18 2% 4 100% 230 3.517 8 BS8 16% 53% 27% 36 121 61 3% 8 2% 4 100% 230 3.77 9 BS9 10% 39% 43% 24 89 98 8% 18 0% 1 100% 230 3.509 10 BS10 17% 50% 28% 40 116 64 3% 6 2% 4 100% 230 3.791 11 BS11 11% 40% 38% 25 92 87 9% 21 2% 5 100% 230 3.483 12 BS12 28% 41% 26% 65 94 60 3% 7 2% 4 100% 230 3.909 13 BS13 12% 33% 41% 11% 28 75 95 26 3% 6 100% 230 3.404 14 BS14 7% 32% 57% 15 74 130 3% 6 2% 5 100% 230 3.383 JUMLAH 380 1280 1224 271 65 3220 PERSEN 12% 40% 38% 8% 2% 100%

(17)

Pada tabel 4.9 yang dapat diperhatikan bahwa hasil deskriptif mengenai Brand Association dalam penelitian ini. Pada hasil perhitungan di atas yang menjadi perhatian adalah jumlah responden terbanyak menjawab Netral yaitu 57%. Jawaban tersebut dinyatakan pada pernyataan tentang Produk BreadLife menggunakan teknologi handal. Sedangkan titik terendah, sebesar 0% pada jawaban Tidak Setuju terdapat pada pernyataan mengenai kesukaan dan kepercayaan terhadap produk BreadLife. Nilai rata – rata dari indikator variabel Brand Associaton (Mean: BS1-BS14) memiliki rata-rata pada level menengah diantara indikator lainnya. Jadi rata-rata dari responden dalam penelitian ini juga menjawab “Netral”.

4. Karakteristik Quisioner Berdasarkan Variabel Brand Loyalty

Tabel 4.10Uji Statistik Deskriptif Brand Loyalty

No Pernyataan Skor JUMLAH

Rata-rata 5 4 3 2 1 SS S N TS STS 1 BL1 37% 84 37% 86 22% 51 2% 5 2% 4 100% 230 4.048 2 BL2 7% 15 22% 50 41% 94 25% 57 6% 14 100% 230 2.978 3 BL3 13% 29 40% 91 43% 100 3% 6 2% 4 100% 230 3.587 4 BL4 10% 24 34% 79 44% 102 9% 20 2% 5 100% 230 3.422 5 BL5 12% 28 40% 91 40% 91 7% 17 1% 3 100% 230 3.539 6 BL6 7% 16 16% 37 58% 133 16% 36 3% 8 100% 230 3.074 7 BL7 3% 8 8% 18 45% 103 29% 67 15% 34 100% 230 2.561 JUMLAH 204 452 674 208 72 1610 PERSEN 13% 28% 42% 13% 4% 100%

(18)

Dari hasil perhitungan yang dipaparkan pada tabel 4.10 diatas, sebanyak 58% jawaban terbanyak pada posisi Netral dimana pernyataan tersebut mengenai keloyalan pelanggan terhadap produk BreadLife. Level terendah pada 1% yaitu pada jawaban Tidak Setuju mengenai rekomendasi merek BreadLife kepada orang lain. Dari jawaban tersebut hanya sedikit responden yang ingin merekomendasikan BreadLife kembali. Pada jawaban indikator-indikator pada variable ini memiliki rata-rata jawaban pada level menengah yang berarti jawaban rata-rata responden adalah “Netral”

5. Karakteristik Quisioner Berdasarkan Variabel Brand Equity

Tabel 4.11Uji Statistik Deskriptif Brand Equity

No Pernyataan Skor JUMLAH

Rata-rata 5 4 3 2 1 SS S N TS STS 1 BL1 4% 11% 40% 32% 14% 9 25 91 73 32 100% 230 2.591 2 BL2 12 27 102 60 29 230 2.709 5% 12% 44% 26% 13% 100% 3 BL3 8% 41% 45% 19 94 103 4% 10 2% 4 100% 230 3.496 4 BL4 4% 11% 35% 29% 20% 10 25 81 67 47 100% 230 2.496 JUMLAH 50 171 377 210 112 920 PERSEN 5% 19% 41% 23% 12% 100%

Sumber: Data Primer yang diolah Penulis (2017)

Dari deskripsi tabel 4.11 yang menarik adalah jumlah terbanyak dan paling sedikit terdapat pada pernyataan yang sama. Jumlah sebanyak 45% menjawab Netral dana titik terendah sebesar 2% pada menjawab Tidak Setuju. Dimana kedua jawaban tersebut terdapat pada pernyataan tentang masuk akal untuk membeli roti BreadLife. Nilai rata – rata dari indikator variabel Brand Equity (Mean: BQ1-BQ4) memiliki rata-rata pada level tertinggi kedua diantara

(19)

indikator lainnya. Jadi rata-rata dari responden dalam penelitian ini juga menjawab “Setuju”.

E. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Struktual Equation Modelling (SEM) yang merupakan salah satu metode yang saat ini digunakan untuk menutup kelemahan yang ada pada metode regresi. Dalam penelitian ini penulis memilih SEM pendekatan Variance Based SEM yang lebih dikenal dengan Partial Least Square (PLS). Metode ini dimaksudkan untuk causal-predictive analysis dalam situasi kompleksitas yang tinggi dan dukungan teori yang rendah. PLS memiliki tujuan untuk mencari hubungan linear prediktif antar variabel (component based predictive model) (Ghozali, 2014)

Analisis data dimulai dengan mengolah data dengan menggunakan Microsoft Excel, selanjutnya dilakukan pengujian asumsi normalitas data dengan menggunakan SEM PLS. Pengujian akan dilakukan dengan menggunakan software SmartPLS 3.0. Prosedur dimulai dengan memasukkan variabel-variabel penelitian ke program SmartPLS 3.0 tersebut dan menghasilkan output-output sesuai metode analisis data yang telah ditentukan.

1. Evaluasi Measurement Model (outer Model)

Analisa outer model dilakukan untuk memastikan bahwa measurementyang digunkana layak untuk dijadikan pengukuran (valid dan reliable). Outer Model adalah model pengukuran yang terdiri dari indikator dan jalur yang menghubungkan mereka untuk faktor masing-masing. Kedua bobot dan

(20)

beban adalah output untuk kedua model reflektif dan formatif (Garson, 2016). Analisa outer model dapat dilihat dari beberapa indicator berikut:

a) Uji Validitas Convergent Validity

Model Prosedur ini cocok,yang merupakan tipe khusus dari validitas kriteria, menciptakan faktor paralel reflektif untuk faktor formatif. Dalam model yang pas, diasumsikan bahwa faktor formatif harus berkorelasi dengan dan mampu memprediksi nilai-nilai dari faktor reflektif, yang merupakan kriteria variabel laten (Garson, 2016).

Convergent validity dari model pengukuran dengan model reflektif indikator dinilai berdasarkan korelasi antara item score/component score dengan construct score yang dihitung dengan PLS.Indikator individu dianggap valid jika memiliki nilai korelasi di atas 0,70. Namun demikian pada riset tahap pengembangan skala, loading factor 0,50 sampai 0,60 masih dapat diterima (Chin, 1998 dalam Ghozali, 2012). Dengan melihat hasil output korelasi antara indikator dengan konstruknya seperti terlihat pada gambar structural berikut ini:

(21)

Gambar 4.4 Uji Convergent Validity Sumber: Data Primer yang diolah Penulis (2017)

Pada gambar 4.4 diatas dapat dilihat bahwa dalam model struktual tersebut dimana nilai outer model atau korelasi antar konstruk dengan variabel masih ada yang belum memenuhi syarat convergent validity. Nilai factor loading indikator diatas masih ada yang dibawah 0.50. Untuk mendapatkan hasil yang seimbang, maka dilakukan modifikasi terhadap nilai indikator factor loading dan dapat dilihat hasilnya seperti gambar 4.5 di pada halama berikut.

(22)

Gambar 4.5 Hasil Uji Convergent Validty Modifikasi Sumber: Data Primer yang diolah Penulis (2017)

Pada gambar 4.5 adalah model struktural yang merupakan hasil data yang diolah menggunakan SmartPLS 3.0. Dapat dilihat dalam model struktural tersebut dimana nilai outer model atau korelasi antar konstruk dengan variabel sudah memenuhi convergent validity dimana semua indikator memiliki nilai loading factorlebih atau tidak kurang dari 0.50. Pada tahap modifikasi, untuk memenuhi confergent validity nya yang sesuai. Maka telah dilakukan penghapusan beberapa indikator-indikator agar dapat memenuhi nilai Average Variance Extracted (AVE) tidak kurang atau lebih dari 0.50. Berikut indikator – indikator yang telah dihapus adalah:

(23)

 Brand Loyalty : BL1

 Brand Association : BS13 & BS14

Setelah penghapusan dapat dilihat dalam tabel 4.12 dibawah ini dimana nilai outer model atau korelasi antar konstruk dengan variabel sudah memenuhi convergent validity dan semua indikator memiliki nilai loading factor lebih atau tidak kurang dari 0.50.

Tabel 4.12 Hasil Uji Convergent Validity Modifikasi

Variabel Indikator Loading Keterangan Outer

Brand Awareness BA1 0.772 Valid BA2 0.659 Valid BA3 0.58 Valid BA4 0.754 Valid BA5 0.664 Valid BA6 0.699 Valid BA7 0.814 Valid Perceived Quality PQ1 0.793 Valid PQ10 0.729 Valid PQ11 0.703 Valid PQ12 0.67 Valid PQ13 0.82 Valid PQ14 0.797 Valid PQ2 0.85 Valid PQ3 0.773 Valid PQ4 0.735 Valid PQ6 0.659 Valid PQ7 0.791 Valid

(24)

PQ8 0.736 Valid Brand Association BS1 0.681 Valid BS10 0.757 Valid BS11 0.729 Valid BS14 0.699 Valid BS2 0.68 Valid BS3 0.738 Valid BS4 0.77 Valid BS5 0.655 Valid BS6 0.699 Valid BS7 0.766 Valid BS8 0.697 Valid BS9 0.772 Valid Brand Loyalty BL2 0.784 Valid BL3 0.796 Valid BL4 0.846 Valid BL5 0.861 Valid BL6 0.878 Valid BL7 0.72 Valid Brand Equity BQ1 0.91 Valid BQ2 0.92 Valid BQ3 0.755 Valid BQ4 0.817 Valid

Sumber: Data Primer yang diolah Penulis (2017)

Selain dilihat dari nilai factor loading, convergent validity juga dapat dilihat dari nilai Average Variance Extracted (AVE). Pada tabel 4.13 dibawah dapat dilihat bahwa nilai Average Variance Extracted (AVE) tidak ada masalah dan sudah sesuai nilai konstruk untuk variabelsudah

(25)

berada pada nilai lebih atau tidak kurang dari 0.50. Jadi, tidak ada permasalahan confergent validity pada model yang telah diuji.

Tabel 4.13 Hasil Uji Construct Reliability dan Validity Modifikasi

Variabel Cronbach's Alpha Composite Reliability Average Variance Extracted (AVE)

Brand Association 0.916 0.928 0.52

Brand Awareness 0.84 0.876 0.504

Brand Equity 0.873 0.914 0.728

Brand Loyalty 0.899 0.922 0.666

Perceived Quality 0.931 0.941 0.573

Sumber: Data Primer yang diolah Penulis (2017)

Discriminant Validity

Dikarenkan tidak adanya permasalah confergent validity maka langkah berikutnya yang diuji adalah permasalahan yang terkait dengan discriminant validity. Pada pengujian discriminant validity, indikator reflektif dapat dilihat pada cross loading antara indikator dengan konstruknya. Suatu indikator dinyatakan valid jika mempunyai loading factor kepada konstruk lain. Dengan demikian, konstruk laten memprediksi indikator pada blok mereka lebih baik dibandingkan dengan indikator di blok lain.

Tabel 4.14 Hasil Uji Discriminant Validity Modifikasi

Variabel Association Brand Awareness Brand Equity Brand Loyalty Brand Perceived Quality

BA1 0.411 0.772 0.289 0.359 0.377

BA2 0.391 0.659 0.15 0.301 0.395

(26)

BA4 0.357 0.754 0.269 0.285 0.364 BA5 0.379 0.664 0.323 0.359 0.325 BA6 0.436 0.699 0.333 0.414 0.378 BA7 0.426 0.814 0.297 0.416 0.351 BL2 0.491 0.426 0.521 0.784 0.492 BL3 0.727 0.437 0.552 0.796 0.762 BL4 0.622 0.374 0.596 0.846 0.637 BL5 0.696 0.46 0.59 0.861 0.727 BL6 0.615 0.462 0.702 0.878 0.637 BL7 0.464 0.26 0.694 0.72 0.437 BQ1 0.548 0.365 0.91 0.702 0.537 BQ2 0.561 0.365 0.92 0.666 0.553 BQ3 0.687 0.345 0.755 0.652 0.624 BQ4 0.475 0.222 0.817 0.537 0.448 BS1 0.681 0.358 0.539 0.554 0.554 BS10 0.757 0.398 0.401 0.508 0.592 BS11 0.729 0.4 0.513 0.504 0.509 BS14 0.699 0.309 0.55 0.468 0.584 BS2 0.68 0.376 0.498 0.522 0.549 BS3 0.738 0.524 0.486 0.59 0.533 BS4 0.77 0.368 0.53 0.62 0.732 BS5 0.655 0.471 0.338 0.395 0.368 BS6 0.699 0.33 0.418 0.458 0.4 BS7 0.766 0.389 0.493 0.523 0.568 BS8 0.697 0.398 0.361 0.44 0.521 BS9 0.772 0.441 0.58 0.699 0.681 PQ1 0.58 0.355 0.515 0.637 0.793 PQ10 0.589 0.33 0.464 0.548 0.729 PQ11 0.601 0.334 0.416 0.565 0.703 PQ12 0.423 0.263 0.398 0.393 0.67 PQ13 0.664 0.438 0.541 0.716 0.82 PQ14 0.671 0.421 0.529 0.63 0.797 PQ2 0.667 0.465 0.545 0.677 0.85 PQ3 0.592 0.435 0.484 0.523 0.773 PQ4 0.572 0.363 0.411 0.457 0.735 PQ6 0.46 0.371 0.456 0.49 0.659 PQ7 0.599 0.374 0.522 0.579 0.791

(27)

PQ8 0.575 0.345 0.501 0.539 0.736

Sumber: Data Primer yang diolah Penulis (2017)

Pada tabel 4.14 pada halaman sebelumnya menunjukan bahwa nilai loading dari masing-masing item indikator terhadap konstruk nya lebih besar dari pada nilai cross loading nya. Dari hasil analisa cross loading tampak bahwa tidak terdapat permasalahan pada discriminant validity.

Metode lain untuk melihat discriminant validity adalah dengan membandingkan nilai square root of average variance extracted (AVE) setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk lainnya dalam model, maka dikatakan memiliki nilai discriminant validity yang baik.

Tabel 4.15 Hasil Uji Discriminant Validity (Fornell Larcker Criterion)

Variabel Association Brand Awareness Brand Equity Brand Loyalty Brand Perceived Quality

Brand Association 0.721 Brand Awareness 0.546 0.71 Brand Equity 0.674 0.387 0.853 Brand Loyalty 0.737 0.492 0.758 0.816 Perceived Quality 0.774 0.498 0.641 0.751 0.757

Sumber: Data Primer yang diolah Penulis (2017)

Dari tabel 4.15 terlihat bahwa nilai square root of average variance extracted (√ )adalah 0.721, 0.71, 0.853, 0.816 dan 0.757. Nilai-nilai tersebut lebih besar dari korelasi masing-masing konstruk. Berdasarkan dari nilai square root of average variance extracted

(28)

(√ )di atas maka konstruk dalam model yang diestimasi memenuhi kriteria discriminant validity.

b) Uji Reliabilitas

Untuk memastikan bahwa tidak ada masalah terkait pengukuran maka langkah terakhir adalah dalam evaluasi outer model adalah menguji uji reliabilitas dari model. Uji Reliabilitasdilakukan dengan menggunakan indicator Composite Reliability dan Cronbach’s Alpha.Pengujian Composite Reliability dan Cronbach’s Alpha bertujuan untuk menguji reliabilitas instrumen dalam suatu model penelitian. Atau mengukur internal consistency dan nilainya harus di atas 0,60. Apabila seluruh nilai variabel laten memiliki nilai Composite Reliability maupun Cronbachs Alpha ≥ 0,7 hal itu berarti konstruk memiliki reabilitas yang baik atau kuesioner yang digunakan sebagai alat dalam penelitian ini telah andal atau konsisten.

Tabel 4.16 Hasil Uji Composite Reliability dan Cronbach’s Alpha

Variabel Cronbach's Alpha Composite Reliability Keterangan

Brand Association 0.916 0.928 Realibel

Brand Awareness 0.84 0.876 Realibel

Brand Equity 0.873 0.914 Realibel

Brand Loyalty 0.899 0.922 Realibel

Perceived Quality 0.931 0.941 Realibel

(29)

Berdasarkan Tabel 4.16 bahwa hasil pengujian Composite Reliability menunjukan nilai yang memuaskan, karena seluruh nilai variabel laten memiliki nilai Composite Reliability ≥ 0.7. Dan hasil pengujian Cronbachs Alpha juga menunjukan nilai yang memuaskan, sebab seluruh nilai variabel laten memiliki nilai Cronbachs Alpha ≥ 0.7.

2. Evaluasi Structual Model (Inner Model)

Setelah model yang diestimasi memenuhi kriteria Outer Model, berikutnya dilakukan pengujian model structural (Inner model). Pengujian inner model adalah pengembangan model berbasis konsep dan teori dalam rangka menganalisis hubungan antara variabel eksogen dan endogen telah dijabarkan dalam rerangka konseptual. Tahapan pengujian terhadap model struktural (inner model) dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini:

Nilai R-Square (R2)

Melihat nilai R-Square (R2) yang merupakan uji Goodness of Fit (GoF) model. Dalam menilai model dengan PLS dimulai dengan melihat R-Square (R2) untuk setiap variabel laten dependen. Koefisien determinasi R-Square (R2) menunjukkan seberapa besar variabel independen menjelaskan variabel dependennya. Nilai R-Square (R2) adalah nol sampai dengan satu. Apabila nilai R-Square (R2) semakin mendekati satu, maka variabel-variabel independen memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Sebaliknya, semakin kecil nilai R-Square (R2), maka kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen semakin

(30)

terbatas. Nilai R-Square (R2) memiliki kelemahan yaitu nilai R-Square (R2) akan meningkat setiap ada penambahan satu variabel independen meskipun variabel independen tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Tabel 4.17 Hasil Uji Nilai R-Square (R2)

Variabel R-Square (R2)

R-Square (R2)

Adjusted

Brand Equity 0.606 0.599

Sumber: Data Primer yang diolah Penulis (2017)

Dari tabel 4.17 dapat dilihat bahwa nilai R-Square (R2)atau koefisien determinasi adalah 0.606. Hal ini berarti 60.6% variasi atau perubahan Brand Awareness, Perceived Quality, Brand Association, dan Brand Loyalty oleh Brand Equity dan sisanya 39.4 % dijelaskan oleh sebab-sebab lain.

Nilai Predective Relevance (Q2)

Predictive Relevance (Q2) untuk model struktural mengukur

seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Berlaku hanya untuk merenung model faktor endogen, Predictive Relevance (Q2) lebih besar dari 0. Dengan cara yang sama,

sebuah Predictive Relevance (Q2) dengan 0 atau negatif nilai menunjukkan

model tidak relevan dengan prediksi faktor endogen yang diberikan. Untuk menghitung Predictive Relevance (Q2) dapat digunakan rumus berikut:

(31)

Perhitungan : Q2 = 1-(1-R2)2) Q2 = 1-(1-0.6062) Q2 = 1-(1-0.367) Q2= 1-0.633 Q2 = 0.367

Nilai Goodness of Fit (GoF)

Goodness of Fit (GoF) menggambarkan tingkat kesesuaian model secara keseluruhan yang dihitung dari residual kuadrat dari model yang diprediksi dibandingkan dengan data yang sebenarnya yang diperkenalkan oleh Tenenhaus et al. (2004). GoF index ini merupakan ukuran tunggal yang digunakan untuk memvalidasi performa gabungan antara model pengukuran (outer model) dan model struktural (inner model). Nilai Goodness of Fit (GoF) index diperoleh dari average communalities index dikalikan dengan nilai R² model. Nilai GoF terbentang antara 0-1 dengan interpretasi sebagai berikut:

Goodness of Fit (GoF) GoF Kecil = 0.1

Goodness of Fit (GoF) Moderat atau Sedang = 0.25 Goodness of Fit (GoF) Besar = 0.38

Rumus Goodness of Fit (GoF):

GoF = √

(32)

=

= √

= 0.601

Dari perhitungan Goodness of Fit (GoF) diatas dapat diketahui hasil nya adalah sebesar 0.601 (GoF Besar). Dari hasil tersebut bisa disimpulkan bahwa performa antara model pengukuran dan model struktural memiliki GoF yang besar yaitu sebesar 0.601 (di atas 0.38).

3. Evaluasi Pengujian Hipotesa

Signifikansi parameter yang diestimasi memberikan informasi yang sangat berguna mengenai hubungan antara variabel-variabel penelitian. Dasar yang digunakan dalam menguji hipotesis adalah nilai yang terdapat pada output result forinner weight. Pengujian ini dilakukan dengan dasar hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan program PLS (Partial Least Square). Hasil pengujian ini akan menunjukan apakah semua jalur yang dianalisis menunjukan hasil yang signifikan terlihat dari hasil Original Sample dan t-statistic nya. Untuk menguji hipotesis yang diajukan, dapat dilihat besarnya nilai t-statistik. Batas untuk menolak dan menerima hipotesis yang diajukan adalah ±1.96, yang mana apabila nilai t berada pada rentang nilai -1.96 dan 1.96 maka hipotesis akan ditolak atau dengan kata lain menerima hipotesis nol (H0). Hasil estimasi t-statistik dapat dilihat pada path coefficient (t-statistics).

(33)

Tabel 4.18 Hasil Uji Hipotesis Variabel Original Sample (O) Sample Mean (M) Standard Deviation (STDEV) T Statistics (|O/STD EV|) Values P Brand Association -> Brand Equity 0.247 0.252 0.092 2.673 0.008 Brand Awareness -> Brand Equity -0.05 -0.043 0.053 0.939 0.348 Brand Loyalty -> Brand Equity 0.559 0.56 0.087 6.452 0 Perceived Quality -> Brand Equity 0.055 0.047 0.105 0.522 0.602

Sumber: Data Primer yang diolah Penulis (2017)

Gambar 4.7 Hasil Uji Bootstrapping

(34)

Tabel 4.18 menunjukan bahwa nilai original sample yaitu -0.05 yang menunjukan bahwa hubungan antara brand awareness terhadap brand equity adalah negatif. Kemudian nilai t-statistic sebesar 0.939 (>1,96) yang berarti bahwa hubungan antara brand awareness terhadap brand equity tidak signifikan. Jadi pada hipotesis H1 dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa brand awareness berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap brand equity

Tabel 4.18 di atas menunjukan bahwa hubungan antara perceived quality terhadap brand equity adalah positif karena dapat dilihat pada nilai original sample yaitu 0.055. Sedangkan nilai t-statistic sebesar 0.522 (>1,96) yang menunjukan bahwa hubungan antara perceived quality terhadap brand equity tidak signifikan. Jadi pada hipotesis H2 dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perceived quality berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap brand equity.

Tabel 4.18 menunjukan bahwa hubungan antara brand association terhadap brand equity adalah positif, dapat dilihat dari nilai original sample adalah 0.247. Kemudian nilai t-statistic sebesar 2.673 (>1.96) yang menunjukan bahwa hubungan antara brand association terhadap brand equity adalah signifikan. Maka pada hipotesis H3 dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hubungan antarabrand associationterhadap brand equity berpengaruh positif dan signifikan.

Tabel 4.18 menunjukan bahwa hubungan antara brand loyalty terhadap brand equity adalah positifdiketahui dari nilai original sample adalah 0.559. Pada tabel diatas juga dapat dilihat bahwa nilai t-statistic sebesar 6.452 (>1,96) menunjukkan bahwa hubungan antara Brand Loyalty terhadap Brand Equity

(35)

adalah signifikan. Kesimpulan hipotesis H4 dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa brand loyalty terhadap brand equity berpengaruh positif dan signifikan.

F. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil analisis PLS (Partial Least Square), maka pada bagian ini akan dibahas hasil perhitungan yang telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh brand awareness, perceived quality, brand association, dan brand loyalty terhadap brand equity. Pengujian ditunjukan melalui hipotesis yang ada sehingga dapat mengetahui bagaimana pengaruh masing-masing variabel terhadap variabel yang lainnya.

1. Hubungan Antara Brand Awareness terhadap Brand Equity

Hipotesis pertama (H1)menyatakan bahwa ada pengaruh negarif dan tidak signifikan antara brand awareness terhadap brand equity. Hasil penghitungan antara brand awareness dan brand equity menunjukkan ada pengaruh negatif sebesar -0.05 dengan nilai t-statistic sebesar 0.939 (>1,96) dan tingkat signifikansi 0.348 yang menunjukkan bahwa hubungan antara brand awareness (X1) terhadap brand equity (Y) berpengaruh negatif dan tidak signifikan.

Hasil penelitan hipotesa ini sama halnya dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Lusi Sukiarti, Leonardo Budi H., dan Andi Tri Haryono (2016). Hasil penelitian tersebut mengemukakan bahwa kesadaran merek (brand awareness) tidak memiliki pengaruh yang kuat (memiliki pengaruh negatif) terhadap ekuitas merek. Namun penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan juga oleh Chamid Abdul Basid, Leonardo Budi

(36)

Hasiolan, Andi Tri Haryono (2015) yang menyatakan bahwa Kesadaran Merek (brand awareness) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap ekuitas merek (brand equity).

2. Hubungan Antara Perceived Quality terhadap Brand Equity

Hipotesis kedua (H2) menyatakan bahwa ada pengaruh positif namun tidak signifikan antara hubungan pereived quality terhadap brand equity. Hasil penghitungan antara perceived quality terhadap brand equity menunjukkan pengaruh positif (0.055), dengan nilai t-statistic sebesar 0.522 (>1,96) dan tingkat signifikansi 0.602 yang menunjukkan bahwa tidak signifikan karena nilai t-statisticberada di bawah titik kritis. Hal ini membuktikan bahwa hubungan antara perceived quality (X2) terhadap brand equity (Y) tidak memiliki pengaruh yang kuat.

Penelitian ini sama halnya dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Narulita Nora H. dan Drs. H. Sutopo, MS. (2013) dimana hasil penelitiannya menyatakan bahwa perceived quality tidak memiliki pengaruh yang kuat terhadap ekuitas merek.Hal ini pun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lusi Sukiarti, Leonardo Budi H., dan Andi Tri Haryono (2016) yang menyatakan bahwa Perceived Quality mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Brand Equity.

3. Hubungan Antara Brand Association terhadap Brand Equity

Hipotesis ketiga (H3) menyatakan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara Brand Association terhadap Brand Equity. Hasil penghitungan

(37)

brand association dan brand equity adalah positif (0.247) dengan nilai t-statistic sebesar 2.673 (>1.96) dan tingkat signifikansi 0.008. Hasil penelitan ini sesuai dan sejalan dengan penelitian yang dilakukan olehAim Muzaqqi, Achmad Fauzi, dan Imam Suyadi pada tahun 2016. Dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa Brand Association (X3) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap brand equity (Y).

4. Hubungan Antara Brand Loyalty terhadap Brand Equity

Hipotesis keempat (H4) menyatakan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara brand loyaltyberpengaruh positif dan signifikan. Hasil penghitungan antara brand loyalty dan brand equity menunjukkan hasil positif (0.559) dengan nilai t-statistic sebesar 6.452 (>1,96) dan tingkat signifikansi 0 yang menunjukan signifikansi hubungan brand loyalty terhadap brand equity. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa brand loyalty yang memberikan pengaruh terbesar terhadap brand equity. Maka ddapat disimpulkan bahwa brand loyalty (X4) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap brand equity (Y).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Narulita Nora H. dan Drs. H. Sutopo, MS. (2013) di mana brand loyaltymemiliki pengaruh yang kuat terhadap brand equity. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh penelitian yang dilakukan oleh Muhammad, Imam Suyadi, Dahlan Fannani (2011) dengan hasil penelitiannya yang membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama variabel brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyaltyterhadap brand equity.

Gambar

Gambar 4.1 Perubahan Konsep Outlets BreadLife
Gambar 4.2 Perubahan Konsep Outlets BreadLife
Gambar 4.3 Perubaha Logo BreadLife  Sumber : Data Internal Perusahaan (tahun 2016)
Table 4.1Deskripsi Menurut Jenis Kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kenyataan yang dihadapi saat ini adalah semakin berkurangnya lahan pertanian yang ada, karena teijadinya konversi lahan yang subur sebagai lahan pertanian menjadi lahan non

Namum sejauh ini, dalam penegakan hukum di dalam masyarakat adat Aceh, masih terdapat kendala-kedala yang dihadapi, sehingga proses pembangunan hukum adat di Indonesia, khususnya di

Selain itu kami juga menyediakan jasa konsultasi tata cara memakai jilbab sehingga terlihat lebih menarik, anggun dan sesuai dengan busana yang dikenakan.. Kami juga

Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Mumbul Jember adalah subjek pajak badan dalam negeri yang bekerja sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 23 atas jasa sewa kendaraan

Berbagai kebijakan dalam rangka meningkatkan pelaksanaan pengarusutamaan gender, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Jawa Tengah,antara lain

Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa: (1) bauran pemasaran memiliki pengaruh terhadap dimensi ekuitas merek yaitu: (a) Perceived Quality dipengaruhi secara positif oleh store

Sehingga berdasarkan syarat kestabilan sistem permainan maka titik ekuilibrium Nash dapat diperoleh dari titik potong kedua hiperbola pada daerah yang memenuhi

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulan bahwa titik miquel yang berlaku pada sebuah segitiga, ternyata dapat dikembangkan pada sebuah segilima yang