• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENYEBARAN CARRIER DIFTERI PASCA KEJADIAN LUAR BIASA DI KOTA SAMARINDA TAHUN 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENYEBARAN CARRIER DIFTERI PASCA KEJADIAN LUAR BIASA DI KOTA SAMARINDA TAHUN 2018"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

20

ANALISIS PENYEBARAN CARRIER DIFTERI PASCA

KEJADIAN LUAR BIASA DI KOTA SAMARINDA TAHUN 2018

Gusti Putri Desti Pratama1, Nataniel Tandirogang2, Yadi3 ,

1Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman 2Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman 3Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Email : gustiptr@gmail.com, nataniel@idikaltim.org, dryadi02@yahoo.com

ABSTRACT

Diphtheria is an infectious disease caused by infection with Corynebacterium diphtheria, which mainly infects the throat and upper airway, producee toxins that can affect other organs. In severe cases, the toxins can cause myocarditis and peripheral neuropathy. This disease is transmitted through direct physical contact or aerosol secretion. In Indonesia, diphtheria has been endemic and has decreased in cases. The government promoted immunization program, it succeededd eliminating diphtheria cases in 1990, but then re-emerging disease started happening in 2009. According to the Kementrian Kesehatan Indonesia, the return of diphtheria and became outbreak due to immunity gap. This happens because of the accumulation of people who are susceptible to diphtheria because they do not get immunizations or complete immunizations. The purpose of this study is to find the spread pattern of diphtheria carriers in the community after outbreak in Samarinda City in 2018. The study is conducted by examining the patients’ oral mucosal swab with data obtained from the Medical Record and Clinical Pathology Laboratory of Abdul Wahab Syahranie Samarinda Hospital Dinas Kesehatan Samarinda, which fulfills the inclusion and exclusion criteria, obtained 43 samples that were carried out laboratory tests using the PCR technique. Based on the results of the examination obtained 2 samples that showed positive results containing Corynebacterium diphtheriae from 43 samples examined. All samples were female and lived in Samarinda Ulu District, Air Hitam and Gunung Kelua Subdistricts. The spatial analysis result of patients' location using SatScan TM Software did not indicate clustering.

(2)

21 PENDAHULUAN

Difteri merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Corynebacterium diphteriae, yang terutama menginfeksi tenggorokan dan saluran napas bagian atas, serta menghasilkan toksin yang dapat mempengaruhi organ lain.Toksin difteri dapat menyebabkan membran jaringan mati dan menumpuk di atas tenggorokan dan tonsil yang menyebabkan kesulitan bernapas dan menelan. Penyakit ini ditularkan melalui kontak fisik langsung atau sekresi aerosol yang dihirup dari penderita yang batuk atau bersin. Menurut WHO, Tahun 2013 terjadi kasus sebanyak 4680 di dunia, dengan Asia Tenggara menempati urutan pertama dengan 4080 kasus. Tahun 2014 tercatat sebanyak 7347 kasus data kasus difteri. Dan pada tahun 2016 berjumlah 7097 kasus. Berdasarkan benua, Peringkat pertama ditempati oleh Asia, yaitu Asia Tenggara dengan jumlah kasus 4016, yang kemudian diikuti oleh Afrika sebagai peringkat kedua dengan jumlah kasus 2870, serta peringkat ketiga oleh Western Pasific dengan jumlah kasus 98 kasus. Sedangkan, jika dilihat dari Negara dengan kasus difteri yang tinggi peringkat pertama India dengan jumlah kasus 3380, disusul dengan Madagascar 2865 kasus dan Indonesia di peringkat ketiga dengan jumlah kasus 342. Di Indonesia, difteri pernah menjadi penyakit yang mewabah dan kemudian mengalami penurunan kasus. Pemerintah menggalakan program imunisasi sehingga berhasil mengeliminasi kasus difteri pada tahun 1990, namun kemudian mengalami re-emerging disease atau kembali mengalami peningkatan mulai pada tahun 2009.

Menurut Kementrian Kesehatan penyebab timbulnya kembali difteri sehingga menjadi KLB dikarenakan immunity gap atau kesenjangan kekebalan penduduk suatu daerah. Hal ini terjadi karena adanya akumulasi penduduk yang rentan terhadap difteri karena tidak mendapat imunisasi atau imunisasi lengkap. Kejadian Difteri tahun 2013 sebanyak 775 kasus, kemudian menurun di tahun 2014 sebanyak 296 kasus. Di tahun 2015 jumlah kasus difteri dilaporkan sebanyak 529, kemudian mengalami peningkatan menjadi 591 kasus di tahun 2016. Di akhir tahun 2017 sampai dengan awal tahun 2018 Indonesia ditetapkan statusnya menjadi KLB (Kejadian Luar Biasa), Di provinsi Kalimantan Timur sendiri, berdasarkan profil kesehatan Provinsi Kaltim tidak dilaporkan adanya kasus difteri pada tahun 2015. Kemudian, di tahun 2016 Kalimatan Timur juga dilaporkan terdapat 9 kasus. Tahun 2017 sampai akhir Desember, suspek difteri dilaporkan mencapai 25 kasus. Dan di awal tahun 2018, di Kota Samarinda sampai minggu kedua kasus suspek difteri dilaporkan sebanyak 32

(3)

22 kasus yang terus meningkat sampai didapatkan 95 kasus pada minggu ketiga di bulan Januari 2018. Menurut Kementrian Kesehatan upaya penanggulangan KLB yang terjadi sulit ditangani karena adanya orang sehat yang tidak menunjukkan gejala namun tetap dapat menularkan kepada orang lain atau disebut dengan carrier.

Penelitian mengenai carrier difteri pernah dilakukan sebelumnya oleh Milleret al pada tahun 1974, ditemukan 115 carrier difteri. Untuk mengetahui ada tidaknya carrier difteri dapat dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan suatu metode yaitu dengan PCR (Polymerase Chain Reaction). Pada pemeriksaan dengan PCR, pasien yang tidak menimbulkan manifestasi klinis namun terinfeksi bakteri dapat dideteksi. Setelah diketahui adanya carrier, pasien dapat diberi pengobatan dalam rangka memutus rantai penularan. Dan adanya carrier yang terdeteksi, dapat diketahui lokasinya dan diketahui distribusinya. Penelitian dengan menggunakan model analisis spasial penyakit difteri pernah dilakukan sebelumnya Izza dan Soernatalina tahun 2011. Pola distribusi carrier difteri dengan analisis spasial dapat mendeteksi dini adanya kemungkinan terjadi kejadian luar biasa lagi pada tahun-tahun selanjutnya

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan desain potong lintang dengan pendekatan analitik spasial di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman, Rekam Medik dan Laboratorium Patologi Klinik RSUD Abdul Wahab Syahranie Samarinda, dan wilayah Kota Samarinda selama bulan Februari sampai dengan bulan April 2019. Sampel terdiri dari 43 orang yang diperoleh berdasarkan data primer yang dikumpulkan oleh peneliti dan data sekunder yang diperoleh dari RSUD Abdul Wahab Syahranie dan Dinas Kesehatan Kota Samarinda yang tersebar di 17 Kelurahan dan 8 Kecamatan. Dari 43 sampel, 16 sampel adalah pasien yang sebelumnya terdiagnosis sebagai pasien difteri dan 27 sampel adalah keluarga atau kontak serumah pasien saat masa sakit. Analisis spasial dilakukan dengan menggunakan SatScan TM Software version 9.4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan selama bulan Februari sampai dengan bulan April 2019 di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman, Rekam Medik dan Laboratorium Patologi Klinik RSUD Abdul Wahab Syahranie Samarinda, dan wilayah

(4)

23 Kota Samarinda yang tersebar di 17 Kelurahan dan 8 Kecamatan. Sampel terdiri dari 43 orang, dengan 16 sampel merupakan pasien yang sebelumnya terdiagnosis sebagai pasien difteri dan 27 sampel adalah keluarga atau kontak serumah pasien saat masa sakit. Pengambilan data sekunder dilakukan dengan memperoleh alamat pasien dari RSUD Abdul Wahab Syahranie dan Dinas Kesehatan Kota Samarinda. Data primer berupa titik koordinat dan wawancara diperoleh dengan mendatangi langsung alamat pasien, serta hasil pemeriksaan difteri melalui PCR yang dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.

Tabel 1. Gambaran Karakteristik Berdasarkan Usia

NO Usia Frekuensi (n) Presentase (%)

1 0 – 5 tahun (Balita) 4 9,30

2 6 – 11 tahun (Kanak – kanak) 11 25,58

3 12 – 16 tahun (Remaja awal) 2 4,65

4 17 – 25 tahun (Remaja akhir) 6 13,96

5 26 – 35 tahun (Dewasa awal) 6 13,96

6 36 – 45 tahun (Dewasa akhir) 6 13,96

7 46 – 55 tahun (Lansia awal) 5 11,62

8 56 – 65 tahun (Lansia akhir) 3 6,97

9 >65 tahun (Manula) 0 0

Total 43 100

Subyek yang menunjukkan adanya hasil positif pada pemeriksaan PCR terdiri dari 1 sampel usia remaja akhir (17 – 25 tahun), dan 1 sampel usia dewasa akhir (36 – 45 tahun). Sampel yang memberikan hasil positif terdiri dari 1 sampel yang merupakan penderita yang sebelumnya terdiagnosis positif difteri dan 1 sampel yang merupakan keluarga atau kontak serumah. Carrier difteri dapat terjadi pada pasien yang sebelumnya terdiagnosis positif difteri, dapat disebabkan oleh pengobatan yang tidak adekuat. Carrier difteri juga dapat terjadi pada keluarga atau kontak serumah. Close contact yang berisiko menjadi carrier difteri adalah seseorang yang melakukan kontak langsung melalui berbagi makanan, minuman atau gelas, atau tinggal di rumah yang sama dengan kasus sakit dalam waktu 14 hari sebelum timbulnya gejala atau onset sampai kasus selesai diobati. Dalam penelitian ini, sampel yang merupakan kontak serumah yang telah diperiksa dan menunjukkan adanya bakteri difteri telah berbagi makanan dan tinggal serumah dengan penderita yang sebelumnya

(5)

24 dikonfirmasi sebagai kasus positif sejak 14 hari sebelum timbulnya onset sampai dengan penderita selesai diobati.

Penelitian mengenai carrier pernah dilakukan di Dansai District, Provinsi Loei, Thailand pada tahun 2012 oleh Phupat et al ditemukan carrier pada semua usia. Pada penelitian tersebut juga ditemukan carrier pada pasien dengan riwayat imunisasi lengkap dan riwayat imunisasi yang tidak lengkap. Pada penelitian ini, kedua sampel yang menunjukkan adanya bakteri difteri memiliki riwayat imunisasi yang lengkap. Hal ini serupa dengan penelitian mengenai carrier difteri yang pernah dilakukan di Indonesia, yaitu di Kota Surabaya pada tahun 2011 sampai tahun 2015 oleh Husada et al ditemukan carrier pada pasien dengan riwayat imunisasi lengkap, penelitian tersebut menggunakan desain case control, dimana tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara pasien carrier difteri dengan riwayat imunisasi yang lengkap dan pasien dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap. Menurut Hughes dan Husada, status imunisasi yang diperoleh hanya berdasarkan wawancara tanpa memeriksa adanya bukti dokumen imunisasi memiliki akuransi yang rendah, hal ini diduga dapat menjelaskan mengapa pada beberapa penelitian mengenai carrier difteri status imunisasi tidak memiliki hubungan atau dampak yang signifikan.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan bahwa individu yang sudah diimunisasi tetap dapat menjadi carrier atau pembawa bakteri difteri. Orang yang sudah mendapatkan imunisasi tetap dapat menjadi reservoir Corynebacterium diphtheria,bakteri tetap dapat menginfeksi namun tidak menimbulkan gejala.

Tabel 2. Sampel penelitian berdasarkan Jenis Kelamin

NO Jenis Kelamin Frekuensi

1 Perempuan 30

2 Laki – Laki 13

Total 43

Pada hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa terdapat dua sampel yang menunjukkan adanya bakteri difteri pada dua sampel, dimana kedua sampel berjenis kelamin perempuan. Penelitian mengenai difteri saat terjadinya outbreak di Russia tahun 1990 juga menunjukkan hasil sebagain besar pasien berjenis kelamin perempuan. Penelitian lain mengenai carrier difteri yang dilakukan oleh Husada et al tahun 2011 sampai tahun 2015 juga menunjukkan

(6)

25 hasil lebih tinggi pada pasien dengan jenis kelamin perempuan. Meskipun tidak ada literatur yang dapat menjelaskan bahwa ada perbedaan risiko yang signifikan mengenai jenis kelamin terhadap kejadian difteri, namun beberapa penelitian menunjukkan infeksi didapatkan lebih tinggi pada perempuan. Hal ini diduga, oleh karena tingkat kecukupan asupan protein dan kecukupan energi yang sangat kurang banyak ditemukan pada perempuan hal ini dapat menjadi salah satu penyebab penurunan imunitas sehingga perempuan lebih rentan terhadap penyakit infeksi.

Tabel 3 Distribusi Sampel Penelitian berdasarkan Sebaran Wilayah

NO Kecamatan Jumlah

Lokasi (n)

Presentase (%)

1 Kecamatan Samarinda Ulu 6 27,27

2 Kecamatan Sungai Pinang 5 22,73

3 Kecamatan Palaran 3 13,63

4 Kecamatan Sambutan 1 4,55

5 Kecamatan Samarinda Kota 2 9,09

6 Kecamatan Samarinda Ilir 1 4,55

7 Kecamatan Sungai Kunjang 2 9,09

8 Kecamatan Samarinda Sebrang 2 9,09

Total 22 100

Sebaran lokasi pasien difteri terdapat di 17 Kelurahan dan 8 Kecamatan.

(7)

26 Pada penelitian ini, ditemukan adanya pasien tanpa manifestasi klinis difteri dengan hasil pemeriksaan laboratorium dengan teknik PCR mengandung bakteri difteri sebanyak 2 subyek penelitian. Kedua subyek yang mengandung bakteri difteri terdapat pada Kelurahan Gunung Kelua dan Kelurahan Air Hitam, kedua kelurahan ini berada pada satu kecamatan, yaitu Kecamatan Samarinda Ulu. Kecamatan Samarinda Ulu merupakan kecamatan dengan penduduk terbanyak di Kota Samarinda, pada tahun 2015 tercatat jumlahpenduduk Kecamatan Samarinda Ulu sebanyak 135.814 jiwa, dengan kepadatan 6.982 jiwa per km persegi 12. Hal ini mejadi penyebab kasus kejadian difteri paling tinggi, dari seluruh subyek yang diperiksa, terdapat 6 titik lokasi pasien yang sebelumnya terdiagnosis difteri dari total 22 titik lokasi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan saat outbreak difteri terjadi di Rusia, tahun 1990, dimana kasus difteri ditemukan paling banyak pada wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini juga menjadi salah satu faktor yang berperan dalam adanya kasus difteri yang menjadi pasien carrier.

Penyebaran carrier yang terjadi di dua kelurahan di Kota Samarinda, setelah dilakukan analisis dengan menggunakan SatScan TM Software version 9.4 menunjukkan tidak adanya pola penyebaran atau clustering yang terbentuk. Kasus carrier menunjukkan angka 4,7% dari seluruh subyek yang diperiksa.

SIMPULAN

Berdasarkan hadan pembahasan di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa pasien carrier difteri pasca kejadian luar biasa di Kota Samarinda tidak menunjukkan adanya pola penyebaran atau clustering.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A. (2014). Difteri. Dalam S. Setiati, I. Alwi, A. W. Sudoyo, M. S. K, B. Setiyohadi, & A. F. Syam (Penyunt.), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (6th Edition ed., hal. 643-649). Jakarta: Internal Publishing.

BPS. (2016). Badan Pusat Statistik Kota Samarinda. Diambil kembali dari https://samarindakota.bps.go.id:

https://samarindakota.bps.go.id/statictable/2016/10/19/13/jumlah-penduduk-dan-laju- pertumbuhan-penduduk-menurut-kecamatan-di-kota-samarinda-2010-2014-dan-2015.html

(8)

27 CDC. (2016). Communicable Disease Management Protocol. Diambil kembali dari CDC:

https://www.gov.mb.ca/health/publichealth/cdc/protocol/diphtheria.pdf Dinas Kesehatan Kota Samarinda. (2015). Profil Kesehatan Kota Samarinda.

Fisher, R. B., & Myers, A. (t.thn.). Free and Simple GIS as appropriate for health mapping in a low resource setting. a case study in eastern Indonesia, 10, 15.

Husada, D., Primayani , D., Marbun, K., Kartina, L., Puspitasari, D., & Thirtaningsih, N. W. (2018). Risk Factors of Diphtheriae Carriers in Indonesia Children. South Asian J Trop Med Public Health, 49(4), 669-660.

Kementrian Kesehatan RI. (2016). Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia

Miller, L. W., Bickham, S., Jones, W. L., Heather, C. D., & Morris, R. H. (1974). Diphteria Carriers and the Effect of Erythromycin Theraphy. Antimicrobial Agents and Chemotheraphy, 6(22), 166-169.

Pfeiffer, D. U., Robinson, T. P., Stevenson, M., Rogers, D. J., & Clements, A. C. (2008). Spatial Analysis in Epidemiology. England: Oxford University Press.

Phupat, P., S, S., K, P., K, J., T, J., & W, P. (2012, March). Epidemiological and Serological Study of Re-emerging Diphtheria in Dansai District, Loei Province, Thailand, June to October 2012. Outbreak Survaillance and Investigation Reports, 8(1), 13--21.

Gambar

Tabel 3 Distribusi Sampel Penelitian berdasarkan Sebaran Wilayah

Referensi

Dokumen terkait

Antiikin Kreikan varhaiseen kulttuuriin vaikuttivat monimuotoiset, eri maista omaksutut käsitykset jumalista, puhuttu ja kirjoitettu runous ja muu kirjallisuus,

sensitivitas yang dimiliki oleh calon panelis dalam memberikan penilaian terhadap satu seri sampel dengan konsentrasi yang berbeda-beda yang dilakukan secara

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor eksternal (faktor toko ritel) dan internal pembeli yang mempengaruhi impulse buying, serta untuk mengetahui

Analisa Harga satuan pekerjaan menggunakan metode Modern Yang Dikembangkan oleh Pelatihan Jasa Konstruksi Sensa Yogyakarta (metode modern merupakan standar yang berlaku untuk seluruh

Depdiknas (2008) mengemukakan tujuan penyusunan bahan ajar bahan adalah: a) menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan

Tinggi tanaman induk, umur masak, bobot 100 butir, dan hasil biji tanaman ratoon plasma nutfah sorgum umur genjah (<85 hari)... Bobot 100 butir dari tanaman ratoon yang jauh

Air permukaan tanah yang mengandung bahan pencemar misalnya tercemari zat radioaktif, logam berat dalam limbah industri, sampah rumah tangga, limbah rumah sakit, sisa-sisa

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti ini peroleh, diketahui bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa self efficacy peserta didik di SMPN 6 Bandar Lampung